Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 194518 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Marvianti Hestikartika
"Selama ini, hubungan kepuasan kerja dan unjuk kerja dijelaskan dengan kepuasan kerja menimbulkan unjuk kerja yaitu belief pertama. Namun, bila ditelaah kembali dalam beberapa literatur seperti yang disebut oleh Robbins(2003) hubungan tersebut dapat dijelaskan dengan unjuk kerja yang baik membuat seseorang merasa puas yaitu belief kedua. Penjelasan Robbins tidaklah sepopuler belief pertama. Penelitian ini bermaksud untuk menjajaki kemungkinan adanya kebenaran dalam penjelasan Robbins. Sampel penelitian ini adalah kelompok pekerja usia 25-30 tahun. Pengumpulan data dilakukan terhadap 45 responden yang sesuai dengan karakteristik yang ditentukan peneliti. Karakteristik tersebut adalah berusia 25-30 tahun, berpendidikan minimal D3, dan telah bekerja di perusahaan tersebut minimal satu tahun. Alat ukur yang digunakan oleh peneliti adalah kuesioner kepuasan kerja, kuesioner untuk identifikasi belief dan kuesioner unjuk kerja. Penelitian ini menyimpulkan bahwa dalam penelitian ini hubungan kepuasan kerja dan unjuk kerja hanya dapat dijelaskan dengan belief pertama, tidak ada perbedaan korelasi signifikan dalam hubungan kepuasan kerja dan unjuk kerja antara responden dengan belief pertama dan belief kedua, serta pengukuran kepuasan kerja dengan faset diragukan memiliki hubungan dengan unjuk kerja.

Up till now, the relations between job satisfaction and performance were explained with job satisfaction caused performance; in this research it is called the first belief. But, if we take a look once again in a few literature such as by Robbins (2003) the relations can be explained with a good performance caused someone to feel satisfied, in this research it is called the second belief. Robbins`s explanations are not as popular as the traditional belief. The purpose of this research is to explore the possibilities that the second belief could be true of exist. The samples in this research are the 25-30 years old workers. The data were taken from 45 respondents that are suitable according to the characteristics that the researcher has determined before. The characteristics are ages 25-30 years old, minimum a diploma holder, and have worked in the company for minimum 1 year. The instruments used in this research are the job satisfaction questionnaire, the belief identification questionnaire and the performance appraisal questionnaire. This research concluded that in this research the relations between job satisfaction and performance can only be explained by the first belief, there is no significant difference in the relations between job satisfaction and performance between the first belief and the second belief, and the last conclusion of this research is that the job satisfaction measurement by facets is doubtful have a relation with performance."
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laila Suciati
"Masa anak-anak menjadi masa kritis untuk membangun masa tulang. Tulang yang kuat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. Kurangnya asupan kalsium pada anak-anak akan meningkatkan risiko terjadinya fraktura tulang pada anak sehingga anak tidak dapat mencapai pertumbuhan tulang secara optimal. Kebutuhan kalsium meningkat pada masa pertumbuhan saat kanak-kanak, penyerapan kalsium dan makanan bisa mencapai 75%. Pertumbuhan fisik yang baik, tidak lepas dari asupan kalsium yang diterima tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu tentang kalsium dan frekuensi konsumsi kalsium anak dengan status gizi pada anak TK Al-Husna Bekasi. Variabel yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah berat badan dan tinggi badan anak, karakteristik anak, karaktristik ibu, pengetahuan ibu, sumber informasi ibu tentang kalsium, dan frekuensi konsumsi kalsium anak. Pengambilan data penelitian dilakukan dengan pegambilan data langsung di lapangan (data primer).
