Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 135859 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Erna Hendriati
"Perkawinan campuran menurut Undang-Undang Perkawinan adalah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. Pengertian perkawinan campuran ini menjadi lebih dipersempit karena undangundang ini mengaturnya secara yuridis sehingga dalam hal ini timbul kevakuman hukum. Untuk mengatasi hal ini maka Ketua Mahkamah Agung menyatakan agar dilayani baik pasangan yang melakukan perkawinan antar agama tidak menghilangkan atau setidak-tidaknya mengurangi adanya perkawinan yang dilakukan? secara diam-diam serta untuk menjamin adanya kepastian hukum.
Dalam Undang-Undang Perkawinan dan penjelasannya dinyatakan bahwa tidak ada ^perkawinan di luar hukum agama dan kepercayaannya, dengan perkataan lain, perkawinan mutlak harus dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu, kalau tidak maka perkawinan itu tidak sah secara hukum. Di dalam setiap perkawinan tidak dapat dikatakan bahwa suami isteri sangatlah mengharapkan adanya anak, walaupun tujuan utama dari perkawinan bukanlah semata-mata untuk mendapatkan anak. Tetapi dapatlah diketahui bahwa suatu perkawinan belum bisa dikatakan sempurna bila suami isteri belum dikaruniai anak.
Disamping itu jelaslah terlihat betapa pentingnya anak atau keturunan itu sebagai penerus generasi, untuk itulah harus diketahui dimana kedudukan anak itu ditempatkan. Selanjutnya yang menjadi fokus pembahasan pada penulisan thesis ini adalah mengenai status anak yang dihasilkan dari suatu lembaga perkawinan antar agama ditinjau dari Hukum Isldm dan Hukum Perdata Barat, dengan tidak lupa menyertakan tinjauan hukum dari Undang-Undang Perkawinan, status anak - di sini telah diartikan kepada berbagai hak yang dimiliki oleh anak yang bersangkutan atas hubungan dengan orang tuanya serta hak mewaris dari anak tersebut."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T36721
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bey, Errizka F.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S21355
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sondang Regina I.
"Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan telah menciptakan unifikasi dibidang hukum perkawinan di Indonesia, yang diberlakukan bagi seluruh masyarakat Indonesia yang berbeda-beda suku, agama, dan ras. Akan tetapi, dalam hal perkawinan yang dilakukan antara mereka yang berbeda agama, Undang-Undang Perkawinan hanya memberikan pengaturan yang berupa penyerahan sepenuhnya kepada hukum agama yang berlaku.
Sehubungan dengan hal tersebut, dewasa ini sering terjadi pengakuan dan pencatatan atas perkawinan antara mereka yang berbeda agama, yang mana sesungguhnya perkawinan tersebut tidak memenuhi ketentuan perundang-undangan mengenai yang berlaku. Sehubungan dengan hal tersebut, maka penulis membuat penulisan mengenai permasalahan hukum dalam pencatatan perkawinan antara mereka yang berbeda agama dengan meninjau Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1400/K/Pdt/1986 mengenai perkawinan antara mereka yang berbeda agama.
Dalam penulisan ini dibahas permasalahan mengenai syarat syarat sahnya perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan, dan mengenai sah/tidaknya pertimbangan Mahkamah Agung dalam memberikan putusan No. 1400/K/Pdt/1986 menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam melakukan penulisan ini, penulis menggunakan metode pendekatan dengan menggunakan metode kepustakaan yang bersifat yuridis normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan-bahan pustaka atau yang disebut data sekunder berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mengenai permasalahan yang dibahas, maka penulis berpendapat dan menyimpulkan bahwa perkawinan sah secara hukum apabila telah memenuhi ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Perkawinan yang menyatakan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu, serta dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sehubungan dengan Putusan MA-RI No.1400/K/Pdt/1986, adalah tidak dapat dibenarkan karena perkawinan tersebut bertentangan dengan agama. Oleh karena itu, penulis menyarankan agar lebih ditingkatkan lagi kesadaran hukum terhadap agama, dan peranan Kantor Catatan Sipil dalam menjalankan tugasnya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16463
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Abdul Muthalib
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T36375
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jimmy Era Yulia Contesa
"Masalah perkawinan mereka yang berbeda agama, sebenarnya tidak dikehendaki oleh pembentuk Undang-undang. Hal ini dinyatakan dalam pasal 2 ayat 1 Undang-undang Perkawinan mengenai sahnya perkawinan berazaskan agama sebagai perujudan sila ke Tuhanan Yang Maha Esa yang menjadi dasar perkawinan di Indonesia. Sehingga seringkali untuk dapat disahkan perkawinan yang berbeda agama dilangsungkan di luar negeri; dalam waktu satu tahun perkawinan harus didaftarkan di Kantor Pencatatan Sipil di Indonesia.
