Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161545 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anissa Dinar Prihatina
"Skripsi ini menganalisis kaitan antara eksistensi dan intersubjektivitas yang ditampilkan dalam film Artificial Intelligence: A.I. dengan memaknai tokoh David, sebagai subjek yang memenuhi dorongan untuk mencapai pemenuhan diri (transendensi). Dengan menggunakan pendekatan filsafat Gabriel Marcel, penelitian ini menganilisis dinamika tokoh David yang berpartisipasi dalam hubungan personal berlandaskan cinta sehingga dapat mencapai transendensi. Berdasarkan analisis tersebut dapat dibuktikan bahwa manusia dapat meraih pemenuhan diri dengan menghentikan objektivikasi dan membina hubungan intersubjektif. Secara keseluruhan, A.I. menyuarakan keprihatinan terhadap kondisi manusia modern yang cenderung tenggelam dalam individulitas dan mengabaikan nilai hubungan personal antarmanusia sehingga tidak dapat mencapai tingkat eksistensi tertinggi sebagai _Aku_ yang _Ada_.

Abstract
The main focus of this study is the significance of David_s existence in Steven Spielberg_s film, Artificial Intelligence: A.I. This study particularly analyzes the correlation between human_s existence and openness (l_intersubjectivit_) by exploring David as a subject who urges to achieve the exigence of transcendence, the need of transcendence. Using Gabriel Marcel_s philosophical approach, this study examines David_s interpersonal relationship based on love as a manifestation of his openness which could lead him to achieve the state of fullness (transcendence). This study confirms that human being will be able to achieve the need of transcendence when we are willing to see other people as subject and maintain interpersonal relationship. All in all, A.I. criticizes the condition of modern man who are drowned in individuality and despises the value of interpersonal relationship, so that the highest level of existence, the state of Being cannot be achieved."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2009
S13942
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nila Auriga
"Filsafat modern yang menjadikan suatu universalitas sebagai suatu kebenaran. Eksistensialisme hadir sebagai suatu reaksi atas ketidakpuasan terhadap terbelenggunya manusia di dalam suatu universalitas. Gabriel Marcel sebagai tokoh eksistensialis religius melihat bahwa kebebasan seorang individu dalam bertindak merupakan suatu bentuk eksistensi, yang mana sebagai individu yang bereksistensi kita berhak bebas dalam arti bukan bebas untuk melarikan diri terhadap problem yang tidak bisa kita atasi, tetapi mencoba merenungi dan mengahayati sebagai bentuk eksistensi diri.

Modern philosophy transform universality as a truth. Existentialism existed as a reaction to unsatifaction of human's entrapment within a universality. Gabriel Marcel, in his position as a religious existentialist, saw a person's freedom to act as a form of existentialism, which as existing person, we have a right to freedom, not in terms of freedom to escape problem we cannot handle, but to reflect and appreciate as a form of self-existentialism. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S214
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Driarbaningsih K.D.
