Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 167494 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siahaan, Abraham BM
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1993
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iskandar Agung
"Dalam pasal 33 UUD'45 ayat 1 ditegaskan, bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Cita-cita konstitusional itu kemudian oleh sementara pihak diterjemahkan ke dalam bentuk koperasi sebagai bangun usaha yang sesuai dan perlu ditumbuhkembangkan menjadi soko-guru perekonomian nasional jangka panjang.
Seiring dengan itu, pemerintah Orde Baru memberikan pula komitmen "tinggi" terhadap upaya menumbuhkembangkan bangun usaha koperasi, yang diperlihatkan melalui:
- pembentukan Departemen Koperasi dibawahi seorang Menteri;
- pembentukan Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin);
- dikeluarkannya UU No. 12 Th. 1967 Tentang Perkoperasian, yang kemudian diperbaharui dengan UU. No. 25 Th. 1992;
- dikeluarkannya Instruksi Presiden No. 2 Th 1978 Tentang BUUDIKUD;
- dan lain-lainnya.
Perjalanan koperasi dalam era Orde Baru telah berlangsung lebih dua dasa warsa, namun masih memperlihatkan hasil yang belum memuaskan. Peran koperasi dalam memberikan sumbangan kepada pendapatan nasional masih kecil, serta tertinggal dari bangun usaha lain (perusahaan negara dan perasahaan swasta).
Lalu, masih perlukah mewujudkan cita-cita menjadikan koperasi sebagai sokoguru perekonomian nasional jangka panjang? Komitmen pemerintah untuk tetap mempertahankan departemen tersendiri yang diajukan khusus menangani masalah perkoperasian memasuki era PJPT II menunjukkan, bahwva masih terdapat komitmen karat untuk menumbuhkembangkan bangun usaha ini di bumi Indonesia. Namun seyogyanya komitmen tersebut perlu didukung oleh kondisi obyektif, bahwa koperasi benar-benar dapat diandalkan guna mencapai tujuan tersebut. Untuk itu koperasi harus berhasil, dalam arti mewujudkan berbagai kontribusi kepada berbagai pihak, yakni anggota, masyarakat, konsumen, bangun usaha lain, dan pemerintah.
Implisit, untuk menrenuhi cita-cita konstitusional, koperasi bukan hanya dituntut tumbuh berkembang di nusantara, tetapi memperlihatkan indikasi perkembangan usaha dan mewujudkan kontribusi sebagaimana halnya suatu bangun usaha yang tergolong berhasil. Pemenuhan persyaratan itu sekaligus akan berkonsekuensi terhadap pembentukan Ketahanan Wilayah/Daerah di mana bangun usaha koperasi itu berada, terutama dalam lingkup Kecamatan. Lebih lanjut, tumbuh suburnya koperasi di negara kita dan mewujudkan kontribusinya tendensi akan memperlihatkan pula kemampuannya dalam membentuk kondisi Ketahanan Nasicncrl yang tangguh.
Berdasarkan pernyataan terakhir di atas penelitian ini dilaksanakan, yakni ingin mengetahui penyelenggaraan koperasi di Indonesia. Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah. "sejauhmana konirihusi yang diwujudkan oleh koperasi, implikasi terhadap pembentukan Ketahanan Wilayah/Daerah, serta kemampuannya dalam mendukung kondisi Ketahanan Nasional? "
Penelitian dilaksanakan terhadap dua koperasi yang menyelenggarakan kegiatan usaha dengan benluk komoditi berbeda, yakni Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) - Pengalengan di Kabupaten Bandung - Jawa Barat, dan Primer Koperasi Tahu Tempe Indonesia (Primkopti) - Pedan di Kabupaten Klaten - Jawa - Tengah . Kedua 'Koperasi dinilai berhasil oleh pihak yang berkompeten, dan menyandang predikat Koperasi Teladan Utama.
Data Penelitian dikumpulkan melalui teknik kuesioner , wawancara , dan studi dokumentasi . Teknik kuesioner terutama dil jukan untuk memperoleh data dari anggota Koperasi melalui sarnpel responden , yakni sebanyak 90 orang untuk responden KPBS-Pengalengan dan 45 orang responden Primkopti-Pedan yang diperoleh secara creak (random sampling). Teknik wawancara dilakukan untuk mengumpulkan data dan informasi dari Pengurus dan Pelaksana Koperasi, Tokoh Masyarakat, dan lain-lainnya. Studi dokumentasi, khususnya digunakan untuk memperoleh data-data tentang penyelenggaraan kegiatan usaha kedua koperasi obyek penelitian.
KPBS - Pengalengan didirikan tahun 1969, sedang Primkopti - Pedan tahun 1982. Inisiatif pendirian kdua Koperasi tampak memiliki alasan yang sama, yakni didasarkan alas kondisi kehidupan Peternak sapi perah di sekitar Kecamatan Pengalengan maupun Pengrajin Tahu-Tempe di sekitar Kecamatan Pedan yang memprihatinkan. Bedanya, jika pembentukan KPBS - Pengalengan diprakarsai oleh pemerintah daerah setempat, sedangkan Primkopti-Pedan olch seorang warga anak dari salah satu keluarga pengrajin.
Penyelenggaraan kegiatan usaha kedua koperasi , sampai tahun 1994 lalu memperlihatkan perkembangan yang menyolok, baik dari segi anggota, hasil produksi, Modal Usaha , Simpanan Anggota , dan sebagainya. Dari segi anggota , pada mula berdirinya KPBS-Pangalengan hanya berjumlah 616 orang, tetapi tahun 1994 telah mencapai 7.996 orang. Di Primkopti - Pedan yang semula hanya memiliki anggota 63 orang , tahun 1994 telah berjumlah 282 orang. Dari segi produksi, hasil produksivusu ternak sapi anggota KPBS-Pengalengan hanya kurang dari 1,5 juta kilogram. Hasil produksi Primkopti-Pedan pada tahun 1982 hanya mencatat sekitar 1000 ton, dan tahun 1994 telah mencapai sekitar 11.600 ton. Tetapi tahun 1994 telah mencapai 55 juta kg.
Dari segi modal usaha, jumlcrh modal usaha semula KPBS-Pangalengan hanya sekitar Rp. 5 juta, dan tahun 1994 telah melebihi Rp. 18 milyar. Primkopti-Pedan pada rival berdirinya hanya memiliki modal sekitar Rp. 10 juta, dan tahun 1993 telah mencatat hampir mendekati Rp. 1,5 milyar. Sejalan dengan itu, jumlah simpanan anggota yang tercatat di KPBS-Pangalengan pada tahun 1969 hanya sebesar Rp. 706 ribu, tetapi tahun 1994 meningkat drastis menjadi Rp. 5 milyar. Di Primkopti-Pedan, simpanan anggota pada tahun 1982 sekitar Rp. 1,8 juta, dan tahun 1993 meningkat menjadi Rp. 77, 7 juta.
