Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 158530 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ristia Kurnia
"Citra merupakan sebuah representasi dari sebuah objek yang mampu membentuk sebuah gambaran mental pada subjeknya. Arsitektur dalam kasus ini, merupakan sebuah media untuk mengkomunikasikan citra pada bangunan yang bertujuan untuk menyampaikan - kepribadian - bangunan tersebut kepada orang lain. Dalam menghadapi persaingan globalisasi, citra digunakan oleh bangunan pusat perbelanjaan untuk menjadi sebuah strategi dalam mengembangkan pemasarannya. Dimana citra dijadikan sebagai sebuah alat simulasi untuk membentuk sebuah kondisi hiperrealitas yang mampu membuat kebutuhan untuk datang ke pusat perbelanjaan ini menjadi sebuah kebutuhan primer dan bukan lagi hanya sekedar kebutuhan tersier.
Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pengkomunikasian citra pada bangunan, maka digunakan teori bahasa metaphor oleh Adrian Forty. Yang juga didukung dengan melihat studi kasusnya dalam perancangan arsitektur pada pusat perbelanjaan yaitu Grand Indonesia, Lifestyle X - nter, dan Pacific Place. Kemudian pada akhirnya akan terbukti bahwa citra pada bangunan pusat perbelanjaan tidak lagi hanya sekedar berfungsi untuk sekedar menunjukkan identitasnya, melainkan untuk menjadi sebuah cara untuk membentuk masyarakat yang menganggap bahwa mengkonsumsi suatu produk baru dan terus mengikuti perubahan merupakan sebuah kebutuhan mendasar. Dan membuat pusat perbelanjaan ini menjadi sebuah jawaban yang tepat untuk memenuhi kebutuhan mendasar mereka tersebut.

The image is a representation of an object that is able to form a mental picture of its subject. Architecture in this case, is a medium to communicate the image of the building which aims to convey the "personality" of the building to others. To face of global competition, the image on the buildings used by the shopping center to be a strategy to develop its marketing. Where the image used as a simulation tool for forming a hyper reality conditions that could make the need to come to this shopping center becomes into a primary need and no longer just a tertiary needs.
To analyze the factors that influence in communicating the image of the building, the author uses the theory of metaphor language by Adrian Forty. Which is also supported by looking at case studies in architectural design of shopping centers at Grand Indonesia, Lifestyle X'nter, and Pacific Place. Than that ultimately will prove that the image of the shopping center building is no longer merely serves to show only their identity, but also to be a way to form a society, who think that having new products and keeping follow the changes is a basic need. And shopping center becomes a right answer to fulfill this needs.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S52287
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Julindra
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1993
S47978
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bertol, Daniela
New York : John Wiley & Sons, 1997
720.285 6 BER d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Bramasta Putra Redyantanu
"Disertasi ini merupakan hasil penelusuran rekonsiliasi aktual-virtual pada praktik spasial arsitektur. Penelitian ini bertujuan memosisikan kembali wacana arsitektur terkait relasi space dan place dalam gagasan multi spasial. Gagasan multi spasial mendorong pemahaman arsitektur dari spasial tunggal, menjadi spasial plural yang hadir secara paralel. Kondisi aktual merujuk pada spasial material, sedangkan kondisi virtual merujuk pada spasial yang berelasi dengan pemikiran (ingatan, persepsi dan pengalaman). Aktual-virtual pada penelitian ini tidak hanya sebagai kondisi, melainkan juga penelusuran potensinya sebagai relasi dan operasi antara. Penelitian ini mengungkap bagaimana relasi aktual-virtual terjalin, dalam praktik multi spasial plural dan paralel beserta penelusuran aspek dan potensinya. Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan kualitatif. Model penelitian memakai studi multi kasus. Penelitian berbasis perancangan ini dilakukan dengan kolaborasi observasi empiris lapangan, dengan eksplorasi generatif berbasis kecerdasan buatan. Perluasan pengetahuan merupakan hasil dari artikulasi dan refleksi kedua proses tersebut. Praktik spasial pameran merupakan studi kasus model spasial aktual-virtual. Sedangkan praktik spasial permainan merupakan studi kasus model spasial aktual. Eksplorasi generatif menjadi cara untuk melihat kemampuan praktik spasial mengilustrasikan terjadinya multi spasial pada keduanya. Pada kasus pameran, aspek generatif mengilustrasikan transisi iterasi multiplikasi spasial yang terjadi. Sedangkan pada kasus permainan, aspek generatif merupakan proyeksi ragam multi spasial paralel plural dari objek spasialnya. Gagasan portal menjadi konsep untuk mendemonstrasikan temuan dari penelitian rekonsiliasi aktual-virtual ini. Operasi objek dan turunannya dalam susunan prompt generatif mendefinisikan gagasan portal aktual-virtual. Gagasan portal mencakup melalui tiga komponen utama, yaitu atribut cerminan kolaboratif, transisi lintasan multiplikasi, serta proyeksi spasial spekulatif. Temuan ini mengekspansi pemahaman arsitektur sebagai spasial tunggal, mengarah pada multi spasial plural dan paralel. Pengetahuan operasi multi spasial ini memosisikan kembali pemahaman space dan place pada penekanan relasi dan operasi aktual-virtual. Pengetahuan multi spasial membuka peluang artikulasi, modifikasi dan adaptasi kembali ruang hidup manusia.

