Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 80316 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Endang Wiyanti
"Penelitian ini menggunakan metode studi lapangan dengan mengambil data anak-anak penyandang mild autism di tempat mereka terapi, Avanti Treatment Centre, Jakarta. Informan yang terlibat sebanyak lima orang dengan usia 7-11 tahun. Mereka semua tergolong mild autism, menjalani terapi, dan bersekolah. Data diambil dengan menggunakan gambar Cookie Teft sebagai alat bantu. Para informan diminta menceritakan gambar yang mereka lihat. Pengambilan data dilakukan melalui tiga segmen, yaitu informan terapis, informan peneliti, dan monolog informan. Hasil yang diperoleh adalah anak-anak penyandang mild autism dapat bercerita meskipun dengan segala keterbatasan yang mereka miliki. Mereka dapat membuat kalimat, menciptakan tokoh, menggunakan alat-alat kohesi (kata ganti orang dan kata tunjuk), tetapi cerita yang mereka hasilkan bersifat fragmental. Hal ini terjadi karena anak-anak penyandang mild autism dalam penelitian ini tidak dapat merangkaikan urutan cerita."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S10833
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fhardian Putra
"Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan apakah program Applied Behavior Analysis (ABA) dan Video Modelling dapat meningkatkan kemampuan reseptif dan ekspresif pada anak autisme ringan. Kemampuan reseptif yang ditingkatkan ialah kemampuan memasangkan, menunjuk, dan menyebutkan nama emosi dasar pada kartu ekspresi emosi. Kemampuan ekspresif yang ditingkatkan dalam penelitian ini ialah kemampuan mengungkapkan perasaan tidak menyenangkan. Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain subjek tunggal. Selama penelitian, program intervensi diberikan selama dua minggu ditambah dengan satu minggu tahap generalisasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan reseptif dan ekspresif pada subjek setelah program diberikan. Setelah tujuh hari program dihentikan, subjek juga masih mampu mempertahankan kemampuan reseptif dan ekspresif sesuai dengan target keberhasilan. Hasil penelitian yang positif ini menunjukkan bahwa orang tua juga perlu menerapkan metode ABA untuk melatih kemampuan reseptif dan ekspresif subjek dalam kehidupan sehari-hari.

The objective of this research is to examine whether the Applied Behavior Analysis (ABA) and Video Modelling program can enhance receptive and expressive ablity in children with mild autism. Receptive ability defined as an ability to match, point, and mention the name of basic emotions from facial expression cards. Whereas Expressive ablity is an ability to express inconvenient feelings to others. This research use single subject design in children with mild autism. The program was administered for two weeks. After that, the generalization phase was introduced for a week.
The result from this research shows that receptive and expressive ability improved after the program was administered. Even though the program was stopped for a week, the participant still mastered well the receptive and expressive ability. According to this research, we recommend parents to teach receptive and expressive ability to their children by using ABA method in children natural setting."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
T41690
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sali Rahadi Asih
"Autisma merupakan gangguan perkembangan yang muncul pada tiga tahun perkembangan pertama anak. Gangguan ini memiliki karakteristik anak tidak dapat mengembangkan kemampuan berhubungan dengan orang lain dan berkomunikasi secara verbal. Anak penyandang autisma memperlihatkan pola tingkah laku tertentu yang dipertahankan dan diulang-ulang. Kehadiran anak penyandang autisma membawa kesedihan bagi suami istri sebagai orang tua. Hasil diagnosa anak memunculkan masalah-masalah baru. Baik yang berhubungan langsung dengan anak maupun yang tidak berhubungan langsung. Masalahmasalah ini bila tidak teselesaikan dapat menimbulkan konflik yang akhirnya merenggangkan hubungan perkawinan suami istri. Sedangkan bila masalah terselesaikan dengan baik dapat mempererat hubungan perkawinan mereka.
