Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 114475 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lubis, Parlindungan
Depok: Komunitas Bambu, 2006
923.2 LOE o
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Akhmad Hendroyono
"Tujuan pembangunan nasional sebagairnana dirumuskan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) Ketetapan MPH-RI No.11/MPR/1988 adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat adil makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib dan dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib, dan damai.
Selanjutnya, diuraikan dalam landasan pembangunan nasional, bahwa hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia, maka landasan pelaksanaan pembangunan nasional adalah Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
Dari kedua rumusan tersebut di atas memperlihatkan bahwa pelaksanaan pembangunan nasional Indonesia tidak hanya berorientasi kepada pembangunan fisik (materiil) semata, melainkan diarahkan pula pada pembangunan yang bersifat non fisik (spiritual) dengan hakikat pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia.
Konsep GBHN mengenai pembangunan manusia Indonesia seutuhnya itu merupakan cerminan dari kenyataan empiris yang terjadi pada negara-negara lain, bahwa pelaksanaan pembangunan yang semata-mata ditujukan untuk kepentingan materiil belum tentu dapat mensejahterakan masyarakatnya dan dalam pelaksanaannya pembangunan materiil tidak akan dapat berjalan lancar tanpa adanya dukungan pembangunan di bidang-bidang lainnya. Bahkan dapat terjadi, hasil-hasil dari pembangunan materiil tersebut tidak dapat dinikmati oleh masyarakatnya, karena kebudayaan masyarakat bersangkutan belum sesuai dengan hasil-hasil pembangunan tersebut.
Pelaksanaan pembangunan bidang-bidang lainnya, mencakup ruang lingkup yang sangat luas, seperti sosial, budaya, hukum, pendidikan, ideologi, politik, pertahanan keamanan dan sebagainya. Pembangunan hukum sebagai salah satu bidang pembangunan, dirumuskan dalam GBHN sebagai berikut :
Pembangunan dan pembinaan hukum diarahkan agar dapat
1. Memantapkan hasil-hasil pembangunan yang teiah dicapai.
2. Menciptakan kondisi yang lebih rnantap, sehingga setiap anggota masyarakat dapat menikmati suasana serta iklirn ketertiban dan kepastian hukum yang berintikan keadilan.
3. Lebih memberi dukungan dan pengamanan kepada upaya pembangunan untuk mencapai kemakmuran."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djaja Tjahjana
"Masalah penahanan merupakan persoalan yang paling esensial dalam sejarah kehidupan manusia. Setiap yang namanya penahanan, dengan sendirinya menyangkut nilai dan makna antara lain: Perampasan kebebasan dan kemerdekaan orang yang ditahan; Menyangkut nilai-nilai perikemanusiaan dan harkat martabat manusia; dan Juga menyangkut nama baik dan pencemaran atas kehormatan diri pribadi atau tegasnya, setiap penahanan dengan sendirinya menyangkut pembatasan dan pencabutan sementara hak-hak asasi manusia. Oleh karena itu, pelaksanaan pelayanan tahanan di Rumah Tahanan Negara dalam upaya memberikan pelayanan bagi para tahanan yang mengalami pencabutan sementara akan kebebasan hak-hak asasi manusianya. Diperlukan manajemen pelayanan yang memadai serta didukung oleh adanya sumber daya manusia, sarana dan prasarana yang cukup baik guna menunjang proses penerimaan tahanan sampai selesai menjalani masa penahanannya di dalam Rumah Tahanan Negara.