Data di atas nrenunjukkan perkembangan kegiatan usaha dari kedua koperasi obyek pembahasan. Bagaimana dengan kontribusi yang diwujudkan?
Dalam memusatkan perhatian kepada anggota dari ketua koperasi tersebut, penelitian ini menghasilkan, bahlva keseluruhan responder, (anggota koperasi) menjawab "koperasi tempat mereka bergabung bermanfaat dalam kehidupan mereka". Kedua koperasi telah memberi kepastian, bahwa beternak sapi perah maupun kerajinan tahu) tempe, dapat diandalkan sebagai pekerjaan tetap dan tumpuan kehidupan keluarga. Pekerjaan itu membahva perolehan pendapatan tetap setiap bulannya, sehingga memungkinkan mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, baik yang bersifat ekonomis maupun non-ekonomis. Kontribusi kedua koperasi juga diwujudkan melalui unit usaha logistik (KPBS-Pangalengan) maupun Toko Serba Ada (Primkopti-Pedan) sebagai wvadah pemenuhan kebutuhan konsumsi anggota dengan cara pembayaran angsuran. Dari segi kesehatan, kontribusi kepada anggota itu tercermin pula melalui kerja sama KPBS-Pangalengan dengan Tenaga Medis setempat melalui kegiatan Asuransi Kesehatan (Dana Kesehatan Ternak), maupun penyediaan fasilitas Klinik Kesehatan oleh Primkopti-Pedan kepada anggotanya.
Penelitian juga menghasilkan, kedua koperasi dapat mewujudkan kontribusi kepada masyarakat di sekitarnya, antara lain berupa penciptaan dan penyerapan tenaga kerja, baik langsung maupun tak langsung. Kedua koperasi telah menyerap sejumlah orang sebagai karyawan di dalam organisasi usahanya, serta membuka peluangpeketjaan akibat keberadaannya. Kontribusi lain adalah turut andilnya kedua koperasi dalam kegiatan-kegiatan yang bersifat sosial, seperti bantuan dana renovasi tempo, ibadah, sarana pendidikan, dan sebagainya.
Kontribusi lain, yakni kepada konsumen, kedua koperasi obyek pembahasan memperlihatkan wujud yang berbeda. Khususnya di KPBS-Pangalengan, kontribusi kepada konsumen yang bersifat non-kelembagaan meliputi tiga jenis kegiatan usaha, yaitu di bidang persusuan, Bank Perkreditan Rakyat (PT. BPR; dan Kepariwisataan. Di bidang persusuan, kontribusi itu diwujudkan dengan penyediaan susu murni setiap harinya kepada konsumen rumah tangga di kota Bandung dan Jakarta melahri perwakilan koperasi. Di bidang perbankan, KPBS-Pangalengan memberikan bantuan pinjaman kepada warga masyarakat sekitar yang membutukan dana tertentu, seperti bantuan modal pengembangan usaha, biaya pendidikan, dan lain-lainnya. Di bidang Kepariwisataan, kontribusi itu terwujud melalui pemidkan Hotel di wilayah Kecamatan Pangalengan yang dapat digunakan oleh pendatang yang membutuhkan tempat bermalam.
Pada Primkopti-Pedan, kontribusi kepada konsumen diwz judkan melalui pemenuhan stock tempe dan produk aneka kripik. Produk tempe terbatas kepada pemasaran konsumen lokal, sedangkan aneka kripik lebih tersebar di 16 daerah (termasuk Kabupate Klaten) di pulau Jawa dan Bali.
Kontribusi kpbs-pangalengan kepada bangan usaha lain terwujud dalam dua bentuk, yakni koperasi mitra kerja dan perusahaan industri pengolahan susu (IPS). Koperasi ini tidak hanya menampung produksi susu dart anggotanya saja, tetapi juga produksi nun' dart anggota koperasi lain di sekitar wilayah propinsi Jawa Barat sebagai mitra kerja. Sampai tahun 1994 KPBS-Pangalengan telah menjalin hubungan dengan 17 koperasi peternak sapi perah mina kerja. Sebanyak 80 persen produk susu yang diolah dan dipasarkan oleh KPBS-Pangalengan merupakan hash produksi susu dart peternak sapi perah anggotanya, sedangkan 20 persen berasal dart anggota koperasi mitra kerja. Implisit, KPBS-Pangalengan memberi kontribusi jaminan pekerjaan dan penalehan pendapatan kepada anggota koperasi mitra kerjanya.
Kontribusi KPBS-Pangalengan ke perusahaan IPS terwujud dalam bentuk susu yang telah melalui milk treatment. Tercatat tiga perusahaan IPS yang selama ini men jadi penampung (baca: pembeli) praduksi KPBS-Pangalengan, yaitu PT. Indomilk, PT. Ultra Jaya, dan PT Frisian Flag Indonesia. Sejauh ini telah terjalin hubungan yang saling menguntungkan antar pihak koperasi dengan perusahaan IPS terrebut.
Akhirnya, kontribusi kedua koperasi obyek penrbahasan kepada pemerintah memiliki ujud yang berbeda pula. Pada KPBS-Pangalengan, kontribusi itu dapat dihedakan ke dalam tiga bentuk hirarkhi pemerintahan, yakni Kabupaten, Kecamatan, dan Desa. Dalam lingkup Kabupaten, terwujud melalui penarikan dana retribusi oleh Pemda setempat sebesar Rp. 2,- per liter susu yang terjual. Menurut informasi, himpunan dana retribusi ini menjadi salah satu sumber dana pembangunan, terutama ditujukan untuk membantu pelaksanaan pembangunan di Kecamatan lain yang tergolong "kurang maju ".
Dalam lingkup Kecamatan, kontribusi itu antara lain terwujud dari peranan KPBS-Pangalengan dalam mengisi pendapatan daerah Kecamatan Pangalengan khususnya. Berdasarkan perhitungan, sekitar 17,2 persen pendapatan Kecamatan Pangalengan pada tahun 1994 merupakan sumbangan KPBS-Pangalengan terhadap pendapatan anggatanya, dan sekitar 20,0 persen dari jumlah penduduk di wilayah ini bertumpu hidup dari pekerjaan peternakan sapi perah.
