Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 95793 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sukirman
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983
S19497
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fivie Fauziah Mansyur
"Kedudukan seorang Notaris sebagai suatu fungsionaris dalam masyarakat hingga sekarang dirasakan masih disegani. Seorang Notaris biasanya dianggap sebagai seorang pejabat ternpat seseorang dapat memperoleh nasihat yang boleh diandalkan. Segala sesuatu yang ditulis serta ditetapkannya (konstatir) adalah benar, ia adalah pembuat dokumen yang kuat dalam suatu proses hukum. Dari pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris, ditentukan tugas pokok dari Notaris ialah membuat akta-akta otentik. Adapun akta otentik itu menurut ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, memberikan kepada pihak-pihak yang membuatnya suatu pembuktian yang kuat. Notaris oleh undang-undang diberi wewenang menciptakan alat pembuktian yang kuat, dalam pengertian bahwa apa yang tersebut dalam akta otentik itu pada pokoknya dianggap benar. Semenjak tahun 1961, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1961 Notaris tidak lagi berhak membuat Akta Jual Bell tanah. Wewenang itu selanjutnya diberikan kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang khusus diangkat oleh dahulu Menteri Agraria, sekarang oleh Menteri Dalam Negeri dan para Camat juga diberi wewenang sebagai PPAT. Para Notaris pada umumnya juga meran_gkap jabatan PEAT sesudah menempuh ujian khusus untuk itu. Dengan demikian maka Notaris dalam kedudukannya sebagai PPAT berwenang pula membuat akta-akta peinindahan hak atas tanah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 jo Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 37 tahun 1997, seseorang berhak atas tanah jika dapat dibuktikan dengan Akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang. Jual beli yang telah dilakukan berdasarkan tata cara yang ditetapkan oleh peraturan yang berlaku, sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 maka jual beli tersebut adalah sah menurut hukum dan karenanya adalah tidak benar jika dianggap Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris telah melakukan perbuatan melawan hukum dan oleh karena jual beli itu tidak dapat dimintakan pembatalannya, kecuali dapat dibuktikan apabila jual beli tersebut mengandung cacat hukum sehingga harus dibatalkan. Perihal adanya kekeliruan identitas para penghadap yang tercantum dalam akta, bank sengaja maupun tidak sengaja, maka terjadilah suatu kekeliruan atau penipuan, yang dapat menimbulkan tidak syahnya akta Notaris sebagai akta otentik."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T19136
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Aswitha
"Secara konstitusional dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 telah memberikan landasan bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Selanjutnya berdasarkan atas hak menguasai negara sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 dan Pasal 4 ayat (1) serta Pasal 16 ayat (1) UUPA, diberikan beberapa hak atas tanah kepada perorangan atau badan hukum. Pendaftaran tanah/pendaftaran hak atas tanah di Indonesia sejak 1961 hingga sekarang adalah merupakan usaha mewujudkan kepastian hukum terhadap hak-hak atas tanah. Upaya hukum apa yang dapat dilakukan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam hal terjadinya gugatan/pemeriksaan terhadap seorang PPAT. Oleh karenanya permasalahan dalam tesis ini berupa penelitian mengenai dapatkah PPAT membuat perjanjian tambahan akta PPAT dan upaya hukum apa yang dapat ditempuh PPAT dalam menghadapi pemeriksaan kepolisian/pengadilan dengan status sebagai tergugat dalam akta tanah.
Penelitian ini mempergunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif, di mana data diperoleh melalui studi kepustakaan. Sedangkan jenis data yang dipergunakan adalah data sekunder dengan metode pendekatan yaitu metode analisis data secara kualitatif sehingga hasil penelitian bersifat evaluatif-preskriptif-analitis. Sebagai akibat kelemahan Sistem Negatif bertendensi Positif dalam Pendaftaran Tanah maka pemegang hak yang namanya tercantum dalam buku tanah dan sertipikat selalu menghadapi kemungkinan gugatan dari pihak-pihak lain. Secara yuridis, akta PPAT tidak dapat dibatalkan oleh klien mengingat akta tersebut dibuat oleh Pejabat Umum yang dijamin kepastian akan isi akta tersebut. Menyikapi aneka gugatan yang mungkin terjadi terhadap akta PPAT maka seyogyanya peraturan perundang-undangan terkait memungkinkan PPAT membuat perjanjian tambahan dalam akta PPAT guna melindungi posisi PPAT."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16361
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulianus
"Dalam pengalihan hak-hak atas tanah dan/atau bangunan yang didahului dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dengan kuasa jual yang dibuat di hadapan notaris di Kotamadya Jakarta Utara terjadi pengelakan dalam pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan/atau Bangunan (BPHTB).
