Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 63756 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ika Sabrina
"Penelitian ini bertujuan mengungkap bagaimana hubungan gender dengan rancangan arsitektur. Teori yang digunakan adalah teori gender dan feminisme. Penelitian ini juga mengkaji sejarah pergerakan arsitek perempuan sejak tahun 1869 sampai sekarang.
Penelitian ini akan mencari jawaban apakah kesulitankesulitan yang dihadapi arsitek perempuan adalah karena gender atau masalah teknis semata. Dengan perkembangan zaman dan perjuangan kaum feminis akhirnya perempuan tidak lagi dipandang tidak layak untuk bekerja setara dengan laki-laki. Arsitek perempuan pun mulai bermunculan dan mendapat lisensi untuk berpraktek. Keberhasilan yang gemilang diraih oleh Zaha Hadid pada tahun 2004. Ia memenangkan Pulitzer Prize, hal ini tidak saja membuktikan bahwa perempuan mampu menjadi arsitek tapi juga menjadi semangat baru bagi arsitek perempuan di seluruh dunia untuk lebih banyak berkarya. Karena itu, arsitek perempuan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah Zaha Hadid. Lalu Chiquitta Pitono, arsitek perempuan dalam negeri yang telah banyak membangun rancangannya. Pembahasan meliputi latar belakang mereka, baik dari segi pendidikan maupun keadaan sosial masyarakat tempat mereka berasal. Sehingga dapat ditarik kesimpulan latar belakang seperti apa yang dapat mempengaruhi arsitek perempuan dalam merancang. Karya-karya mereka akan dibahas mengacu pada teori gender dan feminisme.
Penelitian menyimpulkan bahwa pengaruh gender terhadap arsitek perempuan adalah dari segi teknis, sedangkan dari segi rancangan, hanya sebagian arsitek perempuan yang menerapkan gender dalam rancangan mereka hal ini dikarenakan ketidakpuasan terhadap rancangan arsitek laki-laki yang dianggap mengesampingkan perempuan. Sekarang kita tengah menuju masyarakat yang tidak lagi membedakan perempuan dengan laki-laki. Karena gender merupakan pandangan masyarakat, Ia berubah sesuai dengan perubahan yang ada dalam masyarakat itu sendiri.

The aim of this thesis is to reveal the relationships between gender and architecture. Theories that support this thesis are gender theory and feminism. This thesis also studies the history of female architects which started since 1869 until now. Gender is social construction. In society there are two genders, feminine and masculine. These two are judged differently. Gender which relates to women is feminine, while to men is masculine. The characteristics of feminine are similar to mother nature which is passive and men are associated with the active ones which exploit the nature. That is why, in the past, women were considered not worthy to work outside their homes. Architecture realm is also considered as men's realm. Female architects will find it is harder to work in.
This research will seek for answers whether the difficulties faced by female architects are the results of their gender or just mere technique problems. As the time turns and lots of feminism struggle, finally, women are no longer thought as not equal to men. Female architects show themselves and get the license to design. The bright star happens to appear among architects, Zaha Hadid. She won the 2004 Pulitzer Prize and she is one powerful architect nowadays. This not just leads to the proof of women's capabilities but also burns the spirit for other female architects. Zaha Hadid will be reviewed in this thesis, along with Chiquitta Pitono, an Indonesian female architect who has built many buildings in our own country. The review will be about their backgrounds, including education and the background of the society in which they ever live. This will bring us to conclusions of what kind of backgrounds that influence female architects. Their designs will be reviewed according to theory of gender and feminism.