Penelitian ini bertujuan mendapatkan gambaran kualitas hubungan perkawinan suami istri yang memiliki anak penyandang autisma. Kualitas hubungan perkawinan, menurut Benokraitis (1996) ditentukan berdasarkan 3 hal, yaitu sikap positif yang ditunjukkan oleh suami atau istri saat mengatasi masalah, komitmen suami atau istri dalam mengatasi masalah, komitmen perkawinan dan dukungan emosi yang diberikan oleh suami atau istri dalam mengatasi masalah. Juga ditanyakan masalah-masalah yang dihadapi oleh pasangan suami istri berkaitan dengan diagnosa anak sebagai penyandang autisma.
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa masalah utama adalah keterbatasan anak mengungkapkan keinginan secara verbal dan mempertahankan konsentrasi. Diikuti dengan masalah tingkah laku stereotipi anak berupa mengetuk-ngetuk benda, berguling-guling di lantai dan memainkan alat kelamin. Masalah pendidikan mencakup kesulitan mendapatkan alat terapi, ketidakjelasan masa depan pendidikan anak dan kurangnya alternatif metode terapi yang ada di Indonesia. Juga kesulitan keuangan dan kesulitan menjelaskan gangguan anak kepada keluarga besar. Pada sikap positif, dua pasangan saling memperlihatkan sikap positif terhadap usaha-usaha mengatasi masalah. Sedangkan satu pasangan menunjukkan inkonsistensi sikap positif terhadap usaha-usaha yang dilakukan.
Seluruh pasangan memperlihatkan komitmen yang tinggi dalam mengatasi masalah-masalah yang timbul. Pada komitmen perkawinan, dua pasangan berpendapat bahwa kehadiran anak penyandang autisma meningkatkan komitmen perkawinan mereka dan satu pasangan berpendapat kehadiran anak penyandang autisma menurunkan komitmen perkawinan mereka. Satu pasangan saling memberi dukungan emosi saat berusaha mengatasi masalah. Sedangkan pada dua pasangan ditemukan inkonsistensi pemberian dukungan emosi yang berbeda intensitasnya.
Untuk penelitian lanjutan, disarankan memasukkan lebih banyak faktorfaktor yang mempengaruhi hubungan perkawinan agar mendapat gambaran lebih utuh. Perlu diteliti lebih lanjut persepsi keluarga besar terhadap kehadiran anak penyandang autisma. Juga perlu diteliti penyesuaian saudara kandung terhadap kehadiran anak penyandang autisma dalam keluarga."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
S3122
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maulida Aristawati
"Analisis gangguan fonologi dan pengaruhnya terhadap penguraian kata pada anak Autism Spectrum Disorder (ASD; eg, Santoso, et al., 2017, Ningsih, 2015) masih jarang ditemukan dalam penelitian kebahasaan Indonesia. Tulisan ini bertujuan untuk membahas beberapa gangguan fonologis pada anak ASD dan keterampilan decoding mereka, terutama untuk kata-kata dengan konsonan bilabial. Tujuan lain dari penelitian ini adalah untuk menemukan metode atau strategi yang paling efektif yang dapat digunakan dalam mengajar anak ASD membaca teks. Selain itu, hasil tulisan ini juga dapat menjadi studi percontohan untuk mengetahui bagaimana anak ASD akan melafalkan konsonan bilabial dalam bahasa Inggris mengingat fonem konsonan bilabial dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris cukup mirip. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan tiga anak ASD berusia antara 14 dan 18 tahun dengan kondisi kecerdasan yang berbeda. Studi tersebut mengungkapkan bahwa peserta ASD tidak bisa mengucapkan semua fonem konsonan bilabial [p], [b], [m], dan [w] secara akurat dalam tugas pengulangan, dan masing-masing memiliki hambatan saat menyuarakannya. Proses decoding atipikal diklasifikasikan dalam tiga kondisi; membaca keseluruhan teks dengan font ukuran normal secara mandiri, membaca kata bilabial dengan font ukuran normal secara mandiri, dan membaca kata bilabial dengan font ukuran besar secara mandiri. Berdasarkan tingkat keberhasilan dalam pengucapan di tiga kondisi decoding, metode alternatif diusulkan dalam membantu membaca ASD untuk membacakan kata-kata; menggunakan kata-kata berukuran besar. Kesimpulannya, makalah ini mengakui kesulitan anak ASD dalam membunyikan fonem konsonan bilabial, proses fonologis yang terjadi pada mereka saat menyuarakan kata-kata, dan metode baru yang dapat digunakan dalam mengajar mereka membaca.

