Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 58541 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Leatherman, Janie
Yogyakarta: Gajah Mada UniversityPress, 2004
305.8 BRE
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Patricia Rini Harmianti
"Dalam semua organisasi, setiap anggotanya akan berinteraksi dan tergantung satu sama lain pada saat melakukan pekerjaan. Saling ketergantungan ini dapat menciptakan suatu kerja sama di antara mereka dan kerja sama itu menjadi merupakan faktor penting yang dapat melandasi koordinasi antar anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Di dalam organisasi, kerja sama tidak selalu tercipta dalam semua situasi kerja, sebaliknya justru konfliklah yang sering mewarnai kehidupan organisasi. lvancevich dan Matteson (1990) menyatakan bahwa situasi saling ketergantungan dapat menyebabkan dua hal yang bertolak belakang yaitu kerja sama atau konflik. Konflik ini dapat terjadi bila sedikitnya terdapat dua partisipan, baik individuai atau kelompok, yang memiliki tujuan atau prioritas yang berbeda.
Konflik dapat dialami oleh siapa saja dalam posisi apa saja, namun konfiik akan Iebih sering dihadapi oleh manajer karena posisi manajer di dalam organisasi yang terletak di posisi tengah (middle line) di antara manajer puncak dan karyawan operasional (Robbins,1989). Hal tersebut membuat manajer berinteraksi dengan banyak orang, yaitu dengan atasan, dengan rekan kerja yang setingkat atau dengan bawahannnya. Dalam interaksi tersebut, konflik dapat terjadi. Konflik harus diwaspadai oleh manajer karena kehadirannya dapat berkembang menjadi parah dan sulit terpecahkan karena terdapat kontes "menang-kalah". Akibat yang dihasilkan konflik dapat pula mengganggu kerja sama yang telah ada sebelumnya dan dapat mengakibatkan ketegangan individu. Secara Iebih luas konflik dapat pula menyebabkan motivasi kerja partisipan menurun sehingga dapat menghambat unjuk kerjanya atau kelompok (Wexley & Yuki, 1984).
Karena dalam perkembangannya konflik dapat berkembang menjadi merugikan maka gaya penanganan konflik yang tepat mutlak harus ditampilkan manajer. Thomas (dalam Sekaran 1989) menyatakan terdapat lima gaya penanganan konflik yang biasa di tampilkan manajer. Menurut Robbins (1989) tidak ada satu gaya penanganan konflik yang tepat untuk semua situasi. Namun pendapat itu berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh Kilmann & Thomas (dalam Robbins & Hunsaker, 1996) yang menyatakan bahwa walaupun variasi gaya penanganan konflik dapat ditampilkan oleh manajer sesuai konflik yang dihadapinya, setiap manajer memiliki kecenderungan untuk manampilkan satu gaya penanganan konflik. Gaya ini merupakan gaya konflik dasar yang ada pada diri manajer dan merupakan gaya penanganan konflik yang sering diandalkan manajer.
Dari kelima gaya penanganan konflik yang ada terdapat gaya penanganan konflik secara kolaborasi yang menurut Benfari (1991) merupakan solusi menang-menang, sedangkan menurut Wexley & Thomas (1984) merupakan teknik pemecahan masalah yang integratif. Berdasarkan hal tersebut kolaborasi merupakan gaya penanganan konflik yang paling efektif karena akar masalah atau konflik yang dihadapi dapat diselesaikan dengan cara damai dan dapat memuaskan berbagai pihak. Dalam hal ini peneliti ingin meneliti mengenai sikap manajer terhadap gaya kolaborasi dengan pertimbangan bahwa dengan mengetahui sikap tersebut peneliti dapat mengetahui kecenderungan manajer untuk menampilkan perilaku kolaboratif daiam menghadapi situasi konflik.
