Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 58705 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wiwiek Achdijati
"ABSTRAK
A. MASALAH POKOK
Dalam era penbangunan ini negara kita sedang giat-giat nya melaksanakan pembangunan. Pembangunan yang dimaksud adalah pembangunan nasional disegala bidang, baik pembangunan dibidang physik maupun dibidang spiritual. Pembangunan dibidang physik yaitu pembangunan dalam bidang prasarana, sedangkan pembangunan dibidang spiritual diantaranya adalah pembangunan dalam bidang hukum dan lain-lainnya. Pembangunan dalam bidang prasarana dan pembangunan dalam bi - dang hukum haruslah senantiasa selaras atau seimbang antara yang satu dengan yang lainnya, sehingga dengan demikian hukum dapat menjadi pendukung dan pengaman dari pembangunan prasa - rana. Pembangunan adalah merupakan program-program didalam Pelita yang bertujuan untuk mencapai kesejahteraan Dangsa dan Negara, serta untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur, ^engan demikian pembangunan dibidang prasarana tidaklah dapat dilepaskan dari usaha pembangunan hukum yang sesuai dengan cita-cita Bangsa Indonesia untuk menciptakan Hukum Nasional, guna menggantikan hukum lama yang sedikit banyak sudah tidak dapat diterapkan lagi, Salah satu program Pembangunan Nasional dibidang prasarana adalah pembangunan dalam bentuk bangunan gedung-gedung yang dilaksanakan olah Pemarintah ataupun oleh pihak swasta, dimana dalam hal ini tidaklah dapat dilupakan peranan dari pemborong-pamborong ataupun pihak-pihak yang memborongkan, sehingga pambangunan prasarana berjalan dengan lancar, yaitu selesai tepat pada uaktunya yang telah disepakati serta sesuai dangan parancanaannya. Agar pambangunan yang akan dilaksanakan itu barjalan dengan baik dan teratur, maka Pemerintah mengeluarkan peraturan menganai pemborong proyek, yaitu Keputusan Prasidan/KEPPRES No. 29/B4, yang mana paraturan itu merupakan paraturan pelaksana, dari pada Peraturan Anggaran Pendapat dan Belanja Nagara/ APBN yang ditetapkan setiap 1 tahun sekali. Dalam Keppres tersebut dinyatakan bahwa didalam pemborongan bangunan intuk pemerintah diseluruh indonesia maka harus diutamakan Pemborong setempat diwilayah mana proyek tersebut akan dibangun dengan adanya Keppres tersebut, maka bermunculanlah pemborong pemborong swasta, baik dari golongan ekonomi lemah maupun dari golongan ekonomi kuat untuk turut berpartisipasi didalam pembangunan, Disamping peraturan pelaksana tersebut diatas, peraturan pemborongan di Indonesia juga diatur secara tersandiri didalam KUHPerdata pada buku.II Bab 7 A bagian 5 dalam pasal 1604 sampai dangan pasal 1616, Buku III juga mengatur parjanjian — perjanjian untuk malakukan pekarjaan. Dalam skripsi ini akan ditinjau mengenai pemborongan bangunan Gedung P.T. INDOSAT yang dikerjakan oleh P.T. JAYA C.M. MANGGALA PRATAMA. B. MET0DE PENELITIAN Untuk memperoleh materi yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini, maka Penulis lebih menitik baratkan pada penggunaan metode study lapangan, yaitu dengan mendatangi pemborong bangunan gedung P.T. INDOSAT yaitu P.T. JAYA C.M. HANGGALA PRATAMA, dengan mengadakan wawancara dan mengumpulkan data-data yang ada. Disamping itu Penulis juga mempergunakan study kepustakaan, yaitu dengan cara membaca tulisan-tulisan, buku-buku, serta catatan-catatan kuliah yang berhubungan dengan masalah penulisan ini. C. HAL-HAL YANG DIKETEMUKAN Didalam perjanjian dijelaskan secara terperinci mengenai; 1, Proyek; 2, Surat Perjanjian; 3. Lampiran; 4. Appendix; 5, Pihak Ketiga; 6. Construction Manager; 7. Quantity Surveyor; 8, Perencana Arsitek dan engineering; 9, Desain selesai 50 %; 10, Desain selesai 100 % 11, Perkiraan Biaya Pertama; 12, Perkiraan Biaya Pasti; 13, Biaya yang dijamin; . 