Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 171252 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Chusnul Waton
"Skripsi ini merupakan satu dari sedikit penelitian atas humor lisan yang pernah dilakukan di Indonesia. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan semantik sebagai dasar untuk menganalisis humor lisan yang menjadi fokus penelitian ini karena persoalan humor tidak lepas dari persoalan makna.
Yang menarik dari penelitian ini adalah kenyataan bahwa setiap kelucuan dalam humor verbal selalu melibatkan, sekurang-kurangnya, satu dari empat aspek semantik, yaitu: praanggapan, implikatur, pertuturan, dan dunia kemungkinan. Berangkat dari kenyataan ini, timbul keinginan penulis untuk mendeskripsikan bagaimana bentuk-bentuk keterlibatan keempat aspek semantik itu dalam humor lisan. Data yang penulis gunakan sebagai bahan analisis adalah humor lisan Bagito yang penulis peroleh dari hasil rekaman pertunjukkan lawak Bagito yang pernah diudarakan di atas Kejayaan.
Dari penelitian ini penulis memperoleh hasil tentang bentuk-bentuk keterlibatan, praanggapan, implikatur, pertuturan, dan dunia kemungkinan yang disajikan pada bab II. Penulis juga berhasil mengidentifikasikan 13 teknik membangun humor yang terdapat dalam humor lisan bagito yang disajikan pada bab III."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1997
S10715
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Rahmila Fahmi
"Kartun-kartun yang dimuat di media cetak, khususnya koran, biasanya mengungkap tema yang dekat dengan kehidupan masyarakat. Kartun tidakhanya terdiri dari unsur gambar saja, namun juga memiliki unsur bahasa. Bahasa di dalam kartun dapat diteliti secara liunguistis, salah satunya melalui pragmatik. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan aspek-aspek pragmatik yang cenderung digunakan kartunis di dalam kartun yang diciptakannya. Aspek-aspek tersebut adalah praanggapan, implikatur, pertuturan, dan dunia kemungkinan. Penelitian ini juga bertujuan untuk mendeskripsikan hubungan kartun dengan konteks di luar bahasa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis dengan teknik sadap. Data penelitian diambil dari kartun Timun yang terbit setiap hari Minggu di koran Kompas. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, aspek pragmatik yang cenderung digunakan kartunis adalah praanggapan. Dari 13 kartun Timun, terdapat 9 kartun yang menandung praanggapan. Aspek pragmatik yang berikutnya adalah implikatur. Implikatur yang terdapat dalam kartun Timun muncul secara tersirat melalui ujaran para tokohnya. Sementara itu, dunia kemungkinan terlihat dari gambar-gambar yang karyunis ciptakan. Apa yang digambar kartunis mustahil terjadi dalam dunia nyata, seperti ayam yang berbicara kepada manusia. Hubungan kartun dengan konteks di luar bahasa diperlihatkan kartunis melalui gambar dan penggunaan kata-kata tertentu di dalam ujaran tokoh. Melalui gambar dan ujaran para tokoh terlihat bahwa kartunis menggunakan peristiwa aktual yang terjadi pada saat kartun tersebut diterbitkan. Oleh karena itu, dalam memahami kartun Timun, pembaca harus mengetahui peristiwa, konteks, dan waktu yang melatarbelakangi cerita dalam kartun."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S10943
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rustono
"ABSTRAK
Implikatur percakapan merupakan konsep yang paling penting di dalam pragmatik (Levinson 1983: 97). Konsep itu merujuk pada implikasi pragmatis tuturan akibat adanya pelanggaran prinsip percakapan, yaitu prinsip kerja sama dan prinsip kesantunan, di dalam suatu peristiwa percakapan dengan situasi tutur tertentu. Penelitian tentang implikatur belum banyak dilakukan, lebih-lebih didalam wacana humor verbal lisan yang berfungsi sebagai penunjang pengungkapan humor. Pemahaman implikatur percakapan juga lebih sulit daripada pemahaman makna tersurat tuturan, lebih-lebih di dalam wacana jenis ini yang penuh dengan berbagai permainan kata.