Untuk mengetahui penyebab internal yang dapat mempengaruhi konflik maka peneiiti mencoba untuk meiihatnya dari sudut pandang teori motivasi, karena motivasi dianggap dapat menjelaskan semua perilaku yang disadari manusia (Newstrom & Davis, 1993). Sedangkan teori motivasi yang akan dilihat hubungannya denga gaya penanganan konflik secara kolaborasi adalah teori motif sosial yang dikemukakan oleh McClelland, yaitu motif berprestasi (achievement motive), motif afiliasi (affiliation motive), dan motif kekuasaan (power motive). Sementara itu Robbins (1989) menyatakan bahwa ketiga motif itu terdapat daiam diri individu dengan derajat yang berbeda-beda. Dengan demikian setiap motif dapat memberikan sumbangan secara berbeda terhadap gaya penanganan konflik secara kolaborasi. Berdasarkan hal tersebut peneliti ingin melihat (a) apakah motif berprestasi, motif afiliasi dan motif kekuasaan secara bersama-sama memberikan sumbangan yang bermakna terhadap gaya penanganan konflik secara kolaborasi yang dimiliki manajer (b) motif mana sajakah yang memberikan sumbangan yang paiing bemakna terhadap gaya penanganan konfiik secara kolaborasi.
Penelitian ini merupakan suatu penelitian korelasional dengan teknik pengambilan data lapangan dan tanpa memberikan manipulasi kepada responden penelitian, yang dilakukan pada 125 kepala bagian di PT. X yang berlokasi di darah Tangerang. Daiam penelitian ini ada dua instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data. Instrumen pertama untuk mengukur motif sosial yang mengukur kedekatan seseorang dengan ciri-ciri orang yang memiliki motif tertentu secara teoritis (skala motif sosial) dan instrumen yang kedua untuk mengukur sikap terhadap gaya penanganan konflik secara kolaborasi (skala gaya penanganan konflik secara kolaborasi).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada subjek peneiitian ini, motif berpresfasi, motif afiliasi dan motif kekuasaan secara bersama-sama ternyata tidak memberikan sumbangan yang bermakna terhadap gaya penanganan konflik secara kolaborasi karena secara jelas ditunjukkan bahwa hanya motif berprestasi yang memberikan sumbangan yang bermakna terhadap gaya kolaborasi. Selain itu jika dilihat hubungan masing-masing motif terhadap gaya penanganan konflik secara kolaborasi dengan teknik koreiasi parsial diperoleh hasil bahwa motif berprestasi memberikan sumbangan yang bermakna terhadap gaya penanganan konflik secara koiaborasi dan kedua motif yang Iain, motif afiliasi dan motif kekuasaan tidak memberikan sumbangan yang bermakna terhadap gaya penanganan konflik secara kolaborasi. Penelitian ini juga mengungkapkan adanya perbedaan yang signifikan antara gaya penanganan konflik secara kolaborasi yang dimiliki responden yang berlatar belakang SMA, Akademi dan perguruan tinggi.
Untuk penelitian lebih Ianjut peneliti menyarankan agar pengukuran variabel gaya penanganan konflik juga dilakukan pada gaya kompetisi, kompromi, menghindar dan akomodasi agar dapat diperoleh gambaran yang menyeluruh gaya penanganan konflik yang ada pada diri manajer. Selain itu untuk mempertajam hasil penelitian, subjek peneiitian juga dapat diambil dari kalangan manajer lini pertama dan manajer puncak sehingga dapat diketahui perbedaan yang ditampilkan ketiga golongan manajer dalam menghadapi konflik Sedangkan untuk alat yang digunakan daiam penelitian ini sebaiknya dilakukan pengukuran construct validity agar lebih yakin bahwa alat ukur tersebut memang mengukur suatu konstruk variabel yang hendak diukur."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
S2736
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Aliardo
"ABSTRAK
Sahara Barat merupakan sebuah wilayah di Afrika Utara yang pernah menjadi koloni Spanyol. Selama berabad-abad sejak abad ke ll sampai abad ke I9 Masehi Sahara Barat merupakan penghubung antara Sub Sahara dengan Wilayah Sahara Barat. Sekitar pertengahan abad ke ll maschi, Konfederasi Sanhaja beraliansi dengan suku Lamtuna untuk mendirikan dinasti Almoravid yang kckuasaannya saat ini meliputi Maroko, Tlemcen, semenanjung Iberia hingga ke utara meliputi Mauritania, Senegal dan Mali kemudian ke selatan meliputi kerajaan Ghana. Pada Abad ke 16 masehi, Dinasti Saadi Arab menaklukan Kerajaan Songhai yang berada di sekitar Sungai Niger. Perdagangan Trans Sahara menjadikan Sahara Barat sebagai jalur straregis antara Timbuktu yang bcrada di Mali dcngan Marakesh.
