Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 108063 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lili Surjani
"Penelitian bertujuan memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai hal-hal yang berhubungan dengan perjanjian Anjak Piutang paa umumnya dan masalah wanprestasi Klien pada khususnya. Penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan dengan tehnik wawancara. Wanprestasi merupakan kelalaian Klien dengan tidak melakukan apa yang telah dijanjikan dalam perjanjian Anjak Piutang. Dalam hal ini Klien sengaja lalai atau sengaja tidak memenuhi kewajibannya, secara umum bentuk wanprestasi Klien adalah sebagai berikut:
- Objek dari piutang yang seharusnya dipenuhi oleh Klien tidak sempurna, sehingga pelanggan/costumer tidak mau membayar harga faktur/invoice atau menunda pembayaran faktur/invoice tersebut.
- Klien melakukan penagihan langsung atas piutang yang telah di alihkan terhadap Pelanggan tanpa sepengetahuan perusahaan Anjak Piutang atau mengalihkan piutang yang sama kepada pihak lain (perusahaan anjak piutang lain).
- Tidak menyerahkan faktur/invoice yang telah ia janjikan.
- Klien memalsukan faktur/invoice yang telah ia alihkan.
Untuk menyelesaikan masalah ini. Klien dapat menempuh tiga alternatif yajtu: Negosiasi, damai melalui arbiter, melalui pengadilan.
Dari ketiga alternatif penyelesaian di atas, maka alternatip penyelesaian negosiasi secara kekeluargaan yang lebih banyak ditempuh oleh para pihak dalam praktek. Karena mengingat jangka waktu dari perjanjian Anjak piutang juga relatif singkat (paling lama adalah 1 tahun). Sampai saat ini belum ada undang-undang yang khusus mengatur prihal usaha Anjak Piutang, yang ada hanyalah
Kepres 61 tahun 1988 dan Keputusan Menteri Keuangan R.I. No. 1251/KMK 013/1988. Oleh karena itu untuk lebih mendorong pertumbuhan perusahaan Anjak Piutang serta untuk melindungi para pihak yang terkait dalam kegiatan Anjak Piutang, yang antara lain memuat ketentuan mengenai standard minimum yang harus dicantumkan dalam perjanjian Anjak Piutang dan pengaturan mengenai kewajiban
perusahaan Anjak Piutang."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S20397
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taufik Basari
"Asas konsensualisme merupakan asas utama dalam hukum perjanjian . Lahirnya perjanjian maupun sahnya suatu perjanjian berpedoman pada asas ini. Dalam perkembangan hukum perjanjian terdapat adanya suatu perjanjian yang dinamakan perjanjian baku. Perjanjian baku ini pada dasarnya bertujuan untuk memudahkan para pihak dalam membuat suatu perjanjian. Di dalam pelaksanaannya, perjanjian baku ini banyak terdapat dalam praktek bisnis sehari-hari. Namun dalam beberapa keadaan perjanjian baku ini dapat merugikan pihak yang lebih lemah karena dihadapkan pada tidak adanya pilihan lain dan tidak mempunyai kedudukan yang sama terhadap pihak yang membuat perjanjian baku tersebut, maka hal ini dapat menyebabkan ketidak adilan. Sementara itu kesepaka an para pihak dalam perjanjian baku tersebut menjadi masalah disebabkan praktek yang telah berjasa selama ini seolah-olah telah berlangsung sesuai dengan asas-asas perjanjian yang ada. Namun unsur-sunsur kesepakatan dalam perjanjian baku tersebut dapat dipertanyakan. Kehendak bebas individu dan asas kebebasan berkontrak dalam hukum perjanjian pada dasarnya dibentuk dengan tetap memperhatikan keadilan dan menjamin hak pihak lain, seningga sulit untuk di gunakan sebagai alasan pembenar dari berlakunya perjanjian baku. Di Indonesia telah terdapat upaya untuk meiindungi pihak yang lemah dengan diaturnya perjanjian baku ini di dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Oleh karena itu, perjanjian baku ini perlu dikaji keberadaannya disesuaikan dengan asas konsensualisme dalam perjanjian maupun hubungan konsensual tersebut dengan latar belakang perkembangannya dan dengan asas lainnya seperti kebebasan berkontrak, itikad baik dan ajaran tentang penyalahgunaan keadaan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
S20462
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eddy Sidharta M.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aqwa Mulya