14, Pakerjaan Tambah/Kurang; 15, Penyarahan Partaina Proyek; 16, Penyarahan Kadua Proyak; 17, Manual; IB, Dokuman Pembangunan dan 19, Penghentian Pakerjaan, Disamping hal—hal di atas juga dijelaskan menganai tugas—tugas yang menjadi hak dan kawajiban para pihak, tugas pekarjaan, lingkup pakerjaan,. Hubungan antara pihak kasatu, pihak ke dua dan pihak ketiga, Besar imbalan jasa secara keseluruhan sarta Pembayaran imbalan jasa, juga dijelaskan mengenai masalah perselisihan yang akan timbul kamudian hari, D, KESIMPLILAM DAN SARAN Kesimpulan yang dapat ditarik oleh Penulis adalah sebagai berikut : a, Perjanjian Pemborongan Bangunan adalah suatu perjanjian yang berdasarkan atas asas kebebasan berkontrak-, tetapi karena demi kepentingan umum dan tertibnya pembangunan, maka dalam hal—hal tertentu asas kebabasan berkontrak tersebut perlu dibatasi, dan hal ini harus berpedoman pada peraturan standard yang ditetapkan oleh Penguasa. b. Bahwa dalam perjanjian pemborongan bangunan Negara, terdapat peraturan yang beraneka ragam dimana peraturan tersebut penerapannya dilakukan secara bersama-sama yaitu : - Peraturan yang bersifat hukum perdata - Peraturan yang bersifat hukum publik - Peraturan yang bersifat hukum administrasi negara, c. Bahua terhadap penyelesaian perselisihan yang terjndi an - tara para pihak maka hal ini diselesaikan meialui beberapa jalan : - (Meialui musyawarah untuk mufakat, kalau tidak bisa Melalui Arbitrase peradilan wasit, kalau ini juga tidak bisa - Melalui Pengadilan, yang merupakan tahap terakhir, Saran-saran yang dapat dikemukakan oleh Penulis adalah sebagai berikut : a. Bahuja Penulis setuju dengan adanya peraturan-peraturan standard yang ditetapkan oleh Penguasa, jadi bukan ditetapkan oleh kedua belah pihak saja, karena didalam perjanjian pemborongan pekerjaan khususnya pekerjaan bangunan, merupakan perjanjian yang penuh dengan resiko yang berhubungan dengan ketertiban umum dan tertibnya bangunan, didalam perundang2an di Indonesia dikenal sejumlah peraturan yang bertalian dengan perjanjian pemborongan yaitu : - Beberapa pasal dalam Kitab Undang—Undang!Hukum Perdata - Undang-Undang khusus dan - PeratUran-Peraturan lain yang umumnya perlu diganti atau perlu diadakan peninjauan kembali. c, Didalam surat perjanjian pemborongan dijalaskan secara gamblang apa yang menjadi hak dan kewajiban para pihak yang ikut serta dalam perjanjian itu, hal ini memudahkan apabila dikemudian hari terjadi perselisihan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuniek Indah Puspitawati
"Negara Indonesia saat ini sedang membangun, dan hal ini menempatkan hukum menjadi suatu bagian yang juga harus memegang peran. Secara khusus peranan tersebut dapat dilihat pada perjanjian pemborongan pekerjaan mendirikan gedung antara instansi pemerintah dengan pemborong swasta. Walaupun Buku III Kitab Undang-undang hukum Perdata telah mengaturnya, namun dalam praktek diperlukan ketentuan lain yang ternyata sifatnya publik. Pada Perjanjian pemborongan pekorjaan mendirikan gedung Asrama Pendidikan Guru Perawatan Jakarta ini,dua kebentuan tersebut adalah: Keppres 14A/198O & Keppres 18/1981. Masalahnya adalah sampai sejauh mana ketentuan publik tersebut berpengaruh bagi perjanjian ini.
