Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 90695 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Universitas Indonesia, 1994
S33469
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deasti Nurmaguphita
"Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran dari hubungan pola asuh dengan perilaku seksual beresiko pada remaja di Kecamatan Pundong Kabupaten Bantu!, DIY. Desain penelitian ini adalah descriptive correlational secara cross sectional. Responden dalam penelitian ini berjumlah 102 remaja. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara cluster sampling. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara pola asuh dengan perilaku seksual beresiko pada remaja. Sedangkan variabel yang paling mempengaruhi perilaku seksual beresiko pada remaja di Kecamatan Pundong Kabupaten Bantu! adalah pola asuh otoriter. Penelitian ini merekomendasikan perlu adanya pola komunikasi dalam keluarga yang terbuka untuk mencegah perilaku seksual beresiko pada remaja.

This study was aiming to gain an overview of the parenting relationship with a risk sexual behavior in adolescents in Pundong Bantul, Y ogyakm1a. The design of study was cross-sectional descriptive correlational. Respondents in this study amounted to 102 teenagers. The sampling technique was done by cluster sampling. The results of this study suggested a link between parenting style with risk sexual behavior in adolescents. The most influenced variable sexual risk behavior in adolescents in Pundong, Bantul was authoritarian parenting. The study recommended the need for open communication patterns in family to prevent risk sexual behavior in adolescents.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
T42407
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shella Novasari
"Masyarakat di Sumatera Selatan telah memanfaatkan sungai dan area sekitarnya untuk menunjang kehidupan mereka. Sungai Musi memiliki delapan anak sungai, salah satunya adalah Sungai Ogan. Di sepanjang Sungai Ogan terdapat permukiman penduduk asli dengan pola permukiman linier dan mengelompok.
Tujuan penelitian untuk mengetahui perbandingan kehidupan sosial ekonomi masyarakat di sekitar Sungai Ogan yang dibedakan berdasarkan pola permukiman secara antar linier dan antar mengelompok yang kemudian perbedaannya dibandingkan secara umum dengan pola permukiman linier dan mengelompok. Metode analisis dengan menggunakan analisis keruangan untuk menjelaskan fenomena di lapangan secara spasial.
Kesimpulan ada perbedaan kehidupan sosial dan ekonomi penduduk yang bermukim di Sungai Ogan. Interaksi penduduk pada pola permukiman linier cenderung terjadi hanya di dalam pola permukiman linier. Sedangkan pada pola mengelompok, interaksi aktif terjadi juga di luar tempat tinggal.

People in South Sumatra have taken the advantages of river and it is surrounding to support their life. Musi River has eight tributaries and one of them is Ogan River. Alongside the Ogan there are two residence patterns lived by majority of the indigenous population: linear and clustered patterns. The residence tends to be built based on ethnic community. Furthermore, there is also the residence in particular ethnic that each of them has a set of socio-economic characteristics.
The objective of this study was to determine the comparative of social and economic life of communities around the Ogan River which were divided by inter-linear and inter-cluster pattern. Then the results would be compared with the pattern of linear and clustered generally. Analytical method was using analysis of spatial to explain the phenomenon on the research area spatially.
The conclusion differences in social and economic life of people living in the Ogan River. People interaction in the linear residence pattern tended to occur only in the linear residence pattern. While in clustered pattern, active interaction also occurred outside the residence.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S1055
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2003
S33711
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sulastriyono
"Pada awalnya, tanah timbul di muara sungai Progo terjadi karena proses alam yaitu akibat banjir yang membawa lumpur dan pasir yang mengendap kemudian muncul di pinggiran dan di tengah aliran muara sungai. Pada tahap berikutnya, dengan dilakukannya pembangunan tanggul pengaman banjir dan krep di sepanjang sisi timur muara sungai Progo mengakibatkan bentuk dan luas tanah timbul semakin bertambah (tahun 1985= 48 Ha. dan tahun 1996= 229,5360 Ha).