Penelitian ini bertujuan memaparkan dan memberikan argumentasi tentang implikatur percakapan yang timbul sebagai akibat terjadinya pelanggaran prinsip kerja sama dan/atau prinsip kesantunan dan fungsinya sebagai penunjang pengungkapan humor di dalam wacana humor verbal lisan berbahasa Indonesia. Paparan dan argumentasi itu mencakupi pelanggaran prinsip kerja lama sebagai penyebab timbulnya implikatur percakapan yang menunjang pengungkapan humor, pelanggaran prinsip kesantunan sebagai penyebab timbulnya implikatur percakapan yang memerankan fungsi sebagai penunjang pengungkapan humor, aneka implikatur percakapan yang berfungsi sebagai penunjang pengungkapan humor, dan tipe humor verbal lisan yang pe ngun gk apannya ditunjang oleh implikatur percakapan.
Teori yang menjadi landasan di dalam penelitian kualitafif ini adalah teori Grice (1975) tentang implikatur percakapan dan prinsip kerja sama, teori Leech (1983) tentang prinsip kesantunan, serta teori Brown dan Levinson (1978) tentang kesantunan berbahasa. Korpus data penelitian ini berupa transkripsi 36 lakon humor verbal lisan produksi sembilan kelompok pelaku humor yang ditayangkan di televisi dari bulan Februari sarnpai dengan bulan Juni 1997. Metode perekaman dan penyimakan dengan teknik pencatatan digunakan di dalam pengumpulan data. Penetapan kelucuan data penelitian ini dilakukan dengan cara konfirmasi kepada sepuluh informan yang berasal dari sepuluh suku bangsa di Indonesia. Analisis data dilakukan dengan metode analisis kualitatif dan metode analisis pragmatis dengan teknik analisa heuristik Leech (1983).
Dari analisis data penelitian ini diperoleh temuan bahwa pelanggaran prinsip kerja sama Grice (1975), yaitu prinsip percakapan yang membimbing pesertanya agar dapat melakukan percakapan secara kooperatif dan dapat menggunakan bahasa secara efektif dan efisien di dalam melakukan percakapan, terjadi pada bidal: (1) kuantitas, (2) kualitas, (3) relevansi, dan (4) cara. Pelanggaran bidal-bidal itu menjadi penyebab timbulnya implikatur percakapan yang berfungsi sebagai penunjang pengungkapan humor. Tuturan para pelaku humor yang melanggar bidal-bidal itu justru berpotensi menunjang pengungkapan humor karena berbagai implikatur yang dikandungnya itu menambah kelucuan humor. Prinsip kesantunan Leech (1983), yaitu prinsip percakapan yang melengkapi prinsip kerja sama Grice (1975) dan berkenaan dengan aturan yang bersifat social, estetis, dan moral di dalam percakapan juga banyak dilanggar di dalam wacana jenis ini. Pelanggaran prinsip kesantunan yang terjadi pada enam bidal, yaitu bidal (1) ketimbangrasaan, (2) kemurahhatian, (3) keperkenanan, (4) kerendahhatian, (5) kesetujuan, dan (6) kesimpatian dengan dua belas subbidal sebagai jabarannya juga menjadi sumber implikatur percakapan yang memiliki fungsi menunjang pengungkapan humor. Implikasi atas pelanggaran itu adalah timbulnya berbagai implikatur percakapan yang menunjang pengungkapan humor karena kehadirannya menambah kelucuan humor. Implikatur-implikatur yang berfungsi menunjang pengungkapan humor di dalam wacana jenis ini mencakupi: (1) implikatur representatif dengan subjenis: (a) menyatakan, (b) menuntut, (c) mengakui, (d) melaporkan, (e) menunjukkan, (f) menyebutkan, (g) memberikan kesaksian, dan (h) berspekulasi; (2) implikatur direktif yang mencakupi subjenis: (a) memaksa, (b) mengajak, (c) meminta, (d) menyuruh, (e) menagih, (1) mendesak (g) menyarankan, (h) memerintah, dan (i) menantang, (3) implikatur evaluatif dengan subjenis: (a) mengucapkan terima kasih, (b) mengkritik; (c) memuji, (d) menyalahkan, (e) menyanjung, dan (f) mengeluh; (4) implikatur komisif yang meliputi subjenis: (a) berjanji, (b) bersumpah, (c) menyatakan kesanggupan, dan (d) berkaul; serta (5) implikatur isbati dengan subjenis: (a) mengesahkan, (b) melarang, (c) mengizinkan, (d) mengabulkan, (e) membatalkan, dan (f) mengangkat (di dalam jabatan atau status tertentu). Nama-nama implikatur itu sejalan dengan