Berdasarkan penelitian melalui penelusuran perpustakaan dan juga melalui serentetan wawancara dengan petugas setempat diperoleh hasil : Perjanjian Pemborongan Pekerjaan Mendirikan Gedung Asrama Pendidikan Guru Perawatan Jakarta, antara Departemen Kesehatan dengan PT. Bangun Indah Sakti diiakukan berdasarkan Garis-garis Besar Haluan Negara, yang dicantumkan dalam Tap MPR Il/1983.
Diperiukan campur tangan pemerintah untuk menentukan pemborong pelaksana melalui pelelangan sehingga terjadi pemerataan antara pemborong yang ekonominya lemah dan pemborong yang ekonominya kuat. Azas kebebasan berkontrak buku III Kibab Undang-undang HUKUM PERDATA dibabasi. Instansi Pemerintah meskipun dalam rangka melakukan tugas publiknya dalam hal iai bertindak sebagai badan perdata."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eddy Sidharta M.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Fadillah
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S21562
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Herjantini
"ABSTRAK
Masalah Pokok
Tujuan dari pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur serta merata di seluruh tanah air, dan dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, dan harus benar-benar dirasakan oleh seluruh rakyat sebagai perbaikan tingkat hidup Bangsa Indonesia.
Dalam kegiatan pembangunan, baik pembangunan fisik maupun pembangunan mental tidak bisa dan tidak mungkin dilaksanakan oleh pemerintah, melainkan harus didukung oleh partisipasi seluruh lapisan masyarakat, dan untuk mendorong pihak swasta, khususnya swasta nasional untuk ikut aktif melaksanakan pembangunan.
Dalam hal pembangunan fisik diperlukan adanya partisipasi dari kelompok pengusaha/kontraktor untuk turut mewujudkan pembangunan proyek-proyek pemerintah, dengan ikut sertanya pihak swasta tersebut, maka timbullah hubungan hukum antara para pihak tersebut, hubungan hukum mana termasuk dalam bidang Hukum Perdata, khususnya bidang Hukum Perjanjian Hubungan hukum tersebut dalam perwujudannya dituangkan dalam Surat Perjanjian Borongan yang mengatur hak dan kewajiban para pihak dalam proses pelaksanaan pekerjaan yang diperjanjikan.
Masalah pokok yang akan dibahas adalah tinjauan terhadap pasal-pasal yang mengatur mengenai perjanjian pemborongan pekerjaan dengan praktek pelaksanaan perjanjian pemborongan pekerjaan, antara P.T.Pembangunan Perumahan dengan P.T. Intalan Works.
Selain dari itu dikemukakan juga sampai sejauh manakah peranan pihak kontraktor dalam pembangunan, serta permasalahan-permasalahan apa saja yang dihadapi oleh para kontraktor pada umumnya, dan khususnya P.T. Intalan Works.
Disamping itu dibahas pula mengenai cara bagaimana pihak kontraktor mengatasi/menanggulangi permasalahan-permasalahan sehubungan dengan pelaksanaan pekerjaan, dan penyelesaian perselisihan yang terjadi akibat adanya wanprestasi.
Metode Penelitian.
Dalam penulisan skripsi ini digunakan dua metode, yaitu melalui studi kepustakaan dan studi lapangan. Di dalam penelitian studi kepustakaan, penulis berusaha untuk memperoleh data dengan membaca bahan-bahan pustaka, serta berusaha mencari pemecahannya dengan berpedoman pada KUH Perdata, maupun buku-buku ilmiah laihnya yang ada hubungannya dengan penulisan ini.
