Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 119500 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Widyanto Hartono Thenearto
"Posmodernisme adalah sebuah kecenderungan, di mana seni, media, dunia arsitektur, dan budaya pada umumnya menjadi ruang tempat tumbuh serta membiaknya berbagai bentuk hiperealitas. Hiperealitas dikembangkan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari budaya konsumerisme kapitalis. Budaya konsumerisme yang merupakan jantung dari kapitalisme adalah budaya yang di dalamnya berbagai bentuk kepalsuan, ilusi, halusinasi, fantasi, mimpi, dan kesemuan, dikemas menjadi satu dalam wujud komoditi, lalu dimanipulasi dan dirancang sedemikian rupa sehingga pada akhirnya membentuk sesuatu yang sesungguhnya adalah palsu. Kata hiperealitas mungkin masih terasa asing bagi orang-orang awam, padahal hiperealitas itu dapat ditemukan di dalam kehidupan sehari-hari, melalui berbagai media yang ada. Dunia arsitektur termasuk salah satu media yang memvisualisasikan hiperealitas. Dalam membahas fenomena ini, saya mempelajari teori-teori yang berkaitan dengan hiperealitas, seperti teori simulasi, simulakra, citra, dan representasi yang dikembangkan oleh Jean Baudrillard maupun Umberto Eco yang terkenal dengan istilah museum lilin (Wax museum) dan kota hantu (Ghost town). Di dalam dunia arsitektur, simulasi, reproduksi, dan representasi pada kenyataannya menjadi lebih tampak nyata daripada kenyataan yang menjadi dasar referensinya. Peranan teknologi di dalam dunia arsitektur pada saat ini, telah memungkinkan bentuk-bentuk simulasi yang mempertanyakan asal-usul serta perbedaan antara yang asli dengan yang palsu (artifisial). Bahkan alam dan sejarah pun dapat direproduksi melalui teknologi pencitraan mutakhir. Melalui penulisan ilmiah ini, pembahasan akan diutamakan mengenai hubungan antara hiperealitas dengan dunia arsitektur, bagaimana hiperealitas mengembangkan konsepnya di dalam dunia arsitektur, dan apa yang terjadi di dalam hubungan tersebut, beserta pengaruhnya terhadap manusia sebagai pengguna ruang, termasuk gaya hidup.

Postmodernism is a tendency where art, media, architecture and culture become the spaces for hyper-reality to grow and breed in many kind of form. Hyperreality developed as a inseparable part of consumerism culture. Consumerism culture, which is the heart of capitalism, is a culture where the fake, illusion, hallucination, fantasy, dream and the unreal wrapped in one as a commodity, and then designed , manipulated, in the end it creates something fake. As a word hyper-reality sounds not too familiar for common people, although the hyper-reality itself can be founded in the daily life, through various media. Architecture is one of the media that visualize hyper-reality. In talking about this phenomenon, I studied theories refer to the hyper-reality such as, the theory of simulation, simulacra, image and representation, developed whether by Jean Baudrillard or Umberto Eco which well-known in the term ?wax museum? and ?ghost town?. In architecture, simulation, reproduction and representation seems more real than the reality it refers to. The role of technology in architecture nowadays opens a possibility in developing forms of simulation that questioning about the identities and differences between the real one and the artificial. The nature and history could be reproduced through sophisticated imaging technology. In this writings, the research would be focused on the connection between hyper-reality and architecture, how hyper-reality develop it concept in architecture, and what is really happening in that connection, and also about the influence to the people as user, including life style."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S48380
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reyni Rahmadhani
"Keberadaan Museum Taman Prasasti sebagai sebuah ruang publik yang merepresentasikan suatu budaya dengan cara mengkoleksi berbagai objek untuk disajikan kepada publik. Pemilihan prasasti, khususnya batu nisan, sebagai koleksi museum merupakan representasi Pemakaman Kebon Jahe Kober pada abad 18 di Batavia. Sejak ditutup sebagai pemakaman pada tahun 1975, pemerintah mulai mengadakan pengangkatan seluruh jenazah yang ada untuk dimakamkan kembali di Pemakaman Tanah Kusir, Menteng Pulo dan pemakaman lainnya yang ada di Jakarta. Langkah selanjutnya adalah mengadakan pemugaran serta penataan ulang pada batu nisan. Perubahan identitas Museum Taman Prasasti dari makam menjadi museum merupakan pertanyaan besar, bagaimana konstruksi identitas tempat dapat terjadi, apa saja yang membentuk identitas tersebut serta apa yang dapat direpresentasikan berdasarkan faktor - faktor pembentuk identitas tersebut. Dalam penulisan ini, penulis mencoba melakukan perbandingan mengenai identitas Kebon Jahe Kober namun pada zaman yang berbeda, yaitu pada masa kolonial Belanda di Batavia dan masa modern di Jakarta dengan studi literatur serta pengamatan langsung. Setelah membandingkan faktor - faktor pembentuk identitas pada lokasi yang sama berdasarkan waktu yang berbeda, maka penulis mencoba untuk menganalisa representasi yang terdapat dari kedua identitas tempat tersebut.

