Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 153047 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Endang Ariwaty
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S20391
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rika Sahara
"Sebagai Badan Penyelenggara Jasa Telekomunikasi di Indonesia khususnya dalam bidang penyelenggaraan jasa telekomunikasi dalam negeri, PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk (TELKOM) dimungkinkan untuk bekerjasama dengan Badan lain dalam rangka mempercepat dan meningkatkan pembangunan, penyediaan dan pelayanan jasa telekomunikasi kepada masyarakat. Hal itu kemudian ditindaklanjuti dengan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama Operasi (KSO) antara TELKOM dengan PT. PRAMINDO IKAT NUSANTARA (PIN) yang akan bertindak sebagai Mitra Usaha TELKOM di Wilayah KSO I Sumatera.
Dari Perjanjian KSO yang dilakukan oleh TELKOM dengan PIN kemudian ternyata terdapat berbagai permasalahan yaitu mengenai bentuk perjanjiannya itu sendiri, aspek hukum perjanjian, serta upaya yang dapat dilakukan oleh TELKOM dan PIN untuk menyelesaikan sengketa/perselisihan yang mungkin timbul dalam pelaksanaan Perjanjian KSO. Perjanjian Kerja Sama Operasi (KSO) antara TELKOM dengan PIN dapat digolongkan kedalam suatu bentuk Build, Operate and Transfer (BOT) di bidang telekomunikasi. Perjanjian Kerja Sama Operasi (KSO) yang dilakukan oleh TELKOM dan PIN juga telah menerapkan sebagian besar dari aspek-aspek hukum perjanjian yang terdapat didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata khususnya yang terdapat dalam Buku III Tentang Perikatan, dan upaya penyelesaian sengketa/perselisihan yang diambil oleh TELKOM untuk mengatasi permasalahan yang terjadi antara TELKOM dengan PIN ternyata diluar dari klausula penyelesaian sengketa yang diatur didalam Pasal 18 Perjanjian KSO yaitu diselesaikan dengan menerapkan Skema Penyelesaian Jangka Panjang Secara Menyeluruh. Kesalahpahaman dan interpretasi yang berbeda terhadap suatu isi perjanjian merupakan penyebab terjadinya perselisihan/sengketa diantara para pihak. (RS)"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S21112
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Yunus
"Pembangunan adalah amanat konstitusi negara kita dan hubungan antara trilogi pembangunan dengan krisis ekonomi ternyata masih relevan. Konsultan teknik sebagai salah satu penyedia jasa dalam pekerjaan konstruksi memegang peranan penting selain kontraktor. Perjanjian yang dilakukan konsultan teknik dengan Pemerintah adalah perjanjian untuk melakukan jasa yaitu perjanjian antara pihak yang ahli melakukan jasa untuk kepentingan pihak lain guna mencapai tujuan dengan menerima pernbayaran berdasarkan tarif. Bagaimana proses sebelum terjadinya perjanjian dan masalah-masalah apa saja dalam perjanjian yang telah disepakati merupakan hal yang di teliti dalam skripsi ini. Penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan dengan cara menggunakan berbagai literatur yang ada kaitannya dengan masalah-masalah yang dibahas dalam penulisan ini. Alat pengumpul data penelitian ini yaitu studi dokumen dan wawancara dengan nara sumber yaitu orang yang memberi informasi tidak mengenai diri sendiri tetapi karena keahlian atau jabatannya. Tahap yang di lakukan sebelum melakukan perjanjian untuk melakukan jasa pada Instansi Pemerintah dimulai dengan tahap pelelangan dan terdapat empat cara pelelangan yaitu pelelangan umum, pelelangan terbatas, pemilihan secara langsung dan penunjukan langsung. Salah satu syarat untuk mengikuti pelelangan, badan usaha harus mengikuti prakualifikasi untuk mempunyai Tanda Daftar Rekanan (TOR) yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Tingkat I. Hubungan hukum perjanjian untuk melakukan jasa antara PT. Seecons dengan Pemerintah adalah ernberian kuasa yang menjurus pada suatu pemberian tugas atau lastgeving. Permasalahan yang sering timbul adalah mobilisasi tenaga ahli konsultan karena pada waktu pelelangah konsultan mengajukan tenaga ahli yang mempunyai pengalaman dan keahlian yang tinggi namun pada saat mobilisasi tenaga ahli tersebut diganti, keterlambatan penyelesaian proyek dapat memberi keuntungan bagi konsultan teknik karena timbulnya kontrak addendum (kontrak tambah waktu), pemutusan perjanjian dapat dilakukan secara sepihak oleh Pemerintah (Pemimpin Proyek) sehingga kedudukannya lebih tinggi dan Pasal 1266 KUH Perdata tidak diberlakukan maka penyelesaian perselisihan dilakukan secara arbitrase masalahnya bila ada pihak yang tidak melaksanakan putusan arbitrase secara sukarela serta dikaitkan dengan UU No. 