Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 54243 dokumen yang sesuai dengan query
cover
R. Suprajitno
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1982
S16638
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tracey Indriani Ferdinandus
"Komoditi gula merupakan salah satu komoditi strategis terutama jika dilihat dari peranannya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pemerintah bertujuan untuk dapat mencapai swasembada gula sehingga dapat mengurangi ketergantungan kita terhadap pihak luar. Untuk itu perlu diusahakan agar petani tebu tetap mempunyai keinginan untuk menanam tebu dan tidak beralih ke tanaman lain, karena yang terakhir ini sering dianggap lebih menguntungkan. Pemilihan topik ini dimaksudkan untuk melihat bagaimana proses produksi gula, dari bahan baku sampai menjadi gula dan kemudian melihat bagaimana perhitungan harga pokoknya. Untuk memperoleh data yang dibutuhkan, dilakukan peninjauan langsung ke pabrik gula ini, juga menganalisa laporan keuangan perusahaan dan melakukan wawancara dengan bagian keuangan serta produksi. Selain itu guna melengkapi tulisan ini dan sebagai bahan acuan, dilakukan studi atas literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas. Perhitungan harga pokok pada pabrik gula ini, dilakukan dengan mengumpulkan semua biaya yang terjadi, yang kemudian dikelompokkan ke beberapa bagian, seperti biaya bahan, biaya tenaga kerja dan biaya overhead keseluruhan, dan dibuat laporan biaya produksinya. Laporan ini dibuat sesuai dengan proses produksi yang ada pada pabrik gula ini, yaitu sebanyak 4 (empat) stasiun, yang terdiri dari stasiun gilingan, stasiun pemurnian, stasiun penguapan, stasiun putaran. Pada laporan biaya produksi ini akan diketahui total biaya dan biaya produksi per unit. Jumlah biaya dirinci menurut unsur-unsur harga pokok untuk tiap bagian yang bertanggungjawab terhadap biaya-biaya yang dikeluarkan. Seperti diketahui pemasaran gula ini masih dilakukan oleh Bulog. Di dalam memasarkan gula ini, yang sering menjadi sorotan adalah banyaknya pungutan yang dilakukan. Karena itu, agar dapat meningkatkan daya saing gula dalam negeri terhadap gula impor, harus ditinjau kembali pungutan-pungutan mana yang dapt dihilangkan sehingga tidak membebani harga jual gula. Pemerintah harus berusaha agar petani tebu tetap bergairah menanam tebu yang merupakan bahan baku gula dan dilain pihak tetap menjaga agar harga gula tetap terjangkau oleh konsumen."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1995
S19110
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
L. Meily Kurniawidjaja
"Latar Belakang. Industri semen di Indonesia telah berkembang dengan pesat, terutama dalam tahun-tahun terakhir ini. Hal ini disebabkan antara lain karena permintaan yang meningkat baik dari dalam maupun luar negeri. Peningkatan industri semen di dalam negeri sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pemakaian semen meningkat sesuai dengan peningkatan pembangunan di sektor pemerintah maupun swasta, seperti pembangunan prasarana jalan dan jembatan, perumahan, gedung-gedung bertingkat, bendungan dan irigasi. Gambar 1 menunjukkan kenaikan konsumsi semen di dalam negeri dari tahun 1978 sampai dengan tahun 1990 <1). Peningkatan permintaan dari luar negeri dimulai sejak awal 1988. Hal ini antara lain disebabkan oleh karena Jepang mengurangi produksi semennya secara drastis. Sebelumnya Jepang adalah pemasok semen terbesar di dunia dengan kapasitas lebih dari 70 juta ton pertahun (2). Indonesia adalah satu-satunya negara di kawasan ASEAN yang mengalami surplus semen, dengan kapasitas terpasang nasional sebesar 17,41 juta ton per tahun pada akhir Pelita 2 lalu. Semen Indonesia yang diproduksi oleh 10 grup pabrik semen, berpeluang besar untuk meningkatkan produksi pada tahun-tahun mendatang.