Dalam penelitian melalui studi lapangan, penulis mengadakan penelitian langsung dengan jalan melakukan wawancara secara langsung dengan pihak-pihak yang berwenang dalam memberikan pendapat, diantaranya dengan Fabrication Manager yang telah memberikan data dan menjelaskan mengenai masalah yang berhubungan dengan kontrak-kontrak, dan dari Industrial Relations Manager, yang telah memberikan data dan informasi yang menyang kut permasalahan di bidang hukum.
Disamping itu pula dipergunakan metode komparatif, yang memperbandingkan data yang diperoleh dari studi kepustakaan dengan data yang diperoleh dari studi lapangan, dengan maksud untuk membandingkan teori yang sudah ada dengan praktek yang terjadi dalam masyarakat, dengan demikian akan diperoleh data yang sedikit banyaknya menghasilkan hak yang sebenarnya mendekati kenyataan.
Hal-hal yang ditemukan:
1. Pengertian dan definisi dalam pasal 1313 KUH Perdata kurang sempurna, karena tidak terlihat adanya perjanjian timbal-balik.
2. Pasal 1338 KUH Perdata memberikan kebebasan kepada para pihak untuk menentukan isi dari pada perjanjian yang mereka buat, jadi merupakan azas terbuka dalam Hukum Perjanjian (azas kebebasan berkontrak).
3. Penempatan pasal 1328 KUH Perdata yang mengatur wanprestasi, kurang sempurna adanya, karena ditempatkan dalam bagian yang mengatur tentang perikatan-perikatan untuk memberikan sesuatu, jadi seolah-olah hanya berlaku bagi perikatan yang demikian saja.
4. Terdapat ketidak seimbangan antara hak dan kewajiban pemberi tugas disatu pihak dengan hak dan kewajiban pemborong di lain pihak.
5. Dalam kontrak yang dibuat para pihak tidak diatur mengenai masalah peralihan risiko, yaitu siapakah yang harus mempertanggung jawabkan risiko diluar salahnya kedua belah pihak.
6. Pada prakteknya sering dijumpai harabatan-hambatan/permasalahan-permasalahan dalam pelaksanaan perjanjian, sehingga hal ini mengakibatkan perjanjian tidak dapat dilaksanakan sebagaimana rencana semula.
7. Penyelesaian perselisihan dengan cara musyawarah untuk mufakat adalah cara yang paling sering dijumpai dalam praktek, khususnya P.T. Intalan Works sehubungan dengan pelaksanaan perjanjian pemborongan pekerjaan.
8. Harapan bahwa jika timbul sengketa diantara para pihak akan dapat diselesaikan secara cepat dan seadil-adilnya melalui peradilan wasit tidak ditemui dalam praktek, karena sengketa yang timbul dan tidak terselesaikan dengan cara musyawarah untuk mufakat tidak diajukan ke Peradilan wasit, oleh karena hingga saat ini di Indonesia belum mempunyai Peradilan wasit, melainkan diajukan melalui Pengadilan Negeri.
Kesimpulan.
Untuk memperlancar lajunya pembangunan yang sedang dilakukan pemerintah, maka untuk itu diperlukan adanya partisipasi dari pihak swasta dalam hal ini pemborong/kontraktor yang direalisir dalam bentuk Perjanjian pemborongan pekerjaan.
Perjanjian tersebut di atas akan didahului suatu proses, yaitu di pihak yang memborongkan pekerjaan membuat perencanaan kerja yang cermat untuk kemudian diadakan pelelangan/tender atau penunjukkan langsung, tergantung dari jenis dan volume pekerjaan.
Di pihak lain, Pemborong akan didahului melalui proses prakualifikasi, pengajuan penawaran, penanda-tanganan perjanjian seandainya yang bersangkutan memenuhi syarat yang diajukan oleh pihak yang memborongkan pekerjaan.
Dalam pelaksanaan pekerjaan di lapangan sering dijumpai permasalahan, sehingga menimbulkan keterlambatan pekerjaan atau hal-hal yang tidak sesuai dengan perjanjian yang telah disetujui bersama. Untuk menyelesaikan hal tersebut di atas (wanprestasi), maka selain apa yang telah ditentukan di dalam perjanjian yaitu musyawarah untuk mufakat, atau melalui Badan Arbitrase Nasional (BANI), maka dalam prakteknya akan diselesaikan melalui Pengadilan Negeri.
