Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 71817 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ni Luh Putu Agustini
"Dewasa ini perkembangan dunia kedokteran semakin bertambah pesat sehingga tidak saja berfungsi dalam hal penyembuhan namun juga memberikan suatu peluang yang positif terhadap dunia kecantikan. Salah satunya ialah bedah plastik. Dulu suatu tindakan bedah plastik selalu dikaitkan dengan suatu keadaan dimana pasiennya menderita suatu indikasi medis sehingga memerlukan penanganan bedah plastik. Namun dunia kedokteran kini tidak lagi hanya berfungsi apabila adanya indikasi medis, tetapi juga dapat berfungsi sebagai penambah daya tarik kecantikan seseorang. Bedah plastik mempunyai karakteristik yang khusus misalnya dalam hal bedah plastik estetik yang berbeda dengan tindakan medis lainnya. Hal ini disebabkan karena bedah plastik estetik lebih mengutamakan kepada suatu hasil kerja dari dokter bedah plastik yang bersangkutan (Resultaatverbintenis), walaupun memang bedah bedah plastik rekonstruksi merupakan bedah plastik yang lebih mengutamakan daya upaya atau usaha maksimal dari tindakan dokter (Inspaningverbintenis).
Perlindungan hukum atas hak-hak konsumen (pasien) di Indonesia, sebenarnya telah diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Begitu juga hak-hal pasien telah diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan dan Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Salah satu hak tersebut adalah untuk mendapatkan ganti kerugian atas tindakan pelaku usaha yang menyebabkan kerugian itu. Aspek hukum perlindungan konsumen (pasien) menjadi fokus penting karena tindakan dokter bedah plastik yang sering merugikan konsumen. Dalam hal bedah plastik ada beberapa permasalahan yang dapat timbul seperti tidak adanya pengaturan secara eksplisit yang mengatur mengenai dokter yang berwenang untuk melakukan tindakan bedah plastik. Hal ini menyebabkan banyak dokter yang mengklaim dirinya mampu untuk melakukan bedah plastik.Permasalahan lainnya ialah apabila seorang dokter melakukan Perbuatan Melawan Hukum maupun wanprestasi yang biasanya disebut dengan Malpraktek.
Pemberlakuan klausula-klausula yang bersifat baku sehingga konsumen (pasien) hanya bisa menerima dan tidak adanya kesempatan bernegosiasi dan terkadang klausula tersbut berisi pembebasan tanggung jawab dari pihak dokter bedah plastik. Klausula tersebut sering terdapat dalam Informed consent. Sedangkan alternatif penyelesaian sengketa antara konsumen (pasien) dengan dokter bedah plastik apabila terjadi suatu tindakan malpraktek dalam bidang Perdata, maka dapat diselesaikan baik melalui pengadilan atau di luar pengadilan yaitu dengan cara musyawarah serta dapat diajukan permasalahan kepada organisasi profesi yang terkait yaitu MKEK IDI (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran)."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T36564
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sebayang, Mesania Mimaisa
"Meningkatnya tuntutan masyarakat untuk menindaklanjuti secara hukum terhadap tindakan medis dokter yang dianggap sebagai perbuatan malpraktek ternyata pada pelaksanaannya menimbulkan permasalahan. Pro dan kontra yang terjadi antara masyarakat dengan para ahli hukum kedokteran sendiri berkaitan dengan definisi malpraktek dan bagaimana menentukan suatu tindakan medic seorang dokter dapat dikategorikan sebagai perbuatan malpraktek. Perselisihan selanjutnya yang timbal adalah adanya dualisme penyelesaian secara hukum atas tindakan medis dokter yang dikategorikan sebagai tindakan malpraktek yang dalam dunia hukum di Indonesia sebagian benar hanya diselesaikan oleh suatu Majelis yang disebut Majelis Kehonnatan Etik Kedokteran (MKEK) yang notabene hanya memberikan sanksi berupa sanksi etika tanpa ada unsur pidananya. Hal inilah yang menimbulkan ketidakpuasan dalam diri pasien dan keluarga sebagai korban pada khususnya dan bagi masyarakat pada umumnya.
