Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 185016 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Deddy
"Hasil penelitian menyimpulkan bahwa, pada proses perencanaan pembangunan rumah BRR, partisipasi warga hanya terlihat pada proses pendataan, verifikasi dan validasi data kebutuhan rumah penduduk. Sedangkan pada proses pelaksanaan dan penilaian pembangunan rumah, warga tidak terlibat sama sekali. Hal ini berbeda dengan proses pembangunan perumahan yang dilaksanakan Uplink-JUB, dimana partisipasi masyarakat terlihat dengan jelas pada setiap tahapan pembangunan rumah. Umumnya respon warga terhadap rumah-rumah yang telah selesai dibangun oleh kedua lembaga tersebut, dapat diterima secara baik oleh warga. Dengan pendekatan project oriented dan target oriented dengan mekanisme kontrak terima jadi, membuat rumah bantuan BRR selesai sesuai dengan waktu yang telah ditargetkan. Sedangkan dengan pendekatan partisipasi masyarakat yang dilakukan oleh Uplink-JUB dalam pembangunan rumah warga di Gampong Pie, disamping proses pembangunan rumah membutuhkan waktu yang relatif lebih lama, juga realisasi penyelesaian rumah tidak sesuai dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya. Akan tetapi terdapat beberapa pilihan desain untuk rumah yang dibangun oleh Uplink-JUB, sementara untuk rumah yang dibangun oleh BRR, tidak ada pilihan atas type dan desain rumah. Untuk kasus-kasus bencana alam yang memerlukan penanganan secara cepat dan tepat, supaya sesegera mungkin terpenuhinya pemenuhan kebutuhan dasar rumah bagi warga yang terkena dampak bencana, kiranya penanganan yang dilakukan oleh BRR dalam kasus pembangunan rumah di Gampong Pie dapat diterima dengan catatan bahwa pengawasan harus dilakukan secara ketat terhadap kontraktor yang membangun harus disertai beberapa alternatif pilihan type dan desain rumah dengan memperhatikan adat dan kebiasaan setempat. Karena itu untuk kasus-kasus bencana alam dalam kasus yang terjadi di Gampong Pie, terlihat penerapan konsep partisipasi dalam pembangunan rumah warga korban tsunami tidak efisien dan efektif sama sekali. Dengan adanya kendala-kendala yang dapat menghambat partisipasi masyarakat dalam pembangunan perumahan penduduk di Gampong Pie maka perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan untuk penyempurnaan ke depan. Karena itu sebelum membangun rumah-rumah bantuan pasca bencana, BRR sebelumnya perlu memberikan berbagai alternatif pilihan terhadap type dan desain rumah kepada warga setempat. Diperlukan juga pengawasan yang dilakukan secara ketat dan adanya transparansi selama proses pembangunan di lakukan oleh kontraktor. Sementara untuk Uplink-JUB, perlu memperhatikan penerapan partisipasi masyarakat agar tidak menghambat realisasi pembangunan rumah, mengingat rumah merupakan kebutuhan dasar, yang segera harus terpenuhi kepada warga, apalagi untuk warga korban bencana alam.

From the result of study, it could be concluded that on the BRR resident development plan process, community participation is merely seen on the process of data collection, verification as well as resident development assessment, in other words the community are not involved at all. This matter is different with resident development process so carried out by Uplink-JUB,which the participation of community is seen clearly on each resident development phase. In general, the response of community on the residents which have been completely built by both institutions is acceptable. Through project oriented and target oriented approach under turnkey contract mechanism, the residents so granted by BRR are completed to be built in accordance with targeted period. Meanwhile, on the basis of community participation approach so conducted by Uplink-JUB in developing community?s residents in Gampong Pie, in addition to resident development requiring relative longer period, the realization of resident completeness is not in accordance with the target as stipulated previously. However, there are several design options for the residents so built by Uplink-JUB. Meanwhile, for the residents so built by BRR, there is no option for the type and design of residents. For any natural disaster cases requiring immediate and proper handling, in order to fulfill basic requirement for any community?s residents hit by natural disaster impact, the handling conducted by BRR in the case of resident development in Gampong Pie is acceptable provided that supervision should be carried out firmly for any contractors building the residents. The said contractors should obtain several resident types and designs choices on the basis of local culture and customs. Therefore, for natural disaster cases especially so hit in Gampong Pie area, it is seen that the application of participation concept in developing the tsunami victims? residents is not efficient and effective. Due to obstruction which may impede community participation in community resident development in Gampong Pie, then it is necessary to conduct improvement efforts for the future completion. Therefore, before building post-disaster grant residents, first BRR should provide several choice alternatives for the resident type and design to the local community. It requires firm supervision and transparency whilst development process is conducted by the contractor. Meanwhile, for Uplink-JUB, it is necessary to consider application of community participation in such a way that it may not impede the realization of resident development, in viewing that resident is a basic requirement which should be necessary to be fulfilled for community especially for the community suffered due to natural disaster."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T19274
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zul Husni
"Penelitian dengan judul tersebut di atas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana kondisi kesehatan ibu dan anak pada periode konflik, serta bagaimana dampak konflik dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak di Kecamatan Ulee Kareng.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif berdasarkan analisis pada data primer dan sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan wawancara mendalam dengan 5 informan yang terdiri dari 2 informan petugas kesehatan dan pejabat pemerintahan, serta 3 informan dari tokoh masyarakat. Teknik pemilihan informan ini dilakukan dengan purposive sampling.
Dari temuan lapangan dan ungkapan-ungkapan 5 orang Informan Penelitian diketahui bahwa, kondisi kesehatan ibu dan anak, arah kebijakan pembangunan kesehatan ibu dan anak, program pelayanan kesehatan ibu dan anak, penyediaan obat dan sarana kesehatan ibu dan anak, peran petugas dalam pelaksanaan program kesehatan ibu dan anak, partisipasi warga masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan ibu dan anak, diperoleh kesimpulan bahwa kondisi kesehatan ibu dan anak di Kecamatan Ulee Kareng, Kota Banda Aceh belurn sepenuhnya mencapai sasaran pelayanan kesehatan. Teknis pelayanan kesehatan pun belum optimal karena terbatasnya tenaga kesehatan dan sarana pelayanan kesehatan di Kecamatan Ulee Kareng. Disamping itu, belum optimalnya kondisi kesehatan ibu dan anak di Kecamatan Ulee Kareng diketahui dari data masalah kesehatan di sebagai berikut :
Pertama, Masih tingginya angka ibu hamil resiko tinggi yang mencapai 73 ibu atau melebihi dari sasaran awal yang ditetapkan sebanyak 36 ibu hamil ; Kedua, Capaian imunisasi balita dan anak usia sekolah rata-rata tidak mencapai 75 persen dari populasi sasaran pelayanan imunisasi ; Ketiga, Hanya ada 3 Puskesmas Pembantu di 9 desa yang ada di wilayah Kecamatan Ulee Kareng, dan hanya ada 2 orang dokter di Kecamatan Ulee Kareng ; Keempat, Jumlah kematian kasar pada tahun 2001 mencapai 0,40 persen dari populasi 14.759 penduduk, dan pada tahun 2001 jumlah kematian kasar mengalami peningkatan hingga mencapai 0,44 persen dari populasi 15.891 penduduk.
