Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 166500 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Diah Mustikawati
"ABSTRAK
Dalam rangka mempercepat proses perluasan pengikut
sertaan masyarakat dalam pemilikkan Saham-saham Perusahaan Swasta melalui Pasar Modal, menuju pemerataan pendapatan dan untuk lebih efektif menghimpun dana dari masyarakat agar dapat digunakan secara produktif dalam pembiayaan Pembangunan Nasional,perlu mengembangkan Pasar Modal.
Ini merupakan salah satu usaha yang nyata dalam mencapai kesejahtraan rakyat dibidang ekonomi, dengan maksud pemerataan pendapatan masyarakat serta meningkatkan taraf penghidupan masyarakat, maka Pemerintah telah mengusahakarinya dengan jalan membantu
dan menunjang perusahaan yang akan menaiuarkan dan atau menjual saham perusahaan.
Bagi perusahaan yang akan menjual sahamnya pada masyarakat yang berminat dengan sarana Pasar Modal, biasanya melalui suatu Badan Perantara sebagai penjamin emisinya/penjamin penerbitan saham-sahamnya.
Untuk kemudian mengadakan perjanjian penjaminan emisi efek yang dibuat dan ditanda tangani oleh Emiten dan Penjamin Emisi.
Penulisan Skripsi ini adalah untuk menemukan permasalahan, menganalisa, kemudian mencoba untuk menarik suatu kesimpulan dan memberikan saran sebatas kemampuan malalui pandangan sudut Ilmu Hukum khususnya Hukum Keperdataan.
Penentuan syarat-syarat dan Badan Hukum yang dapat
menawarkan sahamnya kepada masyarakat, serta Badan Hukum yang dapat menjadi Penjamin Emisi ditetapkan oleh BAPEPAM ( Badan Pelaksana Pasar Modal ). Untuk dapat menawarkan saham-sahamnya ke masyarakat tidak hanya mempertimbangkan aspek hukum Perdata ( Privat ), tetapi juga mempertimbangkan aspek hukum Publik dengan turut campurnya BAPEPAM, departemen Keuangan RI dalam menetapkan pokok-pokok petunjuk ( gude lines ) dalam penyusunan suatu perjanjian emisi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kenna Herdi
"Bank Indonesia sebagai bank sentral yang independen dimulai ketika sebuah Undang undang baru yaitu uu no. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dinyat akan berlaku pada tanggal 17 mei 1999. Dengan adanya UU tersebut maka status Bank Indonesia menjadi badan hukum dengan wewenang mengelola kekayaan tersendiri terlepas dari APBN. Salah satu hal yang menunjang lancarnya pelaksanaan tugas Bank Indonsia adalah dengan tersedianya barang barang dan peralatan yang cukup. Guna melengkapi peralatan tersebut maka perlu diadakan pengadaan, barang Bank Indonesia. Perbuatan dan pelaksanaan dari perjanjian ini harus memperhatikan ketentuan ketentuan hukum perdata di bidang hukum perjanjian serta pula harus diperhatikan kedudukan kedua belah pihak yang terkait sesuai dengan fungsinya agar tercapai keseimbangan. Permasalahan yang akan saya bahas dalam skripsi ini adalah mengenai bagai ana prosedur perjanjian pengadaan barang dengan Bank Indonesia selaku Lembaga Negara, bagaimanakah kedudukan kedua belah pikak yang terkait dalam perjanjian pengadaan barang ini dengan memperhatikan azas kebebasan berkonrak serta bagaimana bentuk perjanjian pengadaan barang tersebut jika dibandingkan dengan ketentuan ketentuan hukum perdata di bidang hukum perjanjian. Dalam melakukan penulisan skripsi ini, penulis menggunakan dua metode penelitian yaitu metode penelitian kepustakaan dan metode penelitian lapangan. Dari pembahasan pada skripsi maka diperoleh kesimpulan yaitu Pengadaan Barang pada Bank Indonesia didasarkan pada Peraturan Dewan Gubernur (PDG) No. 2/16/PDG/2000 tentang Manajemen Logistik Bank Indonesia, dari isi perjanjian memang terlihat terdapat ketidakseimbangan kedudukan para pihak dimana pengaturan yang demikian didakan mengingat kepentingan umum yang bertujuan memenuhi salah satu tujuan pembagunan yaitu untuk kesejahteraan rakyat dan perjanjian Pengadaan Barang antara Bank Indonesia dengan PT. Multipolar Corporation dilakukan dengan cara jual beli, sehingga salah satu pihak memiliki kewajiban yang merupakan hak-hak dari pihak lainnya dan sebaliknya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S20478
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Satrya Masa T. Paul
"ABSTRAK