Dalam kaitannya dengan perselisihan tersebut, maka penulis dalam tesis ini berupaya memaparkan gambaran sebenarnya yang terjadi dalam masyarakat mengenai rnaraknya tuntutan terhadap tindakan malpraktek yang dianggap telah dilakukan oleh dokter selaku tenaga kesehatan. Oleh karena suatu tindakan medis seorang dokter hares berdasarkan suatu asas yang diistilahkan dengan informed consent, maka perlu dibahas lebih dahulu mengenai asas tersebut sebagai salah satu dasar untuk rnenentukan adanya suatu tindakan malpraktek oleh dokter.
Pembahasan selanjutnya mengenai penyelesaian atas tindakan malpraktek yang dianggap telah dilakukan oleh dokter dikaji dalam dua bagian, yaitu, penyelesaian tindakan malpraktek oleh MKEK dan penyelesaian perkara tindakan malpraktek berdasarkan UU Praktik Kedokteran (UU No. 29 Tahun 2004). Dalam hal ini penulis mengauggap bahwa kedua unsur tersebut tidak dapat dipisahkan sehingga alangkah baiknya apabila penyelesaian terhadap perkara tindakan malpraktek tersebut dikaji melalui perspektif etikolegal, yaitu penggabungan antara sanksi etika dengan sanksi pidana yang tentunya hams benar-benar diputuskan secara obyektif dan adil setelah dilakukan penyelidikan dan pemeriksaan secara utuh dan menyeluruh sehingga memang dapat dibuktikan bahwa seorang dokter telah melakukan suatu tindakan malpraktek yang menimbulkan kerugian terhadap pasein sebagai konsumen jasa layanan kesehatan."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T14459
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marliesa Qadariani
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S22861
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nainggolan, Berlian Dilliwati
"Seiring dengan pemberlakuan Undang-undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) sebagai undangundang yang mengintegrasi dan memperkuat hak-hak konsumen Indonesia, membawa dampak juga terhadap hak-hak konsumen pengguna jasa kesehatan atau pasien. Pasien semakin sadar akan hak-haknya dalam beberapa waktu belakangan ini. Beberapa kasus gugatan maupun tuduhan malpraktek terhadap tenaga kesehatan kerap kita baca dan dengar di media massa. Hal ini memberikan gambaran kepada kita, bahwa masyarakat sebagai health receivers kini telah menuntut pelaksanaan hak-hak yang mereka miliki. Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan tidak dapat dipisahkan dari sistem pelayanan kesehatan. Bahkan dapat dikatakan layanan keperawatan merupakan ujung tombaknya, dimana pasien berhubungan langsung dengan perawat. Pekerjaan perawat yang berhubungan langsung dengan kesehatan pasien menyebabkan is harus hati-hati dan penuh pertimbangan dalam menjalankan tugasnya. Karena salah dalam mengambil tindakan maka dapat berakibat fatal tidak hanya bagi_ pasien tetapi juga bagi perawat itu sendiri. Perbuatan perawat yang tidak memenuhi standar profesi dapat disebut sebagai tindakan malpraktek. Tanggung jawab perawat terhadap tindakan malpraktek dikategorikan menjadi dua, yaitu tanggung jawab terhadap ketentuan-ketentuan profesi dan tanggung jawab terhadap ketentuan umum seperti pidana, perdata dan administratif. Jasa pelayanan kesehatan merupakan jasa yang memiliki karakteristik, oleh karena itu dalam penerapan UUPK dalam bidang kesehatan harus' memperhatikan karakteristik tersebut. Hal ini membawa pengaruh terhadap jasa yang diberikan oleh perawat dimana tidak semua ketentuan yang terdapat dalam UUPK berlaku bagi perawat."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T19194
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Setiap orang membutuhkan jasa seorang dokter untuk membantu
proses penyembuhan ataupun perbaikan kondisinya
(rehabilitasi) sehingga menjadi lebih baik. Hal tersebut
juga terjadi pada pasien bedah plastik yang ingin melakukan
perubahan maupun perbaikan pada dirinya. Untuk melakukan
hal itu, dokter bedah plastik dan pasien membutuhkan
perjanjian medis dalam operasi bedah plastik. Skripsi ini
memberikan pemahaman atas aspek hukum perjanjian medis
antara dokter dan pasien dalam operasi bedah plastik.