Phonological impairment analysis and its effects on word decoding in children with Autism Spectrum Disorder (ASD; e.g., Santoso, et al., 2017, Ningsih, 2015) is still rarely found in Indonesian linguistic research. This paper aims to discuss some phonological impairments in ASD children and their decoding skills, especially for words with bilabial consonants. Another purpose of this study is to discover the most effective method or strategy that can be used in teaching ASD children to read a text. Additionally, the result of this paper could also become a pilot study for knowing how ASD children would pronounce bilabial consonants in English considering that bilabial consonant phonemes in Indonesian and English are quite similar. The method used in this study is the qualitative method with three ASD children aged between 14 and 18 years old with different intelligence conditions. The study revealed that the ASD participants could not pronounce all the bilabial consonant phonemes [p], [b], [m], and [w] accurately in the repetition task, and each had her or his impediment while voicing them out. Atypical decoding processes were classified in three conditions; reading the whole text with a normal-size font independently, reading bilabial words with a normal-size font independently, and reading bilabial words with a big-size font independently. Based on the extent of the success in pronunciation across the three decoding conditions, an alternative method was proposed in assisting ASD reading to read out words; using big-size words. In conclusion, this paper acknowledges difficulty of ASD children in sounding the bilabial consonant phonemes, a phonological process that happens to them while voicing out the words, and a new method that can be used in teaching them reading."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Safira Riska
"Perubahan pada ruang adalah salah satu cara manusia untuk menyesuaikan ruang yang ada dengan kebutuhan mereka agar tercapai kecocokan kebutuhan fit to need. Pada lingkungan rumah tinggal dengan kehadiran anak penyandang autis, perubahan yang terjadi merupakan perubahan yang didominasi oleh reaksi orang tua. Kebutuhan perilaku anak autis cenderung memicu orang tua melakukan perubahan ruang untuk mencapai fit to need bagi seluruh anggota keluarga. Skripsi ini menunjukkan terjadinya perubahan pada rumah tinggal anak penyandang autis yang melingkupi proses pemicu perubahan, reaksi terhadap perilaku dan reaksi terhadap perubahan.

Change of spaces is one of the ways to adjust the available space arround us in order to reached the condition of fit to needs. Changes which occured in the home environment of children with autism, tend to be the changes dominated by parents. Behavioral needs of autistic children often triggered parents to react and made spatial changes in order to reach fit to needs of family members. This study illustrates various changes that occured in autistic children’s homes which involved the trigger of spatial changes, the reaction to the behavior and the reaction to the spatial changes."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S46891
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yasmine Nur Edwina
"ABSTRAK
Dengan menggunakan desain penelitian mixed-method, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara interaksi ibu-anak dan kemampuan joint attention (JA) pada anak dengan autism spectrum disorder (ASD), khususnya anak dengan ASD usia sekolah yang memiliki kemampuan verbal minim. Metode observasi terstruktur adalah metode pengambilan data utama yang digunakan dalam penelitian. Alat ukur Marschak Interaction Method Rating System (MIMRS) digunakan untuk mengukur kualitas interaksi ibu-anak, sedangkan alat ukur Early Social Communication Scale digunakan untuk mengukur kemampuan JA. Tujuh pasang partisipan ibu dan anak dengan ASD usia sekolah yang memiliki kemampuan verbal minim ikut serta dalam penelitian. Berdasarkan hasil analisis data secara kuantitatif dan kualitatif, diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hasil yang tidak sejalan terkait hubungan antara interaksi ibu-anak dan kemampuan JA pada anak dengan ASD usia sekolah yang memiliki kemampuan verbal minim. Berdasarkan hasil analisis kuantitatif dengan menggunakan uji non-parametrik Korelasi Spearman, diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara interaksi ibu-anak dan kedua kemampuan JA, yaitu kemampuan responding joint attention (RJA), rs = -.060, dan kemampuan initiating joint attention (IJA), rs = .082 (seluruh p > 0.5) pada anak dengan ASD usia sekolah yang memiliki kemampuan verbal minim. Sementara itu, hasil analisis data secara kualitatif menunjukkan bahwa perilaku dan afek dari dimensi engagement terlihat dapat memunculkan kemampuan RJA dan IJA pada anak ASD usia sekolah yang memiliki kemampuan verbal minim.