Menurunnya intensitas pelayanan kesehatan ibu dan anak di Kecamatan Utee Kareng pada pasca konflik tidak hanya disebabkan oleh rendahnya partisipasi masyarakat, keterbatasan pembiayaan, keterbatasan sarana dan prasarana pelayanan, dan keterbatasan tenaga kesehatan, namun disebabkan juga oleh dampak konflik yang terjadi di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Situasi konflik ini diketahui dari ungkapan-ungkapan 5 orang Informan Penetitian mengenai hubungan lembaga masyarakat dengan lembaga pemerintah, situasi kehidupan sosial masyarakat, pandangan dan harapan masyarakat terhadap konflik. Situasi konflik ini tercermin dari adanya perasaan kurang aman di kalangan petugas kesehatan, kurang harmonisnya kerjasama lembaga pemerintah dan lembaga masyarakat, dan besarnya harapan masyarakat agar konflik tidak ada lagi.
Situasi konflik tidak sampai menghambat pelaksanaan kegiatan pelayanan kesehatan ibu dan anak, karena terbukti berbagai program pelayanan kesehatan ibu dan anak tetap terlaksana. Keadaan ini berlangsung karena kesehatan ibu dan anak dipandang sebagai kepentingan dan kebutuhan semua pihak, terutama kebutuhan warga masyarakat Kecamatan Ulee Kareng itu sendiri."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T2517
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bob Mizwar
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang Pengembangan Masyarakat Sebagai Proses dalam Pemberdayaan Masyarakat di Mukim Meuraxa termasuk hambatan-hambatan dan upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasinya. Penelitian ini dipandang penting mengingat adanya pergeseran paradigma pembangunan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam seiring dengan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 yang menempatkan Mukim sebagai unit pemerintahan yang membawahi beberapa gampong dibawahnya sekaligus menjadi pusat pertumbuhan bagi gampong-gampong tersebut. Sehingga untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat, maka dilaksanakan Program Gema Assalam. Dalam proses pengembangan masyarakat ini sangat dibutuhkan peran Fasilitator Mukim sebagai agen perubah (change agent) karena pada dasarnya masyarakat masih memiliki berbagai kekurangan dan keterbatasan dalam mengembangkan patensi yang ada pada mereka.
Dalam pelaksanaan penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif melalui studi kepustakaan (library research), wawancara mendalam (indepth interview) semi terstruktur dengan para informan dan observasi terhadap objek penelitian di lapangan. Pemilihan informan dilakukan secara purposive sampling dengan lingkup informan antara lain Aparat Pemerintah Provinsi NAD, Aparat Pemerintah Kota Banda Aceh, Aparat Mukim Meuraxa dan gampong di wilayah Mukim Meuraxa, Fasilitator Mukim, tokoh-tokoh dan warga masyarakat Mukim Meuraxa sebagai kelompok sasaran serta Koordinator Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Dan hasil penelitian yang dilaksanakan di Mukim Meuraxa, khususnya Gampong Ulee Lheue dan Deah Glumpang yang dijadikan sebagai sampel, dapat diketahui bahwa pelaksanaan Program Gema Assalam telah mencakup seluruh tahapan-tahapan sesuai dengan kebijakan program dan mencerminkan berlangsungnya proses pengembangan masyarakat. Hal ini terlihat setelah dilakukannya kegiatan sosialisasi program pada masyarakat mulai tumbuh inisiatif dan prakarsa serta keikutsertaan dan partisipasi yang ditunjukkannya pada tahapan-tahapan kegiatan Program Gema Assalam berikutnya. Keadaan ini ditunjang oleh peran community worker yang ditunjukkan oleh Fasilitator Mukim dan Fasilitator Gampong yang senantiasa mendampingi masyarakat dengan memberikan bantuan pendampingan dan bimbingan teknis sesuai dengan tahapan kegiatan program. Disamping itu, keberadaan Imuem Mukim dan aparatumya termasuk para keuchik yang cukup kooperatif dalam pelaksanaan program memberikan kesempatan yang sebesar-besarnya kepada masyarakat untuk merencanakan dan menentukan sendiri kegiatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan mereka (felt needs).
Pelaksanaan Program Gema Assalam mencakup kegiatan pengembangan usaha ekonomi produktif (UEP) masyarakat, pembangunan prasarana dan sarana kebutuhan dasar masyarakat dan penguatan lembaga pemerintahan mukim. Untuk memudahkan proses pengembangan masyarakat, maka dilakukan pembentukan kelompok masyarakat (pokmas) yang didasarkan etas kesamaan atau latar belakang mata pencaharian masyarakat tersebut. Seiring dengan pendekatan yang dilakukan oleh Fasilitator Mukim maka selanjutnya mereka mulai memikirkan kegiatan apa yang layak untuk dikembangkan. Dengan terbentuknya pokmas ini maka kegiatan penggalian gagasan (needs assessment) akan lebih mudah dilakukan. Begitu pula dalam pelaksanaan tahapan-tahapan kegiatan selanjutnya terlihat adanya partisipasi yang ditunjukkan oleh masyarakat dalam menyukseskan pelaksanaan program. Disamping itu, dalam pelaksanaan program dilakukan pemantauan baik secara internal oleh masyarakat, Fasilitator Mukim dan aparatur pemerintah maupun secara eksternal yang dilakukan oleh LSM Monitoring dan media massa. Meskipun pelaksanaan kegiatan pada Program Gema Assalam sudah berjalan sebagaimana harapan masyarakat, akan tetapi masih saja ditemui adanya kendala-kendala baik dari masyarakat, pengelola program maupun LSM monitoring. Kendala-kendala tersebut antara lain menyangkut Sumber Daya Manusia (SDM), perilaku masyarakat, koordinasi antar pengelola program, proses administrasi pengelolaan kegiatan dan peranan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Sehingga dengan adanya kendala-kendala yang dihadapi ini maka perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan dan penyempumaan untuk pelaksanaan Program Gema Assaiam pada masa mendatang."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T11549
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marlisa Rahmi
"Meskipun beberapa daerah di Indonesia telah dipetakan sebagai daerah rawan bencana, namun ternyata hal ini tidak menyurutkan keinginan masyarakat untuk tetap bermukim kembali di daerah tersebut. Salah satu contoh empiris yang masih bisa diamati sekarang ini adalah fenomena bermukim kembalinya masyarakat korban tsunami di Kecamatan Meuraxa, Kota Banda Aceh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme adaptasi yang dilakukan masyarakat sebagai suatu bentuk resiliensi untuk tetap bertahan dan bermukim kembali di kawasan rawan bencana. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif melalui tabel, grafik dan gambar. Data yang diperoleh berupa data teks dan data visual, dengan responden sejumlah 25 orang yang dipilih secara purposif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada suatu strategi adaptasi secara aktif dilakukan oleh masyarakat yang bermukim kembali di daerah rawan tsunami ini sebagai suatu upaya untuk resilien, yaitu melalui mekanisme adaptation by adjusment dengan melakukan beberapa penyesuaian terhadap fisik hunian dan lingkungannya. Hasil dari kajian ini nantinya diharapkan dapat menjadi pengetahuan baru dalam pendidikan arsitektur serta menjadi masukan bagi pemerintah dalam mengaplikasikan upaya mitigasi bagi masyarakat di daerah rawan bencana."