"Sebagai pendahuluan, penulis menguraikanhubungan Marcel de_ngan eksistensialisme, suatu aliran filsafat yang berangkat dari gejala-gejala manusiawi yang konkret dan eksistensial; yang menyoroti masalah tidak secara rasional saja, melainkan juga se cara personal, yakni melibatkan seluruh aspek pribadinya. oleh karena itu is merasakan adanya kepincangan-kepincangan dalam cara berfilsafat selama masa yang ia alami sebagai siswa. Ia mengecam cara berfilsafat yang lebih mengutamakan teknik berpikir dari pada menyoroti masalah manusia dengan kemelutnya. Sebab itu berawal dari anti-Idealisme ia mengajukan berbagai keberatan terhadip 'isme' lainnya.Marcel berpendapat bahwa berfilsafat merupakan suatu cara dan usaha untuk mengerti hidup, karena minimal setiap manusia berfilsafat untuk dirinya sendiri, yang artinya ia selalu dalam situasi mencari makna dan hakekat hidupnya. Hidup ini suatu misteri, katanya. Bukan karena merupakan pertanyaan yang tidak terjawab, melainkan karena jawabannya terletak di dalam menjalani hidup itu sendiri.Untuk memahami filsafat Marcel, kita harus mengenal pribadinya dan sebaliknya untuk mengenal pribadinya kita harus memahami filsafatnya. Kaitan antara kedua unsur itu sangat eratnya, sehingga sesuai dengan wataknya, ia menuangkan inspirasinya melalui improvisasi dalam musik (piano), melalui drama untuk memunculkan situasi konkret serta melalui konsep filsafati sebagai ungkapan pen_dalarnan dan pengembangan penghayatan terhadap pengalaman nvata. Ketiga cara tersebut jelas menampakkan unsur keterlibatan atau partisipasi dalam tingkat-tingkat penyatuan (communion) dalam musik, tingkat komunikasi (commucication) dalam drama, serta tingkat kebersamaan (community) dalam konsep metafisisnya tentang berada..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1985
S16127
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Fajri Hadian
"Cinta merupakan salah satu hal penting yang dimiliki manusia, namun tidak semua orang dapat mengerti dan memahami makna cinta yang ada dalam dirinya secara mendalam, padahal apabila cinta dapat dipahami dan dimengerti secara mendalam maka niscaya manusia akan mampu mencapai eksistensi dirinya, ia akan mampu memenuhi dirinya dengan kemanusiaan yang seutuhnya, karena cinta merupakan kunci untuk mencapai kemanusiaan tersebut. Konsep cinta yang mendalam menjadi sulit dicapai karena makna cinta telah digeneralisasi dan dibatasi sehingga manusia tidak mampu mengeksplor cinta yang dimilikinya yang berakibat pada harapan dalam kehidupan manusia sulit untuk dimunculkan, maka dari itu hadirlah Gabriel Marcel seorang filsuf eksistensialis yang membawa kembali konsep cinta yang lebih mendalam, mematahkan segala konsep cinta yang sudah disempitkan maknanya, cinta yang menghidupkan manusia sebagai being bukan having semata. Hal ini sejalan dengan pemikiran John Lennon yang juga mendefinisikan kembali konsep cinta melalui karya-karya dan pemikirannya yang terangkum dalam lagu All You Need is Love. Skripsi ini akan membuka kembali konsep cinta dan merumuskan ulang makna cinta melalui pemikiran Gabriel Marcel dan John Lennon kita akan melihat cinta sebagai sebuah misteri bukan problema yang harus dipecahkan. Akhirnya melalui lagu All You Need is Love kita dapat memaknai cinta sebagai sebuah hal penting dalam kehidupan manusia yang dimaknai secara mendalam.