Skripsi ini juga memaparkan hal-hal yang berhubungan dengan
pelaksanaan operasi bedah plastik dan memberikan pemahaman
tentang tanggung jawab dokter dan rumah sakit dalam
pelaksanaan operasi tersebut. Disamping itu, skripsi ini
membahas tentang pengaturan hukum kesehatan terhadap
tindakan bedah plastik Siti Nurjazilah. Perjanjian medis
yang dibuat antara Tim Dokter Rumah Sakit Dr. Soetomo,
Surabaya dengan Siti Nurjazilah telah sesuai dengan aspek
hukum kesehatan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320
Kitab Undang-undang Hukum Perdata tentang syarat sahnya
perjanjian yaitu kesepakatan, kecakapan, hal tertentu dan
sebab yang halal dan Undang-undang Nomor 23 tahun 1992
tentang kesehatan yang berisikan tentang hak dan kewajiban
para subyek hukum, tanggung jawab dokter dan rumah sakit."
[Universitas Indonesia, ], 2007
S21438
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Flavia Pinasthika W.S.
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai perlindungan hukum bagi konsumen penerima
layanan jasa ortodonti oleh tukang gigi. Dengan meninjau permasalahan mengenai
pengaturan mengenai tukang gigi dan pelayanan ortodonti di Indonesia, tanggung
jawab tukang gigi ditinjau dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan
Undang-Undang Praktik Kedokteran serta Peraturan Menteri Kesehatan, dan
upaya hukum yang dapat dilakukan oleh konsumen yang dirugikan oleh tukang
gigi. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif dengan desain
penelitian deskriptif. Hasil penelitian ini menyarankan dilakukan pengawasan
secara berkala dan berkelanjutan yang dilakukan oleh pemerintah pusat
berkoordinasi dengan pemerintah-pemerintah daerah terhadap tempat-tempat
praktik tukang gigi, dilakukan pembinaan kepada tukang gigi yang ada dengan
cara memfasilitasi pendidikan bagi para tukang gigi yang yaitu dengan pendidikan
DIII perawat gigi.

ABSTRACT
This undergraduate thesis examines the Law Protection for consumers receiving
orthodontic services by dental worker. The purpose of this research could be
attained by reviewing the issues regarding the administration of dental worker in
Indonesia and orthodontic care, dental worker responsibility in terms of the
Consumer Protection Act and the Medical Practice Act, Regulation of the
Minister of Health, and the law effort who could be enforced by the consumer
who suffered a loss by the action of the dental worker. This research is a
normative legal research with a descriptive research design. The results of this
research suggest be done periodically and ongoing supervision by the central
government in coordination with local governments to the practice places of
dental worker, government to make guidance to the existing by facilitating the
education of dental worker to dental nurse DIII education.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
S43783
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Winda Wijayanti
"ABSTRAK
Layanan jasa premium call merupakan salah satu penyelenggaraan jasa telekomunikasi dalam bentuk jasa nilai tambah teleponi melalui jaringan tetap lokal milik Penyelenggara jaringan telekomunikasi yaitu PT. Telkom, yang disediakan Provider Layanan Jasa Premium Call dengan nomor akses 0-809-1-XXX-3 dan tarif layanannya lebih mahal daripada tarif pulsa telepon biasa, karena jasa premium call dapat memberikan berbagai manfaat bagi para peneleponnya, antara lain informasi, konsultasi, hiburan, dan permainan, dan tagihannya dibebankan bersamaan dengan tagihan telepon biasa. Namun, seringkali penyelenggaraan layanan jasa premium call disalahgunakan oleh Provider layanan jasa premium call, sehingga layanan jasa premium call tidak sesuai lagi dengan peruntukan (manfaat) nya. Konsumen PT. Telkom sebagai pemakai