Saran
Kehadiran para kontraktor sebagai pasangan kerja bagi pemerintah, sangat menunjang keberhasilan dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang sedang digalakkan terutama dalam pembangunan fisik, maka untuk itu :
- Perlu adanya pengaturan hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian pemborongan pekerjaan, dan peraturan tersebut hendaknya mencerminkan keseimbangan kepentingan pihak kontraktor dan pihak pemberi tugas (bouwheer), sehingga dalam pelaksanaannya tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
- Penanda-tanganan Surat Perjanjian, agar dilakukan pada saat yang bersamaan, dan pekerjaan dimulai setelah penanda-tanganan oleh para pihak.
- Demi adanya kepastian bagi pihak kontraktor dan bouwheer, pemerintah hendaknya memberikan penjelasan terhadap akibat dari adanya Perobahan kebijaksanaan dalam bidang ekonomi/moneter, sehingga dapat diketahui apakah keadaan tersebut dapat diklasifikasi kan sebagai force majeure atau tidak.
- Agar disusun suatu Perundang-undangan dan yurisprudensi tentang Peradilan wasit.
Dengan adanya pengembangan dan penyempurnaan perjanjian pemborongan pekerjaan, terutama bertujuan untuk menyempurnakan sistim, bentuk dan ketentuan-ketentuan yang dibuat para pihak dalam perjanjian, sehingga masalah-masalah yang timbul akan dapat diatasi dengan mudah, dengan demikian terdapat keseimbangan antara hak dan kewajiban para pihak, serta hak dan kewajiban tersebut dapat dijamin kepastian hukumnya.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satrya Masa T. Paul
"ABSTRAK
Dengan meningkatnya pembangunan fisik di negara Indonesia sebagaimana yang tercantum didalam GBHN maupun dalam Repelita, maka terhadap semua ini diperlukan pengaturan yang mantap baik mengenai segi yuridisnya maupun dari segi tekhniknya. Kegiatan pembangunan dalam pelaksanaannya tidak bisa dan tidak mungkin dilaksanakan sendiri oleh Pemerintah oleh karena itu Pemerintah mendorong: pihak swasta untuk ikut aktif melaksanakan pembangunan. Pelaksanaan pembangunan dalam realisasinya menimbulkan hubungan hukum yaitu perikatan. Perhubungan hukum berarti bahwa hak si berpiutang itu dijamin oleh hukum atau undang-undang. Mengenai perjanjian pemborongan telah diatur secara umum dalam BW. Pencaturan didalam BW ini belumlah dapat dikatakan memadai. Oleh karena itu diperlukan suatu peraturan standard. Peraturan ini di Indonesia disebut Syarat Umum untuk melaksanakan Pembangunan. Perusahaan Umum Angkasa Pura sebagai instansi Pemerintah di dalam melakukan/mengada kan perjanjian pemborongan dengan pihak swasta harus tunduk pada Keppres No. 29 Tahun 1984, apakah ketentuan - ketentnan. yang ada didalam Keppres ini harus dilaksanakan secara konsekwen ataukah dapat dikesampingkan. Dari isi perjanjian pemborongan antara Perusahaan Umum Angkasa Pura dengan pihak pemborong, dapat terlihat bahwa kedudukan pemborong dibandingkan dengan pihak yang memborongkan selain berada dalam pihak yang lemah. Hal semacam ini terjadi karena tidak adanya peraturan yang dapat dijadikan sebagai pedoman untuk pembuatan kontrak. Bagi setiap proyek instansi Pemerintah yang pembiayaannya berasal dari APBN, terhadapnya dilakukan ketentuan-ketenbuan dalam Keppres No. 29 Tahun 1984, yaitu tentang. Pelaksanaan anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Oleh karena pembiayaan proyek-proyek yang dilakukan oleh pihak Perum Angkasa Pura sebagai instansi Pemerintah juga berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, maka iapun didalam melaksanakan proyek-proyek tersebut harus tiin.duk pada ketentuan-ketentuan dalara Keppres tadi, Bahwa perjanjian pemborongan berakhir apabila tuduan yang telah diperjanjikan sudah tercapai dan pihak yang memborongkan telah melakukan pembayaran kepada pihak pemborong dan pihak pemborong telah menyerahkan pekerjaan tersebut
dan sudah diterima oleh pihak yang memborongkan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Mulianti Ratnasari
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1995
S20657
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hari Isnaeni
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herman Josep S.