Bandung: Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2023
728 JUPKIM 18:2 (2023)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"The prevalance of obesity is increasing globally, both in developed and developing countries including Indonesia. Obesity accurs due to imbalance between energy intake and energy release for a long time as indicated by body mass index (BMI)...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fatma S.
"Remaja merupakan generasi penerus bangsa sejak dini harus disiapkan secara utuh baik( fisik maupun psikologisnya. Kesehatan reproduksi remaja merupakan salah satu program yang dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan dibidang usaha kesehatan sekolah dan remaja. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Dwiprahasto (1993) diketahui 3,6% kelompok umur 13-15 tahun dan (5,4%) kelompok umur 16-20 tahun telah melakukan hubungan seksual, begitu juga beberapa peneliti lain, yang melakukan penelitian tentang remaja diberbagai kota di Indonesia menemukan tingginya angka perilaku berisiko bagi remaja. Sedangkan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam khususnya kota Banda Aceh belum ada dilakukan penelitian tentang perilaku remaja.
Penelitian ini dilaksanakan di kota Banda Aceh, bertujuan untuk mendapatkan informasi faktor- faktor yang berhubungan dengan perilaku kesehatan reproduksi remaja diantara siswa SMUN di kota Banda Aceh, dengan menggunakan desain cross sectional, populasi terdiri dari siswa SMUN dengan status marital belum menikah, serta jumlah sampel 180 responden. Analisis yang digunakan adalah univariat, bivariat dengan uji chi square dan multivariat dengan uji regresi logistik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 180 responden ditemukan 12,8% responden termasuk kategori perilaku berisiko ringan seperti berciuman pipi 1,1% dan berpelukan, 0,5% dengan lawan jenisnya, meskipun tahapan ini bila ditinjau dari teori (Kinsey) belum tergolong perilaku berisiko. Namun karena kondisi dan budaya daerah/lokasi penelitian yang berpenduduk mayoritas beragama Islam, dan juga mempunyai keistimewaan dalam penyelenggaraan kehidupan adat, sehingga segala aktifitas sehari hari juga dijiwai dan sesuai dengan syariat Islam. Maka dengan alasan tersebut, perilaku demikian tergolong pada kategori berisiko ringan, dan perlu diwaspadai agar tidak berlanjut ketahap perilaku berisiko berat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel pengetahuan, pendidikan tambahan, dan pendidikan ayah, berhubungan dan bermakna secara statistik. Adapun faktor yang paling dominan berhubungan dengan perilaku siswa SMUN tentang kesehatan reproduksi adalah pendidikan ayah, dimana ayah dengan pendidikan tinggi (minimal SMU) cenderung anak berperilaku 9,4 kali lebih baik, jika dibanding ayah berpendidikan rendah.
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa perilaku siswa SMUN di kota Banda Aceh tentang kesehatan reproduksi termasuk kategori perilaku berisiko ringan. Untuk mencegah perilaku ini meningkat menjadi perilaku berisiko berat disarankan, penambahan materi kesehatan reproduksi disekolah, agar meningkatkan pengetahuan siswa tentang kesehatan reproduksi khususnya. Pada orang tua juga diharapkan dapat memberikan bimbingan kesehatan reproduksi sedini mungkin. Bagi remaja sendiri agar selalu berperilaku positif sesuai ajaran agama, menjaga budaya dan adat serta mencari informasi yang benar tentang kesehatan reproduksi.

Teenagers are the future generation of the Nations since they have to be prepared early physically and psychologically. Teenage health reproduction is one of The Health Department Program that held for teenagers and school health. Based on pwiprahasto (1993), research known that 3,6% of 13 -15 age group and 5,4% of 16-20 age group have done sexual relationship so did by other researchers who studied about teenagers on every kind of city in Indonesia which found risk value of teenage behavior. While in Province of Nanggroe Aceh Darussalam especially on Banda Aceh City there haven't been studied about Health Reproduction behavior teenagers.
This study was conducted in Banda Aceh City, aims to get the information about some factors which related with teenager health reproduction among High School students which used cross sectional design, population consist of High School students whom unmarried status, and take 180 respondent, The analysis use univarite, bivariate with chi-square, and multivariate analysis with logistic regression test.
The result of this study shows that of 180 respondent, there are 12,8% of them found low risk of behavior category i.e. kissing 1,1% and holding each other 0,5%, although this stage has not been the criteria of risk behavior based on Kinsey theory. Because of the whole activities of Nanggroe Aceh Darussalam people was based on Islamic rules. Ttherefore teenagers behavior was classified as low risk category and it should be awared to anticipate them becoming the severe risker. Because of the whole activities of Nanggroe Aceh Darussalam people was based on Islamic rules. Therefore teenagers behavior was classifified as low risk catergory and it should be awared to anticipate them becoming the severe risker.
This study shows that statistically, knowledge, additional education, and father's education variables were related significantly. The most dominant factor was High School student behavior about health reproduction which were father's education, father with high education prefer to have good behavior children 9,4 times than father with low education.