Perkawinan mereka yang berbeda agama dan pengaruhnya terhadap harta bersama sering mengalami permasalahan : 1) Apakah pengaturan tentang perkawinan mereka yang berbeda agama yang diatur dalam Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 sudah memadai? 2) Bagaimanakah pengaturan terhadap harta benda dalam perkawinan dengan dibuatnya perjanjian perkawinan dan yang tidak dibuatnya perjanjian perkawinan? 3) Bagaimanakah pengaturan, pelaksanaan dan penerapan hukum dalam hal putusnya perkawinan terhadap harta kekayaan perkawinan? 4) Bagaimanakah pengaruh perjanjian perkawinan dan akibat putusnya perkawinan terhadap harta benda dalam perkawinan.
Permasalahan perkawinan berbeda agama tersebut penulis melakukan penelitian yang bersifat deskriptif dengan metode penelitian kepustakaan dan analisa data menggunakan pendekatan kualitatif.
Dari penelitian tersebut diperoleh hasil yang menyimpulkan sebagai berikut : 1) Bagaimana pelaksanaan perkawinan antar mereka yang berbeda agama serta akibat hukumnya terhadap harta bersama dalam perkawinan, dan juga akan dibahas tentang pengaturan, pelaksanaan dan penerapannya Hukum Harta Perkawinan. 2) Apa akibat putusnya perkawinan terhadap. harta kekayaan perkawinan, terhadap hak-hak suami istri atas harta benda kekayaannya serta wewenang suami dan istri atas Harta Pribadi dan harta bersamanya. 3) Bagaimana pengaturan pelaksanaan terhadap harta benda dalam perkawinan sehubungan dengan membuat perjanjian perkawinan dengan mereka yang tidak membuat perjanjian perkawinan, dan apa akibat putusnya perkawinan terhadap harta benda dalam perkawinan, bagi mereka yang membuat perjanjian dan bagi mereka yang tidak membuat perjanjian perkawinan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T37744
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ditta Aulia Rahmi
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S23374
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anangia Annisa Putri Abdurahman
"Salah satu akibat hukum dari perkawinan adalah adanya harta bersama serta hubungan hukum antara orang tua dan anak, dimana orangtua bertanggung jawab untuk memelihara, menjaga, serta mencukupi kebutuhan hak – hak dari anak tersebut. Selain itu akibat hukum dari perkawinan akan menimbulkan status hukum dan hak perwalian terhadap seorang anak. Apabila anak tersebut lahir dari perkawinan beda agama, maka akan menimbulkan akibat yang sangat berpengaruh terhadap hak dan status hukum anak tersebut. Status anak yang dilahirkan dalam perkawinan beda agama kemudian dapat menimbulkan pertanyaan apakah kedudukannya sebagai anak luar kawin atau anak sah. Anak yang lahir dari perkawinan yang tidak dicatatkan termasuk ke dalam golongan anak luar kawin dalam arti sempit mereka tidak memiliki status dan kedudukan yang sama dalam sebuah hubungan peristiwa hukum antara orang tua dengan anak. Kemudian, apakah hal tersebut juga diperlakukan terhadap keberadaan anak yang dilahirkan dari perkawinan beda agama masih menjadi sebuah pertanyaan. Oleh karena itu, Penulis menggunakan dua rumusan masalah, yaitu: 1) Bagaimana pengaturan mengenai perkawinan beda agama menurut peraturan hukum di Indonesia? 2) Bagaimana analisis pertimbangan hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor 410/Pdt.G/2022/PN Mks. terhadap anak akibat perkawinan beda agama? Penulis menggunakan metode penelitian yuridis-normatif dengan pendekatan kualitatif yang datanya dikumpulkan dari studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkawinan beda agama dapat dilakukan apabila mengajukannya ke Pengadilan dan telah dicatatkannya oleh pegawai catatan sipil sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Administrasi Kependudukan. Kemudian, mengenai perkawinan beda agama, Undang- Undang Perkawinan dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak dijelaskan secara jelas dan terperinci. Berkaitan dengan anak yang dihasilkan dari perkawinan beda agama, maka dalam hal ini kedudukannya adalah dinyatakan sebagai anak sah dari perkawinan beda agama tersebut dikarenakan secara hukum ketika perkawinan telah dicatatkan dan didaftarkan sebagaimana ketentuan perundang-undangan yang berlaku maka akibat hukum perkawinan tersebut termasuk terhadap anak dinyatakan sah secara hukum.

