Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 175109 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1994
S47995
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tobing, Yolanda
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1990
S41849
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuliana Zulkifli Hamid
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1991
S41852
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hartani Puspita
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1991
S41847
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni`matullah
"Pembangunan kesehatan dalam PJP II ditekankan pada peningkatan kualitas pelayanan kesehatan, sejalan dengan globalisasi dan tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan berkualitas yang makin meningkat. Manajemen SDM Medis memegang posisi sentral dalam manajemen rumah sakit terutama bila dihubungkan dengan kualitas pelayanan medis. Kenaikan jumlah dokter spesialis di Indonesia jauh tertinggal dari kenaikan jumlah rumah sakit, sehingga rumah sakit kekurangan tenaga dokter spesialis. Oleh karena kekurangan tenaga dokter tetap, pada umumnya rumah sakit swasta mempekerjakan dokter PNS yang bekerja di rumah sakit pemerintah sebagai dokter tamunya. Keadaan inimengakibatkan timbulnya masalah pelayanan medis baik di rumah sakit pemerintah maupun di rumah sakit swasta itu sendiri. Pola hubungan kerja dokter dengan rumah sakit swasta sangat bervariasi di berbagai rumah sakit swasta. Sampai saat ini belum ada pedoman yang dapat menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi pola hubungan kerja tersebut. Peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang pola hubungan kerja dokter spesialis dengan rumah sakit swasta tersebut secara deskriptif analitik dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran tentang hubungan antara karakteristik rumah sakit swasta dan karakteristik dokter spesialis dengan pola hubungan kerja diantara keduanya di berbagai rumah sakit swasta di wilayah Jawa Barat dan Jakarta.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pola hubungan kerja sangat berhubungan dengan jenis karakteristik rumah sakit swasta dan karakteristik dokter spesialisnya. Persamaannya adalah adanya dokter tetap dan dokter tidak tetap, sedangkan perbedaannya terletak pada variasi bentuk pola dokter tidak tetap, juga pada cara pembayaran dan pembagian jasa medisnya. Peneliti menyarankan kepada rumah sakit swasta dan dokter spesialis untuk memilih pola yang sesuai dengan karakteristik rumah sakit dan dok ter spesialisnya. Dan bagi pemerintah peneliti sependapat untuk terus memotivasi rumah sakit swasta agar memiliki dokter tetap dan meningkatkan produksi dokter spesialis di masa yang akan datang.

Pattern of Relationship Between Specialist's Doctor and Private Hospital in West Java and JakartaQuality of health service become the Government priority in the development of health program in The Second Long Development Plan (PIP II). Medical Staff management has been placed in the central position in hospital management, since medical staff has a strong impact on the quality of medical services. Pattern of relationship between specialist's doctor and private hospital is not clearly described. No studies has been done on this subject yet. The study objective is to analyze the pattern of relationship between specialist's doctor and private hospital. Specifically, the study could like to describe the relationship between hospital characteristic and specialist's in private hospitals.
The study found that pattern relationship is influenced by hospital characteristic such as : type of ownership, class of hospital, establishment of hospital and bed capacity. The study suggests that private hospital should have their own full time specialist's doctors, therefore the education of specialist's doctor should be increased the near future."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dudi Saptara
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henita Rahmayanti
"ABSTRAK
Adanya kecenderungan semakin meningkatnya peranan kota baik sebagai pusat kegiatan ekonomi, pemerintahan maupun sebagai pusat penyediaan lapangan kerja mengakibatkan perlunya perhatian terhadap pertumbuhan dan perkembangan kota di Indonesia dewasa ini. Pertambahan penduduk yang sangat pesat di daerah perkotaan menyebabkan peningkatan permintaan perumahan yang sangat besar. Pada sisi lain lahan untuk peruntukan perumahan sangat terbatas. Salah satu upaya untuk mewujudkan pendayagunaan tanah perkotaan tersebut, sekaligus dapat memecahkan masalah perumahan, adalah pembangunan rumah susun. Rumah susun merupakan permukiman yang teratur dan berkepadatan tinggi.
