Frieda Christijanty K. D.
"Di Indonesia, perjanjian sewa beli ini belum diatur dalam suatu peraturan berbentuk undang-undang karena merupakan perjanjian yang timbul dalam praktek kebiasaan sehari-hari. Hal tersebut dimungkinkan oleh KUHPer dengan berdasarkan pasal 1338 ayat (1) KUHPer jo pasal 1320 KUHPer, dan dapat disimpulkan bahwa orang dapat membuat suatu perjanjian yang belum diatur dalam KUHPer asal tidak bertentangan dengan undang-undang , kesusilaan serta ketertiban umum, dan perjanjian tersebut baru dianggap sah dalam arti sudah mengikat bila telah tercapai kesepakatan bersama mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian tersebut. Pemerintah juga telah mengeluarkan suatu peraturan, yaitu Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi No. 34/KP/II/80 tentang perizinan Kegiatan Usaha Sewa Beli (Hire Purchase), Jual Beli dengan Angsuran, dan sewa (Renting). Dengan sistem sewa beli mobil ini, masyarakat menengah ke bawah juga dapat membeli mobil dengan membayar harga mobil tersebut dalam beberapa kali angsuran, dimana selama angsuran yang terakhir belum dilunasi, maka hak milik atas mobil masih berada pada penjual sewa (dalam hal ini adalah PT X), yang ditandai dengan di tahannya BPKB dan Fakfur Pembelian atas mobil (sebagai bukti kepemilikan atas mobil) oleh penjual sewa (PT X). Apabila pembeli sewa melunasi angsuran yang terakhir, maka hak milik atas mobil akan beralih kepada pembeli sewa dengan diserahkannya BPKB dan Faktur Pembelian atas mobil tersebut oleh PT. X. Masalah-masalah yang terjadi dalam praktek sewa beli di PT. X dapat di timbulkan oleh pembeli sewa maupun penjual sewa itu sendiri (PT. X), tapi penulis hanya membahas masalah yang ditimbulkan oleh pembeli sewa yang disertai dengan contoh kasus yang pernah terjadi di PT X. Masalah-masalah tersebut sedapat mungkin akan diselesaikan secara musyawarah oleh kedua belah pihak (PT. X dan pembeli sewa)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
S20966
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library