ABSTRACT
Using a mixed method research design, this study aims to explore the correlation between mother-child interaction and joint attention skill in children with autism spectrum disorder (ASD), specifically minimally verbal school-aged children with ASD. This study used structured observation method in collecting the data. The Marschak Interaction Method Rating System (MIMRS) is used to measure quality of mother-child interaction, as The Early Social Communication Scale is used to quantify joint attention skill. Seven couples of mothers and children with ASD participated in this study. The result shows there is a differences between the quantitative and qualitative analysis of correlation of mother-child interaction and joint attention skill in minimally verbal school-aged children with ASD. Based on quantitative analysis, using a non-parametric Spearman Correlation, result shows that there is no significant correlation between mother-child interaction and both of types of JA, which is responding joint attention (RJA) and initiating joint attention (IJA), rs = .082 (seluruh p > 0.5), in minimally verbal school-aged children with ASD. Meanwhile, result from content analysis shows that mother's affect and behaviors in engagement dimension are able to elicit RJA dan IJA in minimally verbal school-aged children with ASD."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T52614
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Levina
"Rentang gangguan bahasa pada anak penyandang aulisme cukup luas, mulai dari yang perkembangan kemampuan bahasanya sama sekali lidak berkembang sampai pada ekstrim yang lain, di mana perkembangan kemampuan bahasanya baik, lala bahasa dan pengucapan jugs baik (Wing & Gould, dalam Jordan & Powell, 1995), Anak penyandang autisme yang mengalami hambatan dalam bahasa ekspresif dan bahasa reseptif akan sulit untuk menyampaikan isi pikirannya maupun memahami kata-kata yang diterimanva. Anak penyandang aulisme yang mengalami hambalan pada area bahasa reseptif,, dapat mendengar kata-kata tetapi mereka lidak selalu memahami arti kata seperti pada anak-anak normal lainnva.
Kemampuan bahasa reseptif anak penyandang aulisme dapat ditingkatkan dengan menggunakan program Applied Behavior Analysis (ABA). Dalam program ABA, materi dasar untuk melalih kemampuan bahasa reseptif adalah kemampuan untuk memperhatikan, kemampuan untuk meniru atau melakukan imitasi, kemampuan memasangkan, kemampuan mengidentifikasi (Maurice. 1996). Setiap sesi pengajaran terdiri dari beberapa siklus dan setiap siklus terdiri dari beberapa kali trial (Puspita, 2003) . Setiap trial memiliki awal dan akhir yang jelas (Leaf & McEachin, 1999). Sebuah trial terdiri dari satu unit pengajaran yang terdiri dari komponen-komponen presenlasi dari discrirninative stimulus atau instruksi guru, respon anak , dan konsekuensi (reinforcement). Selain itu terdapat jeda waktu (interlrial interval) sebelum terapis menyajikan stimulus berikulnya (Sympson. 2005). Penilaian dilakukan setiap 10 kali anak melakukan trial untuk memudahkan menghitung persentase keberhasilan. Anak dikalakan lulus bila mampu minimal 80% benar dari keseluruhan total trial. Setiap pertemuan berdurasi 90 menit.