Pelaksanaan Pelayanan Tahanan Di Rumah Tahanan Negara Pandeglang masih belum baik dalam upaya memberikan pelayanan kepada para tahanan, hal ini terlihat masih terdapat beberapa hal dari dimensi pelayanan berupa Tangibles (bukti langsung); Reliability (dapat dipercaya atau keandalan); Responsiveness (daya tanggap/peka); Assurance (jaminan); dan Empaty (simpati) yang masih kurang menyentuh didalam pelaksanaannya Sehingga proses pelayanan tahanan yang dilakukan oleh Rumah Tahanan Negara Pandeglang belum terlihat cukup baik. Hal ini diakibatkan karena adanya faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan pelayanan tahanan tersebut, yang antara lain meliputi: Perbedaan pendapat mengenai pembinaan bagi para tahanan; Fasilitas-fasilitas penahanan berupa bangunan tidak berada dalam satu setting administratif; Ketidak mengertian petugas terhadap pelaksanaan pembinaan; Minimnya tingkat pendidikan akhir petugas; Sikap mental aparat yaitu dengan adanya diskriminasi tahanan; dan Sarana layanan bagi para tahanan khususnya dalam menyediaan air untuk cuci dan mandi serta kelayanan makanan yang masih belum memenuhu standard pelayanan.

Problem of detention represent most problem of essential in human life history. Every which its name of detention, by itself concerning meaning and value for example: Hijack of independence and freedom one who is arrested; Concerning humanism values and human being prestige standing; as well as concerning good name and contamination of honor of personal x'self or specifically, every detention by itself concerning repeal and demarcation whereas human being basic rights. Therefore, execution of service of prisoner in prison in the effort giving service to all natural prisoner of repeal whereas freedom of human being basic rights will its. Is needed by adequate service management is and also supported by existence of human resource, good enough facilities and basic facilities utilize to support process acceptance of prisoner till finish experience a period to its detention in prison.
Execution Of Service Of Prisoner In Prison Pandeglang still not yet good in the effort giving service to all prisoner, this matter seen still there are several things of service dimension in the form of Tangibles; Reliability; Responsiveness; Assurance; and Empathy which still less touching in its execution. So that process service of prisoner conducted by Prison Pandeglang not yet seen is good enough. This matter is resulted caused by resistor factors in execution of service of prisoner, which for example covering: Different idea concerning construction to all prisoner; Detention facilities in the form of building do not stay in one administrative setting; Not understand officer to execution of construction; Its minim of final education level of officer; Mental attitude government officer that is with existence of prisoner discrimination; and Medium service to all prisoner specially in provide irrigate to clean and bath and also food service which still not yet service standard fulfilling.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15069
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adam Ridwansah
"Beragamnya latar belakang kehidupan narapidana, baik itu latar belakang kasus, suku/etnis, agama dan lainnya merupakan faktor nyata dari keberadaan Lembaga Pemasyarakatan sebagai minatur masyarakat. Disana juga terdapat berbagai kebutuhan dan kepentingan narapidana dalam rangka mempertahankan hidupnya selama dalam lapas. Dalam rangka hal tersebut narapidana akan menjaga hubungannya dengan petugas dan aturan yang berlaku dalam lapas sehingga baik petugas maupun aturan mampu mengakomodir ataz dilemahkan oleh kepentingan narapidana, termasuk kepentingan menambah fasilitas kamar hunian sesuai keinginan narapidana. Akibat adanya penambahan fasilitas-fasilitas pada kamar hunian pada narapidana tertentu akan berakibat adanya kecemburuan sosial di kalangan narapidana, pemborosan anggaran karena umumnya penambahan fasilitas berupa alat-alat elektronik yang menggunakan listrik, dan yang terpenting adalah narapidana tersebut umumnya tidak tersentuhk program pembinaan.