"Setiap pelaksanaan dari pengelolaan hutan harus mengikuti prinsip dasar pengelolaan hutan secara profesional untuk mewujudkan pengelolaan hutan lestari (sustainable forest management). Pelaksanaan pemungutan sampai dengan pemanfaatan Dana Reboisasi merupakan salah satu unsur dari pengelolaan tersebut, yang memberikan dukungan menentukan dalam mewujudkan pengelolaan dengan asas manfaat dan lestari. Mengenai Dana Reboisasi saat ini diatur dalam Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2002 yang sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketetuan-Ketentuan Pokok Kehutanan dan Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1997. Dalam pelaksanaan pemungutan Dana Reboisasi tersebut banyak terjadi kendala yang mengakibatkan terjadinya tunggakan Dana Reboisasi dari para Wajib Setor yang terdiri dari pemegang Hak Pengusahaan Hutan, pemegang Hak Pemungutan Hasil Hutan dan pemegang ijin Pemanfaatan Kayu. Banyak hal yang menyebabkan kendala tersebut terjadi, salah satunya disebabkan adanya wanprestasi berupa tunggakan Dana Reboisasi dari Perjanjian Kerjasama Pemanfaatan Kayu Bulat. Wanprestasi tersebut terjadi karena disebabkan pihak mitra kerja merasa telah banyak mengeluarkan dana dan juga merasa dijadikan "sapi perahan" oleh pihak pemegang ijin Pemanfaatan Kayu tersebut sehingga keuntungan yang diharapkannya tidak tercapai. Upaya penyelesaian terhadap wanprestasi terhadap perjanjian kerjasama tersebut adalah dengan upaya musyawarah dan apabila tidak dapat diselesaikan maka dilakukan upaya hukum berupa gugatan ke Pengadilan Negeri. Akibat hukum terhadap tunggakan Dana Reboisasi yang merupakan wanprestasi dalam perjanjian kerjasama tersebut adalah ganti rugi, pembatalan perjanjian, peralihan resiko dan membayar biaya perkara."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
S21142
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ita Kuniasih
"PT (Persero) Indosat Tbk, merupakan Badan Usaha Milik Negara yang sebagian besar sahamnya dikuasai oleh Pemerintah, didirikan untuk membangun dan mengoperasikan seluruh jaringan kabel laut dan operator sambungan internasional di Jakarta dengan kode. SLI 001 dan OO8. Seiring dengan reformasi dari dal:m rangka mengatasi krisis keuangan negara maka pemerintah membuat program yang disusun dalam Undang-Undang No. 25 tahun 2000 mengenai Program Pembangunan Nasional Tahun 2000-2004, dalam rangka meningkatkan efisiensi usaha dan daya saing BUMN maka dilakukan program restrukturisasi perusahaan BUMN. pada tahun 2002, PT (Persero) Indosat Tbk melakukan divestasi dalam 2 . (dua) tahap. Pada tahap I dilakukan dengan pola penempatan langsung melalui proses book building dan pada tahap II melalui proses penjualan kepada investor strategis. Proses disvestasi P.T. ( Persero ) Indosat Tbk menimbulkan pro dan kontra dimasyarakat Pro dan kontra tersebut karena Indosat sebagai aset negara dan pemerintah Indonesia sebagai pemegang saham mayoritas pada PT. (Persero) Indosat Tbk menjual sahamnya sebesar 41, 94 kepada Singapore Technologies Telemedia (STT). Hal ini menimbulkan banyak protes dan demonstrasi dari berbagai kalangan dimasyarakat karena telah menimbulkan kerugian bagi negara. Oleh karena itu untuk mengetahui seberapa besar kerugian yang diderita negara akibat proses divestasi tersebut maka perlu untuk mengkaji lebih lanjut Shar Purchase Agreement divestasi saham pemerintah pada PT. (Persero) ยท Indosat Tbk. Mengingat salah satu aspek penting dalam Penjualan saham tersebut adalah perjanjian dengan adanya perjanjian maka timbulah hak dan kewajiban yang mengikat kepada kedua belah pihak."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
S21069
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Yuniarto
"Hukum Perjanjian yang menganut sistem terbuka dan bersifat konsensuil memperbolehkan kepada setiap orang untuk mengadakan perjanjian apa saja, asal tidak bertentangan dengan Undang-undang dan Ketertiban umum. Hal ini memang sanyat diinginkan dalam lalu lintas dunia usaha apalagi dunia perdagangan yang semakin mengingin kan segi praktisnya dalam membuat dan melaksanakan transaksi-transaksinya. Keadaan ini dimanfaatkan benar oleh PT. Pumar Cold dalam melakukan jual-beli kapal-kapalnya.
