Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 179285 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Katrina Marcellina
"Pembuktian kartel tidak dapat dipisahkan dari penggunaan analisa ekonomi untuk membuktikan adanya perjanjian tertulis di antar para pelaku usaha yang dicurigai melakukan kartel. Namun di satu sisi, penggunaan bukti ekonomi (tidak langsung) masih menjadi perdebatan di Indonesia, karena selain mengandung ambigu, penggunaannya belum diatur secara tegas dalam sistem hukum Indonesia. Penelitian ini akan menjabarkan penggunaan analisa ekonomi yang digunakan oleh KPPU untuk membuktikan dugaan-dugaan kartel yang ada selama tahun 2009-2010 serta menganalisa validitas penggunaan analisa ekonomi berdasarkan hukum nasional. Penelitian ini merupakan penelitan hukum normatif yang menggunakan analisa kualitatif. Ketelitian dan ketepatan dalam melakukan penghitungan serta analisa ekonomi adalah suatu hal yang masih harus ditingkatkan oleh KPPU demi perwujudan penegakan hukum persaingan usaha yang ideal.

The use of economic analyis to prove the existence of a gentlement agreement among the alleged cartel members is unseparable from the processs of cartel verification itself. However, on the other hand, the use of economic analysis (which is an indirect evidence), still remains as a controversy, not only because of its ambiguity, but also its method has not yet clearly been regulated under Indonesian law. This research is to elaborate the use of economic analysis employed by the Commission For the Supervision of Business Competition (KPPU) to prove the alleged cartels cases within the year of 2009-2010 and also to examine the validity of the use of economic analysis according to the national law system. This research is a normative legal research with qualitative analysis. Meticulous economic calculation and accuracy in analysis are of something that KPPU should improve for the fulfillment of an ideal competition law enforcement. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S444
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nadapdap, Binoto
"Penelitian ini bertujuan untuk menjajaki kemungkinan mengenai penggunaan alat bukti tidak langsung (indirect evidence) dalam penanganan perkara persaingan usaha, khususnya perkara kartel di tengah kesulitan yang dialami oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mendapatkan alat bukti langsung. Aparat persaingan usaha di pelbagai belahan dunia mempunyai permasalahan yang relatif sama untuk mendapatkan alat bukti langsung pada saat menangani perkara kartel. Kesulitan mendapatkan alat bukti langsung menjadi persoalan yang global sifatnya dalam penanganan perkara kartel. Praktik kartel karena bersifat menghambat persaingan serta mengakibatkan kerugian terhadap sesama pelaku usaha dan konsumen, tidak dapat dibiarkan bergerak dengan leluasa dengan alasan ada keterbatasan alat bukti menurut undang-undang. Keterbatasan alat bukti yang terdapat dalam undang-undang tidak pada tempatnya untuk dijadikan alasan untuk tidak dapat memberantas kartel, alat bukti yang diatur dalam undang-undang perlu ditafsirkan lebih luas agar mampu mengatasi praktek kartel. Dalam penelitian ini teori yang dipergunakan sebagai dasar bagi KPPU untuk mempergunakan alat bukti tidak langsung (petunjuk atau persangkaan) adalah teori penemuan hukum. Menurut teori penemuan hukum hakim harus berusaha untuk menemukan hukum untuk menangani perkara tertentu walaupun undang-undang tidak mengatur atau undangundangnya tidak jelas. Hakim atau otoritas persaingan usaha perlu mencari dasar hukum penggunaan alat bukti tidak langsung sekalipun undang-undangnya tidak ada. Menolak menangani perkara dengan alasan undang-undang tidak mengaturnya dapat dikategorikan sebagai tindakan yang bertentangan dengan hukum. Peraturan perundang-undangan di Amerika Serikat, Jepang dan Uni Eropa tidak mengatur mengenai alat bukti tidak langsung. Upaya Komisi Persaingan Usaha untuk mempergunakan alat bukti tidak langsung dalam penanganan perkara kartel, walaupun tidak diatur dalam undang-undang, upaya Komisi Persaingan Usaha dalam berbagai perkara kartel dapat dibenarkan oleh hakim. Pengadilan mempunyai kesamaan bahasa dengan Komisi Persaingan Usaha mengenai upaya mempergunakan alat bukti tidak langsung dalam penanganan perkara kartel yang tidak diatur dalam undang-undang. Perang terhadap kartel yang menimbulkan kerugian terhadap persaingan usaha yang sehat perlu ditangani dengan cara memperbolehkan penggunaan alat bukti tidak langsung, yaitu berupa alat bukti komunikasi dan alat bukti ekonomi. Di Indonesia, penanganan perkara kartel yang mempergunakan alat bukti tidak langsung ada yang ditolak oleh pengadilan, baik itu oleh Pengadilan Negeri maupun