Keberadaan tanah timbul di muara sungai, Progo sebagai tanah komunal desa (tanah desa) memberikan harapan yang baik bagi para petani dan aparat pemerintah desa Poncosari. Bagi para petani, keberadaan tanah timbul secara ekonomis potensial untuk usaha pertanian dan penambangan pasir. Di lain pihak, bagi aparat pemerintah desa Poncosari, keberadaan tanah timbul sebagai tanah komunal desa (tanah desa) merupakan salah satu asset/ kekayaan desa.
Upaya penertiban penguasan tanah timbul oleh aparat pemerintah desa Poncosari didukung oleh para pejabat BPN kabupaten Bantul dengan Proyek Peningkatan Penguasaan hak Atas Tanah (PPPHT) yang dituangkan dalam keputusan desa nomor 4 tahun 1992. Upaya penertiban penguasaan tanah timbul tersebut mendapatkan reaksi atau tanggapan dari para petani penggarap sehingga mengakibatkan permasalahan yaitu konflik atau sengketa antara para petani penggarap dengan aparat pemerintah desa Poncosari.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya penertiban penguasaan tanah timbul yang dilakukan oleh aparat pemerintah desa Poncosari menyebabkan konflik atau sengketa antara para petani penggarap dan aparat pemerintah desa Poncosari dan berdampak negatif bagi kehidupan para petani. Masing-masing pihak menggunakan caranya sendiri-sendiri dalam upaya menyelesaikan sengketanya.
Konflik atau sengketa tersebut disebabkan oleh:
Pertama, perbedaan persepsi kedua belah pihak mengenai penguasaan tanah timbul. Secara historis faktual, para petani penggarap telah terbukti sebagai pemegang hak garap atas tanah timbul yang berlangsung secara turun temurun tanpa ada gangguan dari pihak lain, konsekuensinya mereka tidak mau ditarik retribusi baik oleh aparat pemerintah desa atau negara. Di lain pihak, aparat pemerintah desa Poncosari sebagai pemegang kekuasaan desa merasa berhak merealisir hak ulayat desa untuk mengatur dan menertibkan penguasaan tanah komunal desa yang berupa tanah timbul dengan konsekuensi bahwa para petani yang menerima lahan wajib membayar retribusi kepada aparat pemerintah desa guna mendukung pembangunan desa.
Kedua, para petani penggarap tanah timbul dan aparat pemerintah desa Poncosari masing-masing mempunyai kepentingan yang berbeda dalam mempertahankan status sebagai pemegang hak tanah timbul.
Ketiga, para petani dan aparat pemerintah desa Poncosari mempunyai persepsi yang berbeda mengenai aturan yang seharusnya berlaku dalam melaksanakan hak penguasaan tanah timbul. Kehidupan para petani di desa Poncosari yang teratur merupakan suatu lapangan sosial yang semi-otonom (semi-autonomous social field). Di lain pihak, lingkungan kerja para aparat pemerintah desa Poncosari juga merupakan salah satu wujud lapangan sosial yang semi otonom (semi-autonomous social field). Kedua lapangan sosial yang semi-otonom tersebut mampu menciptakan aturan-aturan sendiri dan dan ditaati.nya, tetapi keduanya juga dapat menggunakan aturan-aturan tertulis yang dibuat oleh negara yang berujud perundang-undangan. Dalam hal ini, kedua belah pihak tetap rentan terhadap kekuatan dari luar yang lebih besar. Bagi kedua belah pihak, penguasaan aturan-aturan tersebut tergantung kepada kepentingannya, dalam arti mereka akan menggunakan aturan yang lebih menguntungkannya.
Konflik atau sengketa penguasaan tanah timbul di desa Poncosari berdampak negatif bagi kehidupan para petani karena konflik atau sengketa 'penguasaan tanah timbul di desa Poncosari antara lain megakibatkan terganggunya keserasian hubungan sosial dalam kehidupan sehari-hari, terutama di dusun Sambeng II.