nama-nama jenis tindak tutur hasil taksonomi Fraser (1978). Di samping itu, di dalam wacana jenis ini ditemukan pula implikatur lain yang mencakupi: (a) menyangkal; (b) menuduh, (c) menolak, (d) menggugat, (e) meyakinkan, (f) menyatakan gurauan, dan (g) menghindar sebagai implikatur representatif tambahan; (h) memohon, (i) menawari, (j) menakut-nakuti, dan (k) mengusir sebagai implikatur direktif tambahan; (l) menghina, (m) mengejek; (n) menyombongkan diri, (o) menyatakan keheranan, dan (p) menyatakan kemarahan sebagai implikatur evaluatif tambahan; (q) mengancam sebagai implikatur komisif tainbahan; serta (r) memutuskan (hubungan sosial) sebagai implikatur isbati tambahan. Humor verbal lisan yang pengungkapannya ditunjang oleh implikatur percakapan mencakupi tipe: (1) komik, (2) humor, dan (3) humor intelektual sebagai hasil penggolongan humor menurut ada tidaknya motivasinya; (4) humor seksual, (5) etnik atau suku bangsa, (6) politik, (7) agama, (8) rumah tangga, (9) percintaan, (10) keluarga, (11) hutang piutang, (12) jual beli, (13) tingkah laku manusia, dan (14) humor pembantu sebagai hasil klasifikasi humor atas dasar topiknya; serta (15) olok-olok, (16) permainan kata, dan (17) supresi sebagai hasil pembedaan humor berdasarkan tekniknya.
Berdasarkan temuan itu dapat dinyatakan bahwa secara material bahan penciptaan humor verbal lisan yang ditunjang oleh implikatur percakapan ituberupa wujud tuturan, ekspresi para pelaku humor, dan konteks tuturan yang mendukungnya. Oleh karena kehadiran implikatur percakapan di dalam wacana jenis ini memiliki potensi menggelikan karena mengejutkan, bermakna mustahil, omong kosong, menyinggung perasaan, atau mengancam muka positif atau negatif mitra tuturnya atau pihak lain; kelucuan humor pun bertambah

ABSTRACT
A conversational implicature is the most important concept in pragmatics (Levinson 1983:97). It refers to the pragmatic implication of an utterance caused by the violations of conversational principles, namely cooperative as well as politeness principles, in a certain speech event despite the fact that it is the most important concept; few research studies on conversational implicature have been carried out. This is especially true as regards conversational implicatures as the support of humor expressions. The importance of investigating conversational implicatures lies, among other things on the fact that understanding a conversational implicature is more difficult than comprehending the explicit meaning of an utterance, especially in this kind of discourse, which is rich in puns.
The aims of this research are to explore and to explain conversational implicatures, which arise because of the violations of the cooperative principle and/or politeness principle and its function as the support of humor expressions in Indonesian oral verbal humour. The exploration and explanation encompass the violations of two pragmatic principles that give rise to the conversational implicature supporting humor expressions, the various kinds of conversational implicatures supporting humor expressions, and the types of oral verbal humor, the expression of which is supported by the conversational implicatures.
This qualitative research is based on trice's (1975) theory of conversational implicature and cooperative principle, Leech's (1983) theory of politeness, and Brown and Levinson's (1978) theory of politeness. The source of data is the transcription of thirty-six oral verbal humors shows which were produced by nine comedian groups and broadcast on television from February to June 1997. Recordings and observations (plus note-taking) were used in collecting data. To determine whether or not there was humor, the opinions of ten informants representing ten different Indonesian ethnic groups were sought by asking them to read the transcriptions of the humor shows. The data were subjected to a qualitative and pragmatic analysis as well as Lecch's (1983) heuristic technique.