"ABSTRAK
TNl- Angkatan Laut sebagai bagian integral Angkatan Bersenjata Republik Indonesia merupakan komponen utama pertahanan keamanan negara, dituntut untuk mampu menjamin terselenggaranya kepentingan Nasional di dan atau lewat laut, baik aspek keamanan maupun aspek kesejahteraan. Untuk itu TNI- Angkatan Laut harus senantiasa memelihara, meningkatkan serta membina kemampuan kekuatan dilaut guna menegakkan kedaulatan dan hukum diperairan yurisdiksi Nasional.
Dalam rangka pelaksanaan tugas tersebut diperlukan adanya
material alat utama yang berupa KRI ( Kapal Perang RI ) yang siap dan andal dalam jumlah dan kondisi sesuai kebutuhan Operasi Laut. Untuk dapat mewujudkan adanya KRIyang siap dan bernilei guna tinggi haruslah diupayakan agar pemeliharaan dan perbaikan KRI dapat dilaksanalan secara terencana, teratur dan berlanjut.
Idealnya semua tingkat pemeliharaan dan perbaikan
KRI harus dapat dilaksanakah sendiri oleh pihak TNI-Angkatan Laut , tetapi mengingat masih terbatasnya sarana, prasarana serta fasilitas pemeliharaan dan perbaikan yang dimiliki oleh pangkalan pangkalan TNI- Angkatan Laut,
maka pekerjaan pemeliharaan dan perbaikan KRI tingkat menengah dan tingkat Depo hingga saat ini diborongkan keperusahaan perusahaan galangan kapal Nasional.
Untuk mendapatkan prioritas didalain melaksana kan peraeliharaan dan perbaikan kapal kapalnya, TNI-Angkatan Laut mangadakan kerja sama dengan 8 (delapan) Perusahaan Galangan Kapal Nasional yang dianggap mampu. Dalam kerja sama ini pihak TNI-Angkatan Laut memberikan beberapa kemudahan terhadap pihak Perusahaan Galangan Kapal.kemudahan tersebut antara lain berupa : bahwa Perusahaan Galangan Kapal untuk mendapatkan order pekerjaan dari TNI-Angkatan Laut tidak perlu mengikuti proses lelang ( tender ).
Seluruh kapal perang R.I. ( KRI ) yang ada dikelompok-kelompokan berdasarkan type / jenis serta adanya persamaan karakteristik tehnisnya. Tiap / masing-masing kelompok KRI tersebut pemeliharaan dan perbaikannya di proyeksikan untuk ditangani oleh satu perusahaan galang kapal tertentu yang telah ikut menandatangani piagam kerja sama tersebut diatas. Selain itu didalam kerjasama ditentukan pula bahua suku cadang KRI yang akan di perbaiki harus disediakan oleh pihak TNI- Angkatan Laut, pihak perusahaan galangan kapal hanya melaksanakan pekerjaannya saja.
Setiap KRI yang akan melaksanakan pemeliharaan dan per baikan mengajukan daftar perbaikan ( repair list ) kepada, perusahaan galangan kapal. Pihak TNI-Angkatan Laut bersama pihak perusahaan galangan kapal memerli'ksa kerusakah
KRI.Kesepakatan dari hasil pemeriksaan dituangkan keda dalam kontrak / surat perjanjian secara terinci.
Dilingkungan TNI- Arigkatan Laut digunakan 2 (dua) bentuk standard / format Surat perjanjian pemborongan .