PT. Pumar Cold suatu badan hukum swasta yang bergerak di bidang usaha penangkapan dan pengawetan ikan segar dari laut telah melakukan serangkaian jual-beli atas kapal-kapal penangkap ikannya yang sudah tidak diperbolehkan beroperasi lagi berdasarkan KEPPRES nomor 39 tahun 1980. Pelaksanaan jual-beli ini dilakukan dengan suatu perjanjian jual-beli kapal yang dibuat di bauah tangan, yang dalam pelaksanaannya didasarkan pada konsepsi Hukum Adat yang menurutnya lebih praktis, sederhana dan mudah pelaksanaannya. Dasar dari pemilihan konsepsi jual-beli tersebut adalah karena adanya sistem terbuka dalam Hukum Perjanjian tadi dimana setiap orany boleh mengadakan perjanjian yang berisikan apa saja, yang penting tidak melanggar Undang-undang dan ketertiban umum."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Mardiana
"Setiap pengusaha/perusahaan mempunyai tanggung jawab berdasarkan peraturan perundangan untuk memberikan perlindungan bagi para tenaga kerjanya. Untuk memberikan perlindugan yang lebih layak bagi tenaga kerja, pemerintah kemudian mengusahakan program jaminan sosial bagi tenaga kerja atau jamsostek dan wewenang penyeleggaraannya diserahkan pada PT. Jamsostek. Dengan adanya program jamsostek ini maka tanggung jawab perusahaan untuk memberikan perlindungan bagi tenaga kerjanya beralih kepada PT. Jamsotek. Program jamsostek yang diselenggarakan oleh PT. Jamsostek tersebut terdiri dari empat program wajib, yang harus diikuti oleh setiap perusahaan yang sudah memenuhi syarat yang ditentukan oleh peraturan perundangan. Salah satu programnya ada yang menjadi tidak wajib apabila perusahaan yang bersangkutan bisa menyelenggarakan sendiri program yang demikian dengan lebih baik atau minimal sama dengan apa yang diselenggarakan oleh PT. Jamsostek. Program yang dimaksud adalah program jaminan pemeliharaan kesehatan yang berupa pelayanan kesehatan dalam bentuk pelayanan medis. Akan tetapi PT. Jamsostek tidak dapat menyelenggarakan program tersebut dengan kemampuan sendiri, maka ia bekerja sama dengan pihak lain untuk menyelenggarakannya demi memenuhi tugas dan tanggung jawab yang diberikan oleh peraturan perundangan. Kerja sama yang dimaksud diatas dilakukan dengan koordinator pelaksana pelayanan kesehatan dalam bentuk perjanjian tertulis sebagaimana yang telah ditetapkan dalam peraturan perundangan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S20447
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ellen Then
"Kemitraan antara pengusaha dan masyarakat bukan merupakan suatu ide yang baru. Pola kemitraan dapat merupakan salah satu jalan keluar untuk memecahkan konflik yang sedang terjadi antara perusahaan dan masyarakat setempat. Selain itu, perusahaan swasta maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bisa menggunakan pola kemitraan untuk memperluas maupun mengamankan sumber bahan baku industrinya. Masyarakat setempat dapat meraih kesempatan sebagai mata pencaharian baru dengan potensi pasar yang lebih aman dan berjangka menengah. Di era reformasi, pemerintah mengutamakan pertumbuhan ekonomi yang lebih merata melalui penciptaan lapangan kerja serta perluasan kesempatan kerja dan berusaha antara lain melalui pemberdayaan masyarakat. Sebagai salah satu akibat perusahan-perusahaan swasta dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor kehutanan dan perkebunan diwajibkan untuk meningkatkan upaya kerjasama dengan masyarakat. Dengan demikian diharapkan bahwa perusahaan memberi kontribusi yang lebih tinggi untuk pembangunan wilayah sebagai pembina dan media untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memfasilitasi pengembangan ekonomi rakyat. Kerjasama kemitraan ini dikukuhkan dalam suatu surat perjanjian kerjasama yang dibuat dan di tandatangani oleh pihak-pihak yang bekerja sama berdasarkan kesepakatan mereka. Dalam perjanjian kerjasama itu dicantumkan kewajiban dan hak dari masing-masing pihak yang menjalin kerjasama kemitraan itu. Perjanjian kerjasama kemitraan tersebut dibuat berdasarkan ketentuan-ketentuan yang ada pada hukum perdata Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S21129
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Fadillah
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S21562
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Herjantini
"ABSTRAK
Masalah Pokok
Tujuan dari pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur serta merata di seluruh tanah air, dan dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, dan harus benar-benar dirasakan oleh seluruh rakyat sebagai perbaikan tingkat hidup Bangsa Indonesia.