It is concluded that High School students behavior about health reproduction on Banda Aceh City was low risk behavior category. To prevent this behavior increase to high risk it is recommended to add health reproduction mater at school especially to increase the student's knowledge. To the parents it is hoped that they could teach health reproduction as early as possible. To the teenagers itself, it is hoped to keep culture and religion based on religion line.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T1860
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Syerly
"Tesis ini adalah hasil penelitian tentang pelaksanaan Program Pembangunan Perumahan Nelayan Desa Penjajap di Desa Pemangkat Kota sebagai salah satu bentuk partisipasi masyarakat dalam program pembangunan perumahan, dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan yang terkena bencana abrasi pantai dan gelombang pasang. Program pembangunan perumahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Sambas tersebut dengan melibatkan partisipasi masyarakat yang dimulai pada tahun 2001 dengan membangun sebanyak 112 unit rumah dengan sistim swakelola dan stimulan bagi penerima sasaran.
Program pembangunan perumahan yang melibatkan partisipasi masyarakat pada era sekarang ini merupakan suatu instrumen yang lebih efektif dan efisien serta sebagai sumber investasi baru bagi pembangunan. Masyarakat adalah objek dan sekaligus merupakan subjek dan sasaran hingga pada saat yang lama, ia menjadi unsur yang dominan dalam keikutsertaannya untuk menentukan keberhasilan atau kegagalan kegiatan pembangunan yang dilakukan.Tujuan penelitian ini untuk mendiskripsikan tentang pelaksanaan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program pembangunan perumahan nelayan desa Penjajap di dusun Sebangkua Desa Pemangkat Kota dan mengetahui faktor-faktor penghambat / pendorong partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program pembangunan perumahan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang menghasilkan data deskriptif yang diperoleh melalui studi pustaka, observasi dan wawancara mendalam (in-depth interview) dengan para informan. Sementara itu pemilihan memberikan petunjuk tentang informasi yang tepat dan mendalam atas informan yang berikutnya.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam program pembangunan perumahan sejumlah 112 unit rumah tahun 2001 ini terbatas kepada kegiatan pembangunan prasarana, pembentukan kelompok kerja dan kegiatan pembangunan perumahan. Hal ini dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Sambas karena merupakan rangkaian dari program-program bantuan sebelumnya yang pernah ada di kecamatan Pemangkat Kabupaten Sambas, dengan melaksanakan sistim swakelola dan stimulan.
Program pembangunan perumahan tersebut dilaksanakan 3 (tiga) tahap. Tahap I tahun 2001 sebanyak 112 buah. Tahap II akan dilaksanakan tahun 2003, sebanyak 106 buah dan Tahap III akan dilaksanakan tahun 2004, sebanyak 118 buah. Partisipasi masyarakat dalam program pembangunan perumahan pada tahap I dimulai bulan Pebruari 2001 dan selesai dibangun bulan September 2002 sebanyak 112 unit rumah. Ternyata pada pelaksanaannva terdapat berbagai faktor penghambat dan pendorong dalam pelaksanaan program. Faktor penghambat partisipasi tersebut adanya perencanaan sentralistik, sifat ketergantungan masyarakat dan kebiasaan masyarakat. Hal ini mengakibatkan sebanyak 86 KK yang bersedia menetap di lokasi yang baru, dan 26 KK yang tidak bersedia pindah. Namun di antara 86 KK tersebut terdapat 11 KK yang sering kembali ke rumah asalnya dan hanya sesekali menetap di rumahnya yang baru. Sehingga dengan demikian, masyarakat yang murni menetap di dusun Sebangkau Desa Pemangkat Kota adalah sebanyak 75 KK.
Sedangkan faktor yang mendorong mereka bersedia pindah adalah kondisi dan kebutuhan masyarakat akan rumah, peran fasilitator (tim penyuluhan dan pembinaan pemindahan penduduk) dan peran tokoh-tokoh formal dan informal desa Penjajap dalam mendukung program tersebut.
Partisipasi program pembangunan tersebut dapat dikatakan berorientasi kepada proyek yang kurang mengarah kepada kepentingan masyarakat. Hal ini dapat menjadikan beberapa asumsi yang belum sesuai dengan konsep pentingnya partisipasi dan tujuan partisipasi dimana feed back yang diharapkan adalah pelibatan masyarakat, mulai dari persiapan program, proses perencanaan program, pelaksanaan program dan proses pembuatan keputusan program, masyarakat harus dilibatkan. Kemudian secara komprehensip dan terintegrasi melibatkan dinas instansi terkait, kepala Desa serta Lembaga-lembaga desa yang ada di desa yang bersangkutan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10903
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Imran
"Di negara berkembang termasuk Indonesia penyakit malaria ini merupakan masalah kesehatan masyarakat, telah menimbulkan banyak korban, biaya perawatan medis, dan kehilangan kerja. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam bahwa jumlah penderita penyakit malaria diketahui bahwa Annual Malaria Incidence (AMI) untuk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah sebesar 2,43 per seribu penduduk. Dari data tersebut proporsi terbesar terjadi di Kota Sabang dengan jumlah 32,2 per seribu penduduk. Dengan tingginya kasus malaria di Kota Sabang dan belum diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku masyarakat dalam pemberantasan penyakit malaria di Kota Sabang Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), maka perlu dilakukannya suatu studi yang dapat memberikan gambaran terhadap perilaku masyarakat Kota Sabang terhadap pemberantasan penyakit malaria dan faktor-faktor yang mempenggaruhinya.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan jumlah sampel 201 rumah tangga di 4 kelurahan yang masuk dalam kategori High Prevalence Area (PR > 3 ) dalam Kota Sabang. Variabel yang diteliti adalah faktor predisposisi yang meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, pengetahuan dan sikap. Faktor yang kedua adalah faktor pemungkin yang mencakup sarana dan keramahan tenaga kesehatan dan faktor penguat yang dilihat dari sikap tokoh masyarakat. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat dengan menggunakan yang sesuai (uji t untuk variabel dengan 2 kategorik, uji anova untuk variabel independen yang mempunyai lebih dan 2 kategori dan uji korelasi regresi untuk variabel independennya numerik) pada derajat kepercayaan 95 %.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku masyarakat Kota Sabang terhadap pemberantasan penyakit malaria yang masuk dalam kategori kurang sebanyak 45,8 % dan kategori baik 54,2 %. Berdasarkan analisis bivariat dengan untuk variabel jenis kelamin tidak menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara jenis kelamin lakilaki dengan jenis kelamin perempuan terhadap perilaku pemberantasan penyakit malaria. Untuk variabel tingkat pendidikan menunjukan adanya perbedaan rata-rata yang bermakna antara tingkat pendididikan dengan perilaku pemberantasan penyakit malaria. Sedangkan untuk variabel umur, pengetahuan, sikap responden dan sikap tokoh masyarakat menunjukkan adanya hubungan antara variabel tersebut dengan perilaku, sarana dan sikap petugas kesehatan tidak menunjukkan adanya hubungan yang bermakna setelah diuji dengan mengunakan uji korelasi regresi. Hubungan umur dengan perilaku menunjukkan hubungan yang lemah, hubungan pengetahuan dan sikap serta sikap tokoh masyarakat dengan perilaku menunjukkan hubungan yang sedang. Kemudian hubungan sarana dan keramahan tenaga kesehatan dengan perilaku tidak adanya hubungan.