Gambar 1. Konsumsi Semen di Indonesia, 1978 - 1990 (Untuk melihat gambar silahkan link ke file pdf.)
Meningkatnya produksi semen sangat berpengaruh terhadap peningkatan laju pertumbuhan ekonomi nasional. Namun demikian, kewaspadaan terhadap kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan oleh proses produksi semen harus selalu mendapat perhatian. Termasuk dampak negatif debu semen yang beterbangan di udara. Paparan debu semen dengan kadar tertentu di udara dapat menimbulkan penyakit, seperti penyakit saluran napas, penyakit kulit serta penyakit saluran cerna (3 - 9).
Penelitian mengenai pengaruh debu semen terhadap saluran napas telah banyak dilakukan. Di Indonesia penelitian tersebut antara lain dilakukan oleh Hariadi dan Hargono di Surabaya (1979), Harsono dan Musauaris {1983). Soedirman (1987) dan Hariana di Citeureup {I98E3) (10-14). Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan keragaman hasil sesuai dengan latar belakang penelitian masing-masing, namun pada umumnya menyimpulkan bahwa upaya perlindungan khusus terhadap bahaya debu semen belum sepenuhnya dilakukan secara memadai dan menyeluruh. Lebih lanjut dikemukakan bahwa, untuk mencegah timbulnya penyakit saluran napas perlu dilakukan upaya pemantauan secara berkelanjutan. Dengan pemantauan ini diharapkan bahwa apabila sewaktu-waktu terjadi penyimpangan dapat segera diketahui dan segera dilaksanakan tindakan koreksi yang diperlukan (3,15).
Pemantauan ini secara khusus dilaksanakan terhadap para pekerja, untuk mendeteksi kemungkinan timbulnya penyakit sedini mungkin melalui pemeriksaan kesehatan berkala serta pemantauan terhadap lingkungan kerja. Cara ini dapat dipandang sebagai diagnosis dini yang mempunyai peran amat penting, sebagai salah satu indikator paparan debu di lingkungan kerja, untuk kemudian dilakukan tindakan-tindakan pencegahan dan bila perlu pengobatannya (3,15)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1992
T-9648
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andayani Setio Wuri
"ABSTRAK
Harapan mendapat pekerjaan di sektor industri ringan di kota mendorong arus wanita dari desa mengalir ke kota Jakarta. Para migran itu pun harus melakukan adaptasi baik adaptasi terhadap pekerjaan maupun adaptasi sosialnya. Adaptasi itu salah satunya terhadap lingkungan melalui hubungan sosial. Skripsi ini ingin melihat bagaimana hubungan sosial yang dilakukan pekerja wanita migran untuk dapat beradaptasi dan bertahan hidup di kota. Hubungan sosial itu meliputi hubungan sosial dengan kerabat saudara hubungan sosial dengan teman sekerja, hubungan sosial dengan tetangga. Sebagai kasus adalah pekerja wanita migran di pabrik X. Skripsi ini bersifat deskriptif yaitu menggambarkan hubungan sosial yang dijalin pekerja wanita. Deskripsi hubungan sosial berdasarkan data kuantitatif yang ditambah dengan data kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dengan cara wawancara terstruktur dengan 30 orang responden. Sedangkan data kualitatif merupakan hasil wawancara dengan responden. Hasil penelitian memperlihatkan responden hubungan sosial dengan sekandung dan bukan sekandung di Jakarta penting dibanding hubungan sosial dengan empat orang bahwa bagi kerabat saudara menjadi lebih teman sekerja atau tetangga. Selain itu, jika responden mempunyai masalah pribadi, masalah keluarga, masalah keuangan, dan masalah kesehatan, maka responden lebih mengutamakan saudara khususnya saudara dalam satu rumah untuk mengatasi masalah tersebut. Sedangkan, bila responden mempunyai masalah dalam pekerjaan, maka responden lebih mengutamakan, teman sekerja untuk mengatasi masalah tersebut. Beberapa masalah yang dihadapi responden dan bagaimana