Dengan meningkatnya pembangunan fisik di negara Indonesia sebagaimana yang tercantum didalam GBHN maupun dalam Repelita, maka terhadap semua ini diperlukan pengaturan yang mantap baik mengenai segi yuridisnya maupun dari segi tekhniknya. Kegiatan pembangunan dalam pelaksanaannya tidak bisa dan tidak mungkin dilaksanakan sendiri oleh Pemerintah oleh karena itu Pemerintah mendorong: pihak swasta untuk ikut aktif melaksanakan pembangunan. Pelaksanaan pembangunan dalam realisasinya menimbulkan hubungan hukum yaitu perikatan. Perhubungan hukum berarti bahwa hak si berpiutang itu dijamin oleh hukum atau undang-undang. Mengenai perjanjian pemborongan telah diatur secara umum dalam BW. Pencaturan didalam BW ini belumlah dapat dikatakan memadai. Oleh karena itu diperlukan suatu peraturan standard. Peraturan ini di Indonesia disebut Syarat Umum untuk melaksanakan Pembangunan. Perusahaan Umum Angkasa Pura sebagai instansi Pemerintah di dalam melakukan/mengada kan perjanjian pemborongan dengan pihak swasta harus tunduk pada Keppres No. 29 Tahun 1984, apakah ketentuan - ketentnan. yang ada didalam Keppres ini harus dilaksanakan secara konsekwen ataukah dapat dikesampingkan. Dari isi perjanjian pemborongan antara Perusahaan Umum Angkasa Pura dengan pihak pemborong, dapat terlihat bahwa kedudukan pemborong dibandingkan dengan pihak yang memborongkan selain berada dalam pihak yang lemah. Hal semacam ini terjadi karena tidak adanya peraturan yang dapat dijadikan sebagai pedoman untuk pembuatan kontrak. Bagi setiap proyek instansi Pemerintah yang pembiayaannya berasal dari APBN, terhadapnya dilakukan ketentuan-ketenbuan dalam Keppres No. 29 Tahun 1984, yaitu tentang. Pelaksanaan anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Oleh karena pembiayaan proyek-proyek yang dilakukan oleh pihak Perum Angkasa Pura sebagai instansi Pemerintah juga berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, maka iapun didalam melaksanakan proyek-proyek tersebut harus tiin.duk pada ketentuan-ketentuan dalara Keppres tadi, Bahwa perjanjian pemborongan berakhir apabila tuduan yang telah diperjanjikan sudah tercapai dan pihak yang memborongkan telah melakukan pembayaran kepada pihak pemborong dan pihak pemborong telah menyerahkan pekerjaan tersebut
dan sudah diterima oleh pihak yang memborongkan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rika Sahara
"Sebagai Badan Penyelenggara Jasa Telekomunikasi di Indonesia khususnya dalam bidang penyelenggaraan jasa telekomunikasi dalam negeri, PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk (TELKOM) dimungkinkan untuk bekerjasama dengan Badan lain dalam rangka mempercepat dan meningkatkan pembangunan, penyediaan dan pelayanan jasa telekomunikasi kepada masyarakat. Hal itu kemudian ditindaklanjuti dengan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama Operasi (KSO) antara TELKOM dengan PT. PRAMINDO IKAT NUSANTARA (PIN) yang akan bertindak sebagai Mitra Usaha TELKOM di Wilayah KSO I Sumatera.
Dari Perjanjian KSO yang dilakukan oleh TELKOM dengan PIN kemudian ternyata terdapat berbagai permasalahan yaitu mengenai bentuk perjanjiannya itu sendiri, aspek hukum perjanjian, serta upaya yang dapat dilakukan oleh TELKOM dan PIN untuk menyelesaikan sengketa/perselisihan yang mungkin timbul dalam pelaksanaan Perjanjian KSO. Perjanjian Kerja Sama Operasi (KSO) antara TELKOM dengan PIN dapat digolongkan kedalam suatu bentuk Build, Operate and Transfer (BOT) di bidang telekomunikasi. Perjanjian Kerja Sama Operasi (KSO) yang dilakukan oleh TELKOM dan PIN juga telah menerapkan sebagian besar dari aspek-aspek hukum perjanjian yang terdapat didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata khususnya yang terdapat dalam Buku III Tentang Perikatan, dan upaya penyelesaian sengketa/perselisihan yang diambil oleh TELKOM untuk mengatasi permasalahan yang terjadi antara TELKOM dengan PIN ternyata diluar dari klausula penyelesaian sengketa yang diatur didalam Pasal 18 Perjanjian KSO yaitu diselesaikan dengan menerapkan Skema Penyelesaian Jangka Panjang Secara Menyeluruh. Kesalahpahaman dan interpretasi yang berbeda terhadap suatu isi perjanjian merupakan penyebab terjadinya perselisihan/sengketa diantara para pihak. (RS)"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S21112
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aqwa Mulya