Berdasarkan hasil penelitian disarankan bagi Dinas Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam perlu memberikan dukungan perhatian terhadap upaya pemberantasan penyakit malaria di Kota Sabang. Bagi Dinas Kesehatan Kota Sabang agar menjadikan program pemberantasan penyakit sebagai program utama. Bagi Puskesmas perlu ditingkatkan penyuluhan dan penyebaran informasi kepada masyarakat terutama cara pemberantasan penyakit malaria dengan mengunakan bahasa lokal agar mudah dipahami dengan melibatkan tokoh masyarakat.
Bagi Pemerintah Daerah Kota Sabang perlu mengadakan program khusus karena prevalensi penyakit malaria masih tinggi. Bagi Masyarakat perlu meningkatkan pengetahuan dan pendidikan. Untuk peneliti diharapkan melakukan penelitian dengan rancangan yang berbeda yang meliputi keseluruhan variabel.

Factors Which Are Related to the People Behavior in an Effort to Eradicate the Malaria Disease in Sabang City of Nanggroe Aceh Darussalam, Year 2003In the developing country including Indonesia, the malaria disease is a health problem of the people, that have taken many victims, medical expenses, and loss of employment. Based on the data from the Health Office of Nanggroe Aceh Darussalam Province that the number of malaria patients or the Annual Malaria Incidence (AMI) for Nanggroe Aceh Darussalam Province is 2.43 percent per one thousand people. With the high incidence of malaria in Sabang City and the unidentified factors related to the people behavior in eradicating the malaria disease in Sabang city of Nanggroe Aceh Darussalam (NAB), a study needs to be done which can give a description towards the behavior of the people of Sabang city towards the eradication of malaria disease and factors which affect it.
The research design used is cross sectional with the number of sample 201 of households in 4 sub-district which is included as High Prevalence Area (PR>3) in Sabang City. The Variable surveyed was the predisposition factor which includes sex, age, education level, knowledge and attitude. The second factor is the enabling factor which includes facilities and attitude of the health personnel and the encouraging factor which can be seen from the attitude of the public figure. The data analysis is done with univariate and bivariate method by using suitable one (t test for variable with 2 categories, anova test for independent variable that has more than 2 categories and regression correlation test for numeric independent variable) at the confidence level 95%.
The results of the survey indicate that the behavior of Sabang City people towards the malaria eradication which is included in the less sufficient category is 45.8% and good category is 54.2%. Based on the bivariate analysis with the sex variable does no indicate a significant difference between the man and the woman sex towards the malaria disease eradication. For the education level variable there is average significant difference with the malaria disease eradication. While for age variable, the knowledge, respondent attitude and the public figure attitude, it indicates a relationship between that variable and the attitude, facilities and the attitude of the health personnel does not indicate a significant relationship after it was tested by using regression correlation.
Based on the results of research it is suggested that the Office of Health of Nanggroe Aceh Darussalam needs to give attention towards the efforts to eradicate the malaria disease in Sabang City. It is suggested for the Health Office of Sabang City to make the disease eradication as its major program. It is suggested for the Community Health Centers that they must increase the counseling and dissemination of the information to the people especially the method of malaria disease eradication by using the local language in order to be understood easily by involving the public figures.
For the Government of Sabang City it is suggested that it needs to make a special program because the malaria diseases prevalence is still high. The people need to increase their knowledge and education. For the researchers, it is expected that different design of the research which include the whole variables.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12698
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mafrawi
"Pelayanan Kesehatan Bernuansa Islami (PKNI) telah dicanangkan oleh Gubernur Provinsi NAD pada tanggal 25 April 1998 yang merupakan tindak lanjut dari hasil Muzakarrah anlara Majelis Ulama Indonesia dengan Dinas Kesehalan Provinsi NAD. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang no. 44 tahun 2002 tentang Keistimewaan Nanggroe Aceh Darussalam., maka luntutan akan rnulu pelayanan Kesehatan yang spesifik daerah merupakan hal yang harus dilakukan dan hal ini juga mempakan salah satu hal yang dihasilkan pada Rapat Kerja Kesehatan Daerah Provinsi NAD tahun 2002 yang merekomendasikan bahwa "Pelayanan Kesehatan yang Bernuansa Islami" selanjutnya menjadi "Pelayanan Kesehatan yang lslami" yang sesuai dengan visi Dinas Kesehatan Provinsi NAD yaitu "Aceh Sehat 1010 yang Islami". Hasil penelitian pada Puskesmas Syiah Kuala Banda Aceh tahun 2001 diperoleh hasil bahwa 85% responden menghendaki agar pelayanan Kesehatan bernuansa Islami dapat diterapkan dimanapun petugas bekerja. Oleh sebab itu diperlukan suatu konsep tentang pelayanan Kesehatan yang Islami yang selanjutnya akan menjadi model pelayanan Kesehatan yang Islami dan instrumen yang dapat digunakan untuk mengevaluasi serta hasil evalusi terhadap penerapan budaya Islami dalam pelayanan Kesehatan dengan menggunakan instrumen yang ada.
Tujuan dari penelitian ini adalah diperolehnya gambaran konsep yang akan menjadi model pelayanan Kesehatan Islami dan diperolehnya instrumen serta hasil evaluasi tentang penerapan budaya Islami dalam pelayanan Kesehatan dengan menggunakan instrumen yang ada. Desain penelitian adalah cross sectional yang bersifat kualitatif dan kuantitatiif Proses yang dilakukan terdiri dari 2 tahap yaitu proses mencari konsep pelayanan Kesehatan yang Islami melalui studi literature dan indepth interview (dengan pakar/praktisi agama, adat, sosial budaya, Kesehatan, pengguna pelayanan Kesehatan, akademisi sebanyak I5 orang) dan proses pengembangan instrumen budaya lslami dalam pelayanan Kesehatan melalui studi literature, kuesioner pendahuluan sebanyak 40 orang, Fokus Group Diskusi sebanyak 15 orang dan Uji Coba Kuesioner (pada petugas dan masyarakat masing-masing 510 orang) yang dilakukan dalam wilayah Provinsi NAD baik( pada Dinas Kesehatan (Provinsi dan Kabupaten) maupun institusi pelayanan (Rumah Sakit dan Puskesmas). Waktu penelitian mulai bulan September - November 2003.
