Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 109690 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anita Permata Sari
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang implementasi kebijakan Penguatan Manajemen Kelurahan dalam rangka peningkatan kinerja pemerintah kelurahan. Penelitian ini penting, mengingat kompleksitas tuntutan kebutuhan dan permasalahan masyarakat di Provinsi DKI Jakarta yang sangat dinamis dan mendesak untuk segera mendapat penyelesaian. Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggulirkan kebijakan Penguatan Manajemen Kelurahan dengan harapan pemerintahan perlu didekatkan kepada masyarakat, agar pelayanan yang diberikan menjadi semakin baik (the closer goverment, the better it serves). Artinya Kelurahan yang merupakan unsur pelaksana Lini/Pelaksana Kewilayahan mampu memberikan kinerjanya yang optimal dalam menjalankan fungsi utamanya memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat (close to the customer) di wilayahnya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif yang diperoleh melalui studi pustaka, observasi dan wawancara mendalam (indepth interview) dengan para informan. Sementara itu, pemilihan informan dilakukan secara snowball sampling, informan pertama memberikan petunjuk tentang informan berikutnya yang dapat memberikan informasi yang tepat dan mendalam. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan Penguatan Manajemen Kelurahan dalam implementasinya memiliki kecenderungan pada statutory services, artinya pemerintah kelurahan dalam menjalankan kebijakan tidak memiliki otonomi untuk membuat policy (membuat pengaturan) dan hanya bertugas melaksanakannya, tetapi terkadang pemerintah kelurahan masih mendapat kesempatan dan diskersi untuk membuat keputusan yang bersifat implementatif terhadap kebijakan Penguatan Manajemen Kelurahan. Implikasinya terjadi penyeragaman pelimpahan kewenangan dan penganggaran dalam kegiatan Penguatan Manajemen Kelurahan, sehingga kinerja pemerintah kelurahan tidak ada perubahan setelah dilaksanakan kebijakan tersebut bahkan lebih terpuruk, karena kegiatan Penguatan Manajemen Kelurahan lebih mengedepankan aspek penyerapan anggaran dibandingkan progress kegiatan, apalagi didukung dengan situasi dan kondisi kelurahan yang minim akan kuantitas dan kualitas personil kelurahan.

This thesis is forms a research about the implementation of Strengthening Kelurahan management policy in order to increase Kelurahan Government performance. This is important, considering the need and the problems of Jakarta society which is very dynamic is soon needed to be solved. That is why, Government of DKI Jakarta Province make a program called The Strengthening of Kelurahan Management Policy, hoping that this program can make the quality of public services, in other words ?the closer government, the better it serves?. It means, Kelurahan as the lowest of the government of DKI Jakarta Province can give the best performance while doing its function giving services to the society in its area. This research use qualitative method, which is its data get from literature, observation, and indepth interview with some informants. Meanwhile, the choosen of some informants by snowball sampling, first informant give clue about next informant that can give many right and deep informations. The result of this research shows that the implementation of this policy is preference to statutory services, means that Kelurahan doesn?t has autonomy to make a policy , Kelurahan only do the policy. But sometimes Kelurahan still has a chance to make a decision that can be implemented to the Strengthening Kelurahan management policy. The implication is delegation of authority and budgetary in this policy are being generalize in all Kelurahan, this makes the performance of Kelurahan is not better, even worse, because this policy only pay attention to the absorption of budgetary than the progress of the program/activity, with the situation and the condition of Kelurahan? staff has low quantity and quality."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T22921
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Permata Sari