One of the legal consequences of marriage is the existence of common property and the legal relationship between parents and children, in which parents are responsible, caring for, and satisfying the needs of the rights of the child. In addition, the legal consequences of marriage will result in the legal status and custody of a child. If the child is born from a marriage of different faiths, it will have a significant impact on the rights and legal status of the child. The status of a child born in a marriage of different religions can then raise the question of whether his status as an out-of-marriage or legal child. Children born from unregistered marriages are included in the group of children outside of marriage in the narrow sense they do not have the same status and position in a legal relationship between parents and children. Then, whether it is also treated against the existence of children born from different religious marriages is still a question. Therefore, the author uses two formulas of the problem, namely: 1) How is the arrangement concerning marriage of different religions according to the laws of Indonesia? 2) How to analyze the judge’s consideration in the Makassar State Court Decision No. 410/Pdt.G/2022/PN Mks. against children due to marriage of different religions? The authors use a juridic-normative research method with a qualitative approach whose data is collected from library studies. The results of the study show that a marriage of different religions can be entered into when it is applied to the Court and has been recorded by a civil register officer as described in the Occupation Administration Act. Then, concerning the marriage of different religions, the Marriage Act and the Book of the Perdata Law are not explained clearly and in detail. Related to children born from marriages of different religions, in this case the position is to be declared as a legal child of a marriage of different religion due to the law when the marriage has been recorded and registered as the provisions of the applicable laws, then as a result of the law such marriage includes against the child declared legal."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Retno K. Aidi
"Perkawinan merupakan hak asasi manusia, yang harus mengikuti norma-norma perkawinan menurut hukum agama dan Hukum Negara. Ketika sepasang manusia yang ingin melaksanakan pernikahan tetapi mereka berlainan agama, maka Undang-undang No.1 Tahun 1974 tidak mengatur hal tersebut, dan dalam Kompilasi Hukum Islam juga melarang Perkawinan beda agama yaitu dalam pasal 40 dan 44 dalam kitab-kitab fiqih umumnya, dimungkinkan seorang lelaki muslim menikahi wanita ahli kitab. Tetapi sesungguhnya belum banyak orang yang mengetahui Hal apa yang akan terjadi akibat Perkawinan antara mereka yang berbeda agama dan Status hukum anak yang dilahirkan dari Perkawinan tersebut.
Penulisan dalam skripsi ini menggunakan metode penelitian kepustakaan (Library Research). Dimana, Status anak menurut UU no.1 th 1974 dan Hukum Islam dapat dilihat Dari sah atau tidaknya Perkawinan yang dilakukan oleh orang tuanya, jika tidak sah maka ia bernashab dan mempunyai hak asuh terhadap ibu atau kerabat ibunya saja. Dalam hak mewaris bagi orang muslim dan ia berbeda agama dengan pewarisnya maka ia bisa menerima harta dari dan oleh pewaris dalam bentuk wasiat wajibah dan dengan keluarnya SEMA no.2 th1990 memberikan pilihan hukum bagi orang yang menghendaki penyelesaian pembagian harta waris sesuai yang diinginkan.