This dissertation investigates the concept of actual-virtual reconciliation within architectural spatial practices. It seeks to reposition the discourse on the relationship between space and place in architecture by introducing the idea of the multi-spatial. This framework challenges the traditional singular conception of space, instead proposing a pluralistic understanding where multiple spatial realities exist in parallel. The actual condition refers to space's physical and material dimensions, while the virtual condition encompasses the realm of mind and thought, including memory, perception, and experience. This research focuses on the actual-virtual condition and explores its potential as a framework for understanding the interplay and operations within these interwoven spatial realms. By examining the connections between the actual and virtual in the context of multi-spatial practices, the dissertation aims to reveal the multifaceted nature of this relationship and its potential for shaping architectural design. This research is a qualitative method. The research model uses a multi-case study. This design-based research is conducted using collaboration between empirical field observation and artificial intelligence-based generative exploration. Knowledge development results from the articulation and reflection of these two processes. Exhibition spatial practice is a case study of actual-virtual spatial models. In contrast, the spatial practice of the game is a case study of the actual spatial model. Generative exploration is a form of seeing the ability of spatial practices to illustrate the occurrence of multi-spatiality in both. In the exhibition case, the generative aspect demonstrates the transition of spatial multiplication iterations that occur. In the case of the game, the generative element is a projection of the plural parallel multi-spatial variety of its spatial objects. This research leverages the portal concept to illustrate the findings on actual-virtual reconciliation. The portal is operationalized through the interplay between objects and their derivatives within the generative prompt array. Three key components define this actual-virtual portal: collaborative mirroring attributes, multiplicative trajectory transitions, and speculative spatial projections. These findings challenge the singular conception of architecture, instead revealing a framework of plural and parallel multispatiality. This newly acquired knowledge of multi-spatial operations repositions our understanding of space and place, with a renewed emphasis on actual-virtual relations and operations. Ultimately, multi-spatial knowledge opens gates for the articulation, modification, and re-adaptation of human living spaces."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zampi, Giuliano
New York: McGraw-Hill , 1995
720.28 ZAM v
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Prestinenza Puglisi, Luigi, 1956-
Boston : Birkhauser-Publishers for Architecture, 1999
724.6 PUG h (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Yusuf Rizky Hidayat
"The evolution of architectural design and its parallels with cinematic settings reflect a shared pursuit of timeless, functional, and aesthetically resonant spaces. This study explores the interplay between timeless architectural principles, as outlined in John Ruskin’s The Seven Lamps of Architecture, and the spatial design of the film Dune (2021). Using a qualitative approach, the study examines how the film’s setting aligns with principles such as Power, Life, Memory, and Obedience, demonstrating architecture’s ability to transcend functionality and evoke lasting emotional and symbolic resonance. The analysis highlights how Dune uses architectural elements to construct a futuristic yet historically rooted world, blending brutalist and organic design to adapt to its desert environment while serving the narrative's emotional and functional needs. While the film deviates from Ruskinian ideals of beauty and truth in material expression, it provides a compelling case for how fictional architecture can inspire real-world innovation. The findings suggest that collaboration between architecture and film offers a platform for reimagining the built environment, inspiring architects to push the boundaries of imagination while addressing challenges like urbanization and climate change. Dune shows that architecture in cinema is not just a backdrop but an active participant in storytelling, offering lessons in creating timeless and adaptable spaces for future generations.