Love is one of essential things that belong to human, but not every human can understand the significance of love itself nonetheless. In point of fact, if love is capable of being understood wholeheartedly, then all human will definitely be able to get hold of their own existences along with the power to satisfy their quality of life, one of which is an absolute humanity since love is the greatest key to reach the humanity itself. The concept of profound love becomes hard to reach since the significance of love has been generalized and limited that humans cannot explore the love they possess which causes their hopes in life turn out to be difficult to achieve. Therefore, Gabriel Marcel, an existentialist philosopher, brings back the concept of profound love which livens up humans not just as having but being, and he breaks the entire concept of love whose significance has been narrowed. Then all of this comes along with John Lennon’s idea which redefines the concept of love all the way through both his artworks and thoughts that have been summarized in All You Need is Love song. This thesis will reopen the concept of love and reformulate the significance of love through the thoughts of Gabriel Marcel and John Lennon which make us able to see love as a mystery not a problem that has to be solved. Finally, right through All You Need is Love song, we are able to understand love as the essential role of life. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S44008
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Redjeki Saptoro
"Masalah pokok yang diutarakan dalam skripsi ini adalah Filsafat Kebersamaan Gabriel Marcel (G.Marcel's Philosophy of Communion). Nenurut Marcel manusia itu berorientasi pada kebersamaan ontologis (ontological communion). Manusia akan merasa tidak lengkap atau utuh dan mengalami frustrasi bila disendirikan atau mengurung diri lepas dari keberbarengan dengan sesamanya. Ini adalah teristimewa nyata bagi manusia yang sadar diri, yang dalam dirinya terkandung tuntutan-tuntutan ontologis akan pemenuhan, akan transendensi, akan keutuhan bersama. Namun manusia itu juga bebas dan karenanya bisa saja me_milih menutup diri terhadap dorongan-dorongan dan harapan-harapan akan partisipasi intersubyektif dengan alam semesta, dengan sesamanya dan dengan Tuhan. Menurutnya berada itu berpartisipasi dalam keberadaan, atau Ada selalu berarti ada bersama (Ease est co-ease). Jadi pilihan yang dihadapi manusia adalah terpisah mengurung diri atau melibatkan diri, bercampur bersama dengan lainnya. Karena diri dan dengan siapa diri itu berpartisipasi tidak bisa dipisahkan, maka berarti manusia itu secara organik dengan alam dan begitu pula alam itu secara organik dengan manusia. Dengan perkataan lain partisipasi adalah dasar bagi pengalaman eksistensi manusia. Kebersamaan (communion) merupakan kenyataan yang dinamis, dimana person-person dalam seluruh kehidupan konkritnya saling memberikan, saling mengisi, saling ada di dalam yang lain, sehingga bersama mewujudkan realitas baru yang merupakan partisipasi dalam suatu kenyataan yang lebih tinggi; aku dan kau menjadi suatu kcsatuan baru yang tidak bisa terpisah menjadi dua bagian. Kebersamaan (communion) adalah kehadiran (presence) yang tercapai sepenuhnya. Hanya karena manusia tetap terbuka bagi yang lain dan secara aktif tetap hadir baginya, kebersamaan (communion) bisa menjadi kenyataan. Dalam hal kebersamaan (communion) Marcel menjelaskan, bahwa penghalang utama bagi terpenuhinya kebersamaan adalah kecenderungan untuk mengobyektivikasi, karena tindakan ini mengandung kekuatan yang memecah-mecah. Untuk mendalami ini diperlukan pengertian perbedaan antara problem dan misteri. Menurut Marcel problem itu dijumpai pada pertanyaan mengenai obyek yang eksterior bagiku dan tidak memperdulikan saya. Sedangkan misteri menyangkut perjumpaan dengan realitas yang mencakup subyek yang sedang mencari atau mempertanyakan. Kebersamaan bisa tercapai karena orang monghormati misteri. Filsafat Marcel adalah terbuka_ artinya seraya filsafatnya mengarah ke kematangan dalam komunitas lewat kebersamaan asli. Filsafatnya itu mengharap mendapat kesempurnaan lebih lanjut dari dialektika cinta kasih dari atas yang mengalir dari Yang Absolut ke dalam manusia dan lingkungan manusia. Sesuai dengan sifatnya yang religius ia selalu berhasrat menolong masyarakat dari atomisasi dan kolektivitas."
Depok: Universitas Indonesia, 1987
S16135
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Adis Setiawan Ali
"Dalam Eksistensialisme, manusia digerakan oleh pilihan-pilihan atas kehendaknya. Gabriel Marcel menjelaskan bagaimana pilihan-pilihan itu selalu berada dalam dua tatanan, yaitu being dan having. Dalam being, pilihan-pilihan yang diambil dapat membentuk sebuah cinta kasih, sementara having hanya untuk melihat yang lain sebatas fungsi. Adanya harapan di dalam diri manusia membedakan dua tatanan tersebut. Harapan itu muncul dalam suatu relasi intersubjektivitas. Harapan untuk terlibat dalam kebersamaan, kebersalingan, dan cinta, bukan hanya pemenuhan hasrat. Harapan mampu menghidupi relasi cinta sebagai sebuah misteri, bukan bentuk problem yang perlu diselesaikan. Skripsi ini menggunakan pemikiran Marcel sebagai pisau untuk membedah film One Day, terutama mengenai perjalanan Emma dan Dexter yang merepresentasikan suatu relasi intersubjektivitas mengenai cinta dan harapan dalam menuju eksistensinya.