Dalam hal perwalian menurut Hukum Perkawinan Islam, Wali merupakan Rukun nikah, jika walinya berbeda agama maka ia harus menggunakan wali hakim. Dalam UU No.1 Th 1974, tentang Perkawinan, bahwa kekuasaan orang tua adalah tunggal, yaitu dipegang oleh ayah dan ibu, walaupun mereka bercerai. Sehingga kekuasaan orang tuanya hanya akan berlanjut kepada Perwalian, yang akan muncul apabila orang tua tidak dapat menjalankan kekuasaan orang tuanya.
Menurut BW jika Perkawinan putus, lembaga kekuasaan orang tua yang ditunjuk akan menjadi wali. Perbedaan agama antara suami dan isteri akan selalu mengancam hubungan baik dan kebahagiaan rumah tangga karena kerukunan yang hakiki sangat sulit diwujudkan, kecuali bagi pasangan yang keyakinan agamanya kurang kuat yang memandang semua agama adalah sama.

Marriage is a human right, even though it must follow marriage norms according to religion and the state. When a couple of man and woman wishes to get marriage but they have different religions, the existing Law No. 1 Year 1974 did not regulate this issue. Even the Compilation banned marriage with different religions (KHI Article 40 and 44). While Islam as contained in its fiqih laws tolerates a Muslim male to marry female ahli kitab, many people has no idea about the consequences of marriage of a couple with different religions or the legal status of their children.
This thesis is prepared using library research method. Pursuant to Law No. 1 Year 1974 and Islamic Laws the legal status of a child is dependent on the legality of his/her parents’ marriage. If illegal, the child concerned will be counted as the family of his/her mother only including his/her caring rights. In respect of inheritance right, for Muslims, if the heir has different religion from the testator, the former will receive wealth from and by the testator in the form of wasiat wajibah. The issuance of SEMA No. 2 Year 1990 only regulated legal options for the parties who desired to share the inheritance according to their preferences.
With regard to guardianship in Islamic marriage, guardian is prerequisite in marriage. In case of guardians with different religions, wali hakim will be appointed. Meanwhile, Law No. 1 Year 1974 concerning Marriage prescribed that parents’ authority is single residing with father and mother, even though they get divorce. Thus, parents’ authority will continue to guardians who will emerge when the parents fail to perform their parental authority.
According to BW if the marriage is broken, the parental authority will directly be devolved to guardians. Different religions of husband and wife will jeopardize the sustainability and happiness of family and harmonious domestic life will be very difficult to realize. However, this may exert insignificant impact to the couples who relatively have weak religious belief since despite different religions; they normally consider that all religions are same.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S19699
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Titiek Ernawati
"ABSTRAK
Lembaga perkawinan tidak dapat dipisahkan dengan perilakuan umat manusia dalam kehidupan sehari-hari. Ia selalu hidup dan berkembang dalam masyarakat. Pada akhir-akhir ini perkawinan campuran, dalam hal ini perkawinan antar umat berbeda agama, menjadi topik pembicaraan. Adanya pro dan kontra mengenai mssalah ini disebabkan Undang-undang nomor l Tahun 1974 mengenai perkawinan tidak mengatur masalah perkawinan antar agama. Sebenarnya perkawinan yang terjadi di antara seoa~ng laki-laki dan seorang perempuan yang masing-masing berbeda agamanya di Indonesia sudah sering terjadi, terutama sekali masyarakat di perkotaan yang heterogen. Dan ternyata masalah tersebut dapat menimbulkan perso-alan di bidang hukum maupun sosial.
Dalam penulisan ini, metode yang digunakan adalah metode perpustakaan dengan mempelajari buku-buku, majalah-majalah, literatur-literatur serta perundang-undangan yang berhubungan dengan masalah perkawinan antar agama. Disamping itu juga menggunakan metode lapangan melalui wawancara dengan pejabat-pejabat pada Kantor Urusan Agama, Kantor Catatan Sipil, dan Pengadilan Agama serta pasangan-pasangan. yang melangsungkan perkawinan antar agama itu sendiri.
Dari bahan-bahan yang didapat, ditemukan hal-hal yang penting diantaranya: bahwa perkawinan antar agama sudah lama ada pada masyarakat Indonesia; Undang-undang no. l Ta-hun 1974 tidak mengatur perkawinan antar agama sehingga me-nimbulkan berbagai masalah.