1. SPK ( Surat Perintah Kerja ).
bentuk / format surat perjanjian ini digunakan untuk mengadakan perjanjian pemborongan yang bernilai lebih dari Rp 1,000.000,- ( satu juta rupiah ) hingga bernilai Rp 20.000.000( dua puluh juta).
Dalam hal perjanjian pemborongan pekerjaan pemeliharaan dan perbaikan KRI - bentuk / format surat perjanjian ini jarang digunakan.Karena nilai kontrak perbaikan sebuah KRI rata rata diatas Rp 20.000.000,- ( dua puluh juta rupiah),
2. Surat Perjanjian Jual Beli.
Bentuk /format surat perjanjian ini dipergunakan dalam mengadakan perjanjian pemborongan yang bernilai lebih dari Rp 20.000.000,- ( dua puluh juta rupiah).
Kedua bentuk / format standard surat perjanjian tersebut isinya telah dibekukan: untuk keseragaman didalam pembuatan surat perjanjian bagi seluruh jajaran TNI
Angkatan Laut dalam menyelenggarakan perjanjian dengan pihak pemborong.
Didalam pelaksanaan perjanjian pemborongan pekerjaan pemeliharaan KRI, sebelum surat perjanjian ditanda tangani, pihak pemborong diwajibkan menyerahkan
jaminan pelaksanaan sebesar 5 % { lima persen ) dari nilai kontrak.
Sering terjadi bahwa tanggal waktu penyalesaian pekerjaan sesuai yang teiah diperjanjiakn didalam surat perjanjian tak dapat ditepati. Hal ini dapat di sebabkan karena :
1. Adanya pengembangan volume pekerjaan. Jika pengembangan pekerjaan ini disetujui kedua be lab pihak dibuatlah Amandemen.
2. Kesulitan untuk mendapatkan suku cadang yang dibutuhkan.
3. Adanya kelalain dari pihak.pemborong/ perusahaan galangan kapal.
Didalam pasal 5.1 surat perjanjian dicantumkanadanya sanksi terhadap kelalaian penyelesaian pekerjaan ini. Sanksi berupa denda ganti rugi sebesar 1 %o ( satu permil ) dari nilai kontrak untuk setiap hari kelambatan penyelesaian pekerjaan.
Hasil penelitian penulis dengan cara membandingkan jumlah rupiah yang dapat dituntut dengan kerugian yang dialami TNI-Angkatan Laut, ternyata sanksi denda ganti rugi sebesar 1 %o ( satu permil ) dari nilai kontrak untuk setiap hari kelambatan penyelesaian pekerjaan adalah terlalu kecil, tidak sebanding dengan kerugiannya.
Keterlambatan penyelesaian pekerjaan pemeliharaan dan perbaikan KRI berdampak luas. Karugian TNI-Angkatan Laut tidak hanya dalam bidang biaya saja tetapi juga meliputi kerugian dalam bidang material KRI, moral dan disiplin ABK ( anak buah kapal ) dan last but not least adalah kerugian dalam bidang militer Operasional."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sugeng Bambang Suroso
"ABSTRAK
Alasan dan Tujuan Skripsi Dengan semakin meningkatnya Pembangunan pada dewasa ini, dimana pembangunan itu sendiri dapat diterjemahkan dengan pelaksanaan Proyek-Proyek, yang melibatkan jumlah dana yang besar, maka keadaan yang demikian ini menempatkan pihak suasta pada kedudukan yang penting sebagai partisipan pembangunan. Hal ini disebabkan Pemerintah dalam melaksanakan pembangunan tak mungkin dapat bertindak sendiri. Hubungan Suasta dengan Pe merintah ini diatur dalam suatu perjanjian baik hal itu menyangkut perjanjian jual beli, perjanjian seua menyeua, perjanjian pemborongan pekerjsan danlain sebagainya, Khusus mengenai per janjian pemborongan pekerjaan, telah ditetapkan suatu standar tertentu, oleh karena perjanjian pemborongan pekerjaan menyangkut aspek perdata dan aspek publik yaitu yang menyangkut keselamatan umura. Perjanjian Pemborongan Pekerjaan yang