Dalam lingkup Desa, kontribusi yang diwujudkan oleh KPBS-Pangalengan adalah penyisihan dana dari warga masyarakat anggota koperasi sebesar Rp. 1,- per liter susu yang terjrral. Himpunan dana ini, menurut keterangan sejumlah aparatur desa setempat, dimanfaatkan untuk merenovasi Kantor Desa, pembangunan pos-pos kamling /pos ronda, dan lain-lainnya.
Pada Primkopti-Pedn, terutama dalam lingkup Kecamatan Peda, kontribusi koperasi ini terhadap pendapatan daerah mencalat sebesar 6.34 persen. Kontribusi lain adalah pembangunan tempat pengalahan limbah industri untuk menjaga keserasian dan kebersihan lingkungan, serta menjadi lumpuan hidup sekitar 1,23 persen dari jumlah penduduk di wilayah Kecamatan ini.
Uraian di atas memperlihatkan, bahwa kedua koperasi obyek pembahasan telah menunjukkan keberhasilannya sebagai bangun usaha, balk dari segi perkembangan usaha maupun kontribusi yang diwujudkan. Sejumlah faktor penunjang dapat di antisipasi dalam penelitian ini, antara lain:
- Tingkah laku ekonomi beternak sapi perch (KPBS-Pangalengan) maupun kerajinan tahu-tempe (Prinmkopti-Pedan) telah dikenal dan digeluti sejak lama oleh warga masyarakat di sekirarnya;
- Dukungan kondisi Iingkungan fisik sekitar, terutama dalam upaya melakukan pengembangan kegiatan usaha beternak sapi perah maupun kerajinan tahutempe;
- Keseriusan dan ketekunan Pengurus dan Pelaksczna dalam mengelola kegiatan usaha. Salah satu ha/ yang perlu dicatat, - pengelolaan kegiatan usaha sepenuhnya ditangani oleh Pelaksana (bukan Pengurus) melalui sistem perikatan;
- Dukungan sarana prasarana dan fasilitas yang memadai sesuai dengan tuntutan yang ada, seperti komputerisasi, pemakaian mesin-mesin pengolahan canggih, dan sebagainya;
- Kegiatan pemasaran yang berhasil memperpendek jarak, tanpa adanya ikut campur pihak "luar" yang terlalu jauh;
- Keterlibatan pemerintah dalam posisi yang " wajar ", dalam arti terbatas kepada proses penrbinaan saja, seperti organisasi usaha, manajemen, pembukuan keuangan, dan sebagainya, tanpa terlalu jauh ikut campur ke clalam pengelolcan kegiatan usaha, Di sisi lain, dalam kegiatan usaha yang digeluti kedua koperasi obyek pembahasan, pemerintah telah berhasil menciptakan iklim kondusif, salah satunya dengan dikeluarkannya Inpres No. 2 Th. 1985 Tentang Pembinaan dan Pengembangan Persusuan Nasional, yang antara lain menghimbau kepada perusahaan IFS untuk mengutamakan pemakaian hasil produksi susu dalam negeri terlenih dahulu, dan barn melakukan impor terhadap kekurangan yang ada.
Perkembangan usaha dan perwujudan kontribusi kedua koperasi di atas berimplikasi terhadap pembentukan kondisi wilayah/daerah Kecamatan setempat khususnya. Dengan kcrta lain, kedrra koperasi telah menunjukkan peranannya dalam membentuk kondisi Ketahanan Wilayah/Daerah dalam lingkup Kecamatan (dan juga Kabupaten), terutama dalam aspek-aspek ideolagi, politik, ekonomi, sosial-budaya, dan pertahanan-keamanan, atau dikenal dengan sebutan Panca Gatra. Peranan tersebut antara lain:
Dari segi ideologis: Kedua koperasi obyek pembahasan telah rnemupuk nilai kebersamaan para anggotanya yang tercermin melalui sistem kerja berkelompok, penganrbilan keputrrsan secara bersama, dan sebagaina. Hal ini sejalan dan memperkuat nilai kebersamaan yang umumnya dianut oleh masyarakat Indonesia, ideologis Pancasila, serta cita-cita yang terkandung dalam pasal 33 UUD " 45.
Dari segi politik: Kedua koperasi telah mengenalkan dan menanamkan cascara berorganisasi modern, yaitu peranan dan fringsi bangun uscrha dalam mencapai peningkatan hidup anggota (dan keluarganya). Melalui pengelolaan usaha yang terorganisir secara baik, usaha yang dijalankan anggota dapat menjadi sumber penghasilan tetap yang lebih baik serta wahana peningkatan taraf hidup mereka. Di samping itu, melalui koperasi diintrodusir dan dikomunikasikan pula nilai-nilai demokratis sesuai dengan ciri yang disandang oleh bangun usaha koperasi;
Dari segi ekonomis: Kedua koperasi telah menjalankan peranan dalam meningkatkan pendapatan anggota, sehingga mereka memiliki kemampuan yang memadai untuk menrenuhi kebutuhan ekonomis sehari-hari. Bukan itu saja, kedua koperasi telah menciptakan dan menyerap tenaga kerja, baik langsung maupun tak langsung;
Dari segi sosial-budaya: Dampak dari perolehan pendapatan tetap yang meningkat, memungkinkan anggotanya untuk memenuhi kebutuhan lain, seperti biaya pendidikan anak, biaya kesehatan, dan sebagainya;
Dari segi pertahanan-keamanan: Karena kualitas penduduk yang meningkat serta pemahaman dan kesadaran akan nilai kebersamaan yang semakin kuat, mengakibatkan kesadaran terhadap keamanan lingkungan yang meningkat pula. Hal ini membawa kepada kondisi pertahanan-keamanan di wilayah sekitar yang semakin membaik atau tangguh. Salah satu wujud nyata adalah andil penyisihan sebagian hasil pendapatan anggota untuk kepentingan membangun pos-pos kamling I pos ronda, serta partisipasi aktif warga masyarakat terhadap gerakan sistem keamanan lingkungan (siskamling).
Berdasarkan hasil studi kepada kedua koperasi obyek pembahasan, tampak bahwva pada dasarnya koperasi dapat menunjang pembentukan kondisi Ketahanan Nasional yang tangguh. Namun persyaratan mana yang harus dipenuhi adalah, kemampuan itu baru akan terwujud apabila koperasi tumbuh subur di bumi nusantara serta mencapai keberhasilannya sebagaimana yang diperlihatkan oleh kedua koperasi obyek pembahasan. Permasalahannya adalah, bagaimana memenuhi persyaratan tersebut?