Dalam kegiatan pembangunan, baik pembangunan fisik maupun pembangunan mental tidak bisa dan tidak mungkin dilaksanakan oleh pemerintah, melainkan harus didukung oleh partisipasi seluruh lapisan masyarakat, dan untuk mendorong pihak swasta, khususnya swasta nasional untuk ikut aktif melaksanakan pembangunan.
Dalam hal pembangunan fisik diperlukan adanya partisipasi dari kelompok pengusaha/kontraktor untuk turut mewujudkan pembangunan proyek-proyek pemerintah, dengan ikut sertanya pihak swasta tersebut, maka timbullah hubungan hukum antara para pihak tersebut, hubungan hukum mana termasuk dalam bidang Hukum Perdata, khususnya bidang Hukum Perjanjian Hubungan hukum tersebut dalam perwujudannya dituangkan dalam Surat Perjanjian Borongan yang mengatur hak dan kewajiban para pihak dalam proses pelaksanaan pekerjaan yang diperjanjikan.
Masalah pokok yang akan dibahas adalah tinjauan terhadap pasal-pasal yang mengatur mengenai perjanjian pemborongan pekerjaan dengan praktek pelaksanaan perjanjian pemborongan pekerjaan, antara P.T.Pembangunan Perumahan dengan P.T. Intalan Works.
Selain dari itu dikemukakan juga sampai sejauh manakah peranan pihak kontraktor dalam pembangunan, serta permasalahan-permasalahan apa saja yang dihadapi oleh para kontraktor pada umumnya, dan khususnya P.T. Intalan Works.
Disamping itu dibahas pula mengenai cara bagaimana pihak kontraktor mengatasi/menanggulangi permasalahan-permasalahan sehubungan dengan pelaksanaan pekerjaan, dan penyelesaian perselisihan yang terjadi akibat adanya wanprestasi.
Metode Penelitian.
Dalam penulisan skripsi ini digunakan dua metode, yaitu melalui studi kepustakaan dan studi lapangan. Di dalam penelitian studi kepustakaan, penulis berusaha untuk memperoleh data dengan membaca bahan-bahan pustaka, serta berusaha mencari pemecahannya dengan berpedoman pada KUH Perdata, maupun buku-buku ilmiah laihnya yang ada hubungannya dengan penulisan ini.
Dalam penelitian melalui studi lapangan, penulis mengadakan penelitian langsung dengan jalan melakukan wawancara secara langsung dengan pihak-pihak yang berwenang dalam memberikan pendapat, diantaranya dengan Fabrication Manager yang telah memberikan data dan menjelaskan mengenai masalah yang berhubungan dengan kontrak-kontrak, dan dari Industrial Relations Manager, yang telah memberikan data dan informasi yang menyang kut permasalahan di bidang hukum.
Disamping itu pula dipergunakan metode komparatif, yang memperbandingkan data yang diperoleh dari studi kepustakaan dengan data yang diperoleh dari studi lapangan, dengan maksud untuk membandingkan teori yang sudah ada dengan praktek yang terjadi dalam masyarakat, dengan demikian akan diperoleh data yang sedikit banyaknya menghasilkan hak yang sebenarnya mendekati kenyataan.
Hal-hal yang ditemukan:
1. Pengertian dan definisi dalam pasal 1313 KUH Perdata kurang sempurna, karena tidak terlihat adanya perjanjian timbal-balik.
2. Pasal 1338 KUH Perdata memberikan kebebasan kepada para pihak untuk menentukan isi dari pada perjanjian yang mereka buat, jadi merupakan azas terbuka dalam Hukum Perjanjian (azas kebebasan berkontrak).
3. Penempatan pasal 1328 KUH Perdata yang mengatur wanprestasi, kurang sempurna adanya, karena ditempatkan dalam bagian yang mengatur tentang perikatan-perikatan untuk memberikan sesuatu, jadi seolah-olah hanya berlaku bagi perikatan yang demikian saja.