responden menanggulanginya dalam tingkat membicarakan atau meminta bantuan dapat mencerminkan hubungan sosial yang dijalani responden. Responden menjalin hubungan sosial dengan kerabat, tetangga, dan teman sekerja terlihat dari frekuensi, cara dan tujuan hubungan sosial tersebut. Hubungan sosial dengan kerabat dianggap lebih penting dari hubungan sosial dengan tetangga sekerja. dan teman Di samping itu, mereka lebih sering saudara yang tinggal, serumah. menghubungi Responden telah mendefinisikan batas batas oleh karena itu mereka hubungan sosial, memilah masalah-masalah yang dihadapi dan memilih membicarakannya dengan relasi mereka. Ada kecenderungan bahwa jarak adalah faktor utama yang turut menentukan dengan siapa responden membicarakan masalahnya. Responden yang kerabat lebih sering membicarakan dengan kerabat di tempat lebih sering tinggal bersama tinggalnya, khususnya masalah pribadi dan masalah kesehatan, sedang responden yang tinggal sendiri atau bersama teman-teman cenderung membicarakan masalah pekerjaan dengan teman atau tetangga. Faktor jarak ini juga penting mengingat kehidupan mereka yang setiap hari rutin dengan kegiatan kerjanya dan kondisi ekonomi mereka yang relatif rendah. Hanya kalau ada tujuan tertentu mereka berhubungan dalam jarak yang lebih jauh."
1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Effects of dutch colonialism in Indonesia are widely spread throuhout regions, since Dutch colonization took along times. Almost all aspects of development during dutch colonization left a strong footprints, espicially in architecture...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Pabrik gula Gondang Baru semula bernama Pbrik Gula Gondang Winangun.Pabrik yang dibangun dan di kelola oleh Perusahaan swasta Belanda itu merupakan satu diantara beberapa pabrik gula yang ada di Kabupaten Klaten
"
PATRA 9(1-2) 2008
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Atikah Nur`aini Ardani
"ABSTRAK
Pada abad ke-19 industri gula berkembang pesat, bahkan menjadi komoditi nomor satu dalam kegiatan ekspor impor dan menghasilkan keuntungan yang besar bagi pemerintah Hindia Belanda. Salah satu wilayah yang mengembangkan perkebunan tabu adalah Praja Mangkunegaran. Praja Mangkunegaran di bawah pemerintahan Mangkunegara IV telah berhasil mengembangkan perekonomiannya. Tanah-tanah yang tadinya disewakan, ditarik kembali untuk dikelola sendiri. Sistem penggajian dengan tanah diganti dengan uang. Dengan hasil perkebunan dan pertanian yang melimpah maka dibangun pula pabrik-pabriknya, antara lain pabrik gula, kopi, teh, indigo, bungkil dan lain-lain, Selain itu Mangkunegaran IV juga membangun hotel dan penginapan di daerah wisata di wilayahnya. Pabrik gula Tasikmadu di Karanganyar dibangun tahun 1871 merupakan pabrik gula milik Mangkunegaran yang kedua setelah Colomadu di Malangwijan. Pabrik ini merupakan pabrik tercanggih dan terlengkap pada masanya. Baik Colomadu maupun Tasikmadu telah memberi keuntungan yang besar bagi kerajaan. Kejayaan Mangkunegaran mulai mengalami masa surut dengan wafatnya Mangkunegaran IV tahun 1881 dan digantikan putranya Mangkunegaran V. Konflik dalam istana bermunculan ditambah dengan masalah-masalah dalam perusahaan dimana produksi berkurang akibat hama gula dan proteksi gula bit di Eropa. Pendapatan kerajaan menurun drastis hingga raja mengambil berbagai. langkah untuk menambah penghasilan. Usaha-usaha itulah yang mendorong makin luasnya campur tangan pemerintah kolonial. Namun demikian, meski mengalami pasang surutnya, Praja Mangkunegaran mampu menunjukkan keunggulannya di bidang ekonomi. Sesuatu yang amat langka di tengah kondisi terpinggirnya masyarakat pribumi.