In Existentialism, individual rsquo s driven by the choices of her will. Gabriel Marcel explains how those choices are always existing in two states, those are being and having. In state of being, the choices that was made can form love, while in the state of having, the choices are only seeing the other limited functions. Hope differs these to state. This hope appears in an intersubjectivity relation. The hope to engage in togetherness, involvement, and love, not just the fulfillment of desire. Hope could sustain a loving relationship as a mystery, not a form of problem that need to be resolved. This undergraduate thesis used Marcel thought of as a tool to dissect the movie lsquo One Day rsquo , especially in the story of Emma and Dexter which represents an intersubjectivity relation about love and hope in towards existence."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S69927
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inditian Latifa
"Skripsi ini membahas terperangkapnya Craig di dalam kepala Emily pada film Being John Malkovich sebagai simbolisasi dari psikosis yang is derita akibat ketidakmampuannya melakukan manajemen libido. Pembahasan dilakukan melalui pendekatan psikoanalisa Freud dengan menganalisis upaya-upaya yang ditempuh Craig untuk memperolch kepuasan seksual dari objek seksual dan ilusi.
Dari pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa film ini menampilkan pandangan Freud bahwa kebahagiaan diperoleh dari kepuasan seksual melalui manajemen libido.

This study proves Craig's entrapment inside Emily's head as a symbolization of a psychosis caused by the lack of ability to perform the economics of libido. Analysis is done from the perspective of psychoanalysis by exploring the ways Craig tries to gain sexual satisfaction, i.e. from sexual objects and illusions.
This study conclusively states that Being .John Malkovich shows Freud's outlook that happiness is attained through sexual satisfaction and depends on one's ability to carry out the economics of libido."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S13976
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Arrifa
"Dalam dunia modern, manusia cenderung melihat segala sesuatunya hanya berdasarkan fungsi semata bahkan memandang manusia sendiri sebagai kumpulan fungsi. Gabriel Marcel, seorang filsuf Perancis yang berbicara mengenai keberadaan manusia berpendapat bahwa cinta kasih dapat membuat manusia keluar dari kumpulan fungsi tersebut dan memandang secara keseluruhan sehingga menjadi manusia yang ada. Pandangan Marcel ini menjadi alat untuk menganalisis seorang tokoh di dalam film yang berjudul 50 First Dates dengan menjadikan tokoh tersebut, Henry Roth, sebagai representasi manusia yang bereksistensi melalui cinta kasih di dalam sebuah relasi intersubjektivitas.

In the modern world, human tends to see everything is based only on the function even seeing human itself as a crowd of function. Gabriel Marcel, a French Philosopher who talked about the human existence had an opinion that love can make human gets out from that crowd of function and sees as a whole-being for becoming a human who exists. This view of Marcel becomes a tool to analyze a character in the film which has a title 50 First Dates by making that character, Henry Roth, as a representative from the human who exists through love in an intersubjectivity relation."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S47056
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Juliana
"Manusia semakin lama seperti semakin melupakan kebutuhan relasi antar manusia yang sesungguhnya. Saat ini manusia sepertinya membutuhkan keberadaan orang lain hanya sebatas kepentingan semata. Hal inilah yang kemudian dikatakan oleh filsuf eksistensialisme Gabriel Mracel sebagai broken world, keadaan dimana manusia hanya melihat manusia lainnya sebatas fungsinya semata. Bagi marcel relasi yang sesungguhnya adalah relasi yang bersifat intersubjektif ketika sebuah relasi dibangun atas dasar cinta, kesetiaan, serta harapan. Pemikiran dari Gabriel Marcel ini kemudian menjadi alat untuk membahas tokoh Zainuddin dalam film Tenggelamnya Kapal Van der Wijk yang mana tokoh ini dapat menjadi representasi bahwa terdapat dinamika dalam eksistensialisme dari Gabriel Marcel.