Dari penelitian ini didapatkan hasil adalah : melalui indepth interview diketahui bahwa pelayanan Kesehatan yang diterapkan pada saat ini tidak memuaskan dan sama sekali belum sesuai dengan syariat Islam dan keinginan dari informan agar pelayanan kesehatan harus sesuai dengan syanat Islam secara menyeluruh. Adapun konsep yang ditemukan dalam pelayanan Kesehalan yang Islami adalah meneakup 5 aspek yaim : sikap/perilaku petugas yang Islami, fasililas/sarana pelayanan Kesehalan yang Islami, prosedurftata cara/mekanisme pelayanan kesehatan yang Islami, suasana pelayanan Kesehatan yang Islami dan pembiayaan pclayanan Kcsehalan yang Islami. Namun aspek yang terpenting dilaksanakan terlehih dahulu adalah sikap/perilaku pelugas dan prosedurftatacara yang pelayanan Kesehatan yang Islami. Pengembangan instmmen budaya Islami dalam pclayanan Kesehatan sebagai pencenninan dari budaya organisasi Islami dalam pelayanan Kesehalan yang terdiri dari 3 dimensi yaitu nilai dan pcrilaku individu (36 variabcl), nilai dan perilaku antar individu (14 variabel), serta nilai dan perilaku kepemimpinan (15 variabel). Keseluruhan kuesioner akhir mencakup 65 variabel dan terdiri dari 269 pemyataan.
Perhimngan validiras konstruk kedua kuesioner (bagi pelugas dan masyarakat) mcnunjukkan bahwa validitas tiap butir pernyataan berada pada kategori cukup dan dan agak rendah menurut klasifikasi Praseryo (2000). Analisis Anova dan T-test independent pada kuesioner petugas menunjukkan bahwa ada pcrbedaan bermakna rata-rata skor beberapa variable budaya Islami pada kelompok jenis kelamin, umur, institusi, lama bekelja, tingkat pendidikan dan jabatan . Pada kuesioner masyarakat diperoleh bahwa ada perbedaan berrnakna rata-rata skor bebempa variable dengan kelompok masyarakat berdasarkan institusi yang dikunjungi, status bekerja, tingkat pendidikan, dan umur tetapi jenis kelamin tidak mempunyai hubungan bermakna.
Perhitungan reabihras kedua kuesioner (petugas dan masyarakat) menunjukkan bahwa reabilitas tiap variable dalam kuesioner ini seluruhnya berada dalam kategori tinggi menurut klasilikasi Danim (2001). Analisis korelasi pada kedua kuesioner menunjukkan hubungan yang sangat kuat antar 3 dimensi budaya organisasi Islami diatas. Analisis regresif pada kedua kuesioner menunjukkan 3 dimensi budaya (Perilaku individu, perilaku antar individu dan perilaku kepemimpinan) benar-benar dapat menjelaskan terjadinya variasi budaya Islami dengan sangat baik. Hasil regresi juga menunjukkan bahwa skor perilaku individu paling baik digunakan untuk meramalkan budaya organisasi Islami dari suatu institusi Kesehatan. Persepsi petugas dan masyarakat berada pada titik yang sama yaitu tidak sesuai atau pada kategori sedang. Artinya pelayanan Kesehatan di Provinsi NAD tidak/belum sesuai dengan budaya Islami. Variabel yang tidak sesuai menurut petugas dan masyarakat adalah : tawadhlu, harga diri, berpenampilan sederhana, sopan, Ufah, istikharah dan muthmainah.
Dari penelitian ini dapat disarankan dan direkomendasikan perlu dilibatkannya para pakar organisasi dan pakar bahasa untuk dapat merumuskan konstruksi yang lebih sempurna tentang budaya organisasi Islami. Intervensi yang dilakukan diutamakan pada perilaku individu petugas, karena terbukti perilaku mempunyai kontribusi yang sangat besar dalam menentukan/meramalkan budaya Islami dalam pelayanan Kesehatan Para pimpinan melalui pertemuan berkala, memotivasi pegawai agar dapat berprilaku sesuai dengan budaya Islami. Perlu dilakukan evaluasi penerapan budaya Islami dalam pelayanan Kesehalan di semua institusi Kesehatan. Perlu disusun buku panduan sebagai pegangan pegawai dalam berperilaku dan perlu diterapkannya muatan local budaya Islami di institusi pendidikan Kesehatan dalam provinsi NAD. Selanjutnya disarannkan agar dilakukan penelitian lanjutan untuk mengembangkan konsep dan instrumen pelayanan kesehatan Islami.

Islamic nuance health service (PKNI) was declared by the governor NAD province on 25 April 1998 as a continuation action of results of muzakarrah meeting between MUI (Indonesian Council of Religious Scholars) and provincial health Office of NAD. It is along with regulation no. 44 year 2002 on peculiarity of NAD province. Therefore, the demand of health service quality according to local medical cases is needed to be released. It is along with results of meeting forum of regional health of NAD province 2002, which consists of a recommendation of Islamic nuance health service (Pelayanan Kcsehatan yang Islami) to'lslamic Health Service (Pclayanann Kesehatan Islami) suit to visions of provincial health office of NAD province; Islamic Healthy Aceh 2010. Based on results of research at Syiah Kuala Banda Aceh health center, 85 % of respondents demand medical employees to implement Islamic health service at any health facilities they visiting. Therefore, it is needed a concept of Islamic health service and instrument to be used for evaluation results of implementing Islamic culture in health service which using available instrument.
Objectives of the research is to obtain a concept to be a model of Islamic health service, to obtain instrument and evaluation results On implementation of Islamic eulturc in health service using available instrument. Research design is qualitative and quantitative with cross sectional approach. The research went through two processes; firstly, searching for concepts of Islamic health service using literature study and in-depth interview to religious scholars, custom, social-culture and experts, health provider and 15 academicians. Secondly, developing of Islamic culture instrument in health service refer to literature study and introduction questionnaire to 40 respondents, Focus Group Discussion to 15 respondents and try out questionnaire to 510 respondents of provider and patient who come to health facilities members in NAD Province. The research started in September and ended in November 2003.