4. Terdapat ketidak seimbangan antara hak dan kewajiban pemberi tugas disatu pihak dengan hak dan kewajiban pemborong di lain pihak.
5. Dalam kontrak yang dibuat para pihak tidak diatur mengenai masalah peralihan risiko, yaitu siapakah yang harus mempertanggung jawabkan risiko diluar salahnya kedua belah pihak.
6. Pada prakteknya sering dijumpai harabatan-hambatan/permasalahan-permasalahan dalam pelaksanaan perjanjian, sehingga hal ini mengakibatkan perjanjian tidak dapat dilaksanakan sebagaimana rencana semula.
7. Penyelesaian perselisihan dengan cara musyawarah untuk mufakat adalah cara yang paling sering dijumpai dalam praktek, khususnya P.T. Intalan Works sehubungan dengan pelaksanaan perjanjian pemborongan pekerjaan.
8. Harapan bahwa jika timbul sengketa diantara para pihak akan dapat diselesaikan secara cepat dan seadil-adilnya melalui peradilan wasit tidak ditemui dalam praktek, karena sengketa yang timbul dan tidak terselesaikan dengan cara musyawarah untuk mufakat tidak diajukan ke Peradilan wasit, oleh karena hingga saat ini di Indonesia belum mempunyai Peradilan wasit, melainkan diajukan melalui Pengadilan Negeri.
Kesimpulan.
Untuk memperlancar lajunya pembangunan yang sedang dilakukan pemerintah, maka untuk itu diperlukan adanya partisipasi dari pihak swasta dalam hal ini pemborong/kontraktor yang direalisir dalam bentuk Perjanjian pemborongan pekerjaan.
Perjanjian tersebut di atas akan didahului suatu proses, yaitu di pihak yang memborongkan pekerjaan membuat perencanaan kerja yang cermat untuk kemudian diadakan pelelangan/tender atau penunjukkan langsung, tergantung dari jenis dan volume pekerjaan.
Di pihak lain, Pemborong akan didahului melalui proses prakualifikasi, pengajuan penawaran, penanda-tanganan perjanjian seandainya yang bersangkutan memenuhi syarat yang diajukan oleh pihak yang memborongkan pekerjaan.
Dalam pelaksanaan pekerjaan di lapangan sering dijumpai permasalahan, sehingga menimbulkan keterlambatan pekerjaan atau hal-hal yang tidak sesuai dengan perjanjian yang telah disetujui bersama. Untuk menyelesaikan hal tersebut di atas (wanprestasi), maka selain apa yang telah ditentukan di dalam perjanjian yaitu musyawarah untuk mufakat, atau melalui Badan Arbitrase Nasional (BANI), maka dalam prakteknya akan diselesaikan melalui Pengadilan Negeri.
Saran
Kehadiran para kontraktor sebagai pasangan kerja bagi pemerintah, sangat menunjang keberhasilan dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang sedang digalakkan terutama dalam pembangunan fisik, maka untuk itu :
- Perlu adanya pengaturan hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian pemborongan pekerjaan, dan peraturan tersebut hendaknya mencerminkan keseimbangan kepentingan pihak kontraktor dan pihak pemberi tugas (bouwheer), sehingga dalam pelaksanaannya tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
- Penanda-tanganan Surat Perjanjian, agar dilakukan pada saat yang bersamaan, dan pekerjaan dimulai setelah penanda-tanganan oleh para pihak.
- Demi adanya kepastian bagi pihak kontraktor dan bouwheer, pemerintah hendaknya memberikan penjelasan terhadap akibat dari adanya Perobahan kebijaksanaan dalam bidang ekonomi/moneter, sehingga dapat diketahui apakah keadaan tersebut dapat diklasifikasi kan sebagai force majeure atau tidak.
- Agar disusun suatu Perundang-undangan dan yurisprudensi tentang Peradilan wasit.
Dengan adanya pengembangan dan penyempurnaan perjanjian pemborongan pekerjaan, terutama bertujuan untuk menyempurnakan sistim, bentuk dan ketentuan-ketentuan yang dibuat para pihak dalam perjanjian, sehingga masalah-masalah yang timbul akan dapat diatasi dengan mudah, dengan demikian terdapat keseimbangan antara hak dan kewajiban para pihak, serta hak dan kewajiban tersebut dapat dijamin kepastian hukumnya.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>