Metode penelitian yang dipakai adalah metode penelitian yuridis normatif yakni mengacu kepada norma-norma hukum dalam peraturan perundang-undangan. Berdasarkan penelitian, pengelakan terhadap pemungutan PPh dan BPHTB dalam pengalihan hak-hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan dengan membuat akta/surat kuasa jual, akta/surat kuasa jual tersebut dibuat secara terpisah dengan PPJB, dan dijadikan dasar untuk transaksi jual bell tanah dan/atau bangunan berikutnya dengan pihak lain.
Pengelakan diatasi dengan menandatangani surat pernyataan dan diketahui oleh Notaris yang berisi pernyataan bahwa kuasa menjual yang diberikan kepada penerima kuasa belum pernah dibatalkan/cabut dan masih tetap berlaku sampai dibuat dan ditandatanganinya Akta PPAT; bahwa antara pernberi dan penerima kuasa belum/tidak pernah membuat/melakukan/ melaksanakan PPJB di hadapan Notaris; dan bahwa pemilik dan pemegang hak atas tanah dan/atau bangunan bersedia dan sanggup bertanggung jawab sepenuhnya serta bersedia ditindak dan dituntut di hadapan pihak-pihak yang berwenang tanpa meliuatkan Kantor Pertanahan Kotamadya Jakarta Utara.
Penulis menyarankan perlunya penyadaran mengenai pentingnya pajak, diharapkan dengan tingginya kesadaran masyarakat, maka akan meminimalisasi pengelakan pajak; upaya yang telah dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional Kotamadya Jakarta Utara dapat diikuti oleh Badan Pertanahan Nasional Kotamadya lainnya; dan Notaris sebaiknya tidak membuatkan akta/surat kuasa yang dibuat secara terpisah dengan Perjanjian Pengikatan Jual Bell guna menghindari terjadinya pengelakan terhadap pemungutan PPh dan BPHTB.

In land or building sales that was made initiated by The Installment Sale Agreement (Perjanjian Pengikatan Jual Bell) with selling authorization that was made in front of North Jakarta Notary, there was evasion made on Income Tax (Pajak Penghasilan) and Land Tenure Income Tax (Bea Perolehan Hak Atas Tanah an/atau Bangunan) exaction.
The research method is juristic normative method that refers to legal norms in the prevailing laws and regulations. Based on the research, evasion towards PPh and BPHTB in land and/or building sales made with Authorization Selling Letter, it was made separately with PPJB, and was made as a base for the next land and/or building selling transaction with other parties.
Evasion was handled by signing a Statement Letter and known by the Notary that said about the statement that the selling authorization given to the appointed has never been nullified/erased and was still in effect until it is made and signed in front of the PPAT; that between the appointer and the appointed has never been made/done/performed a PPJB in front of the Notary; and that the owner and holder of land and/or building is willing and can be hold responsible and willing to be charged and punished by the authorities without involving the North Jakarta Land Registry Office.
The author advises about the awareness to the importance of tax, hoping for society's awareness, therefore minimizing the tax evasion; the effort made by the North Jakarta Land Registry Office can be followed by the other Land Registry Offices; and Notary should not made Letter of Authorization that was made separately with Installment Sale Agreement to avoid the evasion of PPh dan BPHTB exaction.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19645
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heryani
"Tanah dan rumah adalah kebutuhan yang terus meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk. Karena itu usaha pengembangan di bidang perumahan semakin tumbuh dan berkembang ditengah masyarakat. Agar kebutuhan masyarakat akan rumah terpenuhi dan usaha pengembangan perumahan berjalan lancar, diberikanlah beberapa kemudahan. Misanya pembeli boleh membayar secara angsuran, penjual boleh memasarkan rumah secara pre project selling, atau menjual rumah disaat bangunan belum dibangun. Bahkan pihak perbankanpun dilibatkan guna mempermudah lagi transaksi tersebut. Akan tetapi, disisi lain kemudahan-kemudahan ini justru dapat menimbulkan permasalahan. Untuk itulah dalam tesis ini dibahas mengenai masalah-masalah apa saja yang dapat diantisipasi dalam transaksi tanah dengan pembayaran secara angsuran dan upaya hukum apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Secara khusus penelitian dalam tesis ini hanya dibatasi pada transaksi tanah (dan rumah) yang dilakukan pada PT. Kreasi Prima Nusantara. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan yang bersifat normatif. Sedangkan data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersierm yang didapatkan dengan studi kepustakaan. Setelah mendapatkan data dilakukan analisis data secara deskriptif kualitatif. Sehingga penelitian ini dapat memberikan gambaran yang jelas, sistematis dan logis mengenai masalah yang dikaji serta merumuskan kesimpulan dan saran. Berdasarkan analisa yang telah dilakukan, disimpulkan bahwa masalah-masalah yang perlu diantifipasi para pihak dalam transaksi tanah secara angsuran dapat ditinjau dari tiga segi. Ada yang merugikan konsumen, developer maupun bank sebagai pihak terkait dalam transaksi tersebut. Upaya hukum yang dapat dilakukan untuk menghadapi masalah tersebut dapat dilakukan secara preventif dan represif."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14552
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abu Tafsir
"Kecenderungan manusia untuk segera memenuhi kebutuhan atas manfaat suatu benda tidak dapat dipenuhi seluruhnya oleh benda-benda miliknya. Salah satu cara mengatasinya adalah melalui perjanjian sewa menyewa. Perjanjian sewa rumah dan bangunan merupakan salah satu perjanjian sewa menyewa yang banyak dilakukan dalam masyarakat dan mendapatkan pengaturan yang cukup lengkap dalam Bab ketujuh Buku Ketiga KUH Perdata.