The results obtained are; through in-depth interview, it is found that the service implemented is not satisfying. The' respondents demanded to have health service an Islamic nuance. The concepts found for Islamic health service covers five aspects: Attitude of health provider, health facilities, health services procedure, environtment and health budgeting. But, the most important aspect to be implemented is attitude of health provider and lslamic procedure of the service. The development of Islamic culture instrument in the service is a reflection of Islamic culture organization. The Islamic culture organization consists of three dimensions; value and individual attitude ( 36 variables), value and inter individual attitude (I4 variables), and value and leadership attitude (15 variables).
The questionnaire, which consists of 269 questions, covers.65 variables. Based on construct validity test of the two questionnaire to health provider and patient , the data shows that the validity of each question is placed on fair low category,(Prasetyo classification;2000). Applying Anova analysis and independent T-test to provider’s questionnaire, the data shows that there is significant different average score at some variables on group of sex, age, institutions, length of working, educational background and positions. An there is also significant different average score of some variables with group of patients who had visited health facilities, working status, educational background and age. Reability test to the two questionnaires shows that every available is at 'high category (Danim classilication 2001).
Correlation analysis to the questionnaires shows strong relations among the three dimensions of Islamic culture organization. While Regression analysis shows that the three dimensions could describe well Islamic culture variation. The regression results shows that best individual attitude is used to predict Islamic culture organization of health facilities. Responses of health provider and patient are placed at average category. It means that health service in the province have not reffer to Islamic culture yet. Variable, which according to provider and patient have not been along yet with lslam are humble, self respect, simple appearance, polite, iffah, istikharah, and muthmainnah:
It is suggested to involve organization and language experts to formulate a more complex construct on culture of Islamic organization. The intervention should be focused on individual attitude of provider, because the attitudes are proved to determine Islamic culture in the service. Through periodically meeting, leaders support and motivate the health provider to works in Islamic behavior. It is needed to evaluate the implementing of Islamic culture in health service at any health facilities. And it is also needed to reward those provider applying the service such as becoming TKHI ( Indonesian Hajj Official), having further education, ete. Then, compiling a guidance book as guides for' the provider and subscribing Islamic culture subject at any health educational institution in NAD province are considered important.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T32865
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mafrawi
"Pelayanan Kesehatan Bernuansa Islami (PKNI) telah dicanangkan oleh Gubernur Provinsi NAD pada tanggal 25 April 1998 yang merupakan tindak lanjut dari hasil Muzakarrah antara Majelis Ulama Indonesia dengan Dinas Kesehatan Provinsi NAD. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang no. 44 tahun 2002 tentang Keistimewaan Nanggroe Aceh Darussalam, maka tuntutan akan mutu pelayanan Kesehatan yang spesifik daerah merupakan hal yang harus dilakukan dan hal ini juga merupakan salah satu hal yang dihasilkan pada Rapat Kerja Kesehatan Daerah Provinsi NAD tahun 2002 yang merekomendasikan bahwa "Pelayanan Kesehatan yang Bernuansa Islami " selanjutnya menjadi "Pelayanan Kesehatan yang Islami" yang sesuai dengan visi Dinas Kesehatan Provinsi NAD yaitu "Aceh Sehat 1010 yang Islami". Hasil penelitian pada Puskesmas Syiah Kuala Banda Aceh tahun 2001 diperoleh hasil bahwa 85% responden menghendaki agar pelayanan Kesehatan bernuansa Islami dapat diterapkan dimanapun petugas bekerja. Oleh sebab itu diperlukan suatu konsep tentang pelayanan Kesehatan yang Islami yang selanjutnya akan menjadi model pelayanan Kesehatan yang Islami dan instrumen yang dapat digunakan untuk mengevaluasi serta hasil evalusi terhadap penerapan budaya Islami dalam pelayanan Kesehatan dengan menggunakan instrumen yang ada.
Tujuan dari penelitian ini adalah diperolehnya gambaran konsep yang akan menjadi model pelayanan Kesehatan Islami dan diperolehnya instrumen serta hasil evaluasi tentang penerapan budaya Islami dalam pelayanan Kesehatan dengan menggunakan instrumen yang ada. Desain penelitian adalah cross sectional yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Proses yang dilakukan terdiri dari 2 tahap yaitu proses mencari konsep pelayanan Kesehatan yang Islami melalui studi literature dan indepth interview (dengan pakar/praktisi agama, adat, sosial budaya, Kesehatan, pengguna pelayanan Kesehatan, akademisi sebanyak 15 orang) dan proses pengembangan instrumen budaya Islami dalam pelayanan Kesehatan melalui studi literature, kuesioner pendahuluan sebanyak 40 orang, Fokus Group Diskusi sebanyak 15 orang dan Uji Coba Kuesioner (pada petugas dan masyarakat masing-masing 510 orang) yang dilakukan dalam wilayah Provinsi NAD baik pada Dinas Kesehatan (Provinsi dan Kabupaten) maupun institusi pelayanan (Rumah Sakit dan Puskesmas). Waktu penelitian mulai bulan September - November 2003.
Dari penelitian ini didapatkan hasil adalah : melalui indepth interview diketahui bahwa pelayanan Kesehatan yang diterapkan pada saat ini tidak memuaskan dan sama sekali belum sesuai dengan syariat Islam dan keinginan dan informan agar pelayanan kesehatan harus sesuai dengan syariat Islam secara menyeluruh. Adapun konsep yang ditemukan dalam pelayanan Kesehatan yang Islami adalah mencakup 5 aspek yaitu : sikap/perilaku petugas yang Islami, fasilitas/sarana pelayanan Kesehatan yang Islami, prosedur/tata cara/mekanisme pelayanan kesehatan yang Islami, suasana pelayanan Kesehatan yang Islami dan pembiayaan pelayanan Kesehatan yang Islami. Namun aspek yang terpenting dilaksanakan terlebih dahulu adalah sikap/perilaku petugas dan prosedur/tatacara yang pelayanan Kesehatan yang Islami. Pengembangan instrumen budaya Islami dalam pelayanan Kesehatan sebagai pencerminan dari budaya organisasi Islami dalam pelayanan Kesehatan yang terdiri dari 3 dimensi yaitu nilai dan perilaku individu (36 variabel), nilai dan perilaku antar individu (14 variabel) , serta nilai dan perilaku kepemimpinan (15 variabel). Keseluruhan kuesioner akhir mencakup 65 variabel dan terdiri dari 269 pernyataan.