Dalam penelitian ini ada dua pertanyaan penelitian yang hendak dijawab yaitu bagaimana kebijakan pemenuhan fasilitas kamar hunian bagi narapidana di Rumah Tahanan negara dan Lembaga Pemasyarakatan di Jakarta seria kendala-kendala yang dihadapi dalam kebijakan pemenuhan fasilitas kamar hunian tersebut. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif, teknik pengumpulan data dilakukan..dengan wawancara terhadap informan penelitian dengan menggunakan pedoman wawancara. Wiforiiai penelitian terdiri dari informan petugas dan informan. Lokasi penelitian adalah lima Unit Pelaksana Teknis (UPT) di DKI Jakarta, yaitu Lapas Klas I Cipinang, Lapas Klas IIA Narkotika Jakarta, Lapas Klas IIA Salemba, Rutan Klas I Jakarta Pusat dan Rutan Klas IIA Pondok Bambu Jakarta Timur.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa kebijakan pemenuhan fasilitas kamar hunian bagi narapidana pada lima (5) lokasi penelitian belum terlaksana dengan baik. Hal ini disebabkan perbedaan persepsi dan cara pandang terhadap aturan yang ada yang berbeda-beda sehingga penerapannya pada masing-masing lapas/rutanpun berbeda. Kebijakan pemenuhan fasilitas kamar hunian bagi narapidana di lapas/rutan masih mementingkan unsur keamanan dan keiertiban. Penyimpangan terhadap pemenuhan fasilitas kamar hunian narapidana adalah adanya fasilitas-fasilitas tambahan yang tidak sesuai aturan seperti TV, AC, Kompor Listrik hingga pencurian listrik untuk kepentingan fasilitas lainnya. sementara dalam rangka mensiasati kondisi kelebihan daya tampung (over kapasitas) pada masing-masing l!okasi penelitian dilakukan alih fungsi atau pemanfataan ruang yang bukan kamar hunian menjadi kamar hunian bagi narapidana. Sementara faktor kendala dalam kebijakan pemenuhan fasilitas kamar hunian bagi narapidana terdiri dari empat faktor utama yaitu kendala komunikasi, kendala sumber daya, kendala sikap implementator dan kendala struktur birokrasi

Diverse backgrounds inmate's life, whether it is the case background, tribe / ethnicity, religion and the other is a real factor of the exisience of correctional institulions as minatur community.There alsa have various needs and interests of prisoners in order to survive as long in prison. In order to convict it will maintain relationships with officers and rules that apply in the prison so that both workers and able io accommodate the rulés or attenuated by the interests of prisoners, including facilities to add interest as you wish inmate occupancy rooms. Due to the exiztence of additional facilities in room occupancy on a particular inmate will result in the social jealously among the inmates, waste budget because generally in the form of additional facilities for electrical appliances that use electricity, and most importantly the inmates were mostly uniouched by development programs.
In this research, there are two research questions to be answered is how the Juifiliment of the policy room occupancy facility for inmates at the Detention Center and state correctional institutions in Jakarta and the constraints faced in julfilling the policy facilities such occupancy rooms, The method used is qualitative method of data collection techniques againts the informant interview conducted with the study using the interview guide Informants consisted of officers and informants informants. Location of the study are five Technical Executive Unit (UPT) in Jakarta, namely Class I Cipinang Prison, Jakarta Narcotic Prison Class HA, Class 14 Salemba prison, Central Jakarta Rutan Class I and Class ITA Rutan Pondok Bambu, East Jakarta.
Based on this research found that the policy of fulfiliment of room occupancy facility for inmates at five (3) the location of the research has not been performing well. This is due to differences in perception and outlook of the existing rules are different so that its application in each prison / rutanpun different. Compliance policies occupancy room facilities for inmates in the prison / detention center is still concerned with the elements of security and order. Deviation toward the Julfiilment facility inmate occupancy room is the presence of additional facilities that are not in accordance with regulations such as TV, air conditioning, Electric Stove to theft of electricity for the benefit of other facilities, while in order to anticipate the conditions of excess capacity fover capaciiy) at each study site conducted over the function or utilization of space that is not a room occupancy room occupancy for the inmates. While the constraint factor in fulfilling the policy for inmate occupancy room facilities consist of four main factors namely the communication constraints, resource constraints, barriers and constraints implementer attitudes bureaucratic structure.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2010
T33545
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
R. Harry Wibowo
"Konsep perlakuan terhadap narapidana dari waktu ke waktu terus mengalami perubahan sebagai konsekuensi logis dari dinamika perkembangan jaman. Perlakuan terhadap terpidana dari sistem kepenjaraan menjadi sistem pemasyarakatan juga mengalami perubahan Pemasyarakatan sebagai suatu sistem pembinaan narapidana yang memandang narapidana sesuai dengan fitrahnya baik selaku pribadi, anggota masyarakat maupun mahluk Tuhan menempatkan narapidana bukan semata-mata sebagai alat produksi.