Tahun i884 dalam konferensi Berlin, Spanyol mendapatkan Sahara Barat sehingga selanjutnya Sahara Barat dikenai juga dengan Sahara Spanyol. 10 Mei tahun 1973, sebuah organisasi pembcbasan kawasan Sahara Barat di utara Afrika bernama Polisario dibentuk. Organisasi yang bertujuan tmtuk mempeijuangkan kemerdekaan kawasan Sahara Barat dari koloni Spanyol itu mendapatkan sambutan meluas dari masyarakat setempat. Sepuluh hari setelah dideklarasikan Front Polisario melancarkan serangan untuk pertama kalinya terhadap angkatan darat Spanyol.
Sebuah kesepakatan antara Spanyol, Mauritania, dan Maroko secara diam-diam dibuat oleh Spanyol yang pada saat itu mengalami permasalahan politik dan ekonomi dalam negeri serta mendapat tekanan dari komunitas internasional terutama PBB yang mcngeluarkan resolusi tahun 1960 tentang dekolonisasi negara-negara non seMgovernmerzl. Selain itu, Spanyol juga baru mengalami keguncangan politik dalam negeri yang mengakibatkan terjadinya perubahan rezim di Spanyol.
Kesepakatan yang dibangun antara Spanyol, Mauritania, dan Maroko adalah pcmbagian kawasan Sahara Barat kcpada Mauritania dan Marcko oieh Spanyol. Hal inilah kemudian yang membuat Polisario sebagai kelompok perlawanan masyarakat Sahara Barat yang bertujuan untuk kemerdekaan Sahara Barat dan mendapat dukungan Al Jazair, melakukan perlawanan dan menimbulkan konflik yang berkepanjangan Scjak tahun 1975 hingga saat ini.

ABSTRACT
Western Sahara is a region in North African which has ever become colony of Spanyol. During for centuries since century ll until century I9 Masehi Western Sahara was link between Sub Sahara with Regions Western Sahara. About mid of century I I masehi, Confederacy Sanhaja alliance with tribe Lamtuna for building dynasty Almoravid the power is in this time cover Marocco, Tlemcen, peninsula Iberia is finite to north cover Mauritania, Senegal and Mali then to south cover empire of Ghana. At Century I6 masehi, Dynasty Saadi Arab conquered Empire of Songhai residing in about Niger river. Commerce of Trans Sahara makes Western Sahara as strategic line between Timbuktu residing in Mali with Marakesh.
Year |884 in Line conference, Spanyol get Western Sahara so that hereinafter Sahara Barat recognized also with Sahara Spanyol. I0 May year 1973, an organization liberation of area of Westem Sahara in north of African so called Polisario is formed. organization with aim to fight for independence of area of Western Sahara from Spanyol colony get greeting extend from local public. Ten day after declaration Front Polisario launch attack forthe first time his (it?s to ground forces Spanyol.
A agreement between Spanyol, Mauritania, and Marocco on the quiet made by Spanyol which at that moment experience problems of domestic economics and politics and also getting pressure from intemational community especially PBB spending resolution year 1960 conceming nations decolonization non self-government. Besides, Spanyol also newly experience disputes home affairs politics resulting the happening of change of regime in Spanyol.
Agreement which woke up between Spanyol, Mauritania, and Marocco is area by territory of Western Sahara to Maroceo and Mauritania by Spanyol. The this is then making Polisario as a group resistance of public Western Sahara with aim to independence of Western Sahara and getting support A1 Jazair, make against and generate endless conflict since year 1975 was finite in this time."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T34470
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
La Vayesh Beanda
"[ABSTRAK
Konsep mengenai conflict prevention atau penecegahan konflik merupakan
konsep yang terus berkembang seiring dengan berkembangnya karakter konflik.
Namun demikian, pencegahan konflik seringkali diabaikan dan tidak ditanggapi
dengan serius karena banyaknya keraguan yang muncul pada aktor-aktor
internasional dan negara sebagai pihak ketiga, terutama karena hasil akhir dari
pencegahan konflik yang tidak berwujud. Padahal, pencegahan konflik penting
sebab jika konflik sudah pecah menjadi konfrontasi terbuka dan telah melibatkan
penggunaan kekerasan, biaya dan upaya yang dibutuhkan untuk mengatasinya
akan jauh lebih besar, ditambah lagi jumlah korban serta kerugian moral dan
materiil yang ditimbulkan juga sangat besar. Di sisi lain, banyak juga literatur
yang menyuarakan pendapat positifnya terkait pencegahan konflik dan PBB
sebagai organisasi internasional juga telah melakukan upaya-upaya untuk
pencegahan konflik. Oleh karena itu, tinjauan pustaka ini akan mengkaji literaturliteratur terkait pencegahan konflik untuk melihat dinamika perkembangan pencegahan konflik pasca-Perang Dingin.