Berbagai strategi untuk menyelesaikan konflik atau sengketa telah dilakukan oleh para pihak yang bersengketa. Di satu pihak, para petani melakukan koalisi secara vertikal dengan para tokoh-tokoh politik, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) serta koalisi secara horizontal dengan membentuk Kelompok Petani Penggarap Tanah Timbul Pinggir Kali (KETALI). Di lain pihak, aparat pemerintah desa Poncosari juga melakukan koalisi secara vertikal dengan para pejabat atasannya seperti camat, aparat keamanan bupati dan gubernur."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The social economic change that together with Suramadu bridge development could happen as "social economic change" or planned change", but also could happen as the social economics change that was not planned (unplanned change), like the emergence of the community's conflicts, criminality, the anarchist, plundering as resulting from social jealousy, etc...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fauziah Hernarawati
"ABSTRAK
Dewasa ini sektor pariwisata di Indonesia sedang giat dikembangkan. Kepariwisataan merupakan kegiatan yang memanfaatkan kekayaan alam dan lingkungan hidup seperti peninggalan kebudayaan dan iklim yang nyaman serta pemandangan alam yang indah.
Hal ini berarti bahwa dalam pengembangan kepariwisataan, keadaan alam dan lingkungan hidup serta budaya bangsa harus tetap diperhatikan, dan dijaga kelestariaannya agar tetap berkesinambungan (sesuai dengan UU No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok: Pengelolaan Lingkungan Hidup).
Dalam rangka tetap menjaga kestabilan lingkungan terhadap sumberdaya alam minyak yang masih terus dieksploitasi, maka salah satu usaha untuk tetap mensukseskan pembangunan adalah dengan meningkatkan pengembangan di sub sektor pariwisata.
Kepulauan Seribu merupakan kawasan kota perairan Jakarta, terdiri dari pulau-pulau kecil sebanyak 1.09 buah yang tercakup dalam satu kecamatan wilayah Jakarta Utara. Banyaknya pulau kecil yang memiliki kekayaan sumberdaya alam istimewa, keanekaragaman jenis flora dan fauna, jenis karang terindah, banyak ditemukan di sekitar pulau tersebut. Dengan keunikan dan keindahan yang dimiliki perairan laut Kepulauan Seribu dianggap sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai Daerah Tujuan Wisata Bahari.
Pembangunan pariwisata di Kepulauan Seribu selain bertujuan untuk meningkatkan devisa non migas, juga bertujuan untuk memberikan kesempatan kerja kepada penduduk setempat terutama kepada nelayan, agar nelayan bisa memperoleh tambahan pendapatan selain dari hasil tangkapan ikannya.
Seperti yang tertera dalam GBHN bahwa pembangunan pariwisata perlu terus ditingkatkan, sehingga sektor ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber penghasil devisa non migas yang dapat diandalkan, memberikan kesempatan kerja pada penduduk setempat, dengan tetap terpeliharanya kepribadian bangsa dan kelestarian mutu lingkungan hidup.
Pada saat musim hujan tiba, angin dan ombak laut sangat besar. Para nelayan tidak bisa melaut, mereka hanya berdiam diri di rumah, tidak ada pekerjaan lain yang dikerjakan kecuali menganggur. Hal itu berlangsung selama tiga atau empat bulan bahkan bisa lebih, sehingga terjadi kekosongan waktu.
Oleh sebab itu penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah para nelayan itu bisa mengisi kekosongan waktu mereka, memanfaatkan kehadiran pariwisata di Kepulauan Seribu tersebut yaitu dengan turut bekerja di bidang kepariwisataan guna menambah penghasilan dan memperbaiki keadaan sosial ekonomi mereka.
Lokasi penelitian di kelurahan Pulau Kelapa, sebagian besar penduduk terdiri dari nelayan berjumlah 1.388 orang. Berdasarkan stratified random sampling maka sampel yang ditarik adalah sebanyak 95 responden (7%). Dalam hal ini nelayan itu dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu nelayan yang mendapat kesempatan kerja di bidang pariwisata disebut sebagai nelayan wisatawan bahari, sampel yang diambil sebanyak 30 responden. Nelayan yang tidak mendapat kesempatan kerja di bidang pariwisata disebut sebagai nelayan non wisatawan bahari, sampel diambil sebanyak 65 responden.
Metode pengumpulan data dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperolem dengan Sara wawancara berdasarkan kuesioner, ditambah wawancara mendalam dengan para pemuka/tokoh di Kelurahan Pulau Kelapa. Data sekunder diperoleh dari literatur dan Instansi yang terkait.