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana sistem pemasyarakatan dalam memberikan pembinan terhadap narapidana memandang pekerjaan bagi narapidana bukan semata-mata dimaksudkan untuk tujuan komersial yang bersifat profit oriented namun lebih dimaksudkan sebagai media bagi narapidana untuk mengaktualisasikan dirinya sebagai pribadi, anggota keluarga dan anggota masyarakat melalui kegiatan-kegiatan bimbingan kerja yang bermanfaat sehingga baik selama maupun setelah menjalani pidana dapat berperan utuh sebagaimana layaknya anggota masyarakat lainnya.
Sistem Pemasyarakatan sebagai bagian dari pembangunan di bidang Hukum khususnya dan Pembangunan Nasional bangsa Indonesia pada umumnya memiliki arti yang sangat penting, terlebih dengan perubahan lingkungan yang strategis dari waktu ke waktu baik dalam skala Nasional, Regional maupun Internasional. Arti penting Lembaga Pemasyarakatan tersebut belum dapat diimbangi dengan kinerja Lembaga Pemasyarakatan secara optimal, hal itu terlihat dengan masih banyaknya narapidana sebagai penghuni Lembaga Pemasyarakatan yang tidak bekerja dan masih banyak pula narapidana yang sama sekali tidak memiliki ketrampilan kerja, atau dengan kata lain masih banyak di jumpai narapidana yang menganggur dan menjadi pengangguran.
Sejalan dengan pemberdayaan sumber daya manusia di Lembaga Pemasyarakatan sebagai usaha rasional untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Maka upaya peningkatan kualitas profesionalisme/ketrampilan merupakan suatu media dalam rangka mewujudkan reintegrasi sosial narapidana yaitu pulihnya kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan narapidana baik sebagai pribadi, anggota masyarakat maupun mahluk Tuhan.
Metode yang digunakan adalah diskriptif dengan melakukan wawancara terhadap petugas lembaga dan narapidana yang bekerja di bidang kegiatan kerja lembaga pemasyarakatan klas I Sukamiskin.
Dari hasil temuan, ternyata bahwa di lembaga pemasyarakatan klas I Sukamiskin bimbingan kerja yang diberikan masih belum berjalan secara maksimal, yang disebabkan antara lain kesulitan mencari tenaga kerja yang handal dan dapat membantu petugas dalam memberikan bimbingan kerja bagi narapidana-narapidana lainnya, demikian pula halnya dengan petugas bimbingan kerja yang tidak sepenuhnya memberikan bimbingan serta peralatan yang sudah tua dan banyak yang sudah rusak serta ketidaktersediaan dana anggaran sebagai salah satu penyebab mengapa bimbingan kerja bagi narapidana di lembaga pemasyarakatan klas I Sukamiskin belum optimal.

Behavior concept of prisoners form time to time continuously experience of changes as a logic consequence from the dynamic growth of the age. Treatment to the punisher from prison system becoming correctional system have experienced of changed as a treatment system of prisoners construction that approaching prisoners as it self, society member and also God being place prisoners as a means of produce.
The formulation of this research on this internal issues is how is correctional system in giving construction to the prisoners that looks into their work, meanwhile prisoners not solely for commercial purpose which have the characters as profit oriented, but it is more such as a media for prisoners in applying them selves as a person. Family member and also society member through out good worthwhile work tuition activities so that during and after experiencing a period of their crime, they can run their life as good as the other society members. Correctional system as a part of law foundation especially and National foundation of Republic Indonesia generally has very important meaning, particularly with a good strategic environment change from time to time in national scale, regional and also international. The importance mean of correctional institution has not been balanced by performance work, it seen on the number of prisoners that settled on correctional institution. Prisoners had not had a job and skills; it can say that so many prisoners becoming unemployment.
In the line of human resource enableness in correctional institution as rational effort to increase the quality of human resource. Then the effort to make up the quality of professionalism skill represent a media in order to realize social reintegration prisoners that is convalesce unity of life relation, and life subsistence becomes good prisoners as persons, society member and also God being.
The method that used is descriptive by .doing an interview to the institution officer and prisoners whose work in the activity area of the first class Sukamiskin correctional institution.