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi mengenai kegagalan bangunan dan aspek lingkungan. Ke depan disarankan agar dibuat peraturan perundang-undangan mengenai profesi jasa konsultan teknik."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S20465
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satrya Masa T. Paul
"ABSTRAK
Dengan meningkatnya pembangunan fisik di negara Indonesia sebagaimana yang tercantum didalam GBHN maupun dalam Repelita, maka terhadap semua ini diperlukan pengaturan yang mantap baik mengenai segi yuridisnya maupun dari segi tekhniknya. Kegiatan pembangunan dalam pelaksanaannya tidak bisa dan tidak mungkin dilaksanakan sendiri oleh Pemerintah oleh karena itu Pemerintah mendorong: pihak swasta untuk ikut aktif melaksanakan pembangunan. Pelaksanaan pembangunan dalam realisasinya menimbulkan hubungan hukum yaitu perikatan. Perhubungan hukum berarti bahwa hak si berpiutang itu dijamin oleh hukum atau undang-undang. Mengenai perjanjian pemborongan telah diatur secara umum dalam BW. Pencaturan didalam BW ini belumlah dapat dikatakan memadai. Oleh karena itu diperlukan suatu peraturan standard. Peraturan ini di Indonesia disebut Syarat Umum untuk melaksanakan Pembangunan. Perusahaan Umum Angkasa Pura sebagai instansi Pemerintah di dalam melakukan/mengada kan perjanjian pemborongan dengan pihak swasta harus tunduk pada Keppres No. 29 Tahun 1984, apakah ketentuan - ketentnan. yang ada didalam Keppres ini harus dilaksanakan secara konsekwen ataukah dapat dikesampingkan. Dari isi perjanjian pemborongan antara Perusahaan Umum Angkasa Pura dengan pihak pemborong, dapat terlihat bahwa kedudukan pemborong dibandingkan dengan pihak yang memborongkan selain berada dalam pihak yang lemah. Hal semacam ini terjadi karena tidak adanya peraturan yang dapat dijadikan sebagai pedoman untuk pembuatan kontrak. Bagi setiap proyek instansi Pemerintah yang pembiayaannya berasal dari APBN, terhadapnya dilakukan ketentuan-ketenbuan dalam Keppres No. 29 Tahun 1984, yaitu tentang. Pelaksanaan anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Oleh karena pembiayaan proyek-proyek yang dilakukan oleh pihak Perum Angkasa Pura sebagai instansi Pemerintah juga berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, maka iapun didalam melaksanakan proyek-proyek tersebut harus tiin.duk pada ketentuan-ketentuan dalara Keppres tadi, Bahwa perjanjian pemborongan berakhir apabila tuduan yang telah diperjanjikan sudah tercapai dan pihak yang memborongkan telah melakukan pembayaran kepada pihak pemborong dan pihak pemborong telah menyerahkan pekerjaan tersebut
dan sudah diterima oleh pihak yang memborongkan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nidya R. Kalangie
"Penandatanganan perjanjian TRIPS telah menarik Indonesia untuk segera melakukan pembenahan di segala bidang Hak Milik lntelektual. Hak Cipta adalah satu bagian Hak Milik Intektual yang undang-undangnya telah dilakukan pembaharuan, yaitu Undang-Undang Hak Cipta Nomor 12 Tahun 1997. Penambahan ketentuan tentang Hak-hak yang Berdampingan dengan Hak Cipta atau Neighbouring Right adalah salah satu tuntutan TRIPS yang harus dipenuhi. Bertitik tolak dari sini, penulis melakukan tinjauan yuridis sehubungan dengan adanya suatu perjanjian di bidang Industri Musik dengan judul "Perjanjian Jual Beli Master Rekaman Suara". Perjanjian yang melibatkan pihak-pihak Produser Rekaman Suara dan Artis (sebagai pemegang Neighbouring Right) yang dihadapkan dengan Perusahaan Rekaman sekaligus Distributor ini, isinya adalah tentang pengalihan Hak atas Rekaman Suara dengan jual-beli. Dengan menggunakan metode penelitian yang bersifat deskriptif, penulis menemukan permasalahan bahwa pengalihan Hak atas Rekaman Suara dalam Perjanjian Jual-beli Master Rekaman Suara yang dilakukan tidak bisa disamakan begitu saja dengan pengalihan hak pada perjanjian jual-beli yang bermaksud memiliki hak milik atau property menurut ketentuan umum HUkum Perdata. Untuk itu, sangat dibutuhkan pemahaman yang jelas tentang Hak Cipta terutama tentang Neighbouring Right supaya pembenahan kepastian hukum, Hak Cipta pada khususnya, dalam rangka memasuki era globalisasj, dapat tercapai karena proses sosialisasinya yang berhasil."