oleh Mahkamah Agung dan ada pula yang dibenarkan oleh pengadilan. Mahkamah Agung. Dari penelitian diperoleh data bahwa Pengadilan Negeri belum ada yang menerima penggunaan alat bukti tidak langsung, dengan alasan bahwa alat bukti tidak langsung tidak dikenal dalam hukum pembuktian di Indonesia. Pengakuan terhadap penggunaan alat bukti tidak langsung sebagai bukti yang sah dalam penanganan perkara kartel, baru dibenarkan oleh Mahkamah Agung. Putusan Mahkamah Agung yang membenarkan alat bukti tidak langsung sebagai alat bukti yang sah dalam penanganan perkara kartel, menjadi dasar hukum bagi diperbolehkannya alat bukti tidak langsung sebagai dasar untuk menangani perkara kartel dan perkara persaingan usaha lainnya. Mahkamah Agung sudah membenarkan pengunaan alat bukti tidak langsung dalam hukum pembuktian di Indonesia.

This study aims to explore the possibility of the use of indirect evidence in processing business competition cases, in particular in cartel cases within the difficulties experienced by the Business Competition Supervisory Commission (KPPU) to obtain direct evidence. Business competition authorities in various parts of the world have the same issues to obtain direct evidence when dealing with cartel cases. Difficulty in obtaining direct evidence became global issues in cartel case process. The practice of cartel, because it is hampering competition and result in losses to the other entrepreneurs and consumers, shall not be allowed to move freely because of the limitations of evidence pursuant to the legislation. The limitations of evidence contained in the legislation is not appropriate reason to not eradicate cartels, evidence set out in the legislation need to be interpreted more widely to be able to tackle cartels. In this study the theory used as a basis for the KPPU to use indirect evidence (hint or allegation) is the discovery of the theory of law. According to the theory of legal discovery, judges should strive to find a law to deal with a particular case even though the law does not regulate or it is unclear. Judge or competition authorities need to find a legal base of using indirect evidence even though the does not exist. Refusing to handle the case by reason of the law does not exist can be categorized as an action that is contrary to the law. Legislation in the United States, Japan and the European Union do not regulate the indirect evidence. Competition Commission's efforts to use indirect evidence in cartel case, although not regulated by law, can be justified by the judge. The court has the same vision with the Competition Commission regarding attempts to use indirect evidence in cartel case process which are not regulated by law. War against the cartels that cause harm to healthy competition need to be handled by allowing the use of indirect evidence, which is evidence in the form of communication and economic evidence. In Indonesia, the cartel case process that use indirect evidence is rejected by the court, either by the District Court or by the Supreme Court and only some are justified by the Supreme Court. From the study data showed that none of District Court accepted the use of indirect evidence, the reason is that indirect evidence was not known to the laws of evidence in Indonesia. Recognition of the use of indirect evidence as valid evidence in cartel case process, just recently justified by Supreme Court. Supreme Court decision justifying indirect evidence as valid evidence in cartel case process, become the legal basis for the permissibility of indirect evidence for dealing with cases of cartel and other business competition matters. The Supreme Court has confirmed the use of indirect evidence in evidentiary law in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rasamala
"Pada masa lalu kondisi persaingan di Indonesia sarat dengan nuansa monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, beberapa pelaku usaha tertentu telah menjadi besar dan menguasai beberapa bidang produksi dan layanan jasa. Penguasaan tersebut muncul akibat pemberian proteksi dan kemudahan-kemudahan oleh pemerintah yang bermaksud membesarkan pelaku usaha dalam negeri, pada kenyataannya proteksi tersebut menjadikan pelaku usaha tertentu menjadi tidak efisien, namun mendominasi pasar dan memunculkan apa yang disebut kapitalisme semu (ersatz capitalism). Lahirnya Undang-undang No.5/1999 mengatur tentang perjanjian dan perilaku usaha, salah satunya terkait dengan integrasi vertikal yang diatur dalam pasal 14. Penerapan pasal 14 tersebut akan bertalian dengan metode pendekatan yang digunakan, yakni pendekatan rule of reason yang mengedepankan pembuktian pada "dampak" dan "cara" sehingga perilaku atau perjanjian tersebut dapat dilarang.