"Setiap pelaksanaan dari pengelolaan hutan harus mengikuti prinsip dasar pengelolaan hutan secara profesional untuk mewujudkan pengelolaan hutan lestari (sustainable forest management). Pelaksanaan pemungutan sampai dengan pemanfaatan Dana Reboisasi merupakan salah satu unsur dari pengelolaan tersebut, yang memberikan dukungan menentukan dalam mewujudkan pengelolaan dengan asas manfaat dan lestari. Mengenai Dana Reboisasi saat ini diatur dalam Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2002 yang sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketetuan-Ketentuan Pokok Kehutanan dan Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1997. Dalam pelaksanaan pemungutan Dana Reboisasi tersebut banyak terjadi kendala yang mengakibatkan terjadinya tunggakan Dana Reboisasi dari para Wajib Setor yang terdiri dari pemegang Hak Pengusahaan Hutan, pemegang Hak Pemungutan Hasil Hutan dan pemegang ijin Pemanfaatan Kayu. Banyak hal yang menyebabkan kendala tersebut terjadi, salah satunya disebabkan adanya wanprestasi berupa tunggakan Dana Reboisasi dari Perjanjian Kerjasama Pemanfaatan Kayu Bulat. Wanprestasi tersebut terjadi karena disebabkan pihak mitra kerja merasa telah banyak mengeluarkan dana dan juga merasa dijadikan "sapi perahan" oleh pihak pemegang ijin Pemanfaatan Kayu tersebut sehingga keuntungan yang diharapkannya tidak tercapai. Upaya penyelesaian terhadap wanprestasi terhadap perjanjian kerjasama tersebut adalah dengan upaya musyawarah dan apabila tidak dapat diselesaikan maka dilakukan upaya hukum berupa gugatan ke Pengadilan Negeri. Akibat hukum terhadap tunggakan Dana Reboisasi yang merupakan wanprestasi dalam perjanjian kerjasama tersebut adalah ganti rugi, pembatalan perjanjian, peralihan resiko dan membayar biaya perkara."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
S21142
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nestri Widyaningsih
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1995
S20635
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syaichul Abad
"ABSTRAK
A. MASALAH P0K0K. Permasaiah pokok dalam skripsi ini yang berjudul lt perjanjian Penerusan Pinjaman antara Pemerintah Republik Indonesia dn PT Aneka Tamnbang adalah sebagai berikut 1. Guna mencapai kesepakatan terbentuknya Perjanjian nerusan Pinjaman antara Pemerintah Republik Indonesia dan PT Aneka Tanbangv instansi rnana, ian gkah apa dan dokumen apa yang diperlukan. 2. Apakah materi-materi yang diperjanjikan dalam Perjanjian Penerusan Pinjaman antara Pemerintah Republik Indonesia dan PT Aneka Tambang tidak bertentangan sebagaimana diatur dalam KUHPerdata. 3. Dalam pelaksanaannya, apakah Perjanjian Penerusan Pinjaman antara Pemerintah Republik Indonesia dan PT Aneka Tambang teiah sesuai dengan perjanjian penerusan pinjaman yang biasa dilaksanakan oleh Pemerintah. Dengan istilah perjanjian penerusan pinjaman 2 apakah mempunyai sifat accessoir terhadap perjanjian pokoknya dan masalah-masalah hukum lainnya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Fadillah
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S21562
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Mardiana
"Setiap pengusaha/perusahaan mempunyai tanggung jawab berdasarkan peraturan perundangan untuk memberikan perlindungan bagi para tenaga kerjanya. Untuk memberikan perlindugan yang lebih layak bagi tenaga kerja, pemerintah kemudian mengusahakan program jaminan sosial bagi tenaga kerja atau jamsostek dan wewenang penyeleggaraannya diserahkan pada PT. Jamsostek. Dengan adanya program jamsostek ini maka tanggung jawab perusahaan untuk memberikan perlindungan bagi tenaga kerjanya beralih kepada PT. Jamsotek. Program jamsostek yang diselenggarakan oleh PT. Jamsostek tersebut terdiri dari empat program wajib, yang harus diikuti oleh setiap perusahaan yang sudah memenuhi syarat yang ditentukan oleh peraturan perundangan. Salah satu programnya ada yang menjadi tidak wajib apabila perusahaan yang bersangkutan bisa menyelenggarakan sendiri program yang demikian dengan lebih baik atau minimal sama dengan apa yang diselenggarakan oleh PT. Jamsostek. Program yang dimaksud adalah program jaminan pemeliharaan kesehatan yang berupa pelayanan kesehatan dalam bentuk pelayanan medis. Akan tetapi PT. Jamsostek tidak dapat menyelenggarakan program tersebut dengan kemampuan sendiri, maka ia bekerja sama dengan pihak lain untuk menyelenggarakannya demi memenuhi tugas dan tanggung jawab yang diberikan oleh peraturan perundangan. Kerja sama yang dimaksud diatas dilakukan dengan koordinator pelaksana pelayanan kesehatan dalam bentuk perjanjian tertulis sebagaimana yang telah ditetapkan dalam peraturan perundangan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S20447
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>