Kampung Kemayoran termasuk bagian wilayah pusat kota Jakarta, merupakan kawasan terbangun dengan berbagai permasalahan, di antaranya adalah masalah lingkungan perumahan. Untuk menangani masalah tersebut perlu dilakukan peremajaan lingkungan perumahan kampung Kemayoran. Proyek Kemayoran adalah proyek pembangunan bekas wilayah Pelabuhan Udara Kemayoran seluas lebih kurang 450 ha yang akan dibangun menjadi Kota Niaga antarbangsa dengan nama Kota Baru Kemayoran. Jumlah unit yang dibangun adalah 1.472 unit terdiri atas tipe rumah F-18 sebanyak 704 unit, tipe F-21 sebanyak 480 unit dan tipe F-36 sebanyak 288 unit.
Kebijakan ini diwujudkan melalui dua program yaitu program pemukiman kembali dan program pembinaan sosial. Ketersediaan fasilitas bersama untuk sarana umum dan sarana ekonomi penduduk di lantai 'dasar rumah susun tersebut (antara lain meliputi ruang serba guna, mushola, taman kanak-kanak, puskesmas, kantor pos, kantor cabang BTN, kantor koperasi warga, tempat perbelanjaan, tempat bermain anak dan ruang terbuka hijau) seharusnya dapat mengatasi permasalahan permukiman di lingkungan baru, serta ketersediaan fasilitas bersama dan tempat usaha tersebut seharusnya juga dapat memenuhi kebutuhan akan fasilitas warga perumahan setempat.
Permasalahan yang timbul berkaitan dengan hal tersebut adalah adanya rekayasa fasilitas bersama dan tempat usaha, ukuran memadai atau tidakkah keberadaannya, kepuasan warga perumahan susun, corak dan jenis jaringan sosial, serta aturan apa raja yang diciptakan oleh warga dalam pemanfaatan fasilitas bersama dan tempat usaha di perumahan susun Kemayoran. Studi seperti ini dapat menjadi upaya temu kenal strategi rumah tangga di perumahan susun Kemayoran dalam pemanfaatan fasilitas bersama dan tempat usaha. Sebagai hasilnya diharapkan bermakna bagi pengembangan kebijakan pembangunan perumahan susun di Indonesia, khususnya dalam hal fasilitas bersama dan fasilitas tempat usaha.
Pada dasarnya warga rumah susun Kemayoran perlu memperoleh atau menguasai fasilitas umum dan fasilitas tempat usaha di perumahan susun Kemayoran. Jika warga menilai ketersediaan kedua fasilitas tersebut cukup memadai maka mereka tidak merekayasanya. Sebaliknya, apabila tidak mencapai kepuasan, warga menilai perlu merekayasa kedua fasilitas tersebut. Untuk memperoleh atau menguasai fasilitas bersama dan tempat usaha itu warga dapat memanfaatkan jaringan hubungan sosial dan menciptakan aturan-aturan yang relevan.
Kehidupan keseharian warga penghuni rumah susun Kemayoran yang rerata berpenghasilan rendah memiliki penyesuaian diri dalam empat hal yaitu masalah kepribadian personality, masalah rasa memiliki sense of belonging ness, masalah ruang space, dan masalah mengubah kebiasaan sehari-hari mereka. Tinggal di rumah susun dibutuhkan sikap dan tata nilai yang berbeda dari tinggal di rumah kampung. Batas-batas privacy dan publicnya berubah. Rumah susun mengkondisikan sikap dan tata nilai yang berbeda dari rumah dusun.