This thesis concludes that influences of gender on female architects are more about technique problems. In design point of view, only few of female architects who put gender issues into their works. This is caused by unsatisfied designs by male architects which do not deliberate women?s needs. Now we?re heading to accepting women as the same as men. Because gender is social construction, it changes as the society changes.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S48365
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suci Lestari
"Makalah ini membahas bagaimana film Hollywood tahun 2009 yang berjudul, The Proposal merepresentasikan kekuasaan wanita dalam karir, percintaan dan hubungan keluarganya. Dalam beberapa dekade terakhir, para wanita di negara-negara maju tak jarang memimpin dan memulai perubahan di dalam komunitas lokal mereka sendiri. Sebagai contoh, wanita Amerika kini menjadi lebih tegas dibandingkan sebelumnya. Mereka menegaskan peran baru dan menuntut kebebasan yang sama seperti pria. Saat ini, kebanyakan dari mereka mengambil peran sebagai pemimpin di tempat kerja mereka. Representasi wanita karir dalam posisi kepemimpinan telah menunjukkan adanya dominasi wanita terhadap pria. Ini dapat berujung kepada sebuah fenomena yang dinamakan kekuasaan perempuan. Melalui karakter Margaret Tate, gagasan kekuasaan perempuan dapat berkembang menjadi isu yang lebih luas. Namun demikian, isu seputar kekuasaan perempuan dalam film The Proposal ini lebih berfokus pada pemahaman relasi kuasa perempuan, yang mempengaruhi sikap Margaret. Ada tiga hal utama yang hendak disampaikan dalam makalah ini. Pertama, makalah ini menganalisis bagaimana Margaret menggunakan kekuasaannya sebagai wanita karir di tempat kerja. Kedua, makalah ini membahas tentang kekuasaan perempuan dalam hubungan percintaan Margaret yang dihadirkan dengan sudut pandang yang kompleks. Ketiga, makalah ini memaparkan hubungan antara isu seputar keluarga dan kekuasaan perempuan. Akhir kata, makalah ini menyimpulkan bahwa gagasan relasi kuasa perempuan memainkan peran penting dalam menggambarkan perubahan sikap Margaret.

This paper examines how a 2009 Hollywood movie, The Proposal represents female power in women?s career, love and family relationship. In recent decades, women in developed countries often take the lead and initiate change in their own local communities. Current American women, for instance, become more assertive than before. They assert new roles and demand the same freedom as men. Nowadays, most of them take up leadership roles in their workplaces. The representation of women in leadership positions has showed women?s dominance toward men. This may lead to the phenomenon called female power. The notion of female power in the movie The Proposal illustrates a broader issue of female power through the character of Margaret Tate. However, this female power focuses more on the understanding of female power relation, which affects Margaret?s attitudes. There are three major points that this paper attempts to make. First, it analyzes how Margaret uses her power capably as a career woman in the workplace. Second, it discusses the female power in Margaret?s love relationship in multiplex viewpoints. Third, it views on the relation between the idea of family and female power. At last, the paper concludes that the notion of female power relation can actually play a substantial role in depicting the change of Margaret?s attitudes."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
M. Ichas Bayu P.
"Proses desain adalah serangkaian tindakan pendekatan yang dilakukan oleh perancang untuk mendapatkan hasil desain optimal. Di dalam proses desain arsitek harus menerjemahkan gagasan desainnya menjadi wujud yang komunikatif. Dengan pemahaman ini arsitek memerlukan media desain seperti gambar dan model fisik, Sebagai media penemuan, media eksplorasi, dan media eksperimen. Model fisik memiliki beragam keunggulan yang berbeda dengan media gambar. Namun seiring perkembangan teknologi komputer, Beberapa peranannya mulai diambil-alih perlahan-lahan. Meskipun begitu model fisik masih mempunyai keunggulan yang belum tergantikan oleh media lain. Keunggulan ini membuat model fisik masih relevan untuk digunakan sebagai media berpikir arsitek di masa mendatang.