"
1995
S12099
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S7002
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwiyono Yanuar Yusbawanto
"Seiring dengan pesatnya pertumbubaa industri, kualitas hidup cenderung menurun akibat pencemaran dari Iimbah yang dihasilkan. Pada umumnya proses produksi. pada kegiatan industri akan menghasilkan limbah padat, cair dan gas. Pembuangan limbah ini akan mengakibatkan kualitas lingkungan menjadi terganggu sehingga limbah yang keluar dari industri harus diolah dan dikendalikan agar tidak terjadi mencemari lingkungan dan penurunan kualitas lingkungan.
Kementerian Negara Lingkungan Hidup perlu melakukan pengawasan terhadap industri dalam mengendaiikan dampak lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatannya. Upaya tersebut dituangkan dalam bentuk Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan (PROPER). PROPER merupakan salah satu bentuk pengawasan sekaligus juga sebagai upaya transparansi dan. pelibatan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kinerja perusahaan dalam pengelofaan lingkungan hidup disampaikan secara terbuka dan Informatif kepada seluruh masyarakat, dengan harapan agar masyarakat dapat mengapresiasikan pendapatnya mengenai kinerja dari masing-masing perusahaan tersebut.
Tujuan dari penelitian ini adalah 1.) Mengetahui kondisi pengelolaan lingkungan yang menunjang peringkat PROPER, 2) Mengetahui kondisi proses produksi dan beban IPAL, 3) Mengevaluasi kinerja IPAL untuk mencapai peringkat PROPER HIJAU.
Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan. deskriptif analisis, dengan jenis data kuantitatif dan kualitatif. Data primer diperoleh dari hasil wawancara, sedangkan data sekunder diperoleh melalui data yang berkenaan dengan aspek lingkungan meliputi kualitas udara, kualitas air, kebisingan, dan lain sebagainya yang didapatkan berdasarkan hasil perhitungan perusahaan yang bersangkutan. Selain itu juga dilakukan observasi untuk mengamati pengelolaan lingkungan di perusahaan dalam penanganan limbah industri, baik padat, cair maupun gas yang dihasilkan perusahaan serta usaha dan upaya yang dilakukan perusahaan dalam rangka minimisasi limbah.
Hasil penelitian ini adalah (1). Kondisi pengelolaan lingkungan industri gula didukung oleh faktor-faktor antara lain: a.Struktur organisasi pengelolaan lingkungan, dimana dalam dokumen Amdal keduanya telah mempunyai struktur organisasi tersebut; b.Sumberdaya manusia, PT.Gunung Madu Plantation telah mempunyai 26 orang untuk mendukung sumberdaya manusia yang memadai namun jumlah sumberdaya manusia PT.Gula Putih Mataram 16 orang belum menunjang pencapaian target perbaikan kinerja pengelolaan lingkungan; c.Pembiayaan, keduanya telah mengalokasikan biaya anggaran rutin 2% dari biaya produksi dan 0,5% dari penghasilan kotor perusahaan; d.Komitmen Continual Improvement untuk selalu memperbaiki kinerja pengelolaan air limbah dilihat dari manajemen ke-2 perusahaan dengan dukungan ke-3 hal tersebut di atas.(2) Kondisi proses produksi dan beban IPAL dipengaruhi: a.Kualitas inlet, yang terdiri dari (1) Pemilihan bahan baku: varietas tebu pada keduanya adalah GM-25 dan RGM-97-8752, yang mempunyai kelebihan produktivitas tinggi, tahan hama/penyakit.