Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 219011 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rony Suata
"ABSTRAK
Salah satu hal yang menjadi penyebab ditolaknya permintaan pendaftaran
merek oleh Dirjen HKI yaitu apabila merek yang diajukan pendaftarannya dianggap
memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek milik pihak lain yang sudah
didaftarkan. Walaupun demikian kenyataannya di dalam masyarakat sering kali
dijumpai dua buah merek yang beredar di pasaran yang memiliki persamaan pada
pokoknya, dimana hal ini tidak menutup kemungkinan timbulnya gugatan mengenai
masalah tersebut ke pengadilan. Lain halnya dengan merek yang memiliki persamaan
secara keseluruhan, dalam upaya memberikan perlindungan baik terhadap pemilik
merek yang berhak maupun terhadap konsumen, pengadilan menganggap perkara
sengketa merek yang memiliki persamaan pada pokoknya bukan merupakan perkara
yang mudah didalam pemecahannya. Tidak dapat dipungkiri bahwa rumusan UU
Merek 2001 mengenai batasan terhadap suatu merek yang dianggap memiliki
persamaan pada pokoknya dengan merek pihak lain masih sangat jauh dari konsep
yang seharusnya. Peraturan yang ada saat ini masih sangat memungkinkan untuk
menyebabkan terjadinya penafsiran yang sifatnya subjektif, sehingga dapat
melahirkan putusan pengadilan yang dirasa belum dapat memberikan kepastian
hukum yang berkeadilan bagi para pihak yang berkepentingan. Kejelian, kehatihatian
serta pengalaman seorang hakim dalam memeriksa perkara-perkara merek
yang memiliki persamaan pada pokoknya sangatlah diperlukan. Hakim dalam
memutus suatu perkara merek berdasarkan adanya persamaan pada pokoknya kiranya
harus selalu ingat bahwa konsep persamaan pada pokoknya adalah kebingungan yang
menyebabkan kekeliruan dari pembeli tentang sumber suatu produk. Para pembeli
dari barang-barang bersangkutan tidak seperti sang hakim yang mengadili perkara ini
yang akan memperoleh kesempatan untuk menjejerkan kedua merek bersangkutan
dihadapannya. Para pembeli hanya mempunyai suatu kesan dari merek yang pernah
dilihatnya tetapi bukan suatu gambaran yang jelas tentang semua bagian-bagian dari
merek itu. Makanya kesan dari merek-merek yang tinggal dalam ingatan publik
adalah kesan pada keseluruhannya dari merek-merek tersebut. Jadi, detail dari pada
merek-merek itu umumnya tidak diingat oleh publik pembeli barang bersangkutan.
Yang terpenting adalah bahwa pada waktu melakukan perbandingan antara kedua
merek bersangkutan ini, harus diingat apakah bagi khalayak ramai atau si pembeli
barang hanya teringat pada merek bersangkutan dalam garis-garis besarnya saja. Jadi
pada umumnya, karena banyak sekali merek-merek dalam praktek perdagangan
sehari-hari, maka si pembeli tidak terlalu memperhatikan dan tidak sadar tentang
adanya perbedaan-perbedaan kalau kesan pada umumnya itu sudah merupakan
persamaan, maka dalam menentukan apakah suatu merek memiliki persamaan pada
pokoknya atau tidak, maka merek-merek yang bersangkutan harus dipandang pada
keseluruhannya. Dalam menentukan ada atau tidaknya persamaan pada pokoknya
dari dua buah merek, selain masalah peraturan dan aparatur yang kurang mendukung,
budaya hukum masyarakat kita saat ini masih belum menyadari bahwa merek
merupakan suatu hal penting dan bernilai ekonomi. Selain itu sarana dan prasarana
yang ada ditiap-tiap lembaga, antara lain baik itu pada Ditjen Merek maupun
pengadilan masih kerap kali menggunakan sistem yang bersifat konvension

ABSTRACT
"
Jakarta: 2006
T37838
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nani Nuraeni
"Skripsi ini membahas tentang ketentuan persamaan pada pokoknya dalam sebuah merek berdasarkan pada doktrin-doktrin merek yang dianut dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek. Doktrin-doktrin merek tersebut menjadi dasar pengujian dalam penolakan pendaftaran merek, oposisi, pembatalan , dan juga salah satu dasar gugatan dalam sebuah pelanggaran merek. Sebagai pembanding tentang ketentuan tersebut digunakan ketentuan yang dianut sistem Amerika Serikat dan Masyarakat Uni Eropa ( European Economic Community). Untuk memahami konsistensi penerapan ketentuan tersebut dalam kasus digunakan dua buah kasus yaitu kasus sengketa merek antara Extra Joss melawan Enerjos dan Kasus IKEA dengan IKEMA. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian normatif dengan desain preskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat inkonsistensi dalam penerapannya doktrindoktrin merek, sehingga diperlukan beberapa revisi terhadap undang-undang yang berlaku saat ini.