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang implementasi kebijakan Penguatan Manajemen Kelurahan dalam rangka peningkatan kinerja pemerintah kelurahan. Penelitian ini penting, mengingat kompleksitas tuntutan kebutuhan dan permasalahan masyarakat di Provinsi OKI Jakarta yang sangat dinamis dan mendesak untuk segera mendapat penyelesaian. Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggulirkan kebijakan Penguatan Manajemen Kelurahan dengan harapan pemerintahan perlu didekatkan kepada masyarakat, agar pelayanan yang diberikan menjadi semakin baik (the closer goverment, the better it serves). Artinya Kelurahan yang merupakan unsur pelaksana Lini/Pelaksana Kewilayahan mampu memberikan kinerjanya yang optimal dalam menjalankan fungsi utamanya memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat (close to the customer) di wilayahnya.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif yang diperoleh melalui studi pustaka, observasi dan wawancara mendalam (indepth interview) dengan para informan. Sementara itu, pemilihan informan dilakukan secara snowball sampling, informan pertama memberikan petunjuk tentang informan berikutnya yang dapat memberikan informasi yang tepat dan mendalam.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan Penguatan Manajemen Kelurahan dalam implementasinya memiliki kecenderungan pada statutory services, artinya pemerintah kelurahan dalam menjalankan kebijakan tidak memiliki otonomi untuk membuat policy (membuat pengaturan) dan hanya bertugas melaksanakannya, tetapi terkadang pemerintah kelurahan masih mendapat kesempatan dan diskersi untuk membuat keputusan yang bersifat implementatif terhadap kebijakan Penguatan Manajemen Kelurahan. lmplikasinya terjadi penyeragaman pelimpahan kewenangan dan penganggaran dalam kegiatan Penguatan Manajemen Kelurahan, sehingga kinerja pemerintah kelurahan tidak ada perubahan setelah dilaksanakan kebijakan tersebut bahkan lebih terpuruk, karena kegiatan Penguatan Manajemen Kelurahan lebih mengedepankan aspek penyerapan anggaran dibandingkan progress kegiatan, apalagi didukung dengan situasi dan kondisi kelurahan yang minim akan kuantitas dan kualitas personil kelurahan.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nunung Siti Cholimah
"ABSTRAK
Kelurahan sebagai struktur pemerintah terbawah {local
goverment) dan ^^terdepan", tidak memiliki kemampuan untuk
itiengambil keputusan dalam penanganan masalah perkotaan, semua
tergantung pada kantor dinas yang bekerja di tingkat provinsi.
Sedangkan Lurah sebagai ujung towhak/front liner, benar-benar
hams itiemahami kondisi wilayah dan aspirasi itiasyarakat di
wilayahnya. Kondisi kelurahan di DKI Jakarta yang be-Jumlah
keseluruhan 267 kelurahan. Kelurahan-kelurahan dengan
tupoksinya harus melayani 8,5 juta penduduk Jakarta. Ini
berarti, pejabat lurah beserta aparatnya yang hanya berjumlah
sekitar 10 sampai 15 orang, harus melayani rata-rata 10-1
orang, harus melayani rata-rata 20-30 ribu penduduk Jakarta
(ratio+1:2000) . Ini merupakan hal yang mustahil, apabila kita
menginginkan pelayanan masyarakat berjalan dengan baik. Untuk
itu langkah-langkah terobosan perlu ditempuh untuk memperkuat
lembaga kelurahan.Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta
menyadari bahwa selama ini berbagai kegiatan yang dibiayai
lewat APBD DKI Jakarta dirasakan kurang memberi peran dan
ruang yang memadai kepada masyarakat secara riil dalam upaya
mengatasi berbagai persoalan yang ada di lingkungan masyarakat
luas. Hal tersebut dapat terjadi karena aspek kelembagaan
dalam kegiatan yang pernah dilakukan kurang memperoleh
perhatian yang memadai selain memang belum berkembangnya
paradigma pemberdayaan rakyat atau masyarakat di kalangan
pengambil kebijakan, khususnya birokrat Pemda DKI
Jakarta.Untuk itu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan
langkah maju dan bijak berusaha menyikapi masalah yang terjadi
dengan membentuk suatu lembaga baru yang dinamakan Dewan
Kelurahan (Dekel) sebagai satu bentuk pemenuhan kewajiban yang
tercantum dalam Undang-Undang Nomor 34 tahun 1999 tentang
Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Dewan Kelurahan ini berfungsi mewakili masyarakat di
tingkat RW untuk menyampaikan aspirasi warga dan mengawasi
kinerja birokrasi kelurahan.
Dalam konteks itu, komunikasi antara masyarakat dengan
pemerintah harus makin efektif, sehingga kesenjangan
komunikasi dapat ditekan dan bahkan dihilangkan. Dengan
komunikasi yang semakin kohesif akan terhindar kesan seolaholah
masyarakat merasa ditinggalkan, sehingga tidak ada lagi
pandangan skeptis. Dengan kondisi seperti ini, diharapkan
kebijakan pembangunan mendatang dapat lebih mampu
mengakomodasikan aspirasi masyarakat yang dinamis dan terus berkembang."