Setelah melakukan proses intervensi selama 3 minggu, terdapat peningkatan kemampuan subjek untuk memahami imitasi gerakan motorik kasar, Dalam hal perilaku imitasi gerakan mengangkal tangan telah melampaui kriteria keberhasilan. Perilaku imitasi gerakan tepuk tangan dan tepuk meja belum melampaui kriteria keberhasilan lelapi juga menunjukkan adanya peningkatan. Selama periode intervensi, subjek belum sepenuhnya mencapai kriteria keberhasilan gerakan imitasi motorik kasar dan halus. Dengan demikian tidak memungkinkan untuk melakukan intervensi kemampuan memasangkan dan kemampuan mengidentifikasi sebelum subjek menguasai gerakan imitasi karena untuk melatilh kemampuan reseptif lainnya, subjek harus menguasai kemampuan imitasi terlebih dahulu."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18106
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muchtarul Fadhal
"ABSTRAK
Kemampuan perawatan diri adalah keterampilan mengurus atau menolong diri
sendiri dalam kehidupan sehari-hari sehingga tidak tergantung pada orang lain.
Anak-anak berkebutuhan khusus salah satunya anak penyandang autisme,
umumnya kurang mampu dalam melakukan perawatan dirinya karena adanya
ketidakmampuan dalam berinteraksi, komunikasi, dan perilaku. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui gambaran kemampuan perawatan diri anak usia
sekolah dan remaja penyandang autisme. Desain penelitian deskriptif dengan
menggunakan metode cross sectional dan responden diambil menggunakan teknik
Consecutive sampling berjumlah 48 responden pada anak penyandang autisme di
SLB Kyriakon Jakarta Selatan. Analisis data menggunakan uji distribusi
frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden berada pada
kategori kadang dibantu pada semua komponen perawatan diri. Peneliti
merekomendasikan setiap sekolah berkebutuhan khusus untuk menetapkan
kurikulum pembelajaran tentang keterampilan perawatan diri agar anak dapat
melakukan perawatan dirinya secara mandiri.

ABSTRACT
Self-care is the ability to take care of self or self-help in daily life activities so we
do not rely on others. One of special necessity children is the autism usually does
not quite able to do self-care because of disability in interaction, communication
and action. This research purposed to determine description of self-care ability of
school children and sufferer of autism teenager. This research is descriptive
research by using Cross sectional method and respondents were taken by using
Consecutive sampling technique with 48 respondents of sufferer of autisme
children at SLB Kyriakon, South Jakarta. Data analysis used frequency
distribution test. The result showed that self-care ability of sufferes of autism
children sometimes helped. Researcher recommends every school that has other
special necessity children to establish curriculum of learning about self-care skill
in order the disability children, in this case the autism can do self-care indepently."
2016
S64789
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pustika Efar
"Latar belakang. Gangguan interaksi sosial merupakan karakteristik utama dari gangguan spektrum autisme (GSA), selain itu 59-79% anak GSA dilaporkan mengalami gangguan gerak. Gangguan gerak merupakan komorbiditas yang mungkin memengaruhi kemampuan sosialisasi anak GSA. Hingga saat ini belum ada data mengenai gangguan gerak kasar pada anak GSA di Indonesia, termasuk kemungkinan kaitannya dengan kemampuan sosialisasi.
Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) apakah kemampuan gerak kasar anak GSA lebih rendah dibandingkan anak normal, (2) gambaran kemampuan gerak kasar anak GSA, (3) gambaran kemampuan sosialisasi anak GSA, (4) hubungan kemampuan gerak kasar dengan kemampuan sosialisasi pada anak GSA.
Metode. Penelitian potong lintang pada Agustus-September 2013 dengan subjek berusia 18 bulan sampai 6 tahun. Subjek GSA didapatkan dari Klinik Anakku dan kelompok kontrol diperoleh dengan matching usia. Kemampuan gerak kasar dan sosialisasi kedua kelompok dinilai melalui wawancara kepada orangtua dengan instrumen Vineland Adaptive Behavior Scales, edisi ke-2 (Vineland-II).