The findings of the research show that the violation of the cooperative principle occurs as regards (1) the maxim of quantity, (2) the maxim of quality, (3) the maxim of relevance, and (4) the maxim of manner as the genesis of conversational implicatures functioning as the support of humor expressions. The utterances violating one or more of those maxims are very potential as the support of humor expressions because its implicatures add to the humorousness of the discourse. The politeness principle as a social, esthetic, and moral rule and as the complement of the cooperative principle was also violated in this kind of discourse. The violation of six maxims, namely (1) the tact, (2) generosity, (3) approbation, (4) modesty, (5) agreement, and (6) the sympathy maxim with its twelve sub maxims also gives rise to the conversational implicatures supporting humor expressions. The implication of a maxim violation manifests itself in various kinds of conversational implicatures functioning as the support of humor expressions because they make the discourse more humorous. Such conversational implicatures include (1) representative implicatures dealing with (a) stating, (b) claiming, (e) admitting, (d) reporting, (e) pointing out, (f) mentioning, (g) testifying, and (h) speculating, (2) directive implicatures concerning (a) pleading, (b) soliciting, (c) requesting, (d) ordering, (e) demanding, (urging), (g) suggesting, (h) instructing, and (i) daring, (3) evaluative implicatures including (a) thanking, (b) criticising, (c) praising, (d) condemning, (e) applauding, and f) complaining; (4) commissive implicatures dealing with (a) promising, (b) swearing, (c) obligating, and (d) vowing; and (5) establish implicatures concerning (a) forbidding, (b) permitting, (c) granting, (d) cancelling, and (f) appointing. Those conversational implicatures refer to Fraser's (1978) taxonomy of speech acts. In addition, eighteen implicatures of the support of humor expressions were found in oral verbal humor discourse. There are (a) denying, (b) accusing, (c) refusing, (d) protesting against, (e) assuring, (joking), (g) avoiding as additional representative implicatures; (h) begging, (i) offering to, (j) frightening, (k) pursuing as additional directive implicatures; (l) humiliating, (m) mocking, (n) boasting, (o) surprising, (p) being angry as additional evaluative implicatures; (q) threatening as an additional missive implicature; and (r) severing (a social relationship) as an additional establish implicature. Based on humor motivation, the oral verbal humor supported by conversational implicatures includes (1) comic, (2) humor, and (3) wit. Based on its topic, the oral verbal humor supported by conversational implicatures include (1) humor on sex, (2) ethnic group, (3) politics, (4) religion, (5) household, (6) love, (7) family, (8) debtor and creditor, (9) trade, (10) behavior, and on (11) servant. Based on the technique of creating humor, the oral verbal humor supported by conversational implicatures includes (1) ridicule, (2) pun, and (3) suppression.
The general conclusion of this study is that oral verbal humor discourse is rich in conversational implicatures. Among those implicatures, there is much which function as the support of humor expressions. This study also reveals that the materials of oral verbal humor consist of utterances, face expressions, and the context of the humor. Since those conversational implicatures in this kind of discourse have humorous potentials (due to their unpredictable, impossible, and offending elements), the humor is more enhanced.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1998
D292
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rustono
"Implikatur percakapan merupakan konsep yang paling penting di dalam pragmatik (Levinson 1983:97). Konsep itu merujuk pada implikasi pragmatis tuturan akibat adanya pelanggaran prinsip percakapan, yaitu prinsip kerja sama dan prinsip kesantunan, di dalam suatu peristiwa percakapan dengan situasi tutur tertentu. Penelitian tentang implikatur belum banyak dilakukan, lebih-lebih di dalam wacana humor verbal lisan yang berfungsi sebagai penunjang pengungkapan humor. Pemahaman implikatur percakapan juga lebih sulk daripada pemahaman makna tersurat tuturan, lebih-lebih di dalam wacana jenis ini yang penuh dengan berbagai permainan kata."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1998
D1623
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mega Arieyani Dewi
"Skripsi ini merupakan satu dari sedikit penelitian atas humor verbal pada kartun yang pernah dilakukan di Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan keterlibatan empat aspek semantik, yaitu praanggapan, pertuturan, implikatur, dan dunia kemungkinan dalam membangun humor pada kartun Lagak Jakarta. Selain itu, penelitian ini juga dilakukan untuk mengidentifikasi teknik membangun humor yang digunakan kartunis untuk membangun humor pada kartun Lagak Jakarta.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kartun-kartun Buku Lagak Jakarta Jilid Transportasi yang ditulis oleh Benny Rachmadi dan Muhammad Misrad. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang secara khusus berorientasi pada eksplorasi, penemuan, dan logika induktif.