Penelitian ini bersifat cross sectional, diperoleh dengan metode survey dan hasilnya diuraikan secara deskriptif. Sampel yang diperoleh berjumlah orang 80 orang. Terdapat 60 anak (75%) yang mempunyai status gizi baik berdasarkan indikator BB/U, terdapat 76 anak (95%) yang mempunyai status gizi normal berdasarkan indikator TB/U, terdapat 61 anak (76.3%) yang mempunyai status gizi normal berdasarkan indikator BB/TB. Hubungan berat badan lahir dengan status gizi berdasarkan indikator BB/U bermakna. Hubungan berat badan lahir dengan status gizi berdasarkan indikator BB/TB bermakna. Hubungan panjang badan lahir dengan status gizi berdasarkan indikator TB/U bermakna. Sebaiknya sekolah perlu melakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan anak pada setiap akhir tahun ajaran. Pendidikan gizi anak sejak dini harus diterapkan pada anak-anak prasekolah, yang dapat dilakukan melalui proses edukasi dan komunikasi selama kegiatan belajar mengajar atau bermain.Sebaiknya sekolah perlu bekerjasama dengan tenaga UKS mengadakan penyuluhan gizi kepada orang tua murid."
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Natalia Ekawari
"Latar Belakang: Kecemasan sering terjadi pada anak terutama masa pranestesia dan merupakan suatu kondisi dan komplikasi yang sering terabaikan oleh dokter spesialis anestesiologi dalam pelayanan anestesia. Pada studi ini dibandingkan keefektifan ketamin 4 mg/kgbb dosis intranasal dengan ketamin 5 dosis mg/kgbb per oral dalam efek sedasi dan mengurangi kecemasan.
Metode: 104 anak secara acak tersamar ganda dibagi dalam 2 kelompok sama banyak. Kelompok pertama mendapat ketamin intranasal (N=51) dan kelompok kedua mendapat ketamin per oral (N=50).
Hasil: Anak yang tersedasi baik pada kelompok ketamin intranasal sebesar 45,1% sedangkan pada kelompok ketamin per oral hanya 24% (p<0,05; 2,13E-0,2;0,52). Sebagai anti kecemasan, 68,6% anak pada kelompok ketamin intranasal mudah dipisahkan dari orangtua (efektif) dan hanya 48% anak yang mudah dipisahkan dari orangtua pada kelompok ketamin per oral (p<0,05; 1,03E-0,2;0,48). Hipersalivasi terjadi pada 3,9% anak pada kedua kelompok sedangkan muntah sebesar 4,9% juga pada kedua kelompok.
Kesimpulan: sebagai premedikasi pada pasien anak, ketamin dosis 4 mg/kgbb intranasal memberikan efek sedasi dan anti kecemasan yang lebih baik bila dibandingkan dengan ketamin dosis 5 mg/kgbb peroral.
Kata kunci: premedikasi, ketamin, intranasal, per oral, sedasi, anti kecemasan.

Background: Anxiety often accompanied children, especially during pre anesthesia and this condition and complication often overlooked by the anesthesiologist in practices. The purpose of our study was to investigate, whether premeditation with ketamine 4 mg/kgbb intranasal or ketamine 5 mg/kgbb orally is more effective to gives sedation and ant anxiety.
Method: Hundred and four pediatric patient, in randomized, divided into two equal groups. First group received ketamine intranasal (N=51) and the second group received ketamine orally (N=50).
Result: 45.1% children had good sedation in intranasal group, while in oral group is only 24% (p<0,05; 2,13E-0,2;0,52). As for anti anxiety, 68.6% children in intranasal group is easy to be separated from the parents (effective) and only 48% children in oral (p<0,05; 1,03E-0,2;0,48). Hyper salivation occurs in 3.9% children in both groups, while 4.9% children vomit in both groups.
Conclusion: 4 mg/kgbb intranasal ketamine gives better sedation effect and better anti anxiety effect compare to 5 mg/kgbb oral ketamine as premedication to pediatric patient.
Key words: premedication, ketamine, intranasal, orally, sedation, ant anxiety.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Made Wahyuni
"Latar belakang : Rasa kecemasan dan ketakutan dalam menghadapi tindakan medis atau operasi pada anak lebih besar dibandingkan pada orang dewasa. Sebaiknya saat anak masuk masuk kamar bedah sudah diberikan obat premedikasi. Premedikasi melalui tetes hidung mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan melalui jalur lainnya. Obat premedikasi yang umum diberikan melalui fetes hidung adalah midazolam dan ketamin.