Penulisan tesis mengambil judul "Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Sewa Menyewa Tanah Dan Bangunan (Analisis Terhadap Akta Notariil Perjanjian Sewa Menyewa Tanah dan Bangunan)" dengan mengangkat kasus 2 (dua) perjanjian sewa menyewa tanah dan bangunan yang dibuat dengan Akta Notariil.
Pokok permasalahannya adalah bagaimana penerapan perlindungan hukum yang seimbang terhadap para pihak dalam perjanjian sewa menyewa serta bagaimana klausul perjanjian sewa menyewa tanah dan bangunan yang dianalisis dapat memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang membuat perjanjian.
Penelitian dilakukan dengan metode penelitian kualitatif normatif dengan cara menganalisa peraturan perundang-undangan dan buku-buku, didukung oleh data primer, sekunder serta bahan hukum tertier serta pengkajian terhadap kasus melalui observasi dan wawancara.
Hasilnya mendapatkan kesimpulan bahwa ketentuan hukum tentang sewa menyewa dalam KUHPerdata telah memberikan perlindungan hukum yang memadai dan seimbang bagi para pihak. Dalam kasus yang dianalisis ditemukan klausul-klausul yang dapat memberi perlindungan kepada masing-masing pihak tetapi masih ditemukan beberapa klausul yang harus disempurnakan termasuk kejelasan data benda yang disewakan dan resiko yang mungkin terjadi serta akibat hukum bagi masing-masing pihak jika melakukan pelanggaran atau wanprestasi terhadap perjanjian yang disepakati sebagaimana tersajikan selengkapnya dalam tesis ini."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16354
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danny Firdaus bin Iskandar
"Sejak berlakunya Undang-undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria tanggal 24 September 1960 (LN 1960 No.104), UUPA, mulailah berlaku hak-hak atas tanah baru yang bersumber dari hukum adat. Di mana pada azasnya hak atas tanah diberikan oleh Negara sesuai dengan peruntukannya. Namun dewasa ini, sejalan dengan adanya instruksi kepada instansi-instansi pemerintah untuk meningkatkan pemanfaatan atas aset-aset negara yang berada di dalam penguasaan, mulailah tampak gejala pemanfaatan tanah di luar peruntukan pemberian haknya atau tanpa adanya penyesuaian terlebih dahulu.
PT. Kereta Api Indonesia (Persero), PTKA, merupakan badan usaha milik negara yang mempunyai aset berupa tanah dalam jumlah yang besar dan meluas di Indonesia. Di mana atas tanah-tanah asetnya tersebut, PTKA telah melakukan pemanfaatan yang berupa kerja sama dengan pihak luar, baik yang berupa bentuk-bentuk Kerja Sama Operasi (KSO), Build Oparate & Transfer (BOT), maupun penyewaan bidang-bidang tanah yang dituangkan dalam bentuk perjanjian-perjanjian kerja sama. Yang menarik di sini adalah bahwa sesuai dengan hukum pertanahan yang berlaku dewasa ini, baik UUPA atapun aturan-aturan pelaksanaannya, PTKA hanya dapat mempunyai atau mengoperasikan tanah dalam bentuk Hak Pakai, Hak Guna Bangunan ataupun Hak Pengelolaan. Di mana di atas tanah yang dikuasai dengan hak-hak tersebut tidak dapat diadakan suatu pemberian hak lagi kepada pihak luar dengan menggunakan Hak Sewa."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16548
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Ully Rahmawati
"Negara berwenang mengatur bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Melalui penataan ruang dan penatagunaan tanah, negara mengatur penggunaan tanah dengan mempertimbangkan kepentingan pribadi (perorangan) dan kepentingan sosial. Salah satu bentuk kepentingan sosial dalam bidang transportasi adalah penyelenggaraan bandar udara. Dalam penyelenggaraannya, bandar udara harus menguasai tanah dan/atau perairan dan ruang udara pada lokasi yang telah ditetapkan untuk keperluan pelayanan jasa kebandarudaraan, pelayanan keselamatan operasi penerbangan dan fasilitas penunjang bandar udara umum. Penetapan suatu lokasi sebagai bandar udara akan menghadapi keadaan dimana penyelenggaraan bandar udara beserta fasilitas penunjangnya berhubungan dengan penggunaan tanah oleh masyarakat di sekitar bandar udara. Pengguna tanah di sekitar bandar udara ingin menggunakan dan memanfaatkan tanahnya berdasarkan kepentingan pribadi, sedangkan keberadaan bandar udara menuntut pengguna tanah di sekitarnya untuk menggunakan tanahnya dalam batas tertentu sehingga tidak mengganggu keamanan dan keselamatan penerbangan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peraturan-peraturan yang berkaitan dengan penggunaan tanah yang berlokasi di sekitar bandar udara Halim Perdana Kusuma Jakarta, serta akibat diterapkannya peraturan-peraturan tersebut. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian kepustakaan yang disempurnakan dengan wawancara dari berbagai sumber tertentu yang kompeten dengan permasalahan."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16484
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silvana Monika
"Tanah di dalam hukum adat Minangkabau merupakan tanah ulayat yang dikuasai oleh masyarakat sebagai satu-kesatuan suku ataupun kaum. Tanah ulayat di dalam wilayah tersebut terdiri atas: tanah ulayat nagari, tanah ulayat suku, dan tanah ulayat kaum, dan merupakan tanah milik bersama dari anggota kaum tersebut meskipun demikian anggota dari masyarakat hukum adat itu dapat memakai secara pribadi. Dalam arti, bahwa suatu keluarga untuk kepentingannya atau untuk kepentingan anggota keluarga matrilinealnya dapat menguasai tanah ulayat tersebut dengan hak pengelolaan yang disebut dengan istilah ganggam bauntuak.
Dewasa ini, tanah ganggam bauntuak banyak yang telah didaftarkan. Alat bukti atas pendaftarannya adalah sertipikat Hak Milik. Hal ini berbeda dari apa yang telah ditentukan oleh Undang-undang Pokok Agraria (UUPA), dimana Pasal VI Ketentuan Konversi UUPA disebutkan bahwa ganggam bauntuak di konversi menjadi Hak Pakai. Dengan demikian terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara UUPA dengan kenyataan yang terjadi di Sumatera Barat. Permasalahannya adalah, mengapa hal ini dapat terjadi, dalam arti bahwa praktek yang terjadi dilapangan berbeda dengan hukum yang berlaku? Prosedur apakah yang harus ditempuh atau bagaimana caranya agar tanah ganggam bauntuak itu dapat dibuatkan sertipikat Hak Milik atas tanahnya dan bukannya Hak Pakai, dan konsekuensi hukum apakah yang kemudian timbul karenanya?"
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14575
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sirait, Rufinus
"Pemegang Hak Guna Bangunan yang berdiri diatas tanah Hak Pengelolaan mempunyai beberapa kelemahan. Padahal, selaku konsumen atas barang dan jasa, kedudukan mereka adalah lama dengan kedudukan produsen atas barang atau jasa tersebut. Melalui penelitian terhadap pemegang Hak Guna Bangunan yang berdiri diatas tanah Hak pengelolaan. No.1/Ancol, penulis bermaksud menganalisis kelemahan kelemahan apa raja yang dipunvainya serta mencari penyelesaian terhadap kelemahan yang ada sehagai upaya perlindungan hukum bagi mereka.
Penulis akan menganalisis dari segi pembehanan dan peralihan hak, karena dari segi inilah seringkali terjadi didalam praktek, hahwa kedudukan konsumen berada di pihak yang lernah jika dibandingkan dengan kedudukan produsen. Kelemahan-kelemahan yang dipunyai dapat disebahkan karena pemahaman konsumen atas isi perjanjian baku yang sangat minim, serta pelaksanaan pemenuhan syarat-syarat sahnya perjanjian seperti yang dimaksud pasal 1320 KUH Perdata yang sangat sulit untuk diterapkan dengan dengan benar. Selain itu, pemahaman konsumen akan hak guna bangunan yang berdiri diatas tanah hak pengelolaan itu sendiri juga sangat minim sekali. Berdasarkan hal tersebut, maka sangatlah perlu ada upaya perlindungan hukum bagi mereka. Berdasarkan hasil analisis penulis, didapati hentuk-bentuk perlindungan hukum berupa perlindungan hukum untuk dapat melepaskan hak atas tanah dengan persetujuan pihak terkait dan perlindungan hukum untuk mendapat informasi yang benar, jelas dan jujur atas barang dan jasa selaku konsumen."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T18414
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>