Hasil. Sebanyak 40 subjek GSA (12 gangguan autistik, 3 gangguan Asperger, dan 26 PDD-NOS) dan 40 kontrol memenuhi kriteria penelitian. Kemampuan gerak kasar di bawah normal ditemukan pada 8 dari 40 (20%) anak GSA. Rerata v-scale gerak kasar pada kelompok GSA 15,1 (SD 3,12), lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol 18,7 (SD 2,09) dengan p 0,000 (p<0,05) dan interval kepercayaan 95% (IK95%) - 4,725;-2,525 berdasarkan uji T-berpasangan. Perbedaan tersebut tampak nyata pada klaster melempar dan menangkap bola, menggunakan tangga, melompat, dan mengendarai sepeda. Subdomain hubungan interpersonal menunjukkan nilai v-scale terendah (median 9, rentang 3-15) dibandingkan kedua subdomain lain (subdomain waktu bermain dan bersantai dengan rerata 11,2 (SD 3,2) dan subdomain kemampuan coping dengan median 15, rentang 10-18). Kemampuan gerak kasar berhubungan dengan kemampuan sosialisasi pada anak GSA. Anak GSA dengan gangguan gerak kasar memiliki rerata nilai standar domain sosialisasi 66,6 (SD 6,50). Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan 85,7 (SD 10,90) pada anak GSA tanpa gangguan gerak kasar, dengan p 0,000 dan IK95% -25,327;-12,736.
Simpulan. Kemampuan gerak kasar anak GSA lebih rendah dibandingkan anak normal. Dua puluh persen anak GSA mengalami gangguan gerak kasar berdasarkan Vineland-II, khususnya pada klaster melempar dan menangkap bola, menggunakan tangga, melompat, dan mengendarai sepeda. Anak GSA memiliki kemampuan sosialisasi yang rendah khususnya pada subdomain hubungan interpersonal. Anak GSA dengan gangguan gerak kasar memiliki kemampuan sosialisasi lebih rendah dibandingkan anak GSA yang tidak mengalami gangguan gerak kasar.

Background. Social impairment is considered the core deficit in autism spectrum disorders (ASD) and 59-79% of ASD children were reported as having poor gross motor. Gross motor deficit is a comorbidity which may influence socialization skills in ASD. There is no data in Indonesia about gross motor problems, including the possible association with socialization skills, in ASD children.
Objectives. This study aimed: (1) to compare gross motor skills in ASD to normal children, (2) to describe gross motor problems in ASD, (3) to describe socialization skills in ASD, (4) to identify the relationship of gross motor and socialization skills in ASD.
Method. A cross-sectional study involving 18-months-old to 6-years old children was taken on August-September 2013. ASD children were recruited in Klinik Anakku while control group were their age-matched children with normal development. Gross motor and socialization skills were scored using Vineland Adaptive Behavior Scales, 2nd edition (Vineland-II).
Results. Forty ASD children (12 autistic disorder, 3 Asperger syndrome, 26 PDD-NOS) and 40 age-matched control fulfilled study criteria. Gross motor below normal were reported in 8 of 40 (20%) ASD children. Mean gross motor v-scale of ASD group 15.1 (SD 3.12), significantly lower than control group 18.7 (SD 2.09) with p value 0.000 (p < 0.05) and confidence interval 95% (CI95%) -4.725;-2.525 using paired T-test. The differences were prominent in several cluster− throwing and catching ball, using stairs, jumping, and bicycling. The lowest v-scale score was found in interpersonal relationship subdomain (median 9, interval 3-15), compared to the other subdomains (play and leisure time with mean 15 (SD 3.2) and coping skills with median 15, interval 10-18). Gross motor skills is associated with socialization skills in ASD. ASD children with gross motor impairments showed socialization domain mean score 66.6 (SD 6.50). The score is lower than 85.7 (SD 10.90) in those without gross motor impairments, with p value 0.000 and CI95% -25.327;-12.736.
Conclusion. Gross motor skill in ASD is lower than normal children. Gross motor impairments were found in 20% ASD children based on Vineland-II, especially in several cluster - throwing and catching ball, using stairs, jumping, and bicycling. ASD children showed poor socialization skill especially in interpersonal relationship subdomain. ASD children with gross motor impairments showed lower socialization skills compared to those without gross motor impairments.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>