Melalui penelitian ini terlihat bahwa setiap kelucuan dalam humor verbal, khususnya pada kartun Lagak Jakarta Jilid Transportasi, melibatkan sekurang-kurangnya, satu dari empat aspek semantik, yaitu; praanggapan, implikatur, pertuturan, dan dunia kemungkinan. Selain itu, peneliti berhasil mengidentifikasi tujuh teknik yang digunakan kartunis dalam membangun humor pada Kartun Lagak Jakarta Jilid Transportasi"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S10927
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Depok Fakultas Sastra Universitas Indonesia 1996
LAPEN 14 Isa p
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
"Bagaimana mempelajari bentuk penulisan bunyi bahasa, terutama
dijumpai pada orang-orang yang sedang belajar asing. Dari segi
penulisan itu, terjadi suatu sistem yang mengaitkan grafi dan foni.
Misalnya orang Indonesia yang sedang belajar bahasa Perancis,; me-
reka belajar bagaimana menuiskan bunyi bahasa Prancis dengan benar
dan baik. Kesulitan dirasakan pertama-tama karena adanya penggunaan
sistem penulisan yang berbeda dari kedua bahasa tersebut, di mana sebuah
bunyi yang sama dapat ditulis dalam bentuk tulisan yang berbeda dalam
bahasa Indonesia dan bahasa Prancis.
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat/mengetahui bentuk-bentuk
grafi dari foni-foni bahasa Prancis yang dilakukan oleh sementara
pelajar-pelajar Indonesia yang sedang mempelajari bahasa Prancis."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1981
S14365
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Meiyani Zakir
"Sisi lain industrialisasi adalah meningkatnya ekonomisasi masyarakat dan tidak terhindarnya proses komoditisasi (apapun jadi komoditi); yang contohnya tampak pada dunia budaya, dengan banyaknya paket bisnis 'wisata budaya''. Secara sosiologis pun terjadi transformasi makna serupa; dari benda yang tadinya sekedar bermakna "kultural," jadi lain setelah diberi pemaknaan ekonomis. Semula dimaknai "mistik" estetis, menjadi nyata karena bernilai atau 'ada harganya.' Bunga juga mengalami proses transformasi serupa. Dalam studi ini, pertautan dan transformasi komoditi bunga didekati dengan cara memahami dinamika kelompok para pelaku atau yang paling berkepentingan di bisnis bunga potong : konsumen, petani, dan pedagang.
Studi ini sebenarnya berasal dari penelitian terhadap berbagai dinamika dan pertautan kepentingan antar kelompok pedagang bunga potong; yang berkembang seiring dengan berkembangnya pariwisata dan -pada gilirannya- membawa bunga masuk ke dalam wilayah ekonomi yang makin sarat kepentingan dan persaingan. Karenanya, konflik maupun akomodasi di tingkat pedagang, bukan hanya tak terhindarkan; bahkan melekat di dalam dinamika kepentingan para pelaku terkait tersebut.
Studi dilakukan secara berseri (tidak teratur) 3 kali antara 1993 - 1998, di daerah Cipanas, Jawa Barat. Data yang didapat dan diolah, berasal dari wawancara mendalam para pedagang, petani, floris, hotel, perusahaan swasta, dan tokoh masyarakat sekitar daerah produksi. Mulanya, ada empat profit pedagang bunga; semua berasal dari daerah Cipanas. Model dan intensitas interaksi keempat kelompok pedagang tadi mengalami masyarakat sekitar daerah produksi. Mulanya, ada empat profit pedagang bunga; semua berasal dari daerah Cipanas. Model dan intensitas interaksi keempat kelompok pedagang tadi mengalami perubahan yang berarti setelah intervensi YBN ke desa. Yakni, interaksi berbagai pelaku usaha bunga potong, melahirkan tiga kelompok utama pedagang (Kelompok Tua, Bebas-Jual, dan YBN). Masalah yang dirasa pedagang serta -dan terutama- petani makin sama, bahwa ketidaksukaan mereka, lebih karena perilaku YBN (dilihat sebagai kepanjangan kekuasaan) yang tak menganggap masyarakat setempat sebagai unsur penting dalam membuat rencana program, padahal semua langkah YBN berpengaruh langsung ke masyarakat setempat. Dalam kasus ini, masuknya YBN merupakan kasus signifikan tentang sulitnya organisasi modem beradaptasi pada sistem sosial desa yang spesifik.