jasa telepon (sistem kabel) dapat menggunakan layanan jasa premium call dan berhak mendapatkan perlindungan hukum melalui pengaturan hak, kewajiban, larangan, dan sanksi yang berlaku bagi konsumen dan pelaku usaha berdasarkan Hukum Perlindungan Konsumen, yaitu W Telekomunikasi dan W Perlindungan Konsumen. Jasa telepon yang ditawarkan secara bersamaan oleh PT. Telkom dengan jasa nilai tambah teleponi berupa layanan jasa premium call, yang penyelenggaraannya dilakukan oleh Provider layanan jasa premium call melalui kerjasama antara PT. Telkom sebagai Penyelenggara Jaringan Tetap Lokal dengan Provider layanan jasa premium call sebagai Penyelenggara layanan jasa premium call yang memberikan layanan jasa premium call kepada Konsumen PT. Telkom, sehingga tercipta suatu hubungan hukum di antara para pihak. Penyelenggaraan layanan jasa premium call dapat menimbulkan kerugian bagi konsumen, ketika Provider layanan jasa premium call melakukan kegiatan usaha secara tidak jujur dengan menagih pernbayaran atas pemakaian jasa premium call melalui PT. Telkom kepada konsumen yang tidak menggunakan jasa premium call."
2007
T18764
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arlista Puspaningrum
"Masyarakat di Indonesia masih banyak yang be etahui hak-hak yang dimilikinya di dalam pelayanan kesehatan, Di sisi lain, masih ada anggapan bahwa dokter tidak mempunyai suatu kesalahan. Akibatnya perlindungan konsumen di bidang jasa pelayanan kesehatan selama ini Bering terabaikan. Perlindungan hukum kesehatan terhadap pasien memang diperlukan untuk menjamin agar tidak terjadi pelanggaran dari tenaga kesehatan.
PermasaIahan dalam tesis ini dibagi menjadi tiga pokok permasalahan, pertama mengenai bentuk hukum dari hubungan antara dokter dengan pasien adalah dalam bentuk transaksi terapeutik dan informed consent. Transaksi terapeutik merupakan perjanjian (kontrak) yang diatur di dalam Pasal 1320 KUH Perdata, Sedangkan informed consent merupakan kesepakatan atau persetujuan. Kedua, mengenai implementasi UU No. 8 tahun 1999 dalam hubungan antara dokter dengan pasien. UU No. 8 tahun 1999 meskipun pada dasarnya tidak bertentangan dengan Kode Etik Kedokteran, tetapi bukan berarti UU No. 8 tahun 1999 dapat iangsung diterapkan pada jasa pelayanan kesehatan. Apabila UU No. 8 tahun 1999 diimplementasikan dalam hubungan antara dokter dengan pasien, berarti pasien dapat diposisikan sebagai konsumen dan dokter sebagai pelaku usaha, hal ini dapat menimbulkan kesan bahwa hubungan pasien dengan dokter adalah hubungan dimana seolah-olah dokter menjual jasanya dengan jaminan sembuh. Selain itu, bila pasien atau keluarganya telah menandatangani informed consent bukan berarti pasien atau keluarganya mendapatkan suatu jaminan "pasti sembuh". Berbeda dengan pelaku usaha yang memberikan jaminan barang dan/atau jasa yang diberikan "pasti baik" dan terjamin mutunya kepada konsumen. Ketiga, mengenai pelaksanaan perlindungan hak-hak pasien dalam hubungan antara dokter dengan pasien. Praktek kedokteran betapapun berhati-hatinya dilaksanakan, selalu berhadapan dengan kemungkinan terjadinya resiko, yang salah satu diantaranya adalah kesalahanikelalaian dokter dalam menjalankan profesinya. Pasien dapat menggugat tanggung jawab hukum kedokteran dalam hal dokter melakukan kesalahanikelalaian dengan dasar hukum Pasal 1365 KUHPerdata dan Pasal 55 ayat (1) UU No. 23 tahun 1992. Untuk mencegah terjadinya kesalahan atau kelalaian dokter dalam menjalankan profesinya, bagi pasien adalah dengan menjadi pasien yang bijak yaitu dengan mengambil peran aktif dalam setiap keputusan mengenai pemeliharaan kesehatan. Untuk mengatasi buruknya komunikasi antara dokter dengan pasien, adalah rumah sakit sejak dini menginformasikan hak-hak pasiennya.