(ii) Teknologi proses produksi yang tepat, dimana teknologi proses keduanya sudah tepat dan ramah lingkungan serta sampai saat ini belum ada teknologi lain di pasar yang lebih ramah lingkungan dari pada yang diterapkan pada keduanya.(iii) Produksi bersih, dimana keduanya memanfaatkan air kondensat sebagai air imbibisi dan didaur ulang (recycle), PT.Gunung Madu Plantation mendaur ulang untuk proses: 2.500 m3/hari dan PT.Gula Putih Mataram: 45.000 m3/bulan.(iv) In house keeping yang telah dilakukan keeduanya sudah cukup baik, ada perawatan berkala setiap hari untuk menjaganya.(3) Kinerja IPAL: a.Teknologi yang digunakan keduanya: sistem konvensional biologis (lagun). Kapasitas IPAL: PT.Gunung Madu Plantations 245.092 m3 sedangkan PT.Gula Putih Mataram: 170.000 m3 b. Hasil pencapaian kinerja pengelolaan lingkungan, (PROPER 2004-2005): BIRU,maka direkomendasikan oleh KU-I untuk melakukan perbaikan: (1) penurunan kadar dan beban pencemar ≤50% BMAL , (ii) mengukur debit dan pH air limbah, (iii) reuse air limbah untuk kegiatan produksi (air limbah penangkap debu cerobong, air kondensat). (4) Alternatif teknologi IPAL untuk meningkatkan efektivitas kinerja IPAL: sistem -lumpur aktif. (5) Berdasarkan altematif teknologi IPAL (lumpur aktif) yang tidak didukung kemampuan manajemen dan kapasitas ke-2 perusahaan maka sulit diterapkan, sehingga perlu ada usulan perubahan kriteria PROPER HIJAU dengan tidak menggunakan nilai persentase (50%).
Kesimpulan dalam.penelitian ini adalah (1) Kondisi pengelolaan -lingkungan industri gula tidak menunjang peringkat. PROPER HIJAU karena tidak didukung dengan kebijakan perusahaan terutama masalah biaya dan sarana pengelolaan air limbah (IPAL) yang sesuai dengan kriteria persyaratan ≤ 50% baku mutu; i2) Kondisi proses.produksl dan beban IPAL pabrik gula dipengaruhi oleh: a. Pemilihan bahan baku yang tepat, varietas unggul dan ramah lingkungan; b.Pemilihan teknologi proses produksi yang tepat; c.Penerapan Produksi Bersih; d.In house keeping yang baik; e.Teknologi IPAL dengan sistem lumpur aktif karena pencapaian tingkat penurunan BOD tinggi (90%); (3) Kondisi IPAL pabrik gula sudah dilaksanakan sesuai dengan teknologi pengolahan air limbah yang dimiliki oleh pabrik gula pada umumnya namun belum mencapai hasil optimal; (4) Kinerja IPAL pabrik gula berperingkat BIRU belum efektif,untuk mencapai peringkat .HIJAU karena berdasarkan hash analisis per kolam maka penurunan kadar OOD pada kolam aerasi tahun 2004 mengalami penurunan dengan hasil negatif.
Perusahaan sebaiknya memperhatikan kondisi IPAL terutama aerator yang harus disesuaikan dengan kapasitas air limbah yang diolah dan dapat menerapkan sistem lumpur aktif agar dapat dicapai hasil optimal. Selain itu bagi pembuat kebijakan hendaknya perlu memperhatikan pemeringkatan PROPER . terutarna dalam penetapan kriteria penilaian pada ke-3 aspek (pengendatian pencemaran air, udara dan limbah B3) untuk menuju HIJAU tidak harus ≤ 50%-baku mutu.

Amount of industry increase meanwhile the human quality are decreasing cause of waste. Usually product waste from production process are solid waste, liquid waste and gases. These waste have impact to environmental quality that the waste must be treated and controlled for not pollute and decreased.