From the result of observation, it seems that in first class Sukamiskin correctional institution on a sub work tuition division, it does not works maximal yet, which caused difficulty finding the reliable labor that could assist the officer in giving work tuition to the other prisoners, that way also of work tuition officers which not fully give tuition and equipments are old and a lot of them has been broken, there is- unavailable budget as the one of causing work tuition to the prisoners in first class Sukamiskin correctional institution does not optimal yet.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15198
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moch. Kund Bedraningrat
"Narapidana terdiri dari orang-orang dengan beragam suku bangsa, asal daerah, adat istiadat, kebiasaan dan cara pandang yang berbeda berbaur menjadi satu membentuk kehidupan yang terpisah dengan masyarakat luar dan mempunyai peraturan dan tata kehidupan sendiri, tiap-tiap suku bangsa ataupun asal daerah mempunyai seorang Ketua atau kokolot (dituakan) yang mempunyai peran dalam mengendalikan anggota kelompok. Permasalahan yang diangkat Bagaimana upaya dari "Ketua Suku" dalam menjaga ketertiban antar kelompok etnis narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Sukamiskin Bandung ?. Teori yang digunakan adalah Teori Smelser mengenai proses terbentuknya tingkah laku kolektif dan teori Sub kebudayaan. Metode penelitian adalah dengan pendekatan kualitatif, teknik pengumpulan data dengan wawancara mendalam dan pengamatan langsung. Data-data tersebut diperoleh melalui informan yang dipiih secara khusus berdasarkan tujuan penelitian.
Berdasarkan hasil penelitian kelompok narapidana terbentuk dari gabungan beberapa daerah asal yang dipimpin dari salah seorang dari mereka yang disebut "Ketua Suku", Mereka bergabung dalam satu kelompok didasarkan atas kesamaan latar belakang. Dalam kelompok tersebut terdapat sistem nilai yang berbentuk aturan-aturan main yang digunakan sebagai acuan tingkah laku dan pelanggaran aturan-aturan tersebut berakibat pada sanksi, mulai dari tindakan pengucilan sampai dengan bentuk hukuman fisik.
Bekerjanya pengendalian sosial adalah suatu tahapan yang penting dapat dimanfaatkan untuk mencegah pecahnya suatu Konflik terbuka yang menjurus pada kerusuhan sosial, "Ketua-ketua Suku" telah bersepakat dengan petugas pengamanan dalam menangani perselisihan yang terjadi dengan penerapan sanksi sebagai acuan tingkah laku dan pelanggaran aturan-aturan tersebut. Didalam penjara subkebudayaan merupakan salah sate pilihan dalam menghadapi kehidupan di penjara. Dengan norma dan nilai yang berlawanan, subkebudayaan ini beraviliasi dengan "geng" didalam penjara yang memberikan dukungan dan perlindungan bagi anggotanya.

Correctional institution inmates consist of various ethnicities, regions, cultures, customs and worldviews, merging into a community separated from the society in general, and having their own rules and regulations. Each ethnic group of inmates in a correctional institution has an elder or "kokolot" in charge of group members. This study attempts to find out the role of such ethnic leaders in preserving peace among ethnic groups in Sukamiskin Class I Correctional Institution in Bandung. The theory used in Smelser's theory of collective behavior and the theory of subcultures. The study used the qualitative approach, using in-depth interview and direct observation methods. Data are obtained from informants purposively selected according to the goals of the study.
Based on the results of the study, groups of inmates are created from a combination of inmates coming from several regions, led by a leader called "ethnic elder". The group is based on similarities of background among the members. In such groups, there is a value system in the form of rules used as basis of behavior. Violation of such rules would result in sanctions, in various forms starting from ostracizing to physical sanctions.
Social control is important in preventing open conflict between groups, which might lead to social disturbances. "Ethnic elders" have tacit agreements with institutional staff to handle quarrels, giving sanctions to violators of rules and agreements. In the correctional institution, subcultures become an option in facing prison life. With a separate set of norms and values, the subcultures are affiliated with "prison gangs" supporting and protecting their members.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21504
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Darmalingganawa
"Lembaga Pemasyarakatan sebagai bagian dari proses peradilan pidana terpadu (an Intregated criminal justice system) di sampling mengemban fungsi sebagai penegakan hukum juga melaksanakan tugas dibidang pembinaan bagi narapidana. Dalam kerangka pembinaan bagi narapidana salah satu kegiatan yang dilaksanakan adalah kegiatan kerja bagi narapidana.