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
S20451
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Burton, Richard
"ABSTRAK
Melalui metode penelitian dan pengumpulan data yang dilakukan dalam kepustakaan dan lapangan, penulis ingin meninjau dan mengetahui perjanjian yang diadakan antara sesama pihak swasta di dalam melakukan dan menyelesaikan pekerjaan pembuatan Gedung Departemen Pekerjaan Umum. Di dalam menangani proyek pembuatan Gedung Departemen Pekerjaan Umum ini, banyak melibatkan sub-kontraktor. Untuk itu penulis membatasinya hanya pada begian Blok B1/c lantai satu, yang telah dikerjakan oleh tiga sub-kontraktor, yaitu PT Harapan Unggul Perkasa, PT Agung Manunggal Hita Abadi dan Sub-kontraktor Sutardjo (badan hukum perseorangan). Sedangkan kontraktornya adalah PT Wijaya Karya.
Di dalam perjanjian yang telah dibuat, ingin dikemukakan bagaimana asas kebebasan berkontrak seperti yang disebutkan di dalam pasal 1338 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan hal-hal lainnya di dalam perjanjian dapat dilaksanakan. Adapun maksud/tujuan dari mengsubkontraktorkan suatu jenis pekerjaan adalah antara lain, untuk membagi (menitipkan) risiko dengan pihak sub-kontraktor; agar proses administrasi menjadi lebih sederhana; untuk membina golongan ekonomi lemah.
Bagaimana agar kedua belah pihak dapat memenuhi hak dan kewajibannya dengan sebaik-baiknya, disinilah perlunya dibuat perjanjian yang baik dan jelas, apalagi sub-sub kontraktor yang menjadi partner kerja kontraktor cukup banyak, dan tidak tarjadi tumpang tindih di dalam isi perjanjiannya antara kontraktor dengan masing-masing sub-kontraktor. Dan dengan mengingat hasil akhir sebagai pertanggungjawaban yang harus diberikan oleh sub-sub kontraktor kepada kontraktor sebagai salah satu syarat untuk berakhirnya hubungan kerja diantara mereka."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Mardiana
"Setiap pengusaha/perusahaan mempunyai tanggung jawab berdasarkan peraturan perundangan untuk memberikan perlindungan bagi para tenaga kerjanya. Untuk memberikan perlindugan yang lebih layak bagi tenaga kerja, pemerintah kemudian mengusahakan program jaminan sosial bagi tenaga kerja atau jamsostek dan wewenang penyeleggaraannya diserahkan pada PT. Jamsostek. Dengan adanya program jamsostek ini maka tanggung jawab perusahaan untuk memberikan perlindungan bagi tenaga kerjanya beralih kepada PT. Jamsotek. Program jamsostek yang diselenggarakan oleh PT. Jamsostek tersebut terdiri dari empat program wajib, yang harus diikuti oleh setiap perusahaan yang sudah memenuhi syarat yang ditentukan oleh peraturan perundangan. Salah satu programnya ada yang menjadi tidak wajib apabila perusahaan yang bersangkutan bisa menyelenggarakan sendiri program yang demikian dengan lebih baik atau minimal sama dengan apa yang diselenggarakan oleh PT. Jamsostek. Program yang dimaksud adalah program jaminan pemeliharaan kesehatan yang berupa pelayanan kesehatan dalam bentuk pelayanan medis. Akan tetapi PT. Jamsostek tidak dapat menyelenggarakan program tersebut dengan kemampuan sendiri, maka ia bekerja sama dengan pihak lain untuk menyelenggarakannya demi memenuhi tugas dan tanggung jawab yang diberikan oleh peraturan perundangan. Kerja sama yang dimaksud diatas dilakukan dengan koordinator pelaksana pelayanan kesehatan dalam bentuk perjanjian tertulis sebagaimana yang telah ditetapkan dalam peraturan perundangan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S20447
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herman Josep S.