This thesis investigated the use of likelihood of confusion clause from its doctrine point of view as stated in Indonesia’s Mark Law No. 15 Year 2001.The doctrines serve as grounds for refusing registration, opposing application, canceling registration, and for claiming infringment of mark. The U.S System and Europan Economic Community (EEC) sytems are used as comparison to the Indonesian law. To understand the application of the doctrines in cases, two cases were selected, which are Extra Joss versus Enerjos and IKEA versus IKEMA. This thesis used doctrinal method as a research method with prescriptif design. The study found that there are inconsistencies in the application of the mark doctrines therefore some revisions to the law should be made accordingly."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54072
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Tatanusa, 2005
346.048 Tim h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Sehsisura Solidar Karina
"Sengketa penolakan Permohonan Pendaftaran Merek “Predator + Logo” dengan Nomor Agenda D002017047770 dan Merek “PAYFAZZ AGEN KEUANGAN NUSANTARA” dengan Nomor Agenda D002017052269 diawali oleh Pemohon beritikad baik yang hendak mendaftarkan mereknya namun ditolak oleh Direktorat Merek dan Indikasi Geografis dengan alasan memiliki Persamaan Pada Pokoknya dengan Merek yang telah terdaftar lebih dahulu. Unsur-unsur yang ada pada satu Merek dengan Merek lain dapat dikatakan berbeda, terlebih terdapat penafsiran para penegak hukum di bidang Merek yang berbeda dalam menilai apakah terdapat unsur Similarity of Appearance dalam Persamaan Pada Pokoknya pada Permohonan Pendaftaran Merek “Predator + Logo” dan Merek “PAYFAZZ AGEN KEUANGAN NUSANTARA”. Dengan metode yuridis-normatif, peneliti akan menganalisis bagaimana penerapan unsur Similarity of Appearance dalam Persamaan Pada Pokoknya di dalam sengketa Merek “Predator + Logo” dan Merek “PAYFAZZ AGEN KEUANGAN NUSANTARA”.

The dispute over the rejection of the Application for Registration of the “Predator + Logo” Mark with Agenda Number D002017047770 and the Mark “PAYFAZZ AGEN KEUANGAN NUSANTARA” with Agenda Number D002017052269 was initiated by a good faith Applicant who wanted to register their Mark but was rejected by the Directorate of Trademarks and Geographical Indications on the grounds that it had Similarities in Essence with the Trademark that had been registered first. Some of the elements contained in one Mark with another Mark can be said to be different, moreover there are different interpretations of law enforcers in the Mark sector in assessing whether there is an element of Similarity of Appearance in the Similarity in Essence in the Application for Registration of the “Predator + Logo” Mark and the Mark “PAYFAZZ AGEN KEUANGAN NUSANTARA”. With the juridical-normative method, the researcher will analyze the Application of the element of Similarity of Appearance on Trademark dispute of the “Predator + Logo” Mark and the Mark “PAYFAZZ AGEN KEUANGAN NUSANTARA”."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Syaharani
"Unsur persamaan pada pokoknya merupakan salah satu unsur yang terkandung dalam Pasal 21 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Pasal tersebut secara spesifik mengatur mengenai dasar penolakan merek secara relatif atau merek yang dapat ditolak. Pasal tersebut seringkali dimaknai berbeda dari berbagai pihak, hal ini menyebabkan ketidakpastian terhadap pendaftaran merek. Ketidakpastian tersebut berdampak terhadap merek untuk aplikasi e-commerce. Melalui beberapa contoh kasus diantara sesama merek aplikasi e-commerce yang terdapat dalam beberapa putusan, dapat terlihat ketidakpastian hukum dalam memutuskan kasus terkait. Hal tersebut dapat dilihat dari ketidaktepatan penerapan Pasal 21 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Penelitian ini akan memberikan tolak ukur untuk menentukan persamaan pada pokoknya terhadap merek aplikasi e-commerce, agar terciptanya kepastian hukum baik dalam tahap pendaftaran merek ataupun sengketa di pengadilan.