Guna mendukung terselenggaranya tugas pembinaan kegiatan kerja bagi narapidana, salah satunya dapat ditempuh melalui kerjasama antara lembaga pemasyarakatan dengan pihak ketiga. Tujuan pelaksanaan kerjasama lembaga pemasyarakatan dengan pihak ketiga adalah untuk mendukung pembinaan kepribadian dan kemandirian.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif, dengan informan dari para petugas pemasyarakatan di lembaga pemasyarakatan dan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Disamping itu guna mendukung basil penelitian juga dipilih sejumlah narapidana untuk menjadi informan penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi dan wawancara secara mendalam dengan informan penelitian. Setelah data terkumpul selanjutnya dilakukan pengolahan dan analisis data.
Berdasarkan pembahasan terhadap hasil penelitian ini, ditemukan model eksisting pelaksanaan kerjasama lembaga pemasyarakatan dengan pihak ketiga yang didasarkan tahap tahap pelaksanaan kerjasama, faktor faktor penghambat dan ditemukannya model ideal pelaksanaan kerjasama antara lembaga pemasyarakatan dengan pihak ketiga dibidang kegiatan kerja produktif bagi Narapidana.

Correction Instituion as part of the integrated criminal justice system is responsible to serve the law as well as to conduct rehabilitation for inmates. In the manner of treating inmates, one of many programs implemented is vocational activity for inmates.
To run the vocational activity to inmates, establishing association between Correction Institutions and particular third party can be put as supporting aspect. The goal of this association is to uphold the individual competence and self integrity for inmates.
This research is using qualitative research method, by inquiring information from Correction Institution officer and Directorate General of Corrections. Also, to support conclutions of this researc, several inmates are chosen as research informants. Data collecting is performedby observation and deep interview with research informants. Subsequently, all the collected data are processed and analyzed.
According to the conclution of this research, an existing models is discovered concerning the association between Correction Institutions and particular third party, along with stages of collaboration, the disrupting factors, and recommended ideal model on Correction Institutions and particular third party association regarding Productive Labor Program for inmates.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20661
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hadi Wijaya
"Terciptanya keamanan dan ketertiban dalam lingkungan lapas, dimana harmonisasi hubungan sosial penghuninya dapat berlangsung dengan baik, adalah tujuan bagi setiap Lembaga Pemasyarakatan. Hal ini dapat tercipta salah satunya dengan berjalannya mekanisme pengamanan lapas dengan baik. Pendekatan pengamanan yang baik tentu saja tidak hanya sekedar pendekatan yang represif saja akan tetapi dengan pendekatan persuasif oleh petugas pengamanan, yaitu Wali Blok, dengan cara membangun komunikasi yang baik dengan narapidana.
Dalam penelitian ini ada dua pertanyaan penelitian yang hendak dijawab yaitu bagaimana peran Wali Blok dalam menanggulangi gangguan keamanan dan ketertiban di Lapas Khusus Narkotika Jakarta dan apakah kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas Wali Blok dalam menanggulangi gangguan keamanan dan ketertiban di Lapas Khusus Narkotika Jakarta. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan yuridis manajerial. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara. Informan penelitian terdiri dari informan kunci 1 orang, informan penting sebanyak 6 orang dan informan sebanyak 2 orang.
Tesis ini menemukan bahwa peran Wali Blok kurang efektif dalam menanggulangi gangguan keamanan dan ketertiban di Lapas Khusus Narkotika Jakarta. Indikatornya adalah bahwa komunikasi yang terbangun masih satu arah dan Wali Blok tidak pro aktif dalam mendeteksi masalah-masalah yang dihadapi narapidana sehingga banyak permasalahan di blok yang tidak diketahui oleh Wali Blok. Penelitian juga menemukan bahwa penunjukkan Wali tidak didasarkan pada kriteria yang jelas dan terukur. Kendala pelaksanaan peran Wali Blok dalam menanggulangi gangguan keamanan dan ketertiban adalah kendala sumber daya manusia petugas dan kendala sarana prasarana yang tidak berorientasi pada pendekatan teknologi.