"ABSTRAK
TNl- Angkatan Laut sebagai bagian integral Angkatan Bersenjata Republik Indonesia merupakan komponen utama pertahanan keamanan negara, dituntut untuk mampu menjamin terselenggaranya kepentingan Nasional di dan atau lewat laut, baik aspek keamanan maupun aspek kesejahteraan. Untuk itu TNI- Angkatan Laut harus senantiasa memelihara, meningkatkan serta membina kemampuan kekuatan dilaut guna menegakkan kedaulatan dan hukum diperairan yurisdiksi Nasional.
Dalam rangka pelaksanaan tugas tersebut diperlukan adanya
material alat utama yang berupa KRI ( Kapal Perang RI ) yang siap dan andal dalam jumlah dan kondisi sesuai kebutuhan Operasi Laut. Untuk dapat mewujudkan adanya KRIyang siap dan bernilei guna tinggi haruslah diupayakan agar pemeliharaan dan perbaikan KRI dapat dilaksanalan secara terencana, teratur dan berlanjut.
Idealnya semua tingkat pemeliharaan dan perbaikan
KRI harus dapat dilaksanakah sendiri oleh pihak TNI-Angkatan Laut , tetapi mengingat masih terbatasnya sarana, prasarana serta fasilitas pemeliharaan dan perbaikan yang dimiliki oleh pangkalan pangkalan TNI- Angkatan Laut,
maka pekerjaan pemeliharaan dan perbaikan KRI tingkat menengah dan tingkat Depo hingga saat ini diborongkan keperusahaan perusahaan galangan kapal Nasional.
Untuk mendapatkan prioritas didalain melaksana kan peraeliharaan dan perbaikan kapal kapalnya, TNI-Angkatan Laut mangadakan kerja sama dengan 8 (delapan) Perusahaan Galangan Kapal Nasional yang dianggap mampu. Dalam kerja sama ini pihak TNI-Angkatan Laut memberikan beberapa kemudahan terhadap pihak Perusahaan Galangan Kapal.kemudahan tersebut antara lain berupa : bahwa Perusahaan Galangan Kapal untuk mendapatkan order pekerjaan dari TNI-Angkatan Laut tidak perlu mengikuti proses lelang ( tender ).
Seluruh kapal perang R.I. ( KRI ) yang ada dikelompok-kelompokan berdasarkan type / jenis serta adanya persamaan karakteristik tehnisnya. Tiap / masing-masing kelompok KRI tersebut pemeliharaan dan perbaikannya di proyeksikan untuk ditangani oleh satu perusahaan galang kapal tertentu yang telah ikut menandatangani piagam kerja sama tersebut diatas. Selain itu didalam kerjasama ditentukan pula bahua suku cadang KRI yang akan di perbaiki harus disediakan oleh pihak TNI- Angkatan Laut, pihak perusahaan galangan kapal hanya melaksanakan pekerjaannya saja.
Setiap KRI yang akan melaksanakan pemeliharaan dan per baikan mengajukan daftar perbaikan ( repair list ) kepada, perusahaan galangan kapal. Pihak TNI-Angkatan Laut bersama pihak perusahaan galangan kapal memerli'ksa kerusakah
KRI.Kesepakatan dari hasil pemeriksaan dituangkan keda dalam kontrak / surat perjanjian secara terinci.
Dilingkungan TNI- Arigkatan Laut digunakan 2 (dua) bentuk standard / format Surat perjanjian pemborongan .
1. SPK ( Surat Perintah Kerja ).
bentuk / format surat perjanjian ini digunakan untuk mengadakan perjanjian pemborongan yang bernilai lebih dari Rp 1,000.000,- ( satu juta rupiah ) hingga bernilai Rp 20.000.000( dua puluh juta).
Dalam hal perjanjian pemborongan pekerjaan pemeliharaan dan perbaikan KRI - bentuk / format surat perjanjian ini jarang digunakan.Karena nilai kontrak perbaikan sebuah KRI rata rata diatas Rp 20.000.000,- ( dua puluh juta rupiah),
2. Surat Perjanjian Jual Beli.
Bentuk /format surat perjanjian ini dipergunakan dalam mengadakan perjanjian pemborongan yang bernilai lebih dari Rp 20.000.000,- ( dua puluh juta rupiah).
Kedua bentuk / format standard surat perjanjian tersebut isinya telah dibekukan: untuk keseragaman didalam pembuatan surat perjanjian bagi seluruh jajaran TNI
Angkatan Laut dalam menyelenggarakan perjanjian dengan pihak pemborong.
Didalam pelaksanaan perjanjian pemborongan pekerjaan pemeliharaan KRI, sebelum surat perjanjian ditanda tangani, pihak pemborong diwajibkan menyerahkan
jaminan pelaksanaan sebesar 5 % { lima persen ) dari nilai kontrak.