Evolusi desain arsitektur dan paralelnya dengan latar sinematik mencerminkan pengejaran bersama terhadap ruang yang abadi, fungsional, dan beresonansi secara estetis. Studi ini mengeksplorasi interaksi antara prinsip arsitektur yang abadi, sebagaimana diuraikan dalam The Seven Lamps of Architecture karya John Ruskin, dan desain spasial film Dune (2021). Dengan pendekatan kualitatif, studi ini meneliti bagaimana latar film selaras dengan prinsip-prinsip seperti Kekuasaan, Kehidupan, Memori, dan Kepatuhan, yang menunjukkan kemampuan arsitektur melampaui fungsionalitas dan membangkitkan resonansi emosional dan simbolis yang langgeng. Analisis ini menyoroti bagaimana Dune menggunakan elemen arsitektur untuk membangun dunia futuristik yang berakar pada sejarah, memadukan desain brutalis dan organik untuk beradaptasi dengan lingkungan gurunnya sambil melayani kebutuhan narasi. Meskipun film ini menyimpang dari cita-cita Ruskinian tentang keindahan dan kebenaran dalam ekspresi material, film ini menunjukkan bagaimana arsitektur fiksi dapat menginspirasi inovasi dunia nyata. Temuan menunjukkan bahwa kolaborasi arsitektur dan film menawarkan platform untuk menata ulang lingkungan binaan, yang menginspirasi arsitek untuk mendorong imajinasi sambil mengatasi tantangan seperti urbanisasi dan perubahan iklim. Dune menunjukkan bahwa arsitektur dalam sinema bukan sekadar latar belakang, tetapi peserta aktif dalam penceritaan, menawarkan pelajaran dalam menciptakan ruang yang tak lekang waktu dan mudah beradaptasi.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutia Zahrina Putri
"Kebutuhan untuk bersosialisasi dan memperluas kegiatannya di ruang kota menyebabkan tidak sedikit wanita yang lebih memilih untuk mengendarai kendaraan pribadi, khususnya mobil. Salah satu tujuan yang diminati wanita menggunakan mobil pribadi adalah pusat perbelanjaan. Hal tersebut menjadi salah satu pendorong pusat perbelanjaan untuk meningkatkan kualitasnya, yaitu dengan cara penyediaan fasilitas parkir khusus wanita atau yang lebih dikenal sebagai ladies parking area. Hal yang menjadi menarik adalah potensi kehadirannya yang marak diterapkan pada pusat perbelanjaan besar di Jakarta walaupun belum ada peraturan yang ditetapkan pemerintah. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memaparkan keterkaitan antara wanita, pusat perbelanjaan, dan parkir, melalui kehadiran ladies parking area. Dari studi literatur dan observasi lapangan, dapat disimpulkan bahwa aspek pengaturan ruang seperti lokasi, aksesibilitas, ukuran, kualitas pencahayaan, marka, dan perlengkapan security yang mendukung keamanan dan kemudahan bagi wanita sebagai penggunanya.

The need to socialize and expand their activities in the urban space is one of the reasons why women prefer to drive private vehicles, especially cars. The destination where women are interested in driving a private car is the shopping center. So that many shopping centers seek to improve their quality, one of the ways is to provide parking facilities for women or well known as ladies parking area. The interesting point is that ladies parking area has been widespread in a large number of shopping centers in Jakarta even though there is no regulation for its presence by the government. This thesis aims to explain the relationship between women, shopping centers, and parking, trough the presence of ladies parking area. Based on literatur study and field observation can infer aspects of spatial arrangements such as location, accessibility, dimension, lighting quality, sign, and the other things that need to be considered to make this parking area safe and easy to be used by women."