2005
T37583
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aifa Destriani
"ABSTRAK
Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Konstruksi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan faktor risiko penularan berbagai jenis penyakit, khususnya penyakit yang berbasis lingkungan. Program Bedah Rumah dilaksanakan oleh Yayasan Budha Tzu Chi dikawasan Kelurahan Pademangan Barat bertujuan untuk memperbaiki kualitas hidup dan kesehatan penghuninya. Penelitian ini menggunakan disain penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa program Bedah Rumah berhasil memperbaiki kondisi fisik rumah yaitu dinding, lantai, langit-langit, ventilasi, jendela kamar tidur, lubang asap dapur, dan sarana sanitasi yaitu sarana air bersih dan jamban, selain itu berhasil merubah perilaku hidupbersih dalam hal perilaku mencuci tangan. Hasil penelitian ini berhasil membuktikan hubungan antara variabel kondisi fisik rumah dengan penyakit ISPA dan variable sanitasi rumah dengan penyakit diare. Perbaikan kondisi rumah ternyata berhasil menurunkan angka prevalensi penyakit ISPA dari 0,41 menjadi 0,12 kasus per 1000 penduduk dan prevalensi diare dari 0,12 menjadi 0,04 kasus per 1000 penduduk. Perbaikan kondisi fisik rumah saja tidak cukup, perlu ditunjang oleh penataan dan perbaikan lingkungan sekitarnya untuk meningkatkan kualitas pemukiman yang sehat.sekitarnya untuk meningkatkan kualitas pemukiman yang sehat

ABSTRACT
Housing is one of human’s basic needs. The construction of the house and the environment which do not comply with health standards can bring risks of various contagious illnesses, especially environment-based ilnesses. The Bedah Rumah programme conducted by Tzu Chi Buddhist Foundation in Pademangan Barat district aims to improve the people’s quality of life and health. The findings of this study show that the Bedah Rumah programme has been able to improve the physical environment of the participants such as wall, floor, sailing, bed room window, ventilation and chimney condition and also sanitation condition such as water sanitation and toilet condition, in the otherside this programme can also increase hand washing behaviour of people who are living in that house. Moreover, this programme has improved the people’s health condition as can be seen from the decrease of Acute Respiratory Infection (ARI) prevalence ranging from 0,41–0,12 cases per 1000 people and diarrhea prevalence ranging from 0,12-0,04 cases per 1000 people respectively. The findings show that there is a correlation between the houses’ physical conditions and of acute respiratory infection cases and correlation between sanitation condition and of diarrhea cases. The improvement of the housing’s physical condition would not be sufficient without being supported by the betterment of the environment and city planning to continuously improve the housing condition."
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Sulistiyono
"Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan lokasi penelitian di kawasan Muara Angke Kelurahan Pluit Kncamatan Penjaringan Jakarta Utara. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai pengelolaan dan pengolahan jenis-jenis sumber daya lokal dalam kerangka strategi pemberdayaan komunitas nelayan. Penelitian ini dilakukan sebagai upaya efektifitas pemberdayaan terhadap komunitas nelayan.
Seiring dengan kemajuan kota Jakarta, berbagai program pembangunan infrastruktur di kawasan Muara Angke terus mengalami peningkatan. Pada segi sosial, berbagai pemberdayaan komunitas nelayan telah dilakukan di Muara Angke seperti Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP), Pemberdayaan Wanita Nelayan (PWN), bantuan bergulir kapal perikanan, Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap Sekala Kecil (PUPTSK} dan lain sebagainya. Program pemberdayaan yang telah banyak dilakukan selama ini sebagai upaya mensejahterakan nelayan baik dari pemerintah maupun lembaga-lembaga non pemerintah, nampak masih belum optimal pengaruhnya terhadap peningkatan kesejahteraan nelayan seperti yang diharapkan. Komunitas nelayan di Muara Angke masih tinggal di lingkungan dengan tingkat kepadatan yang tinggi, bahkan masih banyak dari mereka yang tinggal di bantaran sungai dengan kondisi rumah yang sangat sederhana. Sebenarnya di kawasan Muara Angke telah disediakan pemukiman yang memadai bagi nelayan dengan sistem sewa yang ringan. Berdasarkan pengamatan di lapangan, akibat desakan ekonomi banyak nelayan yang kemudian menjual atau menyewakan kembali fasilitas pemukiman tersebut kepada pihak lain yang tidak berhak (berprofesi bukan nelayan). Kesulitan yang masih mendera komunitas nelayan menunjukan bahwa dari berbagai program pembangunan yang ada, ternyata kurang efektif memberdayakan komunitas nelayan di Muara Angke.