Tiga kelompok utama pedagang tadi punya posisi unik mengingat 'modal' dan kekuatan mereka masing-masing dalam berhubungan dengan pihak lain. Dari dinamika interaksi para pelaku usaha bunga, penelitian ini menghasilkan temuan, bahwa masing-masing kelompok -terutama dalam upaya membangun dan mempertahankan interest dan kekuatan dominasi yang mereka miliki- punya mekanisme khas saat berinteraksi. Dalam upaya memperkokoh dasar interest masing-masing, tiga kelompok pedagang tadi secara variatif, menekankan pentingnya menguasai kaum tani. Malah penguasaan dan dominasi terhadap petani mereka lakukan sistematis, karena kesadaran demi kelangsungan supply maupun kontinuitas produksi.
Kelompok pedagang Tua misalnya, lebih melakukan penguasaan pada upaya menyerang kognitif petani, dengan mereproduksi model hubungan tradisional-feodalistik; dimana petani menjadi tetap melihat dirinya sebagai sub ordinasi mereka. Pedagang baru menguasai petani justru secara langsung dan mendasar, dengan mendominasi tanah dan waktu kerja petani. YBN juga melakukan hal serupa dengan kekuatan uang, dengan cara memberi kredit bagi aneka kepentingan produksi masyarakat.
Dalam hubungan dinamika dan konflik yang terjadi antar pedagang, konsumen jelas menjadi pihak paling diuntungkan; karena supremasi mereka tak pernah disoal atau digugat. Di lain pihak, petani adalah yang paling dirugikan; karena selalu jadi kelompok yang didominasi dan dikuasai demi kelangsungan berbagai kepentingan pedagang."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desrillia Handayani
"Di dalam berkomunikasi, para peserta tutur dituntut untuk menaati prinsip kerja sama. Di dalam wacana humor, prinsip kerja sama kerap dilanggar. Pelanggaran terhadap prinsip kerja sama itu menghasilkan implikatur percakapan yang berhubungan erat dengan inferensi petutur. Pelanggaran prinsip kerja sama yang berhubungan dengan implikatur percakapan dan inferensi kerap dianggap sebagai unsur pembentuk kelucuan di dalam humor. Penelitian ini bertujuan menjelaskan bentuk pelaksanaan prinsip kerja sama dan hubungan yang ada dalam maksim-maksim prinsip kerja sama di dalam humor seks berbahasa Sunda. Penelitian ini juga bertujuan menjelaskan hubungan antara prinsip kerja sama, implikatur percakapan, dan inferensi yang dihasilkan di dalam humor tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik bibliografis. Data penelitian diambil dari buku Sura Seuri Siga Sera. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, di dalam humor seks berbahasa Sunda, selalu terdapat pelanggaran prinsip kerja sama. Pelanggaran prinsip kerja sama tersebut mencakup pelanggaran maksim kuantitas, kualitas, relevansi, dan cara Maksim kuantitas dilanggar karena penutur memberikan informasi yang kurang atau melebihi informasi yang dibutuhkan dalam berkomunikasi. Maksim kualitas dilanggar karena informasi yang diberikan salah, mengandung kebohongan, atau tidak logis. Maksim relevansi dilanggar karena penutur memberikan informasi yang tidak relevan dengan topik pembicaraan. Maksim cara dilanggar karena penutur berbicara dengan tidak jelas, barbelit-belit, atau ujarannya mengandung ketidaklangsungan yang berhubungan dengan penggunaan bentuk metafora dan pelesapan. Pelanggaran terhadap prinsip kerja sama tidak selalu menghasilkan implikatur percakapan. Pelanggaran yang menghasilkan implikatur percakapan adalah pelanggaran maksim kuantitas dan maksim cara. Implikatur percakapan itu merujuk pada hal-hal bernuansa seks. Implikatur percakapan selalu berhubungan dengan inferensi. Dari data yang ada, jika sebuah ujaran melanggar maksim kuantitas, ujaran tersebut juga melanggar maksim cara. Jika sebuah ujaran melanggar maksim kualitas, ujaran tersebut juga berpotensi melanggar maksim relevansi, begitu pula sebaliknya. Jika penutur melanggar maksim kuantitas dan maksim cara, ujarannya mengandung implikatur percakapan. Karena melanggar maksim kuantitas dan maksim cara, petutur tidak dapat menginferensi ujaran tersebut dengan benar. Jika petutur tidak dapat menginferensi ujaran penutur dengan benar, ujaran petutur melanggar maksim kualitas dan/atau relevansi."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S10712
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>