Analisis data untuk data sosial dilakukan secara kualitatif dengan analisis statistik deskriptif, sedangkan data ekonomi dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan analisis statistik beda dua rata-rata yaitu dengan Z test.
Dari hasil analisis data menunjukkan bahwa keadaan sosial ekonomi nelayan yang mendapat kesempatan kerja di bidang Kepariwisataan (Nelayan Wisatawan Bahari) ternyata memang lebih baik daripada keadaan sosial ekonomi nelayan yang tidak mendapat kesempatan kerja di bidang pariwisata (Nelayan Non Wisatawan Bahari). Hal ini disebabkan nelayan wisatawan bahari lebih bisa memanfaatkan waktu lowongnya pada saat tidak melaut dengan bekerja tambahan di bidang kepariwisataan, sedangkan Nelayan Non Wisatawan bahari tidak bisa terserap di bidang kepariwisataan disebabkan rata-rata berpendidikan rendah, ketrampilan/pengetahuan tentang kepariwisataan sangat minim, sehingga tidak ada ketrampilan lain kecuali menangkap ikan.
Dari hasil penelitian terlihat bahwa baru sekitar 297 Nelayan yang mendapat kesempatan kerja di bidang kepariwisataan, sedangkan 71% dari nelayan tersebut masih belum bisa terserap di bidang kepariwisataan.
Dengan melihat hal tersebut dapat disimpulkan bahwa dampak pembangunan pariwisata di Kelurahan Pulau Kelapa ini telah menimbulkan dampak yang positif terhadap keadaan sosial ekonomi hanya untuk sebagian kecil nelayan setempat. Dengan kata lain pembangunan pariwisata di Kelurahan Pulau Kelapa nampaknya belum begitu berhasil.
Oleh sebab itu guna meningkatkan keadaan sosial ekonomi nelayan terutama nelayan non wisatawan bahari di kelurahan Pulau Kelapa, maka sumberdaya manusia perlu ditingkatkan. nelayan non wisatawan bahari perlu diberikan pembinaan mental agar bisa bersikap sadar wisata, bimbingan atau penyuluhan-penyuluhan melalui pembentukan suatu kelembagaan di bidang kepariwisataan, pertanian/perikanan, industri kecil dan lain-lainnya. Dengan demikian ketrampilan mereka akan bertambah sehingga bisa untuk menambah pendapatan dan peningkatan sosial ekonomi mereka.
Demikian Pula sarana/prasarana dan transportasi umum di Kepulauan Seribu perlu dilengkapi agar pulau tersebut mudah dicapai dan lebih berkembang."
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Article described capitalist social life of modern Japanese that was having individualistic characteristic. This high individualistic life affected the availability of disconnected family life called muenshakai. This phenomenon caused social and economic shifts in the Japanese family. This research used qualitative approach elaborated in descriptive analysis. The object of research or data corpus was the problem of a decline in Japan population in terms of the breakdown of the family. The research results indicated that muenshakai phenomenon has emerged in Japan caused by some sequential events, those are: the 2nd World War "legacy', the availability of baby boom, the abolition of shuushinkoyou, the decreasing of marital rate, the increasing of divorce rate, the decreasing of birth rate, and the lost of family relationship. It can be concluded that the urban individualistic life style is able to change the traditional thinking pattern into opportunistic one that becomes one of the causal factors of muenshakai phenomenon."