The Ministry of Environment has program for monitoring industries of their activity impact. The program to be realized in Rating Operation Evaluation of Corporation in the Environmental Management (PROPER). PROPER is one of monitoring, transparancies and social control in environmental management as The Law of Number 23 Year 1997 about Environmental Management. The environmental management operation of corporation to be declare by fairness and informative for social community give their appreciation.
Aims for this research are: 1) Knowing the condition of environmental management support PROPER, 2) Knowing the sugar cane factory processing and wastewater treatment loading, 3) Evaluating-wastewater treatment operation reaching green rating PROPER.
The methodology of this research is descriptive analysis with' quality and quantity data. The primary data are collected from interview, and secondary data of corporate calculation from environmental aspect as air quality, noise, and etc. Besides, observation of environmental management waste of solid waste, Liquid waste and gasses include waste minimization.
Result of this research is: (1) The environmental management of sugarcane factory have supported of factors: a. Environmental management organization, mentioned by Amdal and they had it; b. Human resources, PT.Gunung Madu Plantations has 26 persons to support it but PT.Gu?a Putih Mataram has 16 persons are not support it; c. Financial, they had allocate continuous budget 2% of cost product and 0,5% of revenue; d. Continual Improvement seems their management of 3 support above. (2) The condition of process production and wastewater treatment loading influences by: a. Inlet quality, instead of (1) Primary materials alternative as cane variety in their product: GM-25 and RGM-97-8752, have high productivities and resistant; (ii) The exact of process production technology, their technology had applicable and good environmental. Now having no the other technology in market that them; (iii) Cleaner production, they had recycling their condensate as imbibition water and processing. PT.Gunung Madu Plantations had process recyding: 2.500 m3/days and PT.Gula Putih Mataram: 45.000 m3/months; (iv) Their condition of house keeping had good application, cause of maintenance every days; (3) Wastewater treatment operation: a. Their technology: conventional biologic (lagoon). Wastewater treatment capacities: PT.Gunung Madu Plantations: 245.092 m3 and PT.Gula Putih Mataram: 170.000 m3; b. Resulted environmental management operation (PROPER 2004-2005): BLUE, recommended by Ministry of Environment to repair: (1) decreasing quality and loading pollution. c50% of wastewater standard; (ii) measuring volume and pH wastewater (iii) wastewater reuse for process product (wastewater of dust collector, condensate). (4) Wastewater treatment technology alternative increasing wastewater treatment operation effectively as activated sludge. (5) Base of wastewater treatment technology alternative not supported by management capability and capacity, it makes difficult and needs propose change of Green Rating PROPER criteria without percentage (50%).
Conclusion in this research is (1) Environmental management of sugarcane industries are not support Green Rating PROPER cause of having no corporation policies especially finance and environmental tools (IPAL) matching of ≤50% standard; (2) Condition of process production and wastewater treatment loading influences: a. The exact of primary materials alternative, high variety and good environmental; b. The exact of process production technology; c. Cleaner production applicable; d. The good condition of house keeping; e. The wastewater treatment technology of activated sludge because had been decreasing BOD highly.(90%); (3) Wastewater treatment conditions of sugar cane factories usually have applicated as wastewater treatment in the other sugar cane but having no optimum; (4) Wastewater treatment of sugar cane in blue rating having no effective reaching green rating, base on analyzing of aeration pound in 2004 that decrease of COD had negative results.