Pada konteksnya terdapat dua cara pandang yang berbeda mengenai integrasi vertikal, beberapa sarjana menganggap integrasi vertikal tidak perlu dilarang sebab tujuan efisiensi yang melatar belakanginya jauh lebih kuat ketimbang dampak merugikan yang ditimbulkannya, namun cara pandang yang lain melihat bahwa integrasi vertikal perlu untuk tetap dilarang apabila merugikan persaingan usaha. Sebagai contoh aplikatif berkaitan dengan pelanggaran pasal 14, Penulis mengangkat kasus dual access PT. (Persero) Perusahaan Penerbangan Garuda Indonesia, yang kemudian dianalisis untuk mendapatkan pemahaman bukan hanya secara teori namun juga secara praktis mengenai teknik penerapan pendekatan rule of reason oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang memang diberikan kewenangan untuk itu oleh UU NO.5/1999."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T19884
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuliana Syafitri
"Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji Efektivitas Komisi Pengawas Persaingan Usaha sebagai lembaga independen di Indonesia. Komisi Pengawas Persaingan Usaha merupakan lembaga penting yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dengan tugas utama mengawasi pelaksanaan persaingan usaha yang sehat. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, yang melibatkan analisis peraturan perundang-undangan, dokumen hukum, serta literatur terkait untuk menggambarkan peran, kewenangan, dan tantangan yang dihadapi oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam menjalankan fungsinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, efektivitas Komisi Pengawas Persaingan Usaha sebagai lembaga independen tetap terjaga, meskipun ada beberapa kekurangan dalam beberapa regulasi. Penelitian ini merekomendasikan perlunya penguatan regulasi kelembagaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui revisi undang-undang yang lebih jelas dan komprehensif, termasuk penguatan efektivitas kewenangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam melakukan sita geledah dan aturan liniensi untuk meningkatkan akuntabilitas dan efektivitas lembaga ini. Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha mampu menjaga persaingan usaha yang sehat dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan di Indonesia.

This study aims to examine the effectiveness of the Business Competition Supervisory Commission as an independent institution in Indonesia. The Business Competition Supervisory Commission plays a crucial role as an institution established under Law Number 5 of 1999 concerning the Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition, with its primary mandate being to oversee the implementation of fair business competition. This study employs a normative juridical method, involving an analysis of laws and regulations, legal documents, and relevant literature to describe the roles, authorities, and challenges faced by the Business Competition Supervisory Commission in fulfilling its functions. The findings indicate that the Business Competition Supervisory Commission’s effectiveness as an independent institution remains intact, despite certain deficiencies in the regulatory framework. The study highlights the necessity of strengthening the institutional regulations governing the Business Competition Supervisory Commission through clearer and more comprehensive legislative revisions. This includes enhancing the commission’s authority to conduct investigative measures, such as search and seizure, and improving the framework for leniency programs to bolster the institution’s accountability and effectiveness. With these measures, it is anticipated that the Business Competition Supervisory Commission will be better equipped to maintain fair business competition and contribute to equitable economic growth in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Helmi Nurjamil
"Thesis ini membahas konsep lembaga independen komisi pengawas persaingan usaaha (KPPU). Secara teori lembaga independen merupakan lembaga yang terlepas dari fungsi kekuasaan konvensional, yang umumnya memiliki fungsi kekuasaan campuran (mix function). Pembentukan lembaga independen merupakan suatu keniscayaan perkembangan kebutuhan negara-negara modern. Suatu lembaga dinyatakan sebagai lembaga independen seyogyanya tidak hanya berdasarkan yuridis-normatif saja namun juga perlu dikaji dengan indikator-indikator lembaga indendepnden. Dalam penelitian ini penulis memaparkan konsep lembaga independen KPPU, independen yang dinyatakan dalam UU No.5/99 tidak jelas dan multi tafsir.
Hasil penelitian ini melihat bahwa dalam implementasinya independen KPPU berada dalam runglingkup menjalankan tugas dan kewenangan, meskipun penegasan dalam UU No.5/99 independen KPPU berada dalam ruang lingkup lembaga. Perbandingan lembaga persaingan di beberapa negara juga turut andil dalam penelitian ini sebagai gambaran terhadap konsep lembaga persaingan. Hal tersebut diperlukan utamanya untuk melihat konsep lembaga serupa di negaranegara tersebut.