Design process is series of approach done by designer to get optimal design outcome. In design process, architects need to transform their idea of design into a communicative form. With this understanding, architects need a design media such as drawings and physical models, as inventional, exploration, and experimental tools. Physical Models have many advantages more than drawings. But, with technology development, some of its role is taken slowly by virtual models(CAD). On the other hand, physical models still have many irreplacable advantage compared to other medias. This advantages make the physical model still relevant media to be used as architect's thinking media in the coming era."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S51558
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fatma Dyah Savira
"Fandom sebagai ruang yang didominasi perempuan seringkali dianggap lebih ramah gender. Melalui berbagai aktivitas, seperti menulis fanfiksi, menggambar fan art, dan mengonsumsi juga membagikan karya pengemar lain, serta membangun jejaring sesama penggemar, para penggemar perempuan dapat berkegiatan dengan relatif lebih bebas, tanpa batas-batas yang ditetapkan lelaki. Penelitian ini bertujuan untuk mencaritahu cara-cara penggemar perempuan dapat mengeksplorasi dan mengekspresikan dirinya di fandom, dan bagaimana kegiatan mereka dalam ruang penggemar dapat berkelindan dengan hal tersebut. Melalui pendekatan etnografi, dengan metode observasi partisipan dan wawancara mendalam secara daring, studi ini juga menggunakan studi pustaka untuk memperkaya analisa. Hasilnya menunjukkan bahwa informan dapat mengeksplorasi dan mengekspresikan gender mereka melalui berbagai kegiatan penggemar, termasuk terlibat dalam, atau sekadar memperhatikan, diskursus yang sering muncul dalam fandom. Sekalipun ruang fandom masih heteronormatif, informan dapat menentukan sendiri pendekatan mereka pada fandom, termasuk dalam menghadirkan diri mereka.

Fandom as a female-dominated space is often considered more gender-friendly. Through various activities, such as writing fan fiction, drawing fan art, consuming and sharing the fan works of other fans, as well as building networks with fellow fans, female fans can carry out their activities relatively freely, without scornful limitations imposed by men. This research aims to find out the ways female fans can explore and express themselves in fandom, and how their activities in the fan space can be related to this. Through an ethnographic approach, with participant observation methods and online in-depth interviews, this study also uses literature research to enrich the analysis. The results show that informants can explore and express their gender through various fan activities, including engaging in, or simply paying attention to, discourses that often arise in fandom. Even though the fandom space is still heteronormative, informants can determine their own approach to fandom, including in presenting themselves."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shalimar
"Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap strategi Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) sebagai gerakan kesetaraan gender berbasis agama dalam menghadapi kelompok-kelompok yang tidak mendukung kesetaraan gender. Studi sebelumnya menunjukkan bahwa gerakan kesetaraan gender secara umum berada di posisi yang berseberangan dengan agama dikarenakan aktor di dalam institusi agama yang menganut dan mempraktikan nilai patriarki. Strategi yang digunakan KUPI dalam menghadapi kelompok-kelompok yang tidak mendukung kesetaraan gender meliputi pendekatan komunikasi, pendidikan, advokasi kebijakan, dan kemitraan dengan kelompok-kelompok lain yang memiliki visi yang sama dengan KUPI. Penelitian ini menggunakan konsep gerakan sosial menurut Anthony Giddens dan pendekatan mobilisasi sumber daya dalam gerakan sosial oleh J. Craig Jenkins untuk menganalisis strategi yang digunakan KUPI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa KUPI menggunakan strategi-strategi yang dialogis dan diplomatis dalam menghadapi kelompok-kelompok yang tidak mendukung kesetaraan gender. KUPI tidak menggunakan pendekatan yang konfrontatif, melainkan berupaya memberikan pengetahuan, pemahaman, serta berargumentasi secara logis dengan mengacu pada fakta dan data yang relevan. KUPI juga berhasil membangun jaringan yang kuat dengan berbagai organisasi untuk memperkuat gerakan kesetaraan gender yang dilakukan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui studi kasus terhadap KUPI. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam dengan tokoh kunci KUPI, sedangkan data sekunder dikumpulkan dari berbagai sumber.