Kekurangmampuan komunitas nelayan dalam merubah nilai, norma dan berbagai sumber daya lokal yang tersedia seharusnya dipahami oleh pembuat kebijakan, sebelum menentukan program pemberdayaan komunitas nelayan, karena kornunitas nelayan membutuhkan berbagai persiapan dan penyesuaian dalam menghadapi perubahan. Untuk memahami fenomena tersebut seyogyanya dilakukan dengan mempelajari strategi pemberdayaan komunitas nelayan berbasis lokalitas agar dapat mengendalikan keserasian, keselarasan dan keseimbangan dalam pengembangan suatu komunitas (community development), khususnya nelayan miskin pada skala lokal.
Kegagalan dalam penyelenggaraan program pemberdayaan dapat berupa `kemacetan' dana bergulir, penyelewengan penggunaan dana untuk kepentingan lain di luar program, bubarnya institusi-institusi sosial ekonomi yang dibangun setelah pelaksanaan program berakhir, dan sustanibilitas keberlanjutan kegiatan pemberdayaan terhenti di tengah jalan sehingga tidak terjadi peningkatan yang signifikan. Hal tersebut disebabkan oleh pelaksanaan program pemberdayaan yang kerap tidak didasarkan pada struktur sosial budaya lokal, baik yang berhubungan dengan masalah institusi maupun dengan sistem pembagian kerja yang berlaku dalam masyarakat nelayan, akibatnya program-program pemberdayaan tersebut menjadi asing bagi masyarakat nelayan setempat, dan ironisnya, institusi bentukan program pemberdayaan yang barn sexing diperhadapkan dengan institusi-institusi lokal secara antagonistis. Sehingga, apatisme masyarakat terhadap program pemberdayaan semakin berkembang dan menimbulkan resistensi sosial yang berdampak pada penciptaan hambatan strategi terhadap keberhasilan program pemberdayaan.
Membangun kemandirian sosial ekonomi lokal dapat ditempuh melalui pembangunan lokal yang bertumpu pada pemberdayaan penduduk setempat berbasis komunitas. Pembangunan lokal, diartikan sebagai penumbuhan suatu lokalitas secara sosial-ekonomi dengan lebih mandiri, berdasarkan potensi-potensi yang dimilikinya, baik sumber daya manusia, sistem sosial, sumber daya alam dan infrastruktur. Hal ini harus dilakukan pada skala yang kecil (skala komunitas), dengan mengorganisasi serta mentransformasi sumber-sumber dan potensi menjadi penggerak bagi pembangunan lokal.
Pemberdayaan-komunitas-nelayan-tersebut-bertujuan pada perubahan perilaku yaitu pengetahuan, sikap dan ketrampilan di kalangan komunitas nelayan agar mereka tahu, mau dan mampu melaksanakan perubahan-perubahan dalam pengelolaan wilayah pesisir demi tercapainya peningkatan produksi, pendapatan atau keuntungan dan perbaikan kesejahteraan komunitas nelayan.
Mengacu pada upaya tersebut, alternatif pemberdayaan berbasis lokalitas yang dapat ditempuh memiliki karateristik antara lain; (1) prakarsa 1 ide berasal dari komunitas setempat, (2) dimulai dengan pemecahan masalah ril komunitas, (3) sumber utama adalah rakyat dan sumber daya lokal, (4) kesalahan dapat diterima, (5) kelembagaan pendukung dibina dari bawah, (6) evaluasi dilakukan sendiri, (7) berkesinambungan dan berorientasi pada proses, (8) kepemimpinan bersifat kuat, (9) fokus manajemen adalah kelangsungan dan berfungsinya sistem kelembagaan. Strategi pembnerdayaan alternatif yang diusulkan mengacu pada pemberdayaan dengan berbasis pada ko-manajamen."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T21515
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Pius Sugeng Prasetyo
"ABSTRAK
Kebijakan dalam menangani masalah pemukiman kumuh menunjukkan adanya kecenderungan yang mengarah pada usaha untuk menyingkirkan pemukiman beserta penghuninya dari kawasan yang menjadi tempat bernmukimnya. Kebijakan pemerintah yang demikian ini dilatarbelakangi oleh kepentingan bahwa kawasan perkotaan sedapat mungkin harus bersih dari keberadaan pemukiman yang kumuh (slum area). Di lain pihak, masyarakat dengan keterbatasan yang dimilikinya mempunyai kepentingan untuk memperoleh lahan yang dapat digunakan untuk bermukim. Perbedaan kepentingan ini sering menimbulkan konflik antara pemerintah dengan masyarakat . Suatu hal yang jarang dipertimbangkan oleh para pembuat kebijakan, bahwa penataan atau pengelolaan suatu kawasan pemukiman. yang kumuh dapat dilakukan tanpa harus menggusur para pemukim yang menempati kawasan tersebut. Hal ini ingin menegaskan bahwa masyarakat yang bermukim di pemukiman kumuh perlu diberi suatu kesempatan untuk menunjukkan kemampuan yang dimilikinya dalam mengelola permkimannya. Dengan demikian kebijakan yang dibuat sebaikaya mengarah pada suatu pemberdayaan (empowerment) masyarakat, sehingga masyarakat mempunyai kesempatan untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya.