Saran yang dituangkan dalam tesis ini adalah bahwa pemerintah diharapkan mengatur transaksi terapeutik dalam suatu undang-undang agar dapat menyeragamkan isi dari transaksi terapeutik. Dengan adanya UU Praktek Kedokteran diharapkan memberikan panduan hukum bagi pare dokter agar lebih berhati-hati dan bertanggung jawab alas profesinya."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T19873
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Yahya Rasyid
"Jasa telekomunikasi sangat diperlukan dalam rangka mendukung pertumbuhan dunia usaha untuk memasuki era globalisasi dan perdagangan bebas (Trade Liberalization) dengan beraneka ragam barang dan jasa. Jumlah penduduk Indonesia kurang lebih 200.000.000 (dua ratus juta) jiwa dan termasuk sebagai Negara sedang berkembang, yang kebanyakan penduduknya belum mengetahui hak dan kewajibannya secara jelas, terutama yang berkaitan dengan hukum di bidang jasa telekomunikasi dan perlindungan konsumen. The UN Guidelines for Consumer Protection melalui Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa No.A/RES/39/248 tahun 1985 tentang Perlindungan Konsumen yang mengandung pemahaman umum dan luas mengenai perangkat perlindungan konsumen hanya dapat diterima sebagai pedoman. Pemerintah dengan berbagai negara sepakat untuk menfasilitasi dan mendukung pengembangan kelompok-kelompok konsumen. Undang-Undang Perlindungan Konsumen di Indonesia, sangat tergantung pada sikap lembaga Legislative, Eksekutif, Pengusaha, dan Konsumen serta Institusi-institusi penegakan hukum lainnya. Diundangkannya Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pada tanggal 20 April 1999 oleh pemerintah transisi (Kabinet Reformasi Pembangunan) Presiden BJ Habibie tampaknya diiringi dengan harapan terwujudnya wacana baru hubungan konsumen dengan pelaku usaha (produsen, distributor, pengecer, pengusaha/perusahaan dan sebagainya) dalam menyongsong milenium baru yang sudah diambang pintu. Pasal 31 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindugan Konsumen (selanjutnya disingkat UUPK) mengamanatkan dibentuknya Badan Perlindungan Konsumen (BPKN). Keanggotaan BPKN (pasal 36 UUPK) terdiri dari unsur-unsur: pemerintah, pelaku usaha, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, akademisi, dan tenaga ahli. Perkembangan telekomunikasi yang sangat pesat terutama terjadi pada abad ke-20. Revolusi teknologi komunikasi mencapai puncaknya dengan mulai dipakainya teknologi satelit untuk kepentingan telekomunikasi. Kerjasama dalam berbagai bidang yang luas sebagaimana tersebut diatas, melibatkan beberapa alat sebagai sarana dan prasarana yang juga dalam penggunaannya terdapat beberapa pihak, antara lain konsumen, penyelenggara dan pemerintah serta produsen industri alat. Yang penting ditonjolkan adalah pemahaman dan penghayatan terhadap asas-asas dari peraturan yang terkait dalam rangka perlindungan konsumen jasa telekomunikasi telepon. Peraturan perundang-undangan yang ada saling terkait. Sinkronisasi pengertian dan penafsiran dalam rangka penerapannya sangat diperlukan. Penerapan kedua peraturan tersebut di atas sudah barang tentu mengkaitkan beberapa peraturan lainnya sehingga tidak teijadi tumpang tindih {overlapping). Mengkaji lebih jauh tentang penerapan Undang-undang No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dan undang-undang No.36 tahun 1999 tentang telekomunikasi diperlukan penelitian kepustakaan, penelitian lapangan maupun beberapa studi kasus yang ditemukan dalam praktek."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
T36616
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwiyanto
"Eksistensi Undang-Undang Nomar 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang selanjutnya disebut UUPK, sebagai Undang-Undang yang mengintegrasi dan memperkuat hak-hak konsumen Indonesia, membawa dampak juga terhadap hak-hak konsumen pengguna jasa kesehatan atau pasien. Karena, Undang-Undang ini, pasien semakin sadar akan hak-haknya. Beberapa kasus gugatan maupun tuduhan malpraktek terhadap tenaga kesehatan kerap kita haca dan dengar di media massa. Hal ini memberikan gambaran kepada kita, bahwa masyarakat sebagai health receivers kini telah menuntut pelaksanaan hak-hak yang mereka miliki. Dokter gigi sebagai salah satu tenaga kesehatan tidak dapat dipisahkan dari sistem pelayanan kesehatan. Bahkan, dokter gigi menempati posisi yang strategis, karena menentukan langsung langkah medic yang dilakukan dalam menyembuhkan problem kesehatan gigi yang diderita oleh pasien. Posisi ini, menyebabkan dokter gigi harus herhati-hati dan penuh pertimbangan dalam menjalankan tugasnya. Karena, salah dalam mengambil tindakan medik, bukan hanya merugikan pasien tetapi jugs merugikan dokter gigi itu sendiri.
Tindakan dokter gigi yang tidak memenuhi standar profesi dan ketentuan hukum kesehatan dapat disebut sehagai tindakan malpraktek. Tanggung jawab dokter gigi terhadap tindakan malpraktek dikategorikan menjadi duo, yaitu tanggung jawab terhadap ketentuan-ketentuan profesi dan tangggung jawab terhadap ketentuan hukum seperti pidana, perdata dan adminstratif, praktek kedokteran dan UUPK. Jasa pelayanan kesehatan merupakan jasa yang memiliki karakteristik. OIeh karena itu, dalam penerapan UUPK, dalam bidang kesehatan harus memperhatikan karakteristik tersebut. Hal ini membawa pengaruh terhadap jasa yang diberikan oleh dokter gigi. Dimana, tidak semua ketentuan yang terdapat dalam UUPK berlaku bagi dokter gigi.

The existence of Act Number 8 Year 1999 on Customer Protection, as an Act which integrates and strengthens customer rights, has consequences on health's customers (patients) as well. Because of this Act, patients get more realize and understand on their rights. Cases on malpractice indictment or accusation of paramedics tend to increase in the media. This fact describes us that people as health receivers have already claimed their rights execution. Dental as one of health people could not be excluded from health service system. Even, Dental has strategic position on health service system because they directly decided each medical steps on handling their patients. This position affects on the carefulness and consider ness of such Dental in accomplishing their duties. The medical failure of handling their patients would not be harmed their patients, but would be harmed their self as well.
Dentals attitude which not carry out as professional standard and health legislation could be known as malpractice. Dental responsibility on this malpractice could be categorized as two things, there are Dentals responsibility on professional matters and Denials responsibility on legal aspects, such as criminal law, commercial law, administration law, Act on Medical Practice, and Act on Customer Protection. Health service is a service which has characteristic; therefore implementation of Customer Protection Act should consider such characteristics. It would be affected on services give by Dental, however, not entirely stipulation on Customer Protection Act could be applied to all Dental."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19307
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>