Perhitungan validitas konstruk kedua kuesioner (bagi petugas dan masyarakat) menunjukkan bahwa validitas tiap butir pernyataan berada pada kategori cukup dan dan agak rendah menurut klasifikasi Prasetyo (2000). Analisis Anova dan T-test independent pada kuesioner petugas menunjukkan bahwa ada perbedaan bermakna rata-rata skor beberapa variable budaya Islami pada kelompok jenis kelamin, umur, institusi, lama bekerja, tingkat pendidikan dan jabatan . Pada kuesioner masyarakat diperoleh bahwa ada perbedaan bermakna rata-rata skor beberapa variable dengan kelompok masyarakat berdasarkan institusi yang dikunjungi, status bekerja, tingkat pendidikan, dan umur tetapi jenis kelamin tidak mempunyai hubungan bermakna. Perhitungan reabilitas kedua kuesioner (petugas dan masyarakat) menunjukkan bahwa reabilitas tiap variabel dalam kuesioner ini seluruhnya berada dalam kategori tinggi menurut klasifikasi Danim (2001). Analisis korelasi pada kedua kuesioner menunjukkan hubungan yang sangat kuat antar 3 dimensi budaya organisasi Islami diatas. Analisis regresi pada kedua kuesioner menunjukkan 3 dimensi budaya (Perilaku individu, perilaku antar individu dan perilaku kepemimpinan) benar-benar dapat menjelaskan terjadinya variasi budaya Islami dengan sangat baik. Hasil regresi juga menunjukkan bahwa skor perilaku individu paling baik digunakan untuk meramalkan budaya organisasi Islami dari suatu institusi Kesehatan. Persepsi petugas dan masyarakat berada pada titik yang sama yaitu tidak sesuai atau pada kategori sedang. Artinya pelayanan Kesehatan di Provinsi NAD tidak/belum sesuai dengan budaya Islami. Variabel yang tidak sesuai menurut petugas dan masyarakat adalah : tawadhlu, harga diri, berpenampilan sederhana, sopan, iffah, istikharah dan i nulnnai,rah.
Dari penelitian ini dapat disarankan dan direkomendasikan perlu dilibatkannya para pakar organisasi dan pakar bahasa untuk dapat merumuskan konstruk yang lebih sempurna tentang budaya organisasi Islami. Intervensi yang dilakukan diutamakan pada perilaku individu petugas, karena terbukti perilaku mempunyai kontribusi yang sangat besar dalam menentukan/meramaikan budaya Islami dalam pelayanan Kesehatan. Para pimpinan melalui pertemuan berkala, memotivasi pegawai agar dapat berprilaku sesuai dengan budaya Islami. Perlu dilakukan evaluasi penerapan budaya Islami dalam pelayanan Kesehatan di semua institusi Kesehatan. Perlu disusun buku panduan sebagai pegangan pegawai dalam berperilaku dan perlu diterapkannya muatan lokal budaya Islami di institusi pendidikan Kesehatan dalam provinsi NAD. Selanjutnya disarannkan agar dilakukan penelitian lanjutan untuk mengembangkan konsep dan instrumen pelayanan kesehatan Islami.

The Development of Islamic Nuance Instrument in Health Service in Nanggroe Aceh Darussalam ProvinceIslamic nuance health service (PKNI) was declared by the governor NAD province on 25 April 1998 as a continuation action of results of muzakarrah meeting between MUI (Indonesian Council of Religious Scholars) and provincial health office of NAD. It is along with regulation no. 44 year 2002 on peculiarity of NAD province. Therefore, the demand of health service quality according to local medical cases is needed to be released. It is along with results of meeting forum of regional health of NAD province 2002, which consists of a recommendation of Islamic nuance health service (Pelayanan Kesehatan yang Islami) to Islamic Health Service (Pelayanann Kesehatan Islami) suit to visions of provincial health office of NAD province; Islamic Healthy Aceh 2010. Based on results of research at Syiah Kuala Banda Aceh health center, 85 % of respondents demand medical employees to implement Islamic health service at any health facilities they visiting. Therefore, it is needed a concept of Islamic health service and instrument to be used for evaluation results of implementing Islamic culture in health service which using available instrument.
Objectives of the research is to obtain a concept to be a model of Islamic health service, to obtain instrument and evaluation results on implementation of Islamic culture in health service using available instrument. Research design is qualitative and quantitative with cross sectional approach. The research went through two processes; firstly, searching for concepts of Islamic health service using literature study and indepth interview to religions scholars, custom, social-culture and experts, health provider and 15 academicians. Secondly, developing of Islamic culture instrument in health service refer to literature study and introduction questionnaire to 40 respondents, Focus Group Discussion to 15 respondents and try out questionnaire to 510 respondents of provider and patient who come to health facilities members in NAD Province. The research started in September and ended in November 2003.
The results obtained are; through indepth interview, it is found that the service implemented is not satisfying. The' respondents demanded to have health service an Islamic nuance. The concepts found for Islamic health service covers five aspects: Attitude of health provider, health facilities, health services procedure, environment and health budgeting. But, the most important aspect to be implemented is attitude of health provider and Islamic procedure of the service. The development of Islamic culture instrument in the service is a reflection of Islamic culture organization. The Islamic culture organization consists of three dimensions; value and individual attitude (36 variables), value and inter individual attitude (14 variables), and value and leadership attitude (15 variables). The questionnaire, which consists of 269 questions, covers_65 variables.
Based on construct validity test of the two questionnaire to health provider and patient , the data shows that the validity of each question is placed on fair low category,(Prasetyo classification;2000). Applying Anova analysis and independent T-test to provider's questionnaire, the data shows that there is significant different average score at some variables on group of sex, age, institutions, length of working, educational background and positions. An there is also significant different average score of some variables with group of patients who had visited health facilities, working status, educational background and age. Reability test to the two questionnaires shows that every available. Is at 'high category (Danim classification 2001). Correlation analysis to the questionnaires shows strong relations among the three dimensions of Islamic culture organization. While Regression analysis shows that the three dimensions could describe well Islamic culture variation. The regression results shows that best individual attitude is used to predict Islamic culture organization of health facilities. Responces of health provider and patient are placed at average category. It means that health service in the province have not reffer to Islamic culture yet. Variable, .which according to provider and patient have not been along yet with Islam are humble, self respect, simple appearance, polite, iffah, istikharah, and muthmainnah.
It is suggested to involve organization aria language experts to formulate a more complex construct on culture of Islamic organization. The intervention should be focused on individual attitude of provider, because the attitudes are proved to determine Islamic culture in the service. Through periodically meeting, leaders support and motivate the health provider to works in Islamic behavior. It is needed to evaluate the implementing of Islamic culture in health service at any health facilities. And it is also needed to reward those provider applying the service such as becoming TKHI ( Indonesian Hajj Official), having further education, etc. Then, compiling a guidance book as guides for' the provider and subscribing Islamic culture subject at any health educational institution in NAD province are considered important.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T12882
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>