This thesis analyze the concept of an independent Commission for the Supervision Competition (KPPU). Theoretically independent institution is an institution apart from conventional power function, which generally have a mixture of power function. Establishment of an independent agency is a necessity developmental needs of modern states. An institution declared as an independent agency should not only based on the juridical-normative, but also need to be assessed by indicators indendepnden institutions. In this study the authors describe the concept of an independent of KPPU, an independent set forth in the Act No.5/99 unclear and multiple interpretations.
The results of this study that the KPPU is an independent implementation in duties and authority, although independent confirmation of the Law No.5/99 KPPU within the scope of the institution. Comparison of competition agencies in some countries also took part in this study as an illustration of the concept of competition agencies. This is necessary primarily to see the concept of similar bodies in these countries.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35140
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutabalian, Adryanov
"Perjanjian pemasokan bahan baku farmasi antara pelaku usaha dalam negeri dengan pelaku usaha asing dilatarbelakangi oleh minimumnya industri Penelitian dan Pengembangan (R & D), di mana Indonesia membutuhkan pasokan bahan baku mencapai angka 70%. Untuk mengatasi masalah tersebut, pelaku usaha lokal harus bekerjasama dengan pelaku usaha asing. Persaingan usaha di industri farmasi sangat rentan diakibatkan banyaknya industri-industri farmasi baik industri Dalam Negeri (DN), maupun industri Penanaman Modal Asing (PMA). Tidak hanya itu, perusahaan asing yang melakukan kegiatan usaha di Indonesia juga menjadi pesaing berat kepada perusahaan lokal. Ketergantungan akan eksistensi perusahaan asing mengakibatkan hilangnya kekuatan perusahaan DN untuk bersaing. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, diperoleh kesimpulan bahwa suatu perjanjian dikatakan mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat dan monopoli, apabila perjanjian tersebut mengandung klausula yang menyatakan adanya keterbukaan informasi perusahaaan baik yang sifatnya confidential maupun tidak yang digunakan sebagai alat untuk melakukan pengaturan produksi diantara para pihak. Akibat dari pengaturan produksi tersebut terhadap persaingan usaha adalah adanya kenaikan harga terhadap produk yang sama atau sejenis (relevant market). Perusahaan asing untuk dapat melakukan kegiatan di Indonesia pada dasarnya mengembangkan usahanya dengan membuka anak perusahaan sebagai alat untuk memasarkan produk asing tersebut. Sedangkan untuk melihat pertanggung jawaban pelaku usaha asing. Kedudukan holding company asing dalam UU Persaingan Usaha tidak diatur, sehingga diperlukan penerapan doktrin asing yang disebut dengan single economic entitiy doctrin (kesatuan entitas) yang meyatakan bahwa antara perusahaan holding, subsidiary company, dan anak perusahaan adalah satu kesatuan ekonomi sehingga kelompok usaha tersebut harus bertanggung jawab secara bersama-sama.

Agreement between the suppliers of pharmaceutical raw materials business in the country with foreign businessmen is backed by the industry minimum R & D, in which Indonesia's needs of supply of raw materials reached 70%. To overcome this problem, local businessmen should cooperate with foreign companies through raw materials supply agreement. Competition in the pharmaceutical industry is particularly vulnerable because many of the industry from both DN pharmaceutical industry, as well as PMA industry. Foreign companies who are doing business in Indonesia also has become a serious competitor to local companies. The dependency of the presence of foreign companies resulted in the loss of electrical company to compete DN. By using a normative juridical research methods, it is concluded that the agreement is said to result in unfair competition and monopoly, if it contains a clause stating whether the disclosure of company information is confidential and not used as a tool to create a production agreement between the parties. The result of setting the competition of production is the increased price on the same or similar products (relevant market). In order to be able to perform activities in Indonesia, foreign companies basically need to expand its business by opening a subsidiary as a means to market foreign products. Meanwhile, the statuses of foreign companies are not regulated Anti Competition Law. Thus, it requires the application of foreign doctrine called single economy entity which is said that between parent companies, subsidiaries, and its subsidiaries are a single economic entity that business groups must take responsibility together."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S447
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Gunawan
"Sistem ekonomi pasar merupakan sistem ekonomi yang paling tinggi efisiensinya diantara semua sistem ekonomi yang kita kenal. Ekonomi pasar, termasuk persaingan antara produsen dan pembeli menjamin penyediaan terbaik kebutuhan konsumen akan barang serta peningkatan kesejahteraan umum. Persaingan mengakibatkan modal dan sumberdaya lainnya digunakan ditempat-tempat yang paling produktif.