People nowadays seems to forget the meaning of true relationship between each other as human being, people only relate with each other based on their personal needs. This condition described as broken world by a French existentialist Gabriel Marcel, where people only see others merely trough their functional attribute. For Marcel, the true relationship is intersubjective when a relation was build based on love, hope, and creative fidelity. This thought of Gabriel Marcel then became a tool to discuss the character of Zainuddin in the movie ldquo Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk rdquo , whereas this character becomes a representation of existential dynamic can be found through Gabriel Marcel's theory.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016
S66084
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herlly Primadewi
"Keadaan perempuan selalu dipandang sebelah mata, rendah, dan dianggap buruk di dalam tata nilai masyarakat, kebudayaan, hukum dan politik. Sehingga memunculkan pergerakan-pergerakan perempuan, khususnya feminis liberal yang menginginkan adanya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dengan memberikan perempuan hak dan kesempatan yang sama dengan laki-laki, terutama kesempatan perempuan untuk berada di lingkungan publik. Film Desperate Housewives adalah bentuk real bagaimana hitam putih perempuan rumah tangga di dalam kehidupan perkawinan dan motherhood.
Feminis liberal ingin menyampaikan beberapa hal yang menyangkut tema kebebasan di dalam menganalisa film Desperate Housewives ini, dengan tujuan agar masyarakat mampu melihat bagaimana seharusnya mengkondisikan perempuan dengan adil tanpa harus selalu memposisikannya sebagai the other. Filsafat feminis memperjuangkan agar permasalahan perempuan bisa dimasukkan juga ke dalam pembahasan filsafat, Selama ini filsafat tidak pernah memasukkan perempuan ke dalam wilayah pembahasannya.
Karya-karya filsafat cenderung misoginis dan sentimen terhadap suara perempuan. Tema filsafat feminis tersebut dibahas melalui teori keadilan John Rawls di dalam bukunya Theory of Justice dengan mengambil pilihan pada affirmative action agar laki-laki dan perempuan dapat berkompetisi secara adil. Affirmative action terhadap perempuan meskipun tidak equal terhadap keberadaan laki-laki, tetap diterima karena ia menguntungkan pihak yang marjinal (perempuan).
Ketertindasan dan kelemahan perempuan bukan hanya karena ketidakmapuan mereka atas apa yang mereka lakukan. Namun, lebih pada identitas kultural yang mereka miliki di dalam lingkup patriarki. Keadaan tersebut di atas menyebabkan bekerjanya teori difference principle dimana keadilan sekurang-kurangnya harus dirasakan oleh kaum yang paling tidak beruntung, dalam hal ini perempuan. Rawls menyikapi keinginan dan cita-cita feminis liberal agar perempuan sebagai kaum marginal juga memiliki hak dan kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk dapat keluar ke dalam lingkungan publik. Hak-hak tersebut dimaksudkan agar perempuan terbebas dari tindak pelecehan, penindasan, dan diskriminasi.
Kemudian filsuf feminis meneruskan teori difference principle menjadi politik perbedaan, dimana pada keadaan tersebut perempuan menjadi bangga akan dirinya sebagai perempuan, sebagai seorang ibu rumah tangga, sebagai seorang istri. Dan rasa bangga ini akan tumbuh ketika perempuan sudah mencapai kesetaraan dan memperoleh kebebasan yang sebelumnya didapat dari teori difference principle."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S16033
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>