The element of principal similarities is one of the elements contained in Article 21 paragraph (1) letter a of Law Number 20 of 2016 about Trademark and Geographical Indications. This article specifically regulates the basis for rejecting trademark relatively or trademark that can be rejected. This article is often interpreted differently by various parties, this causes uncertainty regarding trademark registration. These uncertainties have an impact on e-commerce applications trademark. Through several examples of cases among fellow e-commerce applications trademark contained in several decisions, legal uncertainty can be seen in deciding related cases. This can be seen from the inappropriate application of Article 21 paragraph (1) letter a of Law Number 20 of 2016 about Trademark and Geographical Indications. This research will provide a benchmark to determine principal similarities to e-commerce application trademark, so as to create legal certainty both in the trademark registration and in court disputes."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Rudiarto
"Skripsi ini membahas mengenai persamaan pada pokoknya terhadap merek yang tergolong merek tidak terkenal, dan mekanisme yang harus diatur untuk menilai bahwa suatu merek memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek lain. Kedua permasalahan tersebut diulas menggunakan metode kualitatif dan ditinjau dari hukum merek. Persamaan pada pokoknya tersebut dilarang oleh Undang-undang Merek, namun belum ada mekanisme yang pasti untuk menilai suatu merek memiliki persamaan pada pokoknya. Penilaian tersebut menjadi penting, karena penilaian persamaan pada pokoknya sangatlah subyektif. Ketidakjelasan mekanisme ini terkadang menimbulkan perbedaan dalam menerapkan persamaan pada pokoknya pada satu merek. Hasil penelitian ini menyarankan bahwa perlu dibentuk peraturan yang menjelaskan kriteria yang pasti mengenai penilaian persamaan pada pokoknya.

This bachelor thesis discusses about likelihood of confusion to two trademarks which are not considered as famous trademarks and the mechanism which is needed to be regulated to assess likelihood of confusion. Both of those issues were examined using qualitative method in the term of trademark law. Likelihood of confusion is prohibited by Trademark Law, but still there is no clear mechanism to assess likelihood of confusion for trademark. This assessment is important, as the assessment for likelihood of confusion is subjective. The unclear mechanism can sometimes cause differency to apply likelihood of confusion theory for trademark. This research result suggest that it is needed to create regulation which explains clear characteristic to assess likelihood of confusion for trademark."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56750
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Puspito Rini
"Gugatan ganti rugi yang diajukan Hardwood Private Limited kepada PT Unilever Indonesia, Tbk adalah keberatan Hardwood Private Limited kepada PT Unilever Indonesia, Tbk yang menggunakan kata strong pada produk pasta gigi merek ‘Pepsodent Strong 12 Jam’. Kata strong pada merek ‘Pepsodent Strong 12 Jam’ mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek ‘Strong’ milik Hardwood Private Limited. Dalam perkara ini, Mahkamah Agung RI memberikan putusan Nomor 332K/Pdt.Sus-HKI/2021 tanggal 30 Maret 2021 dengan membatalkan putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 30/Pdt.Sus-Merek/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst tanggal 18 November 2020 yang memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada Hardwood Private Limited sebagai penerima peralihan hak dari pendaftar pertama merek “Strong”. Dengan pertimbangan hukum Hakim Agung adalah merek ‘Pepsodent Strong 12 Jam’ dengan menggunakan kata Strong telah terdaftar sehingga PT Unilever Indonesia, Tbk mempunyai alasan menggunakan merek tersebut. Tujuan dari penulisan ini untuk mengkaji putusan dan pertimbangan hukum yang diberikan Hakim Agung pada perkara aquo secara mendalam. Jenis penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan. Hasil dari penelitian adalah Hakim Agung dalam perkara a quo sudah intervensi dalam memberikan putusan dan pertimbangan hukum yang bertentangan dengan ketentuan Pasal 178 ayat (3) HIR dan asas hakim bersifat pasif dalam Hukum Acara Perdata serta Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.