This research aims to explore the strategies of the Congress of Indonesian Women Ulama (KUPI) in facing groups that don’t support gender equality. Previous studies indicate that the gender equality movement is generally at odds with religion due to actors within religious institutions who adhere to and practice patriarchal values. The strategies employed by KUPI in facing groups that don’t support gender equality include communication approaches, education, policy advocacy, and partnerships with other groups that share the same vision as KUPI. This research utilizesُAnthonyُGiddens’ُconceptُofُsocialُmovementُandُJ.ُCraigُJenkins’ُresource mobilization theory in social movement to analyze the strategies used by KUPI. This research reveals that KUPI employs dialogic and diplomatic strategies in facing groups that don't support gender equality. KUPI avoids confrontational approaches and instead aims to provide knowledge, understanding, and logical arguments based on facts and data. KUPI has also successfully built strong networks with various organizations to strengthen the gender equality movement. This study utilizes a qualitative approach through a case study of KUPI. Primary data is obtained through in-depth interviews with key figures in KUPI, while secondary data is collected from various sources."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deani Agnes Monikha
"Kekerasan berbasis gender telah diakui sebagai penyalahgunaan hak asasi manusia, dengan perempuan dan anak perempuan sering menjadi korban. Menggabungkan teori agensi Kabeer dan konsep resistensi Crann dan Barata, penelitian ini mengkaji tentang agencyperempuan dan strategi mereka melawan kekerasan dalam konteks film Believe Me: The Abduction of Lisa McVey (2018) and Citation (2020). Melalui analisis tekstual dari narasi, adegan, karakter, dan dialog dalam percakapan dengan konsep agency perempuan dan perlawanan, penelitian ini berusaha untuk menantang pemahaman konvensional tentang perempuan yang mengalami kekerasan berbasis gender yang seringkali dipandang sebagai korban pasif. Penulis berpendapat bahwa agensi perempuan dalam kedua film tersebut sangat penting dalam mengembangkan strategi untuk memerangi penindasan. agency mereka mencakup pasif seperti polos dan mematuhi pelaku dan respon aktif, seperti memutuskan pendekatan terbaik untuk keadaan tertentu sebagai strategi mereka. Selain itu, analisis menemukan bahwa agency bisa mengubah perempuan dari korban menjadi penyintas dengan mengaktifkan dan melatihnya untuk memerangi kekerasan terhadap perempuan. Penelitian ini berkontribusi pada studi tentang kesetaraan gender dalam film.

Gender-based violence has been recognized as an abuse of fundamental human rights, with women and girls frequently being the victims. Incorporating Kabeer's theory of agency and Crann and Barata's resistance concept, this research examines female agency and their strategies for fighting violence in the context of the movies, namely Believe Me: The Abduction of Lisa McVey (2018) and Citation (2020). Through a textual analysis of the narratives, scenes, characters, and dialogue in conversation with the concept of female agency and resistance, this study seeks to challenge the conventional understanding of women and girls who encounter gender-based violence that are often viewed as passive victims. The author argues that the female agency in both films is crucial in developing the strategy to combat oppression. Their agency encompasses both passive as innocent and obeying perpetrators and active response, such as deciding on the best approach for particular circumstances as their strategies. In addition, the analysis found that female agency can transform women from victims to survivors by activating and exercising it to combat violence against women. This research contributes to the study of gender equality in movies."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lenny Hana Hanifah
"Representasi wanita dalam industri perfilman menunjukkan bahwa penggambaran karakter perempuan masih erat kaitannya dengan peran yang kurang signifikan sebagai karakter minor. Sebagai konsekuensi dari karakterisasi gender antara perempuan dan laki-laki, karakter perempuan seringkali digambarkan melalui karakterisasi yang cenderung lemah dan tidak berdaya, yang dalam hal ini berpengaruh terhadap degradasi citra perempuan di industri perfilman. Namun, sebuah serial televisi fiksi ilmiah berjudul Orphan Black, berhasil mewakili perempuan melalui kualitas feminin dan maskulin melalui karakter-karakter perempuan yang tampak mendefinisikan kembali ideologi gender. Akan tetapi, ideologi gender dalam serial televisi tersebut menunjukkan beberapa isu gender yang kontradiktif. Oleh karena itu, melalui konsep gender dan maskulinitas, makalah ini akan menganalisis karakter-karakter dalam serial televisi Orphan Black untuk menelaah aspek pemberdayaan perempuan dengan menggunakan teori gender dan maskulinitas dalam menganalisis karakter-karakter klon wanita, serta narasi film guna menyingkap ideologi gender yang cenderung direpresentasikan ambivalen dalam film Orphan Black.