ABSTRACT
Conflict prevention is seen as a concept that keeps evolving along with the
characters of conflict. However, conflict prevention is often ignored and not taken
seriously because there are many doubts from international actors and states as a
third party, especially since the result of conflict prevention are intangible. As a
matter of fact, conflict prevention is actually needed because if the conflict had
already broken out into open confrontation and has involved violence, the costs
and efforts required to overcome them will be much greater, moreover the number
of victims as well as the moral and material losses will be very large. On the other
hand, many literatures also expressed their positive view regarding conflict
prevention and the UN as an international organization has also made efforts for
conflict prevention. Therefore, this literature review will examine literatures on conflict prevention to look at the dynamics of the development of conflict prevention in the post-Cold War era. , Conflict prevention is seen as a concept that keeps evolving along with the
characters of conflict. However, conflict prevention is often ignored and not taken
seriously because there are many doubts from international actors and states as a
third party, especially since the result of conflict prevention are intangible. As a
matter of fact, conflict prevention is actually needed because if the conflict had
already broken out into open confrontation and has involved violence, the costs
and efforts required to overcome them will be much greater, moreover the number
of victims as well as the moral and material losses will be very large. On the other
hand, many literatures also expressed their positive view regarding conflict
prevention and the UN as an international organization has also made efforts for
conflict prevention. Therefore, this literature review will examine literatures on conflict prevention to look at the dynamics of the development of conflict prevention in the post-Cold War era. ]"
2015
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sianturi, Binsar Hatorangan
"Gerakan separatis di Papua kini menjadi isu yang belum menemukan bentuk solusi yang dilandasi suatu strategi yang komprehensif dan bersifat dinamis dalam konteks menyesuaikan dengan perkembangan di Papua. Di sisi yang lain, bila tidak ditangani dengan segera maka dapat menjadi bom waktu dan ancaman disintegrasi bagi keutuhan NKRI. Berbagai upaya kepolisian sudah dan masih terus dilakukan guna menanggulangi separatisme kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua. Brimob sebagai garda terdepan Polri dalam penanganan gangguan keamanan yang bersifat kontijensi dituntut harus optimal dalam penggunaan pendekatan-pendekatan penanggulangan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) ini, khususnya pendekatan intelijen. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah sejauh mana peran dan pemanfaatan penggunaan intelijen oleh Brimob Polri dalam upaya penanggulangan separatisme di Papua dan langkah-langkah optimalisasi peran tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan melakukan wawancara kepada sejumlah informan kunci dan data dianalisis dengan menggunakan metode reduksi. Hasil dari penelitian yaitu: (1) Dalam penanganan Kelompok Kriminal Bersenjata di Papua, setiap fungsi pada tubuh Polri memiliki perannya masing-masing namun saling berkesinambungan satu sama lain; (2) Dukungan informasi intelijen bagi pergerakan pasukan Brimob yang bertugas dalam penanganan Kelompok Kriminal Bersenjata di Papua sudah baik namun dirasa belum maksimal dan (3) Adanya keengganan dalam tubuh Polri dan Brimob untuk mempertahankan dan mengembangkan ketangkasan maneuver lapangan yang secara dramatis berujung kepada penurunan ketangkasan daya tembak, daya maneuver dan daya jelajah pasukan Brimob khususnya di medan yang bergunung dan berbukit.