Metode : Penelitian ini dilakukan pada 30 subyek penelitian yang akan menjalani tindakan medis elektif, ASA I atau II dengan uji klinis tersamar ganda. Subyek penelitian dibagi dua kelompok ; Kelompok Midazoiam yaitu premedikasi tetes hidung midazolam dosis 0,2 mglkgbb dan kelompok Ketamin yaitu premedikasi tetes hidung ketamin dosis 4 mglkgbb. Dilihat dan dicatat skor tingkat sedasi dan kecemasan awal sebelum diberikan premedikasi, dan 20 menit setelah diberikan premedikasi. Efek samping pasta premedikasi juga dilihat dan dicatat.
Hasil : Tingkat sedasi yang efektif didapatkan pada 86,7% anak pada kelompok midazolam, sedangkan hanya 46,7% yang mencapai tingkat sedasi efektif pada kelompok ketamin, dengan p>0,005. Berkurangnya tingkat kecemasan yang efektif dicapai oleh 93,3% anak dari kelompok yang mendapat midazolam, dibandingkan dengan kelompok ketamin yang hanya menunjukkan berkurangnya tingkat kecemasan yang efektif pada 46,7% anak, dengan p<0,05. Efek samping yang terjadi adalah hipersalivasi yang terjadi pada 3 anak yang mendapat ketamin, dan muntah pada 1 anak dari kelompok ketamin.
Kesimpulan : Premedikasi tetes hidung midazolam menunjukkan tingkat sedasi dan mengurangi kecemasan yang lebih baik dibandingkan dengan ketamin."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18171
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Sayriyani
"Pada era globalisasi, berbagai informasi dapat masuk dengan cepat dan mudah, baik yang bersifat positif maupun negatif. Setiap individu harus memiliki kemampuan untuk menyaring semua informasi yang diterimanya sehingga tidak terbawa kepada hal-hal yang negative melainkan menuju kepada kemajuan. Untuk itu diperlukan kemampuan untuk berpikir secara kritis, yaitu kemampuan untuk mempertimbangkan semua alasan serta bukti yang tepat untuk menghasilkan keputusan dan tindakan yang tepat pula.
Seorang yang kritis, tidak akan mudah terbawa arus informasi yang diperolehnya. Ia akan memikirkan segala kemungkinan serta untung rugi dari perubahan tersebut bagi dirinya. Berpikir kritis merupakan keterampilan yang dapat dikembangkan pada semua orang. Banyak psikolog pendidikan berpendapat bahwa keterampilan ini dapat dan harus dikembangkan di sekolah. Bahkan, akan lebih baik jika kemampuan ini dikembangkan sedini mungkin. Untuk itu Depdiknas di dalam kurikulum 2004 menetapkan kemampuan berpikir kritis sebagai salah satu tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan prasekolah.
Penulisan ini dimaksudkan untuk melihat peran pendekatan pembelajaran anak usia 4 - 6 tahun yang diterapkan dalam kurikulum 2004 terhadap perkembangan kemampuan berpikir kritis anak. Metode penulisan yang digunakan adalah studi literatur, dimana penulis akan menganalisis pendekatan pembelajaran kurikulum 2004 dan mengaitkannya dengan aspek-aspek dari berpikir kritis serta karakteristik kemampuan kognitif anak usia 4 - 6 tahun. Berdasarkan hasil analisa diketahui bahwa pendekatan pembelajaran yang disarankan Depdiknas sangat berperan dalam keberhasilan sekolah untuk mendidik anak-anak menjadi manusia kritis. Namun demikian, dari analisa tersebut didapatkan informasi bahwa tidak cukup hanya dengan pelaksanaan pendekatan pembelajaran saja tetapi dibutuhkan juga guru yang kompeten, yaitu guru- guru yang memiliki kemampuan untuk berpikir kritis. Oleh karena itu, akan sangat baik jika dibuat suatu modul pelatihan berpikir kritis bagi guru-guru yang mengajar anak-anak TK."