Women representation in film industry shows that numerous images of women are still associated with less important role as minor characters. As a consequence of gender characterization of women and men, women charachters mostly suffer from weak and powerless characterization, and it contributes to the degradedation of women 39 s image in film industry. A science fiction TV series called Orphan Black, nonetheless, manages to represent women through their feminine as well as masculine qualities that seem to redefine the gender ideology. However, the tv series also shows some contradicly gender issues. Through the concepts of gender and masculinity, this paper will analyze the characters to see the empowerment aspects by using gender and masculinity theory to analyze the female clone characters and the narrative of Orphan Black to expose its ambivalent gender ideology."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ria Angelia Stefany
"Drama Korea merupakan salah satu media hiburan yang kerap kali mengangkat isu-isu sosial yang terjadi di masyarakat Korea Selatan sebagai bagian dari narasi cerita. Kekerasan Berbasis Gender (KBG) menjadi permasalahan yang serius di Korea Selatan sehingga kerap diangkat dalam drama Korea. Salah satu drama yang mengangkat isu tersebut adalah Mask Girl dengan karakter bernama Mo-mi yang mengalami kekerasan berbasis gender. Tindak kekerasan berbasis gender yang dialami oleh Mo-mi menimbulkan perubahan perilaku pada dirinya menjadi agresif dan amoral. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan perlawanan perempuan terhadap kekerasan berbasis gender melalui perubahan respons Mo-mi. Metode penelitian yang digunakan yakni kualitatif deskriptif dengan pendekatan gothic feminism oleh Diane Hoeveler. Sumber data penelitian berupa potongan adegan dan dialog pada beberapa episode yang relevan dengan kajian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk-bentuk kekerasan berbasis gender yang dialami oleh Mo mi adalah negative lookism, kekerasan psikologis, stereotip, dan kekerasan seksual. Respons yang dilakukan oleh Mo-mi terhadap kekerasan berbasis gender yang ia alami adalah internalisasi dan perlawanan agresif.
Korean dramas are one type of entertainment that often bring social issues that occur in South Korean society as part of its story narrative. Gender Based Violence (GBV) is a serious problem in South Korea so it is often brought up in Korean dramas. One of the dramas that brought up this issue is Mask Girl with a character named Mo-mi that has experienced gender-based violence. From all of those gender-based violence Mo-mi had experienced, her behavior turned aggressive and immoral. This study aims to explain women’s resistance to gender-based violence through changes in Mo-mi’s response. The research method used is descriptive qualitative along with a gothic feminism approach by Diane Hoeveler. The data source of this research is in the form of cuts of scenes and dialogue in several episodes that are relevant to this study. The research results show that the forms of gender-based violence Mo-mi’s had experienced are negative lookism, psychological violence, stereotypes, and sexual violence. Mo-mi's response to the violence she experienced was internalization and aggressive resistance."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Indy Zahirah Aprilia
"Seiring dengan perkembangan globalisasi, kebaragaman di tempat kerja merupakan hal yang tidak dapat dielakkan lagi. Salah satunya adalah meningkatnya keberagaman gender di tempat kerja seiring peningkatan partipasi perempuan sebagai tenaga kerja. Namun, beberapa penilitan memukan bahwa peningkatan partisipasi perempuan masih diselimuti dengan konflik-konflik kesetaraan gender di tempat kerja. Selain itu, beberapa penelitian juga menemukan bahwa pekerja perempuan dinilai lebih rentan mengalami masalah stres kerja yang disebabkan oleh konflik struktural maupun masalah personal. Dalam mengatasi masalah pekerja, perusahaan dapat memanfaatkan layanan kesejahteraan pekerja seperti employee assistance program (EAP) yang menawarkan proses pemberian bantuan kepada karyawan melalui konseling. Mempertimbangkan dunia kerja yang semakin beragam secara gender, EAP sebagai praktik pekerjaan sosial harus mempertimbangkan segala aspek kehidupan klien dan menerapkan analisis gender dalam pemberian layanan untuk memahami faktor-faktor yang melatarbelakangi masalah karyawan yang disebabkan oleh faktor gender. Meskipun partisipasi perempuan semakin meningkat, masih belum banyak penelitian yang membahas keberagaman gender