Jalan yang ada pada perumahan susun Kemayoran mencakup jalan utama, jalan antar lingkungan dan jalan lingkungan. Kebutuhan warga perumahan susun Kemayoran akan air minum dipenuhi melalui adanya saluran pipa PAM. Saluran tersebut tersedia bagi setiap kepala keluarga sejak mereka menempati rumah susun. Pengetahuan dan kebutuhan warga mengenai mushola menyatakan bahwa tidak terlalu menjadi masalah jika terletak agak jauh dari rumah tinggal. Pengetahuan dan kebutuhan warga akan puskesmas menunjukkan amat diperlukannya dalam keadaan darurat. Kapasitas tampung TK Janti cukup besar untuk menampung anak usia TK di lingkungan perumahan susun Kemayoran. Ruang serba guna dirasakan cukup luas dan cukup banyak yang memanfaatkannya setelah terdapat rekayasa terhadapnya. Seluruh warga yang diteliti selalu memanfaatkan taman bermain anak untuk kepentingan bermain anak-anak mereka, dan dirasakan cukup memadai kapasitasnya. Warga setempat memanfaatkan STN untuk keperluan perbankan yang ada.
Fasilitas tempat usaha Perumahan Susun Kemayoran menunjukkan tidak adanya perbedaan waktu tempuh rerata mencapai pusat perbelanjaan tersebut. Hal ini didasari oleh pengetahuan dan keinginan letak pusat perbelanjaan yang sudah memadai sekarang ini. Tidak adanya rekayasa terhadap tempat usaha dilandasi oleh anggapan bahwa ruang tempat usaha cukup memadai serta status penyewa. Perilaku seragam tampak di antara mereka yang berusaha di fasilitas tempat usaha tersebut dalam hal sumber dana adalah seragam. Umumnya para pengusaha tidak menyandarkan perekonomian keluarga pada usaha tersebut, tetapi pada penghasilan yang diperoleh dari kepala keluarga atau anggota keluarga yang lain.
Corak dan jenis jaringan sosial yang ada di perumahan susun Kemayoran dalam pemanfaatan fasilitas umum dan tempat usaha amat ditentukan oleh struktur fisik bangunan gedung, status kepemilikan rumah susun, dan sosial-ekonomi penghuni. Hal itu mengakibatkan kecenderungan segregasi sosial berdasarkan jenis kelamin dan kohesi sosial yang tidak lagi tinggi. Sekitar kiri-kanan rumah hanya ada dinding dan ruang hampa terbuka atau pintu rumah tetangga tepat di depan rumah. Ruang gerak fisik menjadi amat terbatas oleh karena dinding dan ruang hampa tadi, oleh struktur ruang dalam satu rumah maupun antar lantai, antar tangga, dan antar gedung. Keterbatasan fisik tersebut amat mempunyai dampak terhadap interaksi sosial para penghuni rumah susun."
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irwan Darmaatmadja
"Pelayanan instalasi gawat darurat pada suatu Rumah Sakit merupakan tolok ukur kualitas pelayanan Rumah Sakit pada umumnya, karena instalasi gawat darurat merupakan ujung tombak Rumah Sakit yang memberi pelayanan khusus kepada penderita gawat darurat secara terus menerus berlangsung selama 24 jam setiap harinya. Karena itu pelayanan di instalasi gawat darurat harus diupayakan seoptimal mungkin sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh Pemerintah. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa sampai pada saat ini masih banyak Rumah Sakit di daerah belum dapat memberikan pelayanan optimal sesuai dengan standar yang telah ditentukan oleh Pemerintah. Termasuk juga dalam hal ini Rumah Sakit Umum Boyolali. Hasil pengkajian yang dilakukan oleh tim akreditasi di Rumah Sakit Umum Boyolali antara keadaan saat ini dengan standar yang ditetapkan baru mencapai 40 %. Dengan demikian terjadi kesenjangan (gap) antara kenyataan dengan yang diharapkan.
Terjadinya kesenjangan tersebut tentunya banyak faktor yang mempengaruhi antara lain faktor internal antara lain manajemen, sarana dan prasarana, personil dan faktor eksternal misalnya keadaan ekonomi, politik, sosial budaya, teknologi dan kondisi lingkungan. Inilah yang menjadi latar belakang masalah dalam penelitian, dan inilah yang menantang perlunya diadakan penelitian.