Pada akhir pemilisan dapat disimpulkan bahwa perkawiinan antar umat berbeda agama tidak dapat dilarang meskipun dari segi yuridis hal tersebut tidak dibenarkan. Oleh sebab itu disarankan untuk secepatnya membentuk undang-undang yang mengatur mengenai Perkawinan Antar Umat Berbeda Agama. "
1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karlina Shinta Wuri
"Semakin majunya perkembangan teknologi pada masa sekarang terutama dalam bidang komunikasi dan pergaulan sosial masyarakat, menyebabkan semakin tingginya interaksi antar anggota masyarakat yang dapat menimbulkan atau mengakibatkan terjadinya perkawinan antar pemeluk agama yang berbeda. Perkawinan Antar Pemeluk Agama yang berbeda di Indonesia tidak dapat dihindari karena masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa dan agama, di mana masing-masing agama mempunyai ketentuan hukum tersendiri mengenai masalah perkawinan. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak mengatur secara jelas dan tegas mengenai perkawinan yang dilangsungkan antar pemeluk agama yang berbeda.
Penulisan ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran sekaligus memahami pelaksanaan dari perkawinan antar pemeluk agama yang berbeda yang semakin sulit untuk dihindari. Pada kenyataannya terdapat beberapa permasalahan yang timbul terkait dengan hal diatas yaitu mengenai status anak yang dilahirkan dari perkawinan antar pemeluk agama yang berbeda menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 d? Apakah asar pertimbangan hakim dalam memutuskan perwalian anak kepada Ibunya telah sesuai dengan Undang-Undang No.1 Tahun 1974?
Permasalahan tersebut akan dianalisis dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan dan metode penelitian lapangan. Sedangkan tipologi penelitian hukum yang digunakan adalah penelitian yang bersifat deskriptif, di mana penulisan ini berusaha untuk memberikan gambaran yang jelas dalam rangka menjawab permasalahan yang dikemukakan. Sebagaimana telah diketahui, Undang-Undang Perkawinan tidak mengatur secara jelas dan tegas mengenai perkawinan antar agama. Oleh karenanya, perkawinan antar pemeluk agama yang berbeda dapat dikatakan tidak sah, dan akibat dari perkawinan yang tidak sah, maka anak-anak yang dilahirkan pun dianggap tidak sah, karena anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.
Dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 152/Pdt. G/1998/PN. Jak.Sel, Hakim dalam memberikan putusannya tidak sepenuhnya benar yang menyebutkan adanya perwalian dalam perkara perceraian tersebut. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, apabila terjadi perceraian kekuasaan orang tua tetap berlangsung, yang berarti tidak terjadi perwalian dalam perkara perceraian.

Because the growth of technology on present time especially in communication and social community interaction causing the higher of interaction of between the community which result in the marriage between different religious followed. Marriage between different religious follower in Indonesia cannot be avoid because Indonesia society consist or many tribe and religion in which each religion has its own rule when it come to marriage. Constitution No. 1/1974 about marriage did not clearing and strict sate about marriage which occur in different religious follower.
This writing meant to give some pictures and also to understand marriage between different religious follower which harder to avoid these days. In reality, there is some problems which occur related with this problem. How about the child status which were born from the marriage between different religious according to constitution No. 1/1974 what this the judge consideration in determined child guardian to the mother is appropriate with constitution No. 1/1974?
This problem will be analyze using library research method and field research method. Meanwhile, law research typology used is the descriptive research, in which this writing tries to give a clear picture to answer the problems that has given. We all know, marriage constitution did not clearly regulate about different religious marriage. Because of it, marriage between different religious follower can be say illegal and because it is illegal, so the children which were born can be say illegal, because legal children is the children which were born because of legal marriage.
In the decision of District Court of South Jakarta No. 152/Pdt. G/1998/PN. Jak. Sel, Judge in giving the decision not clearly state there is a guidance of that divorce case. According to constitution No. 1/1974, if different happen, parents power still happen, which mean the guidance in divorce case did not happen."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T25254
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>