Lengkap +
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38496
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Magdalena Lesmana
"Tujuan penelitian ini untuk mengetahui prevalensi dan
distribusi ATTS pada malokIusi regio anterior. Hasilnya
dapat digunakan sebagai informasi dasar dari penelitian
lanjutan mengenai hubungan ?ATTS? dengan Maloklusi secara rinci yang diperlukan untuk penanganan yang
efektif. Penelitian dilakukan pada 522 anak 90K III Jakarta berusia 7-13 tahun, yang belum pernah dilakukan perawatan orto. Diagnosa ada/tidaknya ?TTS? dilakukan dengan alat LINGOMETER FINK. Malrelasi/malposisi gigi-gigi-gigi anterior pada subjek dengan TTS (Lingometer respons positif) dilihat secara visual. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi TTS yang tinggi (73,2) dengan frekwensi tertinggi pada usia 12?13 tahun (85,5Y.) Pola malokiusi yang dijumpai pada subjek dengan TTS adalah protrusi gigi tetap anterior atas(38,7%) ,rotasi aigi anterior atas(2S,9,flaring(9,4 Y.), protrusi anterior bawah (6,0%), kombinasi protrusi dan rotasi (2,97.), protritsi gigi anterior atas dan bawah(2%), openbite dan rotasi(1,3), open bite (1,3%) dan kombinasi openbite dan protrusi(0,7%).
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1990
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Akbar Syahputra
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat gambaran pemahaman terhadap konsep dasar dari Ann Boehm pada anak-anak dengan usia 4 tahun 0 bulan – 5 tahun 11 bulan. Partisipan penelitian ini terdiri dari 100 anak dengan tingkat pendidikan TK A dan TK B dengan rentang usia 4 tahun 0 bulan - 5 tahun 11 bulan di TKIT Darul Ma’arif dan TKIT Al Manar. Penelitian menggunakan alat ukur BOEHM-3 Preschool yang dikembangkan oleh Ann Boehm dan dilakukan adatasi kedalam bahasa Indonesia oleh peneliti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak pada usia 4 tahun 0 bulan - 5 tahun 11 bulan tersebut berada pada tingkat 2, yaitu anak-anak pada usia ini sudah memiliki pemahaman terhadap konsep dasar yang baik, tetapi masih terdapat beberapa konsep kunci yang masih perlu dikembangkan. Selain itu, ditemukan juga bahwa semakin tinggi usia anak maka semakin baik pemahaman terhadap konsep dasarnya tersebut.

The research was conducted to see the description of understanding of Ann Boehm basic concepts on children age 4 years and 0 months old – 5 years and 11 months old. The participants in this research were 100 children with a level of education at TK A and TK B with age from 4 years and 0 months old - 5 years and 11 months old in Darul Ma’arif Islamic Kindergarten and Al Manar Islamic Kindergarten. The research used BOEHM-3 Preschool which is developed by Ann Boehm herself as the instrument, and adapted to Indonesian language. The result show that children at age 4 years and 0 months old - 5 years and 11 months old are at level 2, which means that the children on this age knows many of the basic concepts, but lacks understanding of some key concepts. It is also found that the older the age of the children, the better the understanding of the basic concept."
Lengkap +
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S45046
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gita Amelia
"Menarche merupakan peristiwa yang normal terjadi pada anak perempuan, yang merupakan tanda bahwa anak tersebut sudah memasuki masa pubertas. Namun dalam beberapa penelitian disebutkan bahwa respon emosional yang dialami sebagian besar anak perempuan saat menarche adalah negatif salah satunya yaitu kecemasan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya kecemasan pada anak perempuan usia 9-16 tahun saat mengalami menarche.
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya kecemasan anak perempuan saat mengalami menarche. Tujuan khusus adalah (1) mengidentifikasi tingkat pengetahuan anak perempuan tentang menarche. (2) mengkaji perbedaan tingkat kecemasan yang dialami saat menarche. (3) mengidentifikasi usia rata-rata anak perempuan mengalami menarche. (4) mengidetifikasi respon emosional lain selain kecemasan. (5) mengidentifikasi faktor utama yang menimbulkan kecemasan saat menarche."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2004
TA5385
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Cleft Lip and Cleft Palate Management of a Four Yearl Old Child.
Cleft lip and cleft palate caused problems in esthetic, swallowing, and spelling. This present case was a case of a four year old girl referred to Department of Pediatric Dentistry Universitas Indonesia after having a labioplasty. She was received an obturator and a denture. The obturator was aimed to close the cleft in the palate while the denture was aimed to correct the alveolar and lip contour. It was revealed that a team was required to manage this case especially during the period of dental and facial growth and the parent played an important role in maintaining
oral hygiene and diet control."
Lengkap +
[Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Journal of Dentistry Indonesia], 2008
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>