Dari pengalaman kedua koperasi di was, dapat dltarik beberapa pelajaran yang perlu diperhatikan dalam upaya menumbuhkembangkan bangun usaha koperasi agar dapat mencapai hasil seperti yang diharapkan, yaitu:
- Kegiatan usaha yang dija/ankan bukan merupakan hal yang relatif "baru" dikenal, melalnkan telah ada sejak lama, terintegratif dalam drrr serta menjadi orientasi tingkah laku ekonomi warga masyarakat sehari-hari;
- Didukung oleh kondisi lingkungan sekitar, terutarna dalam upaya pengembangan usaha;
- Keseriusan dan ketekunan dari Pengurus don Pelaksana. Dalam hal ini harus dibedakan antara kedua pihak tersebut, pelaksanaan pengelolaan kegiatan usaha harus dijalankan sepenuhnya oleh Pelaksana (bukan Pengurus) yang diperoleh koperasi melalui sistem perikatan;
Sedapat mungkin memperpendek jarak pemasaran amara koperasi dengan konsumen, tanpa melibatkan pihak ketiga yang terlalu 'jauh " dalam kegiatan pengelolaan pemasaran tersebut;
Keterlibatan pemerintah perlu berada pada batas dan posisi yang "wajar ", dalam arti hanya dalam konteks pembinaan tanpa terlalu dadam mencampuri pengelolaan kegiatan usaha. Termasuk dalam pembinaan ini adalah upaya pemerintah untuk tetap mewujudkan iklim kondusif, misalnya dengan memberikan perlindungan kepada kegiatan usaha koperasi untrrk mencegah adanya tindakan intervensi oleh pihak swasta. Namun yang perlu diperhatikan, perlindungan itu haruslah disertai dengan upaya untrrk membuat koperasi menjadi mandiri dan kompetitif nantinya, dan bukan menjadi manja serta ketergantungan terhadap peran pemerintah tersebut."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Dewi Yuliany
"Perjanjian modal penyertaan merupakan salah satu sumber keuangan bagi koperasi dalam menjalankan dan mengembangkan kegiatan usahanya. Sifat dari modal penyertaan sama halnya seperti equity, dimana pemodal juga ikut menanggung resiko dalam setiap keuntungan dan kerugian dari modal yang ditanamkan. Pada praktiknya penulis menemukan adanya perjanjian modal penyertaan dimana resiko bisnis dialihkan sepenuhnya kepada koperasi. Hal ini terdapat pada Perjanjian Modal Penyertaan Koperasi Cipaganti. Dalam perjanjian modal penyertaan tersebut Koperasi Cipaganti menanggung seluruh resiko kerugian yang timbul dari pengelolaan modal dan pemodal memperoleh pembagian keuntungan dalam jumlah tetap setiap bulannya.
Pada tahun 2014 Koperasi Cipaganti dinyatakan PKPU oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Permohonan PKPU tersebut diajukan oleh pemodalnya karena Koperasi Cipaganti gagal untuk membayar pembagian keuntungan yang disepakati dalam perjanjian modal penyertaan antara Koperasi Cipaganti dengan Pemohon PKPU.
Dalam tulisan ini penulis akan meneliti keabsahan dari perjanjian modal penyertaan antara Koperasi Cipaganti dengan para Pemohon PKPU dan akibat hukum terhadap PKPU Koperasi Cipaganti dalam hal perjanjian Modal Penyertaan tersebut tidak sah dan tidak mengikat secara hukum. Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif empiris yaitu bermula dari penelitian atas ketentuan hukum positif tertulis yang diberlakukan pada peristiwa hukum in concreto dalam masyarakat. Penelitian akan dilakukan dalam 2 (dua) tahapan yaitu pertama kajian mengenai hukum normatif yang berlaku dan kedua penerapan pada peristiwa in concreto.
Berdasarkan hasil penelitian penulis Perjanjian Modal Penyertaan pada Koperasi Cipaganti bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat perjanjian modal penyertaan sebagaimana diatur dalam PP No. 33 Tahun 1998 Tentang Modal Penyertaan Koperasi. Oleh karenanya Perjanjian Modal Penyertaan pada Koperasi Cipaganti batal demi hukum karena tidak memenuhi syarat adanya kausa yang halal sebagamana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Demikian pula halnya dengan PKPU dan penetapan homologasi pada Koperasi Cipaganti menjadi tidak berkekuatan hukum karena didasarkan pada utang yang timbul dari Perjanjian Modal Penyertaan yang batal demi hukum.

Capital subscription agreement is one of the financial resources for cooperations in running and developing their business activities. The characteristic of capital subscription is similar to equity, where the investor bears the risk on every profit and loss from the capital invested. In practice, author finds there is a capital subscription agreement where the business risk is fully handed over to the cooperation. This matter is found in Perjanjian Modal Penyertaan Koperasi Cipaganti. In this capital subscription agreement, Cipaganti Cooperation bears all the risk of loss from the capital management and the investor gains profit on fixed amount every month.
In 2014, Cipaganti Cooperation declared under the status of Suspension of Payment (PKPU) by the Commercial Court at District Court of Jakarta Pusat. The petition of PKPU was submitted by its investors due to Cipaganti Cooperation's failure to pay the profit sharing that has been agreed on the capital subscription agreement between Cipaganti Cooperation and PKPU's applicant.
In this thesis, author will review the validity of capital subscription agreement between Cipaganti Cooperation and the PKPU's applicants and the legal consequences toward the PKPU of Cipaganti cooperation in terms of capital subscription agreement mentioned is invalid and is not lawfully binding. The research method that will be used in this thesis is empirical normative legal research begins from research on provision of written applicable law which imposed on the legal event in concreto in the community. The research will be conducted in two stages: the study of applicable normative law and the application on events in concerto.