The separatist movement in Papua is now an issue that has not yet found a solution based on a comprehensive and dynamic strategy in the context of adapting to developments in Papua. On the other hand, if it is not handled immediately, it can become a time bomb and threat of disintegration for the integrity of the Republic of Indonesia. Various police efforts have been and are still being made to tackle the separatism of armed criminal groups (KKB) in Papua. Brimob as the front line of the National Police in handling contingent security disturbances is demanded to be optimal in using these approaches to tackle the Armed Criminal Group (KKB), especially the intelligence approach. This study aims to examine the role and use of intelligence by Brimob Polri in countering separatism in Papua and the steps to optimize this role. This study used a qualitative approach by conducting interviews with a number of key informants and the data were analyzed using the reduction method. The results of the research are: (1) In handling the Armed Criminal Group in Papua, each function within the National Police has its own role but is mutually sustainable; (2) Intelligence information support for the movement of Brimob troops tasked with handling the Armed Criminal Group in Papua is good but is not maximal and (3) Reluctance within the National Police and Brimob to maintain and develop dexterity in field maneuvers which dramatically leads to a decrease in dexterity. firepower, maneuverability and cruising range of Brimob troops, especially in mountainous and hilly terrain."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suharmaji
"Kasus Ciketing Kota Bekasi tahun 2010 bukan terjadi secara tiba-tiba tetapi merupakan rangkaian peristiwa yang panjang. Tesis ini menganalisis lebih dalam tentang terjadinya insiden kasus bernuansa agama tersebut yang dilihat dari sudut pandang teori konflik sosial dan kegagalan intelijen (intelligence failure). Melalui teori konflik sosial dan intelligence failure yang digagas akan mengeksplorasi faktor apa sajakah yang melatar belakangi terjadinya kegagalan intelijen dalam peristiwa tersebut. Untuk memperkaya analisis, insiden tersebut juga di analisis secara mendalam melalui time analysis yang merunut insiden Ciketing dalam tempo waktu dari awal hingga akhir.
Apa sajakah yang sudah dilakukan oleh intelijen dalam mengantisipasi dan mana saja titik titik intelijen yang di nilai alpa. Wild Card analysis membantu bagaimana mengambarkan pergerakan isu mulai dari weak signal berlanjut ke strong signal hingga memunculkan wild card atau surprise. Hasil dari beberapa analisis kegagalan intelijen ini akan menjadi bahan analisis bagi penguatan intelijen. Harapan besar dari kajian ini akan memberikan output bagi penguatan intelijen khususnya intelijen daerah yang terwadahi dalam komunitas intelijen daerah ( Kominda )

Case of of Kota Bekasi in 2010 did not occurred suddenly but it is a series of long moment. This thesis analysis more in-denth about the occurrence of such religion phenomenon case incident that be looked from point of view of intelligence failure. Through theory of Social conflick and intelligence failure that be intended by Thomas Copeland will explore what ever factor that be come the background of occurrence of intelligence failure in such moment. In order to enrich the analysis, such incidence also be analysis in-denth through time analysis that refer to Ciketing incident in term of time from the beginning to the end.
What ever think that have been done by intelligence in anticipating and what sport of failure of intelligence that be eased. Wild Card analysis help how to illustrate the movement of issue start from what signal to the strong signal and after that appear wild card or surplice result of some analysis of this intelligence failure will become the analysis material for the strengthened of intelligence. High major target of this study will give output for strengthened of intelligence specially for state intelligence that be embodied in state intelligent community of Bekasi city.culkan[ ? sy? ??idi-font-style:normal'>wild card atau surprise. Hasil dari beberapa analisis kegagalan intelijen ini akan menjadi bahan analisis bagi penguatan intelijen. Harapan besar dari kajian ini akan memberikan output bagi penguatan intelijen khususnya intelijen daerah yang terwadahi dalam komunitas intelijen daerah ( Kominda )
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lya Anggraini
" Kota Jayapura merupakan Ibu Kota dari Provinsi Papua yang rawan konflik vertikal-horizontal dan konflik elit.Tujuan penelitian adalah menganalisis kebijakan pencegahan konflikdi Kota Jayapura. Membahas bagaimana Pemerintah Kota Jayapura menurunkan Undang-undang No.7/2012 setelah Permendagri No.42/2015 untuk pencegahan konflik. Pendekatan penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan Model Ambiguitas Konflik untuk Implementasi Kebijakan dari Matland 1995 . Hasil Penelitian menunjukkan bahwa konflik di Kota Jayapura adalah akibat Ambiguitas Kebijakan dalam interpretasi tujuan dan alat kebijakan. Pemerintah Kota Jayapura menurunkan kebijakan dari pemerintah pusat secara simbolik dengan program dan alokasi dana. Instrumen yang digunakan untuk mengelola OPD dan pemangku kepentingan adalah instrumen kapasitas. Keberhasilan kebijakan pencegahan konflik didukung alat otoritas dari TNI/Polri, sehingga stabilitas sosial dan politik di Kota Jayapura terjaga untuk pembangunan. Pemerintahan kota dapat bersinergi dengan pemerintahan adat dalam mengelola konflik ditingkat sosial. Permasalahan implementasi kebijakan adalah kurang menjawab permasalahan mendasar orang asli Papua.