bersumber dari -ketentuan BU, dan ketentuan tehnis dan administratif yang termuat dalam AU 1941, serta terutama Keputusan Presiden nomor 14 A tahun 1980 jo nomor 10 tahun 1981 beserta lampiran-lampirannya. Ketentuan dalam Kepres tersebut antara lain berbunyi: harga harus bersifat pasti(fixed . price);cost plus fee adalah dilarangj Price Escalation n (kenaikan harga) ditetapkan secara limitatif; Hak- dan Keuajiban para pihak dalam perjanjian harus di - atur secara jelasj Dengan adanya beberapa ketentuan tadi skripsi ini bertujuan untuk meneliti apakah ketentuan-ketentuan tadi benar benar dapat dilaksanakanj disamping standar nasional yang memuat hal-hal telah disebutkan tadi, d^teliti pula apakah ada standar-standar kontrak lainnya yang digunakan di Indonesia (khususnya proyek Peningkatan Jalan Bandung-Cirebon), serta diteliti pula standar -standar lainnya tadi dilam hubungannya dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku yang telah ditetapkan oleh Pemerintah : bagi suatu pemborongan pekerjaan. ' Hasil Penelitian/hal-hal yang dltemukan, Penelitian yang dilakukan baik secara langsung (field-re search) tnaupun secara kepustakaan ( Library research), menemukan hal-hal sebagai berikut : 1. Terdapat 2 (dua) macam standar kontrak pada Proyek Pening katan Jalan Bandung Cirebon, yaitu : standar nasional, dengan sumber dari ket§ntuan-ketentuan hukum nasional. yang lain adalah standar internasiona1, dengan form dari Bank Dunia. 2. Hak dan Keuajiban pada kontrak standar nasional kurang terperinci dan lebih menekankan pada kewajiban Pemborong. Pada standar internasional, Hak dan Keuajiban para pihak terperinci. Kedudukan para pihak. seimbang. 3. Ketentuan mengenai harga pasti, tidak diperkenankan adanya cost plus fee, tidak diaturnya Price escalation, hanyalah ada pada perjanjian standar nasional; pada perjanjian stan dar Internasional, ketentuan dalam Kepres tadi diabaikan, dalam arti asas fixed price ditinggalkan, penetapan harga yang semula hanya untuk menetapkan pemenang lelangi selanjutnya harga berdasarkan cost plus fee, sehingga dapat berubah sewaktu- waktu dan Price escalation dicantumkan dalam kontrak serta cara perhitungannya. Kesimpulan dan Saran. 1. Terdapat dua macam standar kontrak yang mempunyai prinsip - prinsip, terutama bila dikaitkan dengan masalah penetapan harga/nilai kontrak. Yang satu (merupakan standar nasional) ditetapkan secara fixed price,sedang yang lain ( standar internasional) meninggalkan asas fixed price. 2. Ketentuan Keppres nomor 14 A tahun 1980 jo nomor 18 tahun' 1981, hanya berlaku bagi kontrak-kontrak standar nasional, Sehingga terjadi dualisme dalam penetapan harga dan diskriminatif dengan lebih menguntungkan pada standar kontrak internasional 3. Oleh sebab itu, keadaan dualisme dan diskriminatif tadi harus segera diakhiri, yaitu dengan menciptakan suatu standar kontrak baru yang bertaraf internasional dalam arti lembaga hukumnya dikenal dimana-mana dan bersifat universil, yang berarti mempunyai kesamaan dimana-mana pula. Persamaan perlakuan antara Pemborong Nasional yang umumnya lemah dengan Pemborong Syasta Asing dan Nasional yang kuat, akan membuat Pemborong Nasional semakin bergairah, sehingga sejalan dengan tujuan Pemerintah untuk membimbing Pemborong Wasional yang lemah menjadi kuat akan semakin licin jalannya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>