Berdasar pada latar belakang masalah tersebut, secara umum permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana upaya mengatasi kesenjangan yang terjadi antara pelayanan gawat darurat yang saat ini berjalan dengan pelayanan optimal sesuai dengan standar. Pembahasan dibatasi pada pengaruh lingkungan eksternal maupun internal terhadap pelayanan di instalasi gawat darurat, dan upaya perencanaan yang strategis untuk mencapai optimal gawat darurat sesuai standar. Kecuali itu obyek penelitian juga dibatasi di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Boyolali.
Penelitian ini bersifat krosseksional, analisis deskriptif, dan analisis strategi dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui empat fokus group. Tahapan-tahapan yang ditempuh meliputi: (1) tahap masukan (input) dengan menggunakan Internal Factor Evaluation Matrix (IFEM) dan External Factors Evalution Matrix (EFEM); (2) tahap macthing dengan menggunakan Strength Weakness Opportunity Threat (SWOT) analisis sehingga dapat diketemukan issue strategi serta alternatif strateginya; (3) tahap decision dengan menggunakan Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) sehingga ditentukan prioritas pilihan alternatif strategi. Pada tahap yang ketiga ditemukan pilihan strateginya sebagai berikut: (a) strategi peningkatan mutu pelayanan instalasi gawat darurat dengan cara mengadakan pelatihan PPGD untuk petugas dan awam, komputerisasi, kontrak kerja; (b) strategi pertumbuhan dengan cara product development, market penetration, dan backward integration, dan (c) strategi generik dengan cara costleadership.
Dengan menggunakan metode analisis diskriptif dan analisis strategi sebagaimana dikemukakan di atas, maka hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Proses pembuatan perencanaan yang strategis lebih penting dari pada hasil dokumen strateginya, karena proses pembuatannya melibatkan semua pihak yang terkait langsung dengan pelayanan di instalasi gawat darurat. Mereka lebih aktif, kreatif dan inovatif dalam membuat perencanaan sehingga terjalin pengertian dan komitmen di antara mereka. Mereka mendukung sepenuhnya misi, tujuan dan strategi yang ditempuh.
2. Strategi yang dipilih adalah meningkatkan mutu pelayanan instalasi gawat darurat, strategi pertumbuhan dengan melalui product development, market penetration, dan backward integration. Sedangkan strategi generik melalui cost leadership.
Berdasarkan hasil temuan tersebut disarankan agar dalam membuat perencanaan untuk menuju pelayanan optimal sesuai standar melibatkan semua pihak yang terkait dengan menggunakan metode analisis strategi. Perlu peningkatan kategori instalasi gawat darurat menjadi kelas lebuh tinggi dari kelas Rumah Sakitnya dan perlu memantapkan menjadi pusat rujukan kesehatan untuk Kabupaten Boyolali dan sekitarnya
Daftar Pustaka 29 (1980-1996)

Strategic Planning on Emergency Treatment Installation in Boyolali Public HospitalGenerally, an emergency service installation in a hospital becomes a standard of measuring the quality of hospital's service, for the emergency service installation is the front point of a hospital in giving specific services to critical patients continuously 24 hours a day. That is why the service in an emergency room should be optimized as the standard determined by the government. In facts, there are many local hospitals - included Boyolali Public Hospital - have not given optimum service as standardized by the government. A study research done by an accreditation team of Boyolali Public Hospital about the present condition compared with the determined standard is 40 percent. Thus, there is a gap between the present condition and the standard that is hoped.
There are many factors that influence the gap, either internal factors such as management, means and infrastructure, personnel, or external factors such as economy, politics, social culture, technology, and environment. These are the background of the problems and they becomes a challenge to do such a research on them.