Company better make wastewater treatment conditions especially aerator matching with wastewater treatment capacity and activated sludge application for optimum results. For the making policies, better attending rating of PROPER especially three aspect criteria (water pollution monitoring, air and hazardous waste) reaching green rating without ≤50% standard.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20509
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mia Amalia
"Pencemaran lingkungan dapat terjadi apabila suatu kegiatan usaha tidak memperhitungkan biaya pencemaran lingkungan dalam proses produksinya. Gejala seperti ini disebut eksternalitas yang menciptakan ketergantungan antara dua atau lebih kelompok orang yang tidak dapat dinilai dengan uang, Pencemaran lingkungan, terutama sungai oleh limbah cair pabrik banyak terjadi dan biasanya dinilai merugikan masyarakat sekitar yang menggunakan sungai sebagai sumber air. Kerugian yang ditanggung masyarakat dapat digolongkan ke dalam biaya sosial yang harus ditanggung oleh segolongan orang yang diakibatkan oleh kegiatan orang lain.
Agar hal tersebut tidak terjadi, dibutuhkan suatu kerangka berpikir baru, yang menempatkan lingkungan sebagai sumberdaya terbatas sehingga dapat diberlakukan sistem harga bagi siapapun yang menggunakannya. Metode yang dapat digunakan untuk menghitung kerugian yang disebabkan oleh suatu kegiatan industri adalah metode valuasi lingkungan. Dengan kata lain, lingkungan tidak boleh dimasukkan ke dalam komponen eksternalitas ekonomi.
Tujuan penelitian adalah: (1) menentukan efisiensi pengolahan limbah yang tidak merugikan semua pihak yaitu industri, masyarakat, dan alam yang diwakili oleh badan air; dan (2) mengoptimalkan biaya pengendalian pencemaran dan biaya sosial yang ditanggung oleh petani.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode ekspos fakto. Metode ini dipilih dengan mempertimbangkan kecukupan data dari penelitian sebelumnya dan untuk memenuhi persyaratan waktu penelitian yang terbatas. Pada dasarnya penelitian ini dilakukan untuk mengkuantifikasi efisiensi penyisihan bahan pencemar, kerugian masyarakat, dan daya beli masyarakat ke dalam harga dengan menggunakan data sekunder dari hasil penelitian sebelumnya.
Penyisihan bahan pencemar yang optimum adalah antara 52,605% sampai dengan 60,290%. Dalam rentang tersebut, pendapatan petani berkisar antara Rp. 26.321.653 sampai dengan Rp. 34.527.171 per hektar per tahun, sedangkan biaya pengelolaan berkisar antara Rp. 26.321.409 sarnpai dengan Rp. 30.380.888 per hektar per tahun.
Dengan keadaan tersebut maka:
1. Pendapatan petani yang selama ini menggunakan sumber air yang tercemar, akan meningkat, dengan jumlah peningkatan yang berlainan tergantung dari karakteristik sumber air yang digunakannya. Peningkatan pendapatan petani sangat besar, bahkan untuk petani yang menggunakan limbah pabrik gula sebagai sumber airnya, pertambahan keuntungan petani per hektar mencapai 379% pada efisiensi pengolahan 52,605%, dan 5,232% pada efisiensi pengolahan 60,290%. Hal ini kemungkinan besar akan sangat berpengaruh pada perubahan taraf kehidupan petani.
2. Dengan menggunakan harga gula di pasaran saat ini (Rp. 4.000 per kg), maka harga gula akan bertambah antara 0,914% sampai dengan 1,356% per kg. Dengan demikian maka harga gula tidak akan bertambah banyak. Hal ini menunjukan bahwa pengolahan limbah cair akan menambah biaya produksi gula paling tinggi sampai dengan Rp. 55/kg.
Setiap pertambahan jumlah bahan pencemar yang disisihkan, akan menambah biaya pengolahan limbah dan pendapatan petani padi, tetapi dengan membandingkan gradien kedua grafik tersebut terlihat bahwa pertambahan pendapatan petani padi akan jauh lebih besar dibandingkan dengan biaya pengolahan limbah.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah:
1. Efisiensi pengolahan limbah yang tidak terlalu merugikan semua pihak yaitu industri, masyarakat, dan bad an air berkisar antara 52,605% sampai dengan 60,290%
2. Biaya pengendalian pencemaran yang optimum adalah sebesar Rp. 1.645.088.040 sampai dengan Rp. 1.898.805.504 per tahun
3. Biaya sosial yang diderita oleh petani akan menurun sejalan dengan pertambahan keuntungan petani yang kenaikannya berkisar antara 379% sampai dengan 5.232%.