Based on the result of author's research, the capital subscription agreement of Cipaganti Cooperation contradicts the provisions and requirements of capital subscription agreement as written in Law No. 17 of 2012 on Cooperation and Governing Regulation No. 33 of 1998 concerning the Capital Subscription in Cooperation. Therefore, the capital subscription agreement of Cipaganti cooperation is null and void for not meeting the requirement of the legal cause as written in Clause 1320 of Indonesian Civil Code. Similarly with the PKPU and the ratification of settlement agreement of Cipaganti Cooperation become unbinding under Indonesian law since it is based on the debt arrised from the capital subscription agreement that is null and void.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44022
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Kajian bertujuan untuk mereview pelaksanaan kerjasama antara pemerintah dengan Uni Eropa (UE) & IFAD selama ini, serta menyusun rekomendasi krbijakan tentang upaya optimalisasi pemanfaatan kerjasama ke depan . Optimalisasi dlm kajian dilihat dlm tataran yg luas, tdk hanya diarahkan pd peningkatan kuantitas , namun juga kualitas kerjasama. . Kuantitas maupun kualitas kerjasama dimonitor menggunakan 3 (tiga) pendekatan, yaitu kerangka kerjasama siklus proyek , & deklarasi Parsi. Kerjasama dianggap lebih mengarah pd optimalisasi jika mampu memaksimalkan kekuatan & peluang sekaligus meminimalkan kelemahan & ancaman yg ada pd tiap aspek/pendekatan secara bersama-sama. Data kajian diperoleh melalui desk study, penyebaran kuesioner, interview serta hasil seminar & diskusi . Kuesioner di tujukan kpd lembaga donor (diwakili oleh EC Delegation Jakarta & Country Programme Manager IFAD untuk Indonesia) & executing/ implementing agency. Pemilihan responden executing / implementing agency didasarkan pd keterlibatannya secara instansi & personal dlm pelaksanaan proyek - proyek on going UE & IFAD di Indonesia . Data yg terkumpul dialisis menggunakan teknik analisis SWOT untuk mendapatkan faktor keberhasilan & strategi prioritas bagi optimalisasi kerjasama Pemerintah dengan UE & IFAD. Dr hasil analisis, kajian mendapatkan temuan bahwa kerjasama Pemerintah dengan UE & IFAD masih berpotensi utk dioptimalkan ke arah yg diharapkan. Dlm kerjasama Pemerintah dengan UE & IFAD terdapat beberapa kekuatan & peluang & peluang yg dpt diarahkan utk mendukung optimalisasi . Namun di sisi lain terdapat juga beberapa kelemahan & kendala /ancaman yg berpotensi menghambat optimalisasi. Kajian memberikan rekomendasi berupa strategi & rencana tindak utk optimalisasi kerjasama Pemerintah dengan UE & IFAD di masa mendatang. Dlm kerjasama dengan UE, strategi perlu diprioritaskan pd strategi W-O yg mencakup sinkronisasi prosedur, penerapan kriteria kesiapan proyek & perencanaan joint monitoring & evaluation. Dlm kerjasama dengan IFAD, positioning strategi yg dipilih juga W-O yg mencakup perbaikan struktur legal strategi bantuan IFAD dr pendekatan jangka menengah hingga level proyek mengupayakan peningkatan perwakilan representatif IFAD di Indonesia & meningkatkan koordinasi pengelolaan proyek-proyek IFAD."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Tjipto Rahardjo
"Pulau Nusakambangan yang berada dalam penguasaan Departemen Kehakiman dan HAM RI, dahulu dikenal dengan nama Pulau Penjara karena dibatasi oleh tembok lautan, ternyata memiliki sumber daya alam yang strategis dan potensial berupa batuan kapur, potensi dimaksud telah mendorong Departemen Kehakiman dan HAM RI untuk melakukan upaya pemanfaatan sumber daya alam dimaksud, dalam rangka upaya memenuhi kebutuhan akan sarana dan prasarana penunjang tugas operasional organisasi tanpa membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, melalui kerjasama dengan melibatkan partisipasi pihak swasta, dalam hal ini PT. Semen.Cibinong Tbk.
Tujuan penelitian disini untuk menelaah tentang desain/bentuk kerjasama yang diterapkan yang mengacu kepada Keputusan Menteri Keuangan Nomor 470/KMK.01/1994 dan mengkaji kontrak bisnis yang digunakan sebagai dasar dalam pelaksanaan kerjasama pemanfaatan aset negara yang berada dibawah penguasaan Departemen Kehakiman dan HAM RI.
Konsep dasar dari kerjasama pemerintah dengan swasta ini diambil dari teori yang -ditulis- E.S Sagas yaitu "Privatization and Public Private Partnership" dan "Privatization, The Key to Better Government" yang pada intinya menyatakan bahwa swastanisasi -merupakan suatu upaya untuk mencip-takan tingkat efisiensi dalam pengelolaan sumber daya yang dikuasai pemerintah, melalui swastanisasi dengan melibatkan seluruh stake holders terkait, selain itu juga digunakan buku buku tentang perancangan suatu kontrak dari Hasanuddin Rahman serta kompilasi hukum perikatan dari Mariam Darus Badrulzaman dkk yang membicarakan tinjauan mengenai kontrak/perjanjian dilihat dari aspek hukumnya.
Metode penelitian diarahkan kepada studi kasus hasil penelitian dari data sekunder berupa Keputusan Menteri Keuangan tersebut diatas dan kontrak kerjasama antara Departemen Kehakiman dan HAM RI dengan PT. Semen Cibinong Tbk, beserta lampiran-lampirannya serta hasil wawancara dengan narasumber yang kemudian diolah, dikelompokkan dan disajikan untuk kepentingan analisis dengan menggunakan bentuk analisis deskriptif.
Keterbatasan terhadap peraturan perundang-undangan, pengetahuan dan pemahaman tentang bentuk-bentuk kerjasama serta kemampuan/keterampilan sumberdaya manusia yang dimiliki Departemen Kehakiman dan HAM RI, merupakan salah satu penyebab kurang optimalnya pemanfaatan aset milik/kekayaan Negara, untuk kepentingan optimalisasi pemanfaatan aset milik/kekayaan Negara diperlukan suatu perangkat perundang-undangan yang mengatur secara jelas akan hal itu, disamping itu diperlukan pula upaya untuk peningkatan sumber daya yang ada sejalan dengan upaya mewujudkan Good Governance, agar tujuan daripada swastanisasi ini secara nyata dapat diwujudkan dalam bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebagai salah satu sumber pendanaan bagi Negara.

Evaluation Report of Partner-ship-Limestones Mining at Nusakambangan Between Department of Justice and Human Rights with Cement Cibinong Tbk, PTNusakambangan island- in which under authority- of Department of Justice and-Human Rights of Republic- of Indonesia; formerly was named Prison Island due-to its geographic -which surrounded by -seas, as a matter' a -fact has a -strategic and -potential -natural resource such -as limestones, this potential has motivated -Department of Justice and Human- Rights of Republic of Indonesia to make an- effort- to benefits of this natural resource, in- order to fulfill the needs-. as-instruments. and infrastructures- operational- task' organization without birder the State Income and Expenses Budget (APBN), in partnership -with private party,-in-this-case-Cement-Cibinong Tbk.-PT.