Di banyak negara, untuk waktu yang lama, pemerintah menjadikan sektor telekomunikasi sebagai pasar monopoli. Namun pada akhirnya pemerintah menyadari bahwa tidak pada semua bagian dari industri telekomunikasi memiliki karakteristik yang tepat jika dilakukan dengan sistem monopoli, dan pada saat yang sama, teknologi menawarkan penurunan biaya investasi dan tumbuhnya tuntutan masyarakat akan tersedianya kapasitas yang baru.
Liberalisasi telekomunikasi memberikan hasil yang sangat positif. Studi yang dilakukan ITLI (International Telecommunication Union), mengindikasikan suatu hubungan yang significant antara ukuran l1beralisasi pasar dengan tingkat pertumbuhan keparlatan pengguna telepon, balk untuk telepon bergerak maupun telepon tetap. Disaat kompetisi menjadi suatu tren yang terns didorong keberadaanya di seluruh belahan dunia, ternyata disinyalir masih ada Para pemain di bisnis telekomunikasi yang perilakunya menghambat terwujudnya persaingan yang sehat di sektor ini.
Sebagai salah satu pemain telekomunikasi di Indonesia, TelkomFlexi ditengarai berperilaku anti kompetisi. Beberapa perilaku TelkomFlexi yang ditengarai anti kompetisi adalah perilaku penyalahgunaan po5isi dominan PT.TELKOM di bisnis telekomunikasi telepon tetap, melakukan diskriminasi harga, melakukan blocking dengan produk pesaingnya, serta melakukan subsidi silang."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T20032
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Namira Adjani Ramadina
"Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat merupakan sebuah produk reformasi yang secara efektif berlaku pada tanggal 5 Maret 2000. Dengan lahirnya undang-undang ini, dibentuklah sebuah lembaga independen yang ditugaskan untuk melakukan pengawasan dan penegakan terhadap hukum persaingan usaha. Jika terdapat pelaku usaha yang melanggar hukum persaingan usaha, maka KPPU akan melakukan penegakan melalui pelaksanaan hukum acara persaingan usaha. Kendati demikian, pelaksanaan hukum acara persaingan usaha tidak luput dari sejumlah kekurangan. Sebagai upaya untuk mengatasi masalah-masalah yang ada dan sekaligus menyesuaikan dengan kebutuhan zaman serta kemajuan ekonomi, pemerintah melakukan perubahan serta penambahan sejumlah pasal yang sebelumnya tertuang pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 di dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Setelah 20 tahun sejak pengesahannya, UU No. 5 Tahun 1999 mengalami perubahan dengan diberlakukannya UUCK. Pengaturan ini dapat dibandingkan dengan regulasi di negara Amerika Serikat selaku negara common law yang telah memiliki hukum persaingan usaha sejak tahun 1890 dan memiliki dua lembaga penegak hukum persaingan, yaitu Federal Trade Commission sebagai lembaga independen dalam penegakan Antitrust Laws dan Antitrust Division of Department of Justice. Dalam penelitian ini, metode yang dipilih adalah yuridis-normatif dan setelah dilakukan analisis perbandingan dengan lembaga Federal Trade Commission di Amerika Serikat, maka dapat ditemukan persamaan maupun perbedaan dalam pelaksanaan hukum acara persaingan usaha dan ketentuan penjatuhan sanksi denda yang kemudian akan menghasilkan saran untuk kemajuan pelaksanaan hukum acara persaingan usaha Indonesia.