LINCUL 8:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Setiandi
"
ABSTRAK
Persaingan yang tinggi dalam memperoleh sebidang tanah telah mendorong masyarakat di perkotaan memanfaatkan tanah kearah yang Ieblh hitensif hal itu mengakibatkan tingginya harga tanah kota, dimsma tanah mempunyai nilai dalam arti ekonomi yang terwujud dalam ukuran harga. Seperti benda ekonomi lainnya, harga tanahjuga dipengaruhi oleh aktivitas pasar, yaltu dengan adanya penawaran (supply), dan dengan adanya permintaan (demand). Namun, berbeda dengan yang lainnya, tanah tidak dapat dipmdah tempatkan, dan luasnyapun relatif tetap
Sementara itu, penduduk di kota tidak mtmgkin lagi mencari nafkah di bidang tam, leblh-leblh bagi usaha tam yang membutuhkan tanah yang luas. Pertumbuhan dan kepadatan penduduk yang tinggi, menjadi penyebab semakin seinpilnya tanah bagi usaha pertanian, sehiugga tidak lagi menjadi pilihn bagi orang kota di dalam mencari nafkahnya, disamping harga tanahnya yang menjadi terlalu tinggi untuk bidang usaha mi; Namun, meskipun path dasarnya orang kota hidup dari usaha di luar bidang pertaman, tidak jarang penggunaan tanah di dalam wilayah perkotaan di Indonesia, maslh banyak yang bersifat penggunaan tanah pedesaan, terutama di wilayah perkotaan bagian pinggir. Penggunaan tanah yang demikian mi dalam kerangka klasifikasi penggunaan tanah kota, disebut sebagai tanah kosong, karena sebenarnya penggunaan tanah pertanian mi sifatnya hanya sementara, sambil menunggu perubahannya ke dalam bentuk penggunaan tanah lain, yang merupakanjenis penggunaan tanah kota. Kecamatan Ciracas dan Cipayung kotamadya Jakarta Timur merupakan wilayah kota yang terletak di bagian pinggir. Pertumbuhan penduduk di kecamatan Ciracas dan Cipayung selama mi sekitar 2 % setahun, akan tetapi pertumbuhan penduduk 1w path tahun 1995 meningks't menjadi 2,41 % setahun, meskipun demi1cism luas tanah kosong yang ada di wilayah im pada tahun 1995 rnih cukup tinggi, yaitu seluas 662,92 hektar, atau sebesar 15,16 persen dari luas seluruh kedua kecamatan yang seluas 4372,05 hektar. Jenis penggunaan tanah kosong merupakan jenis penggunaan tanah kedua terluas setelah penggunaan tanah pemukimn , diniima hal itu tidak teijadi pada kecamatan-kecamatan lain di kotamadya Jakarta Timur.
Penelitian mi bertujuan untuk mengetahul harga tanah kosong di kecainatan Ciracas dan Cipayung berdasarkan janak, dan kaitan harga tanah kosong dengan penggunaan tanab, kepadatan penduduk, kerapatan bangunan, dan kerapatan janingan jalan di sekitar tanah kosong tersebut berdasarkan jaraknya dari terminal Kampung Rainbutan di kecamatan Ciracas dan Cipayung.
Masalah yang diajukan adalah BagaimnnikR1i hanga tanah kosong berdasarkan jarak dan terminal Kampung Rambutan di kecamatan Ciracas dan Cipayung pada tahun 1995 ? dan bagaimana pula kaitan harga tanah kosong dengan penggunaan tanah, kepadatan penduduk kerapatan bangunan, dan kerapatan janingan jalan di sekitar tanah kosong tersebut berdasarkan jaraknya?