The objectives- of this-research-is- to analyze- design/form of partnership in which having -reference to Ministry of Finance Decree No. 4701KMK.0111994 and to evaluate business contract-used-as a basic of partnership -implementation to -benefit -public assets -in which under authority of Department of Justice and Human Rights of Republic - of Indonesia.
Basic concept of Government and Private Partnership is taken from theory written -by E. S. Savas in "Privatization and Public Private Partnership" and "Privatization, The Key .to Better Government " which basically saying that privatization is The effort to create efficiency in management resources- authorized-by government, thru- privatization- which-involve all connected stake holders, besides also used books about act of planning a contract by Hasanuddin Rahman with law compilation binding by Mariam Darus -Badrd zaman and friends which talk about observation of contract I agreement from the view-of legal aspect.
Method -of-research is -directed to -Case Study. -Research -report .from secondary data?s of Ministry of Finance-Decree-and Partnership Contract between Department of Justice-and 'Human- Rights- of Republic of Indonesia with Semen Cibinong Tbk, PT, with appendix and interview result with informant I resource person in which then processed, grouping and presented for the interest of analyzing with the utilize of descriptive analyzes form.
Limitation to legislation regulation, knowledge and understanding about form of partnership and skill 1 talented human resources in Department of Justice and Human Rights of Republic of Indonesia is one of the cause not being optimally to benefits of - public assets. For the purpose of optimization of public assets will need legislation instruments which regulate clearly about this-matter, 'besides that will need improvement of its- human' resources in' order- to- create Good- Governance, therefore. the objective of privatization can be created in the form of Non Tax Public Income as one of funding -sources for Nation.
Bibliography ;-42 books+ 2 articels-+ 2-thesis (1998, 2003),-etc."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13341
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Wahyuni Prabawanti
"Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji Pengaruh Partisipasi Anggota dan Kualitas Pengelola terhadap Keberhasilan Usaha Koperasi Unit Desa (KUD). Keberhasilan usaha KUD ditinjau dari besamya penerimaan / Volume Usaha KUD, besarnya keuntungan / Sisa Hasil Usaha (SHU) KUD dan tingkat Rentabilitas KUD. Disamping itu juga mengkaji kondisi kesehatan keuangan KUD ditinjau dari tingkat Likuiditas, Solvabilitas dan Rentabilitas KUD. Subyek Penelitian ini adalah KUD yang berada di wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Bekasi. Untuk mengkaji pengaruh partisipasi anggota dan kualitas pengelola terhadap keberhasilan usaha KUD dilakukan pengamatan terhadap populasi KUD. Pembahasan diawali dengan menampilkan deskripsi hasil-hasil penelitian yang dianalisis dengan analisis statistik secara deskriptif. Selanjutnya untuk mengkaji pengaruh anggota KUD dan kualitas Pengelola KUD terhadap keberhasilan usaha KUD dianalisis dengan analisis statistik inferensial. Ditinjau dari tingkat Likuiditas, Solvabilitas dan Rentabilitas, kondisi kesehatan KUD masing-masing dalam kondisi sangat sehat, sehat dan tidak sehat.
Dari hasil analisis regresi berganda terhadap Fungsi penerimaan/ volume usaha KUD menunjukkan bahwa hanya terdapat satu variabel partisipasi anggota yang berpengaruh secara nyata terhadap peningkatan volume usaha KUD, yaitu variabel kehadiran anggota dalam pelaksanaan Rapat Anggota Tahunan (RAT). Selanjutnya hasil analisis regresi berganda terhadap fungsi keunlungan /SHU KUD menunnjukkan bahwa hanya terdapat satu variabel partisipasi anggota, yaitu kehadiran anggota dalam pelaksanaan Rapat Anggota Tahunan (RAT) yang berpengaruh nyata terhadap Sisa Hasil Usaha (SHU) KUD. Kemudian untuk variabel kualitas pengel.ola KUD terdapat dua variabel yang berpengaruh secara nyata terhadap SHU KUD, yaitu variabel pendidikan pengurus dan gaji manager. Hasil analisis regresi berganda terhadap fungsi Rentabilitas KUD menunjukkan bahwa tidak ada variabel partisipasi anggota maupun kualitas pengelola KUD yang berpengaruh secara nyata terhadap tingkat Rentabilitas KUD."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puspla Dirdjaja
"Dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, telah terjadi perubahan mendasar mengenai pengetahuan hubungan Pusat dan Daerah, khususnya di bidang Administrasi Pemerintahan rnaupun dalam hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang dikenal sebagai Otonomi Daerah.
Dalam era Otonomi Daerah yang sekarang ini, Daerah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Tujuannya antara lain adalah untuk lebih mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, memudahkan masyarakat untuk memantau dan mengontrol penggunaan dana yang bersumber dari. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selain untuk menciptakan persaingan yang sehat antara daerah dan mendorong timbulnya inovasi.
Penyusunan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 yang kemudian keduanya dikenal sebagai Undang-undang otonomi Daerah, adalah dalam rangka mewujudkan pemerintahan daerah yang efisien, efektif, akuntabel.
Hal ini dapat diperhatikan dalam penjelasan Undangundang tersebut yang menyatakan bahwa penyelenggaraan otonomi daerah bertujuan untuk peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokratis, keadilan dan pemerataan serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar Daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam penyelenggaraan otonomi daerah perlu ada dukungan berupa kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab di daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengkturan pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, Berta perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Sumber pembiayaan pemerintahan daerah dalam rangka perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah dilaksanakan atas dasar desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
Konsekuensi dari penyerahan kewenangan yang demikian besar sudah barang tentu adalah tanggung jawab yang semakin besar pula terutama dalam hal penyelenggaraan seluruh kewenangan sehingga pemberdayaan, kreativitas dan inovasi menjadi kata kunci bagi setiap daerah otonom.
Kecuali dari dana perimbangan ataupun dana yang dikeluarkan Pemerintah Pusat, Daerah harus mampu mencari sumber-sumber pembiayaan melalui Sumber-sumber Pendapatan Daerah termasuk Pendapatan Asli Daerah. Disinilah sebenarnya terletak peluang bagi Pemerintah Daerah untuk mengoptimalkan pendapatan melalui salah satu Sumber Pendapatan Asia. Daerah (PAD) yaitu aset daerah. Penyerahan kewenagan yang berimplikasi pada membengkaknya aset daerah di satu sisi dapat menguntungkan Pemerintah Daerah, namun di sisi lain dapat menjadi beban bagi pemerintah jika tidak dikelola dengan baik.