2015
S60341
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Smithies, Kenneth W.
Bandung: Intermedia, 1982
729 SMI p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
I Gde Rasananda Gelgel
"Representasi bersifat mewakili sesuatu. Akan tetapi ketika representasi itu kehilangan hubungannya dengan yang diwakilinya akan terjadi sebuah pemutusan. Sehingga apa yang diwakilinya adalah diri sendiri. Membentuk sebuah simulakra.
Dari pemikiran tersebut mendorong saya untuk melakukan kajian tentang simulakra. Dengan mengambil anjungan daerah TMII sebagai contoh kasus dalam menjelaskan gejala yang terjadi dan museum di TMII untuk mendukung pejelasan. Penelitian ini mengambil pendekatan semiotika dan hermeneutik dan bersifat kualitatif.
Dalam membahas fenomena ini saya menkonstruksi dari teori-teori yang sudah ada sebelumnya yaitu dari pemikiran Martin Heidegger khususnya pemikiran tentang pofret dunia dan teori simulasi dan simulacra baik yang diungkapkan oleh Jean Baudrillard maupun Umberto Eco. Saya memilih teori ini karena saya memahami teori tersebut dapat membantu saya dalam menjelaskan fenomena representasi kebudayaan dalam arsitektur yang saya amati.
Apa yang saya temukan dalam pengamatan di taman mini adalah fungsi utama yang ditampilkan oleh simulakra adalah melawan hierarki tradisional sekaligus menghidupkannya. TMII merombak dan menyusun kembali nilai-nilai tradisional. Tapi pada saat penyusunannya kembali hubungan antara representasinya dengan rujukannya mengalami keterputusan dalam nilai-nilainya. Sehingga apa yang nampak malah jadi kebalikannya reprsentasinya seakanakan lebih nyata daripada rujukannya. Hal ini menunjukkan adanya sebuah pemahaman bahwa reproduksi, representasi dan simulasinya lebih fundamental dan lebih solid daripada kenyataan yang menjadi rujukannya. Semua citra, akibatnya dibawa pada level yang sama, yaitu sebagai duplikat.
Pencapaian teknologi saat ini telah memungkinkan bentuk-bentuk simulasi yang mempertanyakan secara radikal gagasan konvensional mengenai asal-usul dan orisinalitas dan membuat yang artifisial, yang sintetis dan yang palsu tak terbedakan dari yang asli. Memang simulasi kadang kala tampak lebih hidup dan asli dan nyata daripada realitas itu sendiri.

Representation act to represent something, although in the end when it lost it connection with the thing that it represent, it become self reference. Which is called simulacra.
Based on that I started an analysis on simulacra. By using anjungan daerah TMII and museum in TMII as a case study to explain the phenomenon which ocure. The research used semiotic and hermeneutic method and the research it self is based in qualitative method.
To explain the phenomenon, I constructed theory based on the previous theory from Martin Heidegger, especially the essay on The Age of World Picture, and also Simulation and Simulacra from both Jean Baudrillard and Umberto Eco. II choose these theories because it can help me to explain the phenomena that ocure in cultural representation in architecture.
What I had found in the research in TMII is the main function of the simulacra is against traditional hierarchy and in the same time it also preserved it. TMII disassemble and assemble traditional value. Although when it assembled the culture, the relation between the representation and the reference is lost. It makes the representation is more realistic than it reference. It shown that there is an understanding that reproduction, representation and simulation are more fundamental and solid than the reality which it represent. All image in the end is bring to the same level, just as a mere copy. Technology achievement this day makes possibility to ask radically about the conventional idea of the origin of the reality. It also made the artificial, imposter and synthetic can't be defined between the real. And make the simulation seems more live and real than the reality it self.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
T16923
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>