The presence of Museum Taman Prasasti as a public space represents culture by collecting various objects to be presented to the public. Inscription, especially on tombstone, as museum collections represents Pemakaman Kebon Jahe Kober in the eighteenth century in Batavia. Since the closure as a cemetery in 1975, the Government of Jakarta started to had the bodies removed to some of the cemeteries for instance to Pemakaman Tanah Kusir, Menteng Pulo and other cemeteries in Jakarta. After removing the bodies, the government starts to undertake the restoration and re-settlement on tombstones. The changes of Museum Taman Prasasti's identity from a cemetery to a museum happen to be a big question, how the construction of identity of place could occur, and examples of factors that create the identity of place and what to represents from those factors. In this thesis, I try to make a comparison on the identity of Pemakaman Kebon Jahe Kober but at different times, at colonial times in Batavia and modern times in Jakarta with the study of literature as well as direct observation. And after that, I'll try to analyse the representation from those two identities. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S968
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Maya Maryam
"Bagaimana kondisi kola di masa mendatang? Kota tidak dapat menampung penduduknya lagi karena laban yang terbatas sedangkan jumlah penduduk makin meningkat Seiring dengan perkembangan teknologi milllcul berbagai peaemuan baru dalam bidang teknologi dan juga pemilciran-pemikiran baru. Pengarubnya terbadap perkembangan kola adalah munculnya gagasan perancangan kola yang dapat memeeahkan solusi terbadap masa.lah kola di masa mendatang.
Istilah megasttuktur masih jarang ditemukan dan belum populer di dalarn masyarakat. Ada berbagai interprelasi dan peagertian tentang megasttuktur. Dalam lingkup struktur dan konstruksi, megasttuktur diinterpretasikan sebagai konstruksi fisik yang berukuran besar. Sedangkan dalam bidang arsitektur, megasttuktur diinterpretasikan sebagai bangunan berukuran besar. Kemudian istilah ini berkembang dan meluas. Dalam bidang perko1llan, istilab megosttuktur dikaitkan dengan aspek fungsional dalam knta dalam sebuab bangunan. Megasttuktur dalam konteks ini rnempunyai konsep 'city in building' yaitu melrumah'kan banyak fungsi kota dalam satu wadab. Ada dua tipe megastruktur yang mirip dengan kota yaitu megasttuktur yang menggunalom pendekatan utopis dan sisrematis. Dalam megastruktur yang utopis cenderung mengbasilkan megasttuktur sebagai bentuk prediksi terhadap kola masa depan. Sedangkan rnegasttuktur yang menggunakan pendekatan sistematis, lebih..."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S48645
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Bonzon, Paul-Jacques
Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1970
840 BON k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Khidir Marsanto
"This article will clarify political representation of exhibition at Ullèn Sentalu Museum, Monumen Jogja Kembali, and Affandi Museum. These three museums are considered as proponent of Yogyakarta?s identity as the central of Javanese culture, struggle city, and the barometer of Indonesian fine art. The issue then, is it true that in the exhibitions? at the three museums are appropriate with the identity of Yogyakarta, or in the contrary, the exhibitions have no correlation with this city?s identity discourse. There is a possibility that museum precisely bringing self-interest for specific purposes. Therefore, this paper needs to observe how the exhibitions at these museums were implemented. Through interpretive approach, the exhibition at the museum may be analogous similar with language phenomenon, and hence museum is considered as text that can be read and interpreted. Exhibition at the museum was developed within framework of thoughts (ideology), motives, and specific discourses, which all of these are articulated through a set of symbols (collection), that arranged with special layout procedure (display procedure). Thus, museum becomes ?political? since, in this perspective, museum has power over the formation of discourse through their exhibition."
Depok: Jurnal Antropologi Indonesia, 2012
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Galih Wismoyo Sakti
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
T25232
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Galih Wismoyo Sakti
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
T41196
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Fitriani
"ABSTRAK
Penelitian ini merupakan studi lanjutan yang membahas inklusifitas dan
penerapannya, dalam hal aksesibilitas bagi penyandang disabilitas di BQMI.
Penelitian ini bertujuan memformulasikan aspek-aspek utama yang perlu
diperhatikan dalam meningkatkan aksesibilitas fisik; aksesibilitas intelektual
terhadap konten pameran; dan representasi penyandang disabilitas dalam narasi di
BQMI. Dalam penelitian deskriptif kualitatif ini, data dikumpulkan melalui studi
pustaka, observasi, simulasi dan wawancara. Peneliti menyarankan agar BQMI
memperbaiki dan menambah fasilitas akses; membuat desain pameran yang dapat
diakses; serta merumuskan representasi yang baik bagi penyandang disabilitas.
Dengan demikian, BQMI diharapkan dapat menjadi museum inklusif yang
mencerminkan indahnya ajaran Islam yang menjunjung tinggi keadilan dan
kesetaraan.

ABSTRACT
This study is a follow-up study that discusses inclusiveness and its application, in
terms of accessibility for persons with disabilities in BQMI. This study aims to
formulate the key aspects to consider in improving physical accessibility;
intellectual accessibility to the content of the exhibition; and the representation of
persons with disabilities in the narrative in BQMI. In this qualitative descriptive
study, data were collected through literature review, observation, simulation and
interviews. Researcher suggest that BQMI should fix and add access facilities;
make accessible exhibition design; and formulate a good representation for
persons with disabilities. Thus, BQMI expected to be inclusive museum that
reflects the beauty of the teachings of Islam that upholds justice and equality."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
T42022
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suwardi Endraswara, 1964-
Yogyakarta: Narasi, 2004
813 SUW d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>