Disinilah letak perlunya pengelolaan aset daerah secara hati-hati dan baik. Karena tak jarang dijumpai adanya pengelolaan aset seperti aset properti (tanah, bangunan dan infrastruktur) yang pada umumnya merugikan. Tantangan bagi Pemerintah Daerah untuk mengelola dan memastikan agar aset Pemerintah Daerah tidak lagi menjadi beban keuangan, tapi sebaliknya menjadi sumber pendapatan.
Oleh karena itu, diharapkan dengan adanya pelimpahan kewenangan yang telah diberikan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang No. 22 Tahun 1999, maka dalam rangka memenuhi dari segi pembiayaan yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan tugas-tugas di bidang pemerintahan tersebut, dapat terpenuhi dengan adanya kewenangan pemerintah daerah mencari sumber-sumber pembiayaan lain untuk pelaksanaannya yang didukung oleh perangkat peraturan Perundang-undangan Daerah yang berkenaan dengan hal dimaksud, terutama yang berkenaan dengan kerjasama dengan pihak ketiga, sehingga dapat mencapai hasil yang optimal, baik dari segi pemanfaatan aset maupun pemasukan terhadap pendapatan daerah."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T19864
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
N.E. Fatima
"ABSTRAK
Dalam GBHN 1993, masyarakat adalah pelaku utama pembangunan nasional, pemerintah membimbing, mengarahkan serta menciptakan iklim usaha yang menunjang. Kegiatan masyarakat dan pemerintah sating mengisi, sating melengkapi dan saling mendukung. Diungkapkan juga keberhasilan pembangunan nasional dalam meningkatkan kesejahteraan. Disamping itu, terdapat ketimpangan sosial yang menuntut usaha sungguh-sungguh untuk mengatasinya agar tidak berkelanjutan dan berkembang yang mengganggu pelaksanaan pembangunan selanjutnya. Salah satu upaya sungguh-sungguh itu adalah diterbitkannya Pakdes 1988, pemerintah membuka peluang pada masyarakat mendirikan bank bare, dan memberlakukan peraturan lending limit.
Maksud Pakdes 1988 untuk memobilisasi dana masyarakat dan menyediakan sumber pembiayaan kegiatan usaha masyarakat. Disamping bank, untuk lebih meningkatkan mobilisasi dana, dibentuk pula lembaga pembiayaan bukan bank dengan Keputusan Menteri Keuangan no.1251 tahun 1988 dan no. 227 tahun 1994 yang berperan untuk meningkatkan pembiayaan kegiatan usaha masyarakat, namun tidak melaksanakan fungsi dan kegiatan perbankan.
Salah satu dari enam jenis lembaga pembiayaan dimaksud adalah mendirikan Perusahaan Modal Ventura berbentuk PT untuk menyertakan modalnya pada perusahaan kecil dan koperasL Di Jawa Barat didirikan PT. Sarana Jabar Ventura(PT.SN). Dalam menyertakan modalnya, PT SN sangat hati-hati dalam menyeleksi talon PPU karena keduanya organisasi bisnis berorieutasi l.aba, beresiko tinggi (high risk), tidak disyaratkan agunan (collateral) dan tidak ditentukan rate bunga seperti yang dilakukan bank
Oleh karena karakteristik PMV "High Risk", maka penelitian difokuskan untuk menelusuri pelaksanaan kebijaksanaan pembentukan lembaga pembiayaan khususnya PT. SN dalam pembentukan modalnya, seleksi penyertaan modal pada PPU dan sejauh mana dapat meningkatkan usaha kecil dan koperasi.
Metodologi penelitian eksploratif-deskriptif mengumpulkan, mempelajari kebijaksanaan dan peraturan pelaksanaannya (public goods), pendapat pare pakar tentang lembaga pembiayaan, modal Ventura, usaha kecillkoperasi, serta laporan kegiatan PT SN dan perkembangan PPU. Kesimpulan penelitian menggambarkan hubungan PT. STV dengan PPU tidak sepenuhnya melaksanakan kebijaksanaan dan peraturan, namun ada penyesuaian kesepakatan situasi dan kondisi PT SN, PPU yang Baling menguntungkan kedua belah pihak Oleh karena itu disarankan adanya penyempurnaan pengaturan institusional (institutional arrangement Bromley,1989) pada tingkat kebijaksanaan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Enda Marina
"ABSTRAK
Hasil Sidang Kabinet terbatas bidang ekonomi keuangan
dan industri pada tanggal 9 Juli 1986 mengungkapkan
bahwa pengembangan industri kecil telab menunjukkan hasil
Yang memuaskan yaitu penyerapan tenaga kerja sebesar
835.191 jiwa berarti sekitar 89 8% dari sasaran pengembangan
industri kecil daiam penyerapan tenaga kerja Repelita
IV sebesar 930.000 jiwa telah tercapai Sejak lama
disadari bahwa pengembangan industri kecil bukan saja penting
sebagai suatu jalur ke arah pemerataan hasil pembangunan
tetapi juga sebagai suatu unsur pokok dari seluruh
struktur industri Indonesia yang dengan investasi kecil
dapat berproduksi secara efektif serta banyak pula menyerap
tenaga kerja Pemasaran khususnya penjualan hasil
produksi industri kecil merupakan masalah utama yang
perlu dipecahkan dalam rangka pengembangan industri kecil
Namun yang menjadi masalah bagaimanakah dapat membantu.
mengatasi masalah pemasaran industri kecil sehingga secara
sekaligus dapat mengatasi masalah sumber bahan baku maupun
kelancaran penjualan hasil produksi.
Akhir Pelita III dan awal Pelita IV, pola pengembangan
industri kecil diarahkan pada pembinaan melalui sentra
industri kecil, dengan menerapkan program keterkaitan antara
industri kecil dengan industri besar melalui sistem
Bapak-Anak Angkat Terwujudnya keterkaitan antara industri
kecil dengan industri besar melalui sistem Bapak-Anak
Angkat memberikan kesempatan peningkatan kemampuan berproduksi
secara kontinyu sehingga diharapkan tingkat penjualan
dapat ditingkatkan.
Penerapan sistem Bapak-Anak Angkat PT Bata terhadap
pengusaha industri kecil sentra Kuningan DKI merupakari realisasi
keterkaitan antara industri besar dengan industri
kecil Bertitik tolak darl adanya perbedaan kondisi yang
cukup besar antara PT Bata dengan industri kecil sentra
Kuningan DKI dalam teknologi yang diterapkan maupun mutu
produk yang dihasilkan meriimbulkan pertanyaan apakah kerjasama
tersebut dapat berjalan langgeng sehingga sistem
Bapak-Anak Angkat yang diterapkan PT Bata dapat menjadi
program pengembangan terhadap industri kecil sentra Kuningan
DKI sehingga membantu dalam peningkatan pen jualan
hasil produksi melalui perbaikan unsur pemasaran.