4. Badan air akan lebih mudah menguraikan bahan pencemar karena toksisitas bahan pencemar sudah berkurang.
Dengan demikian maka hipotesis telah teruji: internalisasi biaya lingkungan dengan persentase penyisihan bahan pencemar yang optimum antara 52,605% sampai dengan 60,290%, akan menghasilkan penambahan biaya produk sisebesar 0,914% sampai dengan 1,356% per kg yang lebih rendah dibandingkan dengan biaya sosial yang harus ditanggung petani apabila limbah tersebut tidak diolah yang pendapatannya akan menurun sebesar 379% sampai dengan 5.232%.

Wastewater Treatment Effect On Paddy Farmer's Income (A Case Study at Madukismo Sugar and Rubbing Alcohol Factory, and Paddy Farmers Around the Factory)Environmental pollution could happen if a production activity does not consider its pollution cost. This symptom is called externality that create interdependency between two or more persons group, which cannot be valued by money. Environmental pollution happening on rivers that caused by industrial wastewater usually creates additional social cost. This cost is categorized, as a cost created by a group of person that is has to be overcome by other.
In order to avoid this to happen again, it needs a new paradigm that put environment as a limited resource so we could make a price system on its utilization. The method used to calculate this loss (by industrial activity) is called valuation. In another words, environment could not be considered as an economic externality component.
The objectives of this research are: (1) to determine the level of wastewater treatment efficiency which make no significant harm to stake-holders: industry, society, and environment (receiving water); (2) to optimize the pollution management cost suffered by industry and social cost suffered by farmers.
Research methodology used is expose facto method, This method was chosen with considerations on data availability from previous research and to fulfill the limited research time Basically, this research is conducted to quantify pollutants treatment efficiency, society loss, and public buying capacity into the price using the secondary data of the previous research.
The optimum level of pollutants removal is 52,605% - 60.290%. In this range, the profit that could be obtained by fanner is between Rp, 26,321,653 - Rp. 34,527,171 per hectare per year, and the pollution management cost is between Rp. 26,321,409 - Rp. 30,380,888 per hectare per year.
Base on the above condition:
1. The profit of the farmers who use polluted water will increase, and the amount depends on the characteristics water used. The increase of farmer's profit per hectare could reach 379% on treatment efficiency level of 52.605%, and 5.232% on treatment efficiency level of 60.290%. The profit will greatly affect the farmer's living standard.
2. Using the recent sugar price (Rp. 4,000 per kg), it will raise up to 0.914% to 1.356% per kg. Consequently, the price of sugar will not increase significantly. The wastewater management will add the sugar price only by Rp. 55/kg.
On item added of pollutant removed, it will increase the wastewater management cost and the farmer's profit. But by comparing the gradients of both graphs, the profit is still much bigger than the wastewater management cost.
The conclusions of this research are:
1. The optimum wastewater treatment efficiency for all stakeholders is around 52.605% - 60.290%.
2. The optimum wastewater management cost is between Rp. 1,645,088,040 to Rp. 1,898,805,504 per year.
3. The social cost suffered by farmers will decrease along with the increase of their profit that could reach 379% to 5,232%.
4. The receiving water will degrade the pollutants easily because the toxicity of the pollutants has significantly reduced.
Therefore, the hypothesis stated on section 1.5 has been proved that the internalization of the environmental cost into the optimum pollutants removal (between 52.605% to 60.290%), will increase the product's price to 0.914%to 1.356% per kg which is lower than the social cost suffered by farmers if the wastewater is not treated (between 379% to 5,232%).
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T14634
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>