Penelitian ini menunjukkan bahwa adanya prakarsa serta partisipasi yang muncul dari masyarakat pemukim, temyata mampu mengelola kawasan pemukimau yang semula merupakan pemukiman yang kumuh menjadi suatu pemukiman yang layak untuk dihuni. Pengelolaan yang dilakukan tersebut didasarkan pada suatu konsep yang muncul dari masyarakat itu sendiri yang dikenal dengan nama Konsep Tri Bina yang mencakup Bina Manusia, Bina Usaha, dan Bina Lingkungan.
Berbagai upaya yang dilakukan oleh masyarakat pemukim yang didasarkan pada konsep tersebut, ternyata dapat mengintegrasikan antara kepentingan pemerintah di satu pihak dengan kepentingan masyarakat pemukim itu sendiri di lain pihak. Tentu saja upaya-upaya yang dilakukan oleh masyarakat tersebut tidak dapat lepas dari peran serta tokoh-tokoh masyarakat serta kelompok kelompok yang ada diluar pemukiman tersebut. Oleh karena itu pemerintah perlu mempertimbangkan untuk memberikan kesempatan bagi individu atau kelompok seperti misalnya Lembaga Swadaya Masyarakat ikut serta dalam menangani masalah munculaya pemukiman kumuh tersebut.
Berdasarkan kasus yang diambil dari kawasan pemukiman di Daerah Aliran Sungai Code Kotamadya Yogyakarta maka hal ini dapatlah dijadikan suatu usulan model percontohan, mengingat pemerintah juga masih mempunyai keterbatasan dalam menyediakan fasilitas pemukiman yang mudah dijangkau oleh masyarakat yang berada pada lapisan bawah."
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Ru`yat
"Di awal diberlakukannya UU Nomor 22 Tahun 1999 yang mengatur perubahan status desa menjadi kelurahan, faktual di lapangan menimbulkan resistensi di kalangan para kepala desa. Hal tersebut disebabkan adanya kekhawatiran dari para kepala desa terhadap masa jabatan yang harus berakhir dan persyaratan status PNS untuk para kepala kelurahan.
Peraturan Daerah (Perda) pada dasamya adalah aktualitas dari kebijakan publik. Sebagai sarana administrasi bagi berjalannya fungsi-fungsi publik, Perda seyogyanya berfungsi sebagai jawaban dari berbagai masalah publik. Sehingga keberadaannya akan mengikat dan berpengaruh terhadap masyarakat. Hanya saja, sejauhmana perda dapat memenuhi fungsi-fungsi itu merupakan hal yang penting untuk diketahui.
Penelitian ini mengupayakan kajian Persepsi Para Lurah Terhadap Implementasi Kebijakan Kota Bogor Dalam Mengkonversi Desa Menjadi Kelurahan. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan persepsi para Iurah mengenai efektifitas dan dampak pelaksanaan peraturan daerah No. 9 Tabun 2001 tentang Pembentukan, Pemecahan, Penggabungan dan Penghapusan Kelurahan di Kota Bogor.