Based on those, the research tries to solve the gap and the study limits its analysis on the influence between external and internal conditions concerning the emergency treatment installation and a strategic planning to get an optimum standard. The object of the research is in the emergency unit in Boyolali Public Hospital.
Characteristics of the research are cross-sectional, descriptive analysis, and strategic analysis with qualitative approach. The data collected in four focus groups. The steps are: (1) input, used Internal Factor Evaluation Matrix and External Factors Evaluation Matrix; (2) matching, used SWOT (Strength Weaknesses Opportunity Threat) analysis so that can be found a strategic issue and alternative strategy; (3) decision, used Quantitative Strategic Planning Matrix to determine the priority choices of strategic alternatives. In this step, it is found that the strategic choices are as follows: (a) increasing strategy for improving the service quality in emergency installation through PPGD training for the staff, public, computerization, and working agreement; (b) growing strategy through product development, market penetration, and backward integration; and (c) generic strategy through cost leadership.
The results of this research can be summarized below:
1. Making a strategic planning is more essential than the result of strategic document, for the making process will include all who gives their services in the emergency unit. They are more active, creative, and innovative in making the planning that creates an understanding and commitment among them. Moreover they support fully the mission, aim, and strategy which have been decided.
3. The chosen strategy is to increase the quality of emergency service, growing strategy through product development, market penetration, and backward integration. While generic strategy through cost leadership.
Based on the results, it should be better to gather all sides in making a planning to optimally the services as standardized through strategic analytical method. Increasing the category of emergency installation is needed to achieve a higher level than its hospital and making it stable to be a recommendation of health center for around Boyolali Regency.
Bibliography 29 (1980-1996)
"
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suwandi Yapari
"Tidak tersedianya jumlah dan jenis tenaga yang cukup pada rumah sakit, tidak mungkin menyelenggarakan layanan kesehatan bermutu yang dapat mengantisipasi "demand" masyarakat yang selalu meningkat dari tahun ketahun.
Melihat besarnya alokasi biaya sektor ketenagaan di rumah sakit maka perlu direncanakan dengan teliti jumlah dan jenis tenaga yang dibutuhkan, sehingga dapat memberikan layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan mengumpulkan data melalui observasi langsung di rumah sakit, studi dokumentasi, kuesioner dan wawancara.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa jumlah dan jenis tenaga yang ada di rumah sakit Bhakti Yudha Depok, ternyata masih kurang bila dibandingkan dengan standar kebutuhan tenaga rumah sakit Tipe C (menurut DEPKES (PERMENKES 262/MENKES/VII/1979 dan Standar Kebutuhan Tenaga Minimal RSU Tipe C).
Dari penelitian ini juga didapatkan bahwa perencanaan ketenagaan yang ada di rumah sakit menggunakan metode penghitungan kebutuhan tenaga berdasarkan petimbangan/perkiraan saja, dan hanya bersifat tahunan dikaitkan dengan perencanaan program kegiatan tahunan, yang berdasarkan hasil kegiatan tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan karena belum adanya master plan rumah sakit. Selain itu peranan struktur organisasi rumah sakit dalam proses perencanaan ketenagaan belum optimal karena masih ada formasi yang dirangkap.
Untuk itu diterapkan penghitungan kebutuhan tenaga di RSU Bhakti Yudha Depok untuk meramal kebutuhan tenaga di rumah sakit itu. Untuk menilai penghitungan kebutuhan tenaga yang tepat di RSU Bhakti Yudha Depok, dibentuk Peer Group dari rumah sakit tersebut, penilaian dilakukan dengan melihat kontribusi, biaya dan kelayakan.
Kelompok berpendapat untuk menghitung kebutuhan tenaga RSU Bhakti Yudha Depok yang benar-benar rasionil, masih diperlukan pembahasan yang lebih mendalam, namun demikian sebagai pedoman Indicator of Staff Need dapat digunakan di RSU Bhakti Yudha Depok dan untuk data-data kegiatan rumah sakit perlu dilengkapi."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dara Ayu Rahmania
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2010
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>