melalui kacamata EAP dan bagaimana EAP menerapkan analisis gender untuk menjawab kebutuhan pekerja perempuan. Melalui pendekatan kualitatif, penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan secara deskriptif pemahaman praktisi EAP terkait keberagaman gender di tempat kerja dan strategi yang mereka gunakan untuk menerapkan pemahaman tersebut dalam menangani masalah pekerja perempuan. Untuk memenuhi tujuan penelitian, informan dipilih menggunakan teknik purposive sampling dan snowball sampling dan terkumpul lima orang informan meliputi empat praktisi EAP di suatu lembaga penyedia layanan kesejahteraan pekerja dan satu kepala lembaga. Data dikumpulkan melalui proses wawancara mendalam selama empat bulan, mulai dari Maret hingga Juni 2024. Hasil penelitian menunjukkan bahwa informan telah memiliki pemahaman mendalam mengenai keberagaman gender dan signifikansinya terhadap kehidupan karyawan. Pemahaman ini tercermin dalam strategi yang mereka gunakan untuk mengintegrasikan pendekatan sensitif gender dalam menangani klien pekerja perempuan. Implikasi dari penelitian ini adalah bahwa ketika praktisi EAP memiliki pemahaman yang mendalam terkait keberagaman gender, maka mereka dapat memberikan intervensi yang peka terhadap gender klien sehingga lebih relevan dengan masalah klien.

With the advancement of globalization, diversity in the workplace is unavoidable. One aspect of this is the increasing gender diversity in the workplace, alongside the rising participation of women in the workforce. However, some studies find that increased women's participation in the workforce is still accompanied by gender equality conflicts. Additionally, several studies also find that female workers are more vulnerable to experiencing work stress due to structural conflicts or personal issues. To address employee problems, companies can utilize employee welfare services such as the employee assistance program (EAP), which offers counseling assistance to employees. Considering the increasingly gender diversity in the workplace, EAP as a social work practice must consider all aspects of clients' lives and apply gender analysis in service provision to understand the underlying factors that cas cause employee problems, such as gender factors. Despite the increasing participation of women, there is still a lack of research discussing gender diversity through the lens of EAP and how EAP applies gender analysis to meet the needs of female workers. Through a qualitative approach, this study aims to descriptively illustrate EAP practitioners' understanding of gender diversity in the workplace and the strategies they use to apply this understanding in addressing the issues faced by female workers. To fulfill the research objectives, informants were selected using purposive sampling and snowball sampling techniques, resulting in five informants comprising four EAP practitioners from an employee welfare service provider and one head of the institution. Data were collected through in-depth interviews over four months, from March to June 2024. The study's findings indicate that informants have a deep understanding of gender diversity and its significance in employees' lives. This understanding is reflected upon their strategies to integrate gender- sensitive approaches in handling female employee clients. The implication of this study is that when EAP practitioners have a profound understanding of gender diversity, they can provide gender-sensitive interventions that are more relevant to clients' issues."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Analisis tentang startegi gender di tiga partai politik terbesar yang mendominasi legislatif periode 2009-2014 yaitu partai Demokrat, Partai Golkar, dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menunjukan beberapa temuan yang dapat direfleksikan untuk perjalanan menghadapi pemilu. pertam, ketiga partai menyumbang jumlah kursi perempuan paling banyak di parlemen nasional. kedua, sebagai partai-partai dominan melalui fraksi-fraksinya di legislatif, ketiganya tidak memperlihatkan adanya ketentuan menyangkut bagaimana kebijakan dan strategi partai politik dalam upaya mewujudkan keadilan gender , dan tidak ditemukan strategi pengarusutamaan gender dalam partai politik . ketiga, strategi yang hadir dalam institusi partai hanya berwujud Departemen Perempuan sebagai women focal point. diluar itu, strategi peningkatan representasi perempuan yang berdasarkan atas keadilan, kesetaraan, dan ekuitas gender pun absen."
305 JP 19 (2) 2014
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>