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif, studi kasus dan ex post facto. Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui kuesioner, sedangkan data sekunder diperoleh melalui penelusuran berbagai kepustakaan dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan dengan menggunakan analisis deskriptif secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prioritas langkah yang paling efektif di dalam pelaksanaan peraturan daerah adalah penanganan perubahan kelembagaan (administrasi) dan meningkatkan sosialisasi peraturan daerah. Dampak yang sangat signifikan di dalam pelaksanaan peraturan daerah ini adalah berjalannya pembangunan fisik dan sosial serta adanya peningkatan pelayanan masyarakat. Peran DPRD yang sangat efektif di dalam sosialisasi peraturan daerah adalah bahwa anggota DPRD harus mengetahui peraturan daerah, berkomunikasi dan bertukar informasi dengan para lurah sebagai pelaksana kebijakan.
Peningkatan kinerja aparatur pemerintahan (good government) dan tata pemerintahan yang baik (good governance), merupakan prasyarat utama di dalam keberhasilan pelaksanaan peraturan daerah. Dengan hat tersebut, perlu adanya peningkatan komunikasi yang baik antara Pemerintah Kota dengan aparat di tingkat kelurahan.
Penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan kepada Pemerintah Daerah, DPRD, Masyarakat dan Partai Politik (khususnya di wilayah Kota Bogor) dalarn upaya mereposisi peranan dan fungsinya di dalam proses pembuatan peraturan daerah ke arah yang optimal.

In the beginning of the implementation of UU No. 2211999 which convert the status of desa to kelurahan, there was some resistances among Kepala Desa (Head of Desa). Those resistances was caused by the uncertainties faced by Kepala Desa on their position and status. Under UU No. 2211999 there will be no more Kepala Desa and all must be converted to kelurahan headed by a government official (PNS).
Regional Acts (PERDA) are essentially reflection of public policy. As an administration tool for public services to function, PERDA should play a role as answer for various public problems such that PERDA has meaning and the benefits are felt by the people. How far PERDA has satisfied its basic objectives need to be investigated.
This research tried to investigate perception of Lurah on the implementation of Bogor municipality's policy in converting Desa to Kelurahan. This research is aimed at describing the perception of Lurah on affectivity and impact of the implementation PERDA No. 1912001 regulating establishment, breaking, merging, and alleviation of Kelurahan at Bogor.
The method used was descriptive, case study and ex post facto. Data consists of primary and secondary data. Primary data were collected using questioner and secondary data were collected from various references and documentations. Data were analyzed qualitatively using descriptive analysis.
The result shows that the most effective step in implementing a PERDA is managing the institutional change (Administration) and increasing the socialization of PERDA. The most significant impact in the implementation of this PERDA is the success of physical and social development and the improvement of public services. The role of DPRD (Regional Parliament) in socializing the PERDA is by making each parliament member. Understand every PERDA and communicate the PERDA with Lurah as executors of the PERDA.
The Improvement of performance of government officials (good government) and good governance are pre requisite for the implementation of a PERDA to be successful. For that reason, there is a need to increase the good communication between the executives of municipality with the officials at Kelurahan level.
This research is expected to be useful as inputs for regional government, DPRD, community and political parties especially those at Bogor municipality, in trying to reposition their role and function in the process of formulating an optimal PERDA.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13997
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Asyik Noor Hilmany
"Dalam tesis ini dibahas tanggapan anggota masyarakat terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan tentang Dewan Kelurahan di Kelurahan Tanah Sereal Kecamatan Tambora Kotamadya Jakarta Barat. Keberadaan Dewan Kelurahan dimaksudkan untuk membantu Lurah agar terciptanya penyelenggaraan Pemerintahan Kelurahan yang transparan, demokratis dan berorientasi pada kerukunan dan pemberdayaan masyarakat serta peningkatan pelayanan masyarakat. Berdasarkan pendapat para ahli faktor-faktor yang berpengaruh dalam Implementasi kebijakan antara lain faktor komunikasi, faktor sumber daya, faktor sikap pelaksana, dan faktor struktur organisasi. Penelitian ini menggunakan kerangka tersebut.
Jenis penelitian ini adalah survey yang menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan secara kualitatif. Populasi penelitian ini adalah seluruh anggota organisasi/lembaga kemasyarakatan di Kelurahan Tanah Sereal Kecamatan Tambora yaitu sebanyak 210 orang terdiri dari Dewan Kelurahan, Rukun Warga, Rukun Tetangga, Perangkat Pemerintah Kelurahan, dan LSM. Sampel sebanyak 42 orang yang diambil dengan cara stratified random sampling. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner, pedoman wawancara, observasi dan telaah dokumen.
Hasil penelitian secara umum menunjukkan, bahwa implementasi kebijakan tentang