The lawsuit for compensation filed by Hardwood Private Limited against PT Unilever Indonesia, Tbk is Hardwood Private Limited’s objection to PT Unilever Indonesia, Tbk for using the word strong in its ‘Pepsodent Strong 12 Jam’ toothpaste product. The word strong on the mark ‘Pepsodent Strong 12 Jam’ is basically similar to the mark ‘Strong’ owned by Hardwood Private Limited. In the case, the Supreme Court of the Republic of Indonesia issued a decision Number 332K/Pdt.Sus-HKI/2021 dated March 30, 2021, by canceling the decision of the Central Jakarta Commercial Court Number 30/Pdt.Sus-Merek/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst dated 18 November 2020 which provides legal protection and certainty to Hardwood Private Limited as the recipient of the transfer of rights from the first registrant of the “Strong” mark. With the legal considerations of the Supreme Court Judge, the mark 'Pepsodent Strong 12 Jam' using the word Strong has been registered so that PT Unilever Indonesia, Tbk has reasons to use the mark. The purpose of this paper is to examine in depth the decisions and legal considerations given by the Supreme Court Justices in the case. The type of research used is a normative legal research method with a statutory approach. The results of the research are that the Supreme Court Judge in the case has intervened in giving decisions and legal considerations that are contrary to the provisions of Article 178 paragraph (3) HIR and the principle of passive judges in the Civil Procedure Code and Law Number 20 of 2016 concerning Marks and Indications Geographical."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jonathan Saputra
"Pengaturan mengenai merek di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Persamaan merek dengen merek terkenal adalah salah satu dasar untuk membatalkan pendaftaran suatu merek. Dalam sengketa merek yang memiliki persamaan dengan merek terkenal, seringkali dianggap terdapat iktikad tidak baik. Tulisan ini menganalisis apakah persamaan dengan merek terkenal untuk barang tidak sejenis langsung membuktikan iktikad tidak baik berdasarkan putusan pengadilan. Tulisan ini mengkaji asas-asas hukum dengan menggunakan metode yuridis normatif mengenai perlindungan merek terkenal di Indonesia. Metode ini digunakan dalam menganalisis perkara-perkara perlindungan merek terkenal yang sudah dituangkan dalam putusan pengadilan. Putusan pengadilan yang digunakan dalam kasus ini adalah sengketa merek Starbucks, Puma, Versus, Giordano, dan Maple Leaf. Kesimpulan yang diperoleh dari skripsi ini adalah bahwa pemilik merek yang mereknya memiliki persamaan dengan merek terkenal selalu dinyatakan memiliki iktikad tidak baik dengan dikaitkannya keterkenalan merek dan persamaan pada pokoknya.

Regulations regarding trademark in Indonesia are regulated in Law Number 20 of 2016 concerning Trademarks and Geographical Indications. Similarity of a mark to a well-known mark is one of the grounds for canceling the registration of a mark. In disputes over trademark that are similar to well-known trademark, it is often assumed that there is bad faith. This paper analyzes whether similarities with well-known brands for dissimilar goods directly prove bad faith based on court decisions. This article examines legal principles using normative juridical methods regarding the protection of well-known brands in Indonesia. This method is used in analyzing well-known brand protection cases that have been outlined in court decisions. The court decisions used in this case are the Starbucks, Puma, Versus, Giordano and Maple Leaf trademark disputes. The conclusion obtained from this thesis is that trademark owners whose tradenarks have similarities with well-known trademark are always declared to have bad faith by linking trademark fame and similarities in essence."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Adil Dharmawan Kaboel
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aussielia Amzulian
"Itikad tidak baik merupakan salah satu dasar untuk membatalkan pendaftaran suatu merek. Pada sengketa merek yang memiliki persamaan dengan merek terkenal, itikad tidak baik seringkali dianggap ada. Pertanyaan pokok yang hendak dijawab dalam tulisan ini adalah apakah pemilik merek terdaftar yang mereknya memiliki persamaan dengan merek terkenal dapat selalu dianggap memiliki itikad tidak baik dalam mendaftarkan dan menggunakan mereknya. Tulisan ini menganalisis berbagai sengketa merek terkenal dalam putusan pengadilan. Kesimpulan yang diperoleh dari tulisan ini adalah bahwa pemilik merek terdaftar yang mereknya memiliki persamaan dengan merek terkenal tidak dapat selalu dianggap memiliki itikad tidak baik, karena terdapat beberapa faktor yang dapat dipertimbangkan dalam membuktikan adanya tidaknya itikad tidak baik dari suatu pihak.

Bad faith is one of the reasons to cancel an application of a trademark. In trademark disputes, when having similarities with a well-known mark, judges often assume that the trademark owner always has bad faith. The legal issue in this article is whether a trademark owner that it?s trademark has similarities with a well-known mark always has bad faith in filing and using it?s trademark. This article will analyze well-known mark cases from court rulings. This article concludes that bad faith doesn?t always exist when a trademark has similarities with a well-known mark, because there are some conditions that could be considered to prove that a party does not have bad faith.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S61805
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>