Perkawinan campuran menurut Undang-Undang Perkawinan adalah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. Pengertian perkawinan campuran ini menjadi lebih dipersempit karena undangundang ini mengaturnya secara yuridis sehingga dalam hal ini timbul kevakuman hukum. Untuk mengatasi hal ini maka Ketua Mahkamah Agung menyatakan agar dilayani baik pasangan yang melakukan perkawinan antar agama tidak menghilangkan atau setidak-tidaknya mengurangi adanya perkawinan yang dilakukan? secara diam-diam serta untuk menjamin adanya kepastian hukum.
Dalam Undang-Undang Perkawinan dan penjelasannya dinyatakan bahwa tidak ada ^perkawinan di luar hukum agama dan kepercayaannya, dengan perkataan lain, perkawinan mutlak harus dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu, kalau tidak maka perkawinan itu tidak sah secara hukum. Di dalam setiap perkawinan tidak dapat dikatakan bahwa suami isteri sangatlah mengharapkan adanya anak, walaupun tujuan utama dari perkawinan bukanlah semata-mata untuk mendapatkan anak. Tetapi dapatlah diketahui bahwa suatu perkawinan belum bisa dikatakan sempurna bila suami isteri belum dikaruniai anak.
Disamping itu jelaslah terlihat betapa pentingnya anak atau keturunan itu sebagai penerus generasi, untuk itulah harus diketahui dimana kedudukan anak itu ditempatkan. Selanjutnya yang menjadi fokus pembahasan pada penulisan thesis ini adalah mengenai status anak yang dihasilkan dari suatu lembaga perkawinan antar agama ditinjau dari Hukum Isldm dan Hukum Perdata Barat, dengan tidak lupa menyertakan tinjauan hukum dari Undang-Undang Perkawinan, status anak - di sini telah diartikan kepada berbagai hak yang dimiliki oleh anak yang bersangkutan atas hubungan dengan orang tuanya serta hak mewaris dari anak tersebut.