Metode penelitian yang digunakan untuk menjawab masalah yang diajukan yaitu dengan overlay peta yang kemudian dideskripslkan. Unit analisis yang digunakan adalah jarak. Hasil yang diperoleh dapat diutarakan sebagai berikut: Path tahun 1995 harga tanah kosong semikin menjauhi terminal Kampung Rambutan semakin menunni. Pada jarak kurang dazi 7 (tujuh) kilometer dazi terminal Kampung Rambutan yaitu pada kelurahan Rambutan I, Susukan I, Ciracas I, Bambu Apus I, Ceger I, Lubang Buaya 1, dan Cipayung I, luas tanah kosong untuk kelas harga tanah rendah (kurang dari 350.000 rupiah per meter persegi), d&1 acifikcilcan rendah. Sedangkan untuk luas tanah kosong dengan kelas harga tanah sedang (antara 350.000 rupiah per meter persegi sampai 700.000 rupiah per meter persegi) dlklasifikaslkan tinggi, sehingga dapat dikatakan harga tanah kosong path jarak ml umumnya tinggi. Pada jarak 72 1 sampai 14 kilometer dari terminal Kampung Rambutan yaltu path kelurahan Susukan 11, Ciracas II, Kelapa Dua Wetan II, Cibubur 11, Munjul II, Cilangkap II, Cipayung II, Bambu Apus II, Ceger H, Setu II, dan Lubang Buaya H, luas tanah kosong pada kelas harga tanah rendah (kurang dari 350.000 rupiah per meter persegi), dlklasiflkasjkan sedang, dan luas tanah kosong path kelas harga tanah sedang (antara 350.000 rupiah per meter persegi sampal 700.000 rupiah per meter persegi) dikiasifikasikan sedang, sehigga dilcatakan harp tanah kosong pada jarak ml adalah sedang. Path janak lebih dari 14 kilometer dan terminal Kampung Rambutan yang meiputi kelurahan Cibubur Ill, Munjul ifi, Pondok Ranggon m, Cilangkap III, Baznbu Apus HI, Kelapa Dua Wetan H, dan Setu HI Was tanah kosong path kelas harga tanah rendah (kurang dazi 350.000 rupiah per meter persegi), dildasifikasikan tinggi, dan luas tanah kosong path kelas hanga tanah sedang (antara 350.000 rupiah per meter persegi saznpai 700.000 rupiah per meter persegi) dikiasifikasikan rendab, sehingga dapat dikatakan harga tanah kosong padajarak mi umumnya rendah
Untuk tanah kosong dengan kelas hanga tanah tinggi (di atas 700.000 rupiah per meter persegi), luasnya hanya kecil saja path ketiga wilayah jarak yang diteliti, sehingga kesemuanya dlklasifikasjkan rendak Kaitan antara harga tanah kosong berdasarkan jaraknya dan terminal Kampung Raznbutan di Kecamatan Ciracas dan Cipayung dengan jenis penggunaan tanah, kepadatan pendudulç kerapatan bangunan, dan kerapatanjaringanjalan di sekitarnya adalah sebagai berikut: Path jarak kurang dari 7 kilometer yaitu path kelurahan Ranibutan I, Susukan I, Ciracas!, Bambu Apus I, Ceger I, Lubang Buaya I, dan Cipayung I, harga tanah kosong yang umumnya tinggi terdapat path wilayah dengan dominaci luas penggunaan tanah pemukiman tinggi, luas penggunaan tanah industni rendah, luas penggunaan tanah jasa atau fasilitas umum sedang, luas tanah pemakarncin umum rendah, luas penggunaan tanah lain-lain seperti jalan sedang, kepathtan penduduk tinggi, kerapatan bangunan tinggi, dan kerapatan janingan jalan tinggi. Path jarak antara 7,1 kilometer sampai 14 kilometer yalta path kelurahan Susukan II, Ciracas LI, Kelapa Dua Wetan H, Cibubur II, Munjul H, Cilangkap II, Cipayung II, Bambu Apus II, Ceger II, Setu II, dan Lubang Buaya H, harga tanah kosong yang umumnya sedang terdapat pada wilayah dengan dominasi luas penggunaan tanah pemukiman tinggi, luas penggunaan tanah industri rendah, luas penggunaan tanah jasa atau fasilitas umum sedang, luas tanah pemakanian umum rendah, Iuas penggunaan tanah lain-lain seperti jalan, sedang, kepadatazi penduduk rendah, kerapatan bangunan sedang, dan kerapatan janingan jalan sedang. Path jarak lebih dari 14 kilometer dari terminal Kampung Rambutan yang meliputi kelurahan Cibubur Ill, Munjul III, Pondok Ranggon Ill, Cilangkap HI, Bambu Apus HI, Kelapa Dua Wetan II, dan Setu III, harga tanah kosong yang umumnya rendah terdapat path wilayah dengan dominasi luas penggunaan tanah pemukiman tinggi, luas penggunaan tanah industri rendah, luas penggunaan tanah jasa atau fasilitas umum rendah, luas tanah pemakaman umum rendah, luas penggunaan tanah lain-lain seperti jalan sedang, kepadatan penduduk rendah, kerapatan bangunan rendah, dan kerapatan janingan jalan rendah.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
S33750
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nobertus Budi Hardjo
Depok: Universitas Indonesia, 1992
S33439
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>