Establishing security and order in the prison environment, where inhabitants harmonization of social relations can be run well, is the goalfor every Penitentiary. This one can be created with the passage of a prison security mechanisms well. A good approach to security, of course, not just a repressive approach alone but with a persuasive approach by security officers, Wali Blok, in a way to buildgood communication with the inmates.
In this study two research guestions to be answered is how the Wali Blok's role in overcoming interference block security and order in prisons Special Narcotics Jakarta and whether the constrainis faced in implementation of the Wali Blok task in tackling problems of security and order in prisons Special Narcotics Jakarta. The method used is a qualitative tnethod with juridical managerial approach. Data collection technigue is done by using the interview guidelines. Research informants consisted of the 1 key informants, key informants as 6people and informants as much as 2people.
This thesis found that the role of Wali Blok is less effective in tackling problems of security and order in prisons Special Narcotics Jakarta. The indicators are that the communication was one-way awoke and Wali Blok are not pro-active block in detecting the problems faced by prisoners, so many problems in the blocks that are not known by the Wali Blok. The study also found that the appointment of Wali Blok are not based on clear criteria and measurable. Obstacles block the implementation of theWali Blok's role in tackling problems of security and order is a constraint of human resource officers and infrastructure constrainis that are not technology-oriented approach.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T26825
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Pamudji
"Penelitian bertujuan untuk membahas pemenuhan kebutuhan biologis (seksual) narapidana. Seperti diketahui bahwa di dalam Lembaga Pemasyarakatan setiap narapidana mengalami dan merusakan perlakuan berupa pembatasan kebebasan geraknya. Sedangkan kebutuhan biologis (seksual) merupakan kebutuhan primer manusia yang selalu menuntut pemenuhannya. Karena berada di dalam lembaga pemasyarakatan dalam masyarakat satu jenis kelamin (pria) dan berlangsung lama maka akan mengalami kesakitan /kehilangan salah satunya kehilangan lawan jenis. Bagi yang sudah beristri tidak mudah dapat menyalurkan kebutuhan biologis.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Data dikumpulkan dengan teknik wawancara kepada para informan, dan melalui observasi serta penggunaan data sekunder.
Untuk membahas hasil penelitian menggunakan Teori Hirarki Kebutuhan oleh Maslow, Konsep The Pains of Imprisonment oleh Gresham.M. Skyes, Konsep Conjugal visit, Sex visits, Family visits dan Konsep Perencanaan oleh Bambang Poernomo.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa di Lembaga Pemasyarakatan Bekasi pemenuhan kebutuhan biologis (seksual) secara wajar (normal) tidak dapat terpenuhi. Sebaliknya yang terjadi penyimpangan seksual seperti homoseksual, hubungan badan antara narapidana dan isterinya, dan atau kawan dekat (intim), wanita lain, saat berkunjung ke Lapas dengan mengambil tempat di dalam Lapas, berkat bantuan, kerjasama, dan saling pengertian oleh petugas.

This research is aimed at discussing the compliance of biologic (sexual) need of inmate. As had been recognized that in Correctional each inmate experience and take not treatment to act freely. Whereas, biologic (sexual) needs as primary needs of human always demanding its compliance. Because for a long time stay in correctional with similar gender, so, they will experience lost of one spouse. For married couple he/she may excrete his/her biologic (sexual) need easily.
Research method used herein is qualitative research method. The data is collected by interview technique with informants and by observation as well as secondary data uses.
To discuss research result had been used Hierarchy Basic Needs Theory by Maslow, Concept of The Pains of Imprisonment by Gresham.M. Sykes, Concept of Conjugal visit, Sex visit, Family visit and Planning Concept by Bambang Poernomo.