Pengkajian pelaksanaan sistem Bapak-Anak Angkat PT
Bata terhadap industri kecil sentra Kuningan DKI dapat
ditirijau melalui peranan PT Bata sebagai penampung hasil
produksi industri kecil Kuningan DKI yang dijual melalui
PT Bata maupun peranan PT Bata dalarn memperbaiki unsur pemasaran
industri kecil.
Melalui penelitian yang bersifat deskriptif analitis
penulis mencoba untuk mengkaji pelaksanaan sistem Bapak-
Anak Angkat PT Bata sebagai industri besar terhadap industri
kecil sentra Kuningan DKI sebagai industri kecil.
Hasil penelitian mi menurjukkari bahwa peranan sistem
Bapak-Anak Angkat PT Bata melalui peranan PT Bata sebagai
penampung hasil produksi industri kecil dengan sifat
kerjasama independent-sub contracting hanya meningkatkan
perijualan produk industri kecil sentra Kuningan-DKI satu
tahun setelah pelaksanaan sistem Bapak-Anak Angkat demikian
pula pada tingkat penguasaan pasar (market share)
tingkat produksi industri kecil sentra Kuningan-DKI Di
lain pihak jika ditelaah peranan PT Bata sebagam pembina
unsur pemasaran industri kecil nampak peranan sangat
besar tetapi ternyata belum seluruh perigusaha anak angkat
Yang memanfaatkannya dapat mencapai tingkat penjualan tertinggi.
Untuk menjaga kelanggengan kerjasaina melalum sistem
Bapak-Anak Arigkat tergantung darl kemauan industri besar
membantu pengembangan industri kecil dan kemampuan
industri kecil menghasilkan produk yang ditentukan oleh
industri besar Oleh karena itu selamn diperlukan peraturan
yang secara tegas mengatur hak dan kewajiban indsutri
besar sebagai bapak angkat derigan industri kecil Sebagai
anak angkat Diperlukan juga bantuan permodalan pengadaaan
bahan baku dan pembinaan bagi industri kecil dan
usaha membangkitkan motivasi industri besar untuk memiliki
kemauan membantu industri kecil melalui sistem kerjasama.

"
1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Taufiq
"Perkembangan peritel modern semakin pesat beberapa tahun terakhir. Hal ini dapat dilihat dari bertambahnya dengan cepat gerai-gerai peritel modern. Perkembangan ini tentunya didukung oleh kerjasama antara peritel modern dengan pemasoknya, baik pemasok dengan skala usaha yang besar, menengah dan kecil. Salah satu pemasok peritel modern adalah PT.Intigarmindo Persada yang memproduksi pakaian jadi. Kerjasama pemasokan barang tersebut dituangkan secara tertulis dalam suatu bentuk perjanjian. Sehingga timbul pertanyaan: (1) Bagaimanakah sistem perjanjian dan persyaratan dagang antara peritel modern dengan PT. Intigarmindo Persada selaku pemasok barang, (2) Apakah ketentuan promosi diskon, minimum margin dan minus margin merupakan syarat dagang yang membebani pemasok dan menjadi potensi atas persaingan usaha yang tidak sehat, serta (3) Bagaimanakah peranan pemerintah atas permasalahan yang timbul dari pelaksanaan syarat dagang pada perjanjian kerjasama pemasokan barang. Untuk menjawab pertanyaan ini, telah dilakukan penelitian, melalui studi kepustakaan dan wawancara, dengan nara sumber dari PT.Intigarmindo Persada, Departemen Perdagangan Republik Indonesia dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia.
Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut: bahwa sistem perjanjian pemasokan barang antara peritel modern dengan PT.Intigarmindo Persada terdiri dari sistem konsinyasi dan jual beli putus, dan berbagai syarat dagang yang ditentukan oleh peritel modern seringkali sangat memberatkan pemasok, terutama peritel modern yang berupa skala usaha yang besar yang mempunyai posisi dominan yang kuat terhadap pemasoknya, sehingga dapat menetapkan syarat dagang tersendiri terhadap pemasoknya. Penyalahgunaan posisi dominan tersebut dapat berpotensi menjadi sebab suatu persaingan usaha yang tidak sehat. Untuk itu pemerintah sedang merumuskan aturan baru dalam bentuk Peraturan Presiden tentang pasar modern, di mama akan diatur juga mengenai syarat dagang antara peritel modern dengan pemasoknya.
Saran-saran yang dapat dikemukakan adalah perlu dibentuknya suatu badan yang menjembatani kedua belah pihak karena walaupun aturan yang baru tersebut dikeluarkan, hal itu tidak akan dapat sepenuhnya mengakomodasi kepentingan para pihak, dan perlunya ada suatu pemberian sanksi yang tegas terhadap pihak yang melakukan penyimpangan.

Modern retailers have made fast development in the last few years. This can be seen from the rapid increase of modern retailer outlets. This development is surely supported by the cooperation between modern retailers and their suppliers; big, medium or small-scale suppliers. PT. Intigarmindo Persada is one of the supplier, which produces finished garment. The cooperation in good supply is set forth in writing a form of agreement. Then some questions are raised: (1) How are the system of agreement and trade conditions between modern retailers and PT. Intigarmindo Persada as goods supplier? (2) Do discount promotion, minimum margin and minus margin constitute trade condition which burden suppliers and lead to unfair business competition, and (3) What are the roles of the Government in the settlement of problems arising from trade conditions in goods supply agreement? To answer this question, a study has been conducted by bibliographical study and interviews with sources persons from PT.Intigarmindo Persada, Ministry of Trade of Republic of Indonesia, and Business Competition Supervisory Commission of the Republic of Indonesia.
From the above study, it can be concluded as follows: that the system of goods supply agreement between modern retailers and PT.Intigarmindo Persada consists of consignment system and cash and carry and various trade conditions determined by modern retailers of big scale enterprises which have strong bargaining power in front of their suppliers. This dominance position may cause unfair business competition. Therefore, the Government is formulation a new regulation in from of presidential decree on modern market, which also provides trade conditions between modern retailers and their suppliers.
It is suggested that a body which can bridges both sides should be established because even though a regulation has been establish, it will not accommodate all interests of the parties, and strict sanction must be applied in case of breach.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19280
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>