Sering terjadi bahwa tanggal waktu penyalesaian pekerjaan sesuai yang teiah diperjanjiakn didalam surat perjanjian tak dapat ditepati. Hal ini dapat di sebabkan karena :
1. Adanya pengembangan volume pekerjaan. Jika pengembangan pekerjaan ini disetujui kedua be lab pihak dibuatlah Amandemen.
2. Kesulitan untuk mendapatkan suku cadang yang dibutuhkan.
3. Adanya kelalain dari pihak.pemborong/ perusahaan galangan kapal.
Didalam pasal 5.1 surat perjanjian dicantumkanadanya sanksi terhadap kelalaian penyelesaian pekerjaan ini. Sanksi berupa denda ganti rugi sebesar 1 %o ( satu permil ) dari nilai kontrak untuk setiap hari kelambatan penyelesaian pekerjaan.
Hasil penelitian penulis dengan cara membandingkan jumlah rupiah yang dapat dituntut dengan kerugian yang dialami TNI-Angkatan Laut, ternyata sanksi denda ganti rugi sebesar 1 %o ( satu permil ) dari nilai kontrak untuk setiap hari kelambatan penyelesaian pekerjaan adalah terlalu kecil, tidak sebanding dengan kerugiannya.
Keterlambatan penyelesaian pekerjaan pemeliharaan dan perbaikan KRI berdampak luas. Karugian TNI-Angkatan Laut tidak hanya dalam bidang biaya saja tetapi juga meliputi kerugian dalam bidang material KRI, moral dan disiplin ABK ( anak buah kapal ) dan last but not least adalah kerugian dalam bidang militer Operasional."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Teknologi Telekomunikasi telah memainkan peranan penting
dalam kehidupan manusia. Kebutuhan akan jasa telekomunikasi
semakin mempengaruhi perkembangan peradaban dan budaya manusia
pada masa sekarang, termasuk kebutuhan akan jasa layanan
sambungan langsung internasional (SLI). Layanan sambungan
langsung internasional (SLI) adalah suatu layanan yang
ditawarkan oleh beberapa perusahaan penyelenggara jasa
telekomunikasi kepada pelanggannya atau pengguna jasa untuk
dapat melakukan hubungan telekomunikasi jarak jauh melewati
batas antar negara yang dapat dilakukan dengan menggunakan
pesawat telepon, facsimile atau perangkat telekomunikasi
lainnya.Sehingga jasa telekomunikasi memudahkan kita melakukan
hubungan secara internasional kepada saudara, rekan, atau
kolega kita yang berada diluar negeri. Hal itu dapat dilakukan
karena adanya operator jasa SLI, salah satunya adalah PT.
Telkom. Pada umumnya pengguna jasa SLI adalah pelanggan PT.
Telkom, maka pada saat PT. Telkom memberlakukan kebijakan
penutupan normal (normally closed) atas layanan SLI operator
lain. Hal ini dianggap sangat merugikan pelanggannya maupun
pihak operator SLI lainnya yang ada lebih dulu. Sehingga
tindakan yang dilakukan oleh PT. Telkom terhadap palanggannya
itu dapat mempengaruhi hubungannya dengan pelanggan maupun
dengan pihak operator SLI lainnya. Sehubungan dengan itu
karena hubungan antara PT. Telkom dan pelanggannya adalah
hubungan kontrak jasa pelayanan sebagaimana diatur pada buku
III bab 7A pasal 1601 KUHPerdata. Maka kemudian pelanggan
memiliki hak perlindungan hukum atas hak menggunakan jasa SLI
operator lain berdasarkan pasal 19 Undang-Undang Nomor 36
Tahun 1999 tentang Telekomunikasi yang diatur oleh Peraturan
Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang penyelenggaraan jasa
telekomunikasi dan dilaksanakan menurut pasal 7 dan pasal 8
Keputusan Menteri Perhubungan RI No. 33 Tahun 2004 tentang
Pengawasan kompetisi Yang Sehat dalam Penyelenggaraan Jaringan
Tetap Dan Penyelenggaraan Jasa Teleponi Dasar. Hal itu dapat
dilakukan atas dasar suatu perjanjian kerjasama yang mengikat antara PT. Telkom dan PT. Indosat sebagai penyelenggara jasa
layanan SLI yang ada berdasarkan Perjanjian Kerja Sama (PKS)
Nomor 195 tahun 1995 tentang aktivasi layanan SLI PT. Indosat."
[Universitas Indonesia, ], 2005
S21152
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>