Indonesian Competition Law, namely Law No. 5 of 1999 concerning Monopolistic Practice and Unfair Competition is a product of reformation which was effective on March 5, 2000. With the enactment of this regulation, an independent agency tasked to supervise and enforce the Competition Law was formed. The commission is later referred to as Komisi Pengawas Persaingan Usaha or in short, KPPU. However, the implementation of the competition law still had some shortcomings. Thus, in order to overcome existing problems while at the same time adapt to the needs of times and economic progress, the government made changes and added a few articles that was previously contained in Law No. 5 of 1999, in Law No. 11 of 2020 concerning Job Creation. After 20 years since it’s ratification, Law no. 5 of 1999 finally underwent some changes with the enactment of Law No. 11 of 2020. This regulation can be compared with regulations in the United States as a common law country who has had competition law since 1890 and has two enforcement agencies, namely the Federal Trade Commission as an independent agency in the enforcement of Antitrust Laws and the Antitrust Division of Department of Justice.The method chosen is juridicial-normative and after a comparative analysis has been carried out with the Federal Trade Commission in United States, similarities and differences can be found in the implementation of the competition law and the provisions for imposing fines which will the produce suggestions for advancement of indonesian competition law procedures."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Miftakhul Ikhsan
"Tesis ini membahas tingkah laku para pelaku usaha sebagai terlapor dalam perkara kartel oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang merupakan salah satu bentuk persaingan usaha yang tidak sehat di Indonesia; terutama pasca reformasi. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif dilengkapi dengan analisis kuantitatif (statistik) sederhana. Hasii penelitian ini memperlihatkan bahwa terdapat resistensi atau ketidakkooperatitan para terlapor selama proses pemeriksaan di KPPU. Olelx karena itu, mengingat KPPU memiliki keterbatasan kewenangan, maka diperlukan penguatan keiembagaan, khususnya dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Pengadilan.

This thesis describes the conduct of businesses as reported in a cartel case by the Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), which is one form of unfair business competition in Indonesia, especially after reformasi. The study was a descriptive qualitative research design equipped with simple quantitative analysis (statistics). The result of this study show that there is resistance of uncooperativeness the defendant during the examination process at KPPU. Therefore, given KPPU has limited authority, the necessary institutional strengthening, especially with Kepolisian Republik Indonesia (Pohi) and Pengadilan."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T33414
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Akbar Hariyadi
"Thesis ini membahas tentang kewenangan komisi pengawas persaingan usaha (KPPU). Terutama kewenangannya sebagai regulator atau pembuat peraturan perundangan. Sebagai Lembaga Negara Non Struktural KPPU hanyalah sebagai pembantu atau pelengkap dari Lembaga Negara Utama. Selain itu, komisi ini dapat disebut sebagai lembaga yang berfungsi semi-peradilan atau sebagai lembaga quasi peradilan. Lembaga ini bersifat independen dan dalam menjalankan tugas pokoknya berdasarkan undang-undang tidak dapat dicampuri oleh pemerintah dan pihak lain. Srebagai lembaga independen, KPPU tidak mempunyai fungsi regulasi sehingga tidak dapat disebut sebagai “independent self-regulatory body”. KPPU dalam UU Anti Monopoli tidak secara tegas diberi kewenangan sebagai regulator oleh pembuat undang-undang, maka KPPU juga sebaiknya tidak membuat peraturan untuk mengatur pelaksanaan tugasnya berdasarkan undang-undang. Dalam menjalankan kegiatannya, KPPU dapat menyusun dan menetapkan pedoman kerja sesuai tugas KPPU yang terdapat dalam Pasal 35 (f) UU Anti Monopoli. Kewenangan KPPU untuk menyusun pedoman kerja itu, tidak dapat disamakan dengan kewenangan regulasi, karena di dalam pedoman bersifat sebagai peraturan kebijakan yang tidak termasuk dalam pengertian peraturan perundang-undangan. Jika materi pedoman tersebut berisi norma hukum baru, maka norma hukum yang demikian dapat diabaikan daya ikatnya. Norma hukum yang demikian tidak dapat dipaksakan daya berlakunya.

This thesis discusses the authority of the commission for the supervision business competition (Commission). Especially his authority as a regulator or regulatory makers. As the State Institutions Non-structural Commission merely as an auxiliary or supplementary of the Main State Institutions. In addition, the commission may be called as an institution that serves as a semi-judicial or quasi-judicial agency. These institutions are independent and the principal duties under the law can not be interfered with by the government and other parties. Srebagai independent agency, the Commission does not have regulatory functions that can not be referred to as "independent self-regulatory body". The Commission on Anti-Monopoly Law does not expressly authorized by the regulator as lawmakers, the Commission also should not make rules to regulate the performance of its duties under the law. In carrying out its activities, the Commission may prepare and establish guidelines for appropriate work assignments Commission contained in Article 35 (f) Anti-Monopoly Law. The authority of the Commission to develop guidelines for the work, can not be equated with the regulatory authority, as in the guidelines as regulatory policies that are not included within the meaning of the legislation. If the guidance material containing new legal norms, the rule of law that such power can be ignored strapped him. Such legal norms can not be coerced into force of power."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>