Based on research result may be concluded that in Correctional of Bekasi normally, the compliance of biologic (sexual) need had been fulfilled. Conversely, it had occurred the sexual intercourse deviation such as homosexual, sexual intercourse among inmate with his wife and his fellow, other woman when inviting Correctional by taking place near with Correctional, as result of assistance, cooperation and understanding each other with officer.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15237
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pahrudin Saputra
"ABSTRAK
Penelitian ini berjudul "PEMENUIIAN HAK ATAS RASA AMAN DAN BEBAS DART KETAKUTAN DALAM PELAKSANAAN ADMISI DAN ORIENTASI NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN NARKOTIKA KLAS IIA JAKARTA". Latar belakang pemilihan judul ini didasarkan pada kajian empiris dan teoritis, bahwa tahap admisi dan orientasi narapidana merupakan fase kritis yang menentukan keberhasilan pembinaan narapidana sehingga diperlukan pemenuhan hak-hak asasi narapidana.
Lokasi penelitian dilakukan pada Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas HA Jakarta dengan metode penelitian kualitatif. Beranjak dari latar belakang di alas, rumusan masalah yang mengemuka adalah : (1) Apakah narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Narkotika Jakarta merasa terpenuhi hak atas rasa aman dan bebas dari ketakutan selama masa admisi dan orientasi; (2) Faktor apakah yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan pemenuhan hak alas rasa aman dan bebas dari ketakutan selama masa admisi dan orientasi narapidana. Untuk mencari jawaban atas pertanyaan penelitian tersebut, metoda pengolahan data yang dilakukan mengarah pada metode deskriptif eksplanatory.
Hasil penelitian menunjukan bahwa selama dalam pelaksanaan admisi dan orientasi, hak narapidana atas rasa aman dan bebas dari ketakutan belum terpenuhi. Adapun faktor yang menghambat pemenuhan hak atas rasa aman itu adalah kondisi over crowded, emosi narapidana yang labil, tidak memadainya kualitas pengetahuan dan pemahaman petugas terhadap hak asasi manusia, punish and reward yang kurang ditegakan, dan prosedur pengaduan yang panjang.
Memperhatikan hasil penelitian tentang kondisi aktual pemenuhan hak atas rasa aman dan bebas dari ketakutan dalam pelaksanaan admisi dan orientasi narapidana maka perlu dilakukan pengurangan isi lembaga pemasyarakatan, pendidikan dan pelatihan tentang hak asasi manusia terhadap petugas lembaga pemasyarakatan, penerapan sanksi yang tegas dan terukur, menyederhanakan prosedur penyampaian keluhan

ABSTRACT
The title of this research is THE FULFILLMENT OF SECURE AND FREE FROM FEAR RIGHTS OF INMATES ON THE ADMISSION AND ORIENTATION STAGE IN CLASS IIA NARCOTICS CORRECTION INSTITUTION - JAKARTA". The background reason why author decide to choose this title is based on empirical and theoretical studies, that the stage of admission and orientation of inmates is a critical phase in which decides the success of inmates' treatments. In this stage, the fulfillment of human rights for inmates is a necessity.
The locus of research is taken in Class HA Narcotics Correction Institution by using qualitative research method. Based on the background above, the construction of problems which developed are: (1) Do the inmates in Class IIA Narcotics Correction Institution feel that the rights of secure and free from fear has been fulfilled in the admission and orientation stage?. (2) Define the factors that become obstacles in order to fulfill the rights of secure and free from fear on the admission and orientation stage. In case of finding the answer of those research questions, the data processing method directed to explanatory descriptive method.
The result of research shows that during the admission and orientation stage the rights of secure and free from fear of inmates have not fulfilled yet. However, some factors which become obstacles in fulfillment of the rights of secure are: over crowding condition, instability of inmates emotions, the limitation of human rights knowledge and understanding of officers, punishment and reward norms are not promoted in every aspect of admission and orientation stage, and a long complain procedure.
Focusing on the research result about the actual situation in rights secure and free from fear fulfillment of inmates on the admission and orientation stage, several methods shall be taken such as: decreasing the amount of inmates in correction institution, training and education of human rights for officers, implementation of strict and reliable punishment, and simplify the complain procedure.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20700
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>