Jayapura city is the capital of Papua Province, prone to vertical horizontalconflicts, and conflicts of elites. The focus of this study is to analyze conflict prevention policies in Jayapura City. To elaborate how the government of Jayapura City adopts Law Nr.7 2012 and MOHA Decree Nr.42 2015. This qualitative research uses the Ambiguity Conflict Model of Policy Implementation by Matland 1995 . The researcher suggests that conflict in Jayapura City is the outcome of Policy Ambiguity in interpreting goals and instrument of policies. The city government of Jayapura implements the central governments rsquo policy symbolically in forms of program and budget earmarking. The instrument used to manage the city governance and stakeholders is the capacity instrument. Success of conflict prevention policy is supported by authoritative instruments from the military police, resulting the maintenance of social and political stability in Jayapura City needed for development. The city government is able to synergize with the indigenous governance in managing conflict at the social level. Problems of policy implementation are the inability to answer the basic needs of Indigenous Papuans. "
2018
T50802
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Fauziah
"Kehidupan sebuah organisasi memiliki dinamika tertentu mulai dari kondisi normal pada operasionalnya sehari-hari hingga ketika mengalami masalah. Kemapanan sebuah organisasi dapat dilihat dari cara menghadapi dan menyelesaikan masalah. Masalah yang muncul tentu bukanlah sebuah kebetulan yang muncul tiba-tiba, namun sebuah puncak dari isu-isu yang disadari maupun tidak disadari yang akhirnya memunculkan situasi krisis. Organisasi yang mengalami krisis akan di uji kesiapan dan kehandalannya. Dalam situasi krisis dibutuhkan respon cepat dan memerlukan tingkat profesionalitas yang baik. Kehandalan dan profesionalitas tidak sekedar di ukur dari seberapa baik reputasi dan pengenalan publik terhadap organisasi. Seperti halnya yang di alami Malaysia Airlines pada kasus hilangnya MH-370 dengan destinasi Kuala Lumpur-Beijing pada 8 Maret 2014 yang diwarnai dengan kecaman internasional.
Penerbangan internasional yang mengangkut 227 penumpang yang berasal dari 13 negara dan 12 awak pesawat tidak diketahui keberadaannya dan tidak ditanggapi dengan cepat dan tepat oleh pihak Malaysia Airlines hingga akhirnya memunculkan kemarahan keluarga korban. Analisis dalam jurnal ini menggunakan siklus hidup isu oleh Max Meng. Temuan dalam studi deskriptif ini adalah meskipun Malaysia Airlines memiliki reputasi positif sebagai maskapai penerbangan internasional terpercaya, namun ternyata tidak memiliki tim penanganan isu dan krisis. Akhirnya, ketidaksiapan ini membawa Malaysia Airlines kepada krisis terbesar, yaitu krisis kepercayaan publik.

The organization operational has a particular phase from the daily activity to the problematic phase. The quality of an organization can be measured by looking at its response in facing and solving problem. There is no crisis without any sign of the raising issues, but sometimes we forgot to realizing the sign. The organization that having crisis phase will examine its realibility. Quick response and prpofessional skill needed in crisis phase. Organization's reputation and public awareness of the organization can't measure its trustability and professionalize. One of the example is Malaysia Airlines which is facing complicated crisis phase by the lost of flight MH 370 from Kuala Lumpur to Beijing on March, 8th 2014.
This international flight that carry 227 passangers which came from 13 countries and 12 cabin crew was unknown and there was no quick response from Malaysia Airlines so it ended up by the anger of the passanger's family. The analysis of this journal is using issu life cycle by Max Meng. The result of this description study is whether Malaysia Airlines has the positive reputation as the trustable international airlines, but they do not have the issue and crisis management team. Then, this chaos stage brought Malaysia Airlines to the biggest crisis, the lost of public trust crisis.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
"Mangkunagaran is a Javanese traditional rule that was established in 1757 under the leadership of Raden Mas Said, who styled Mangkunagara I. In development, Praja mangkunagara have experiencrd progress and glory under the leadership of Mangkunagara IV (1853 - 1881)...."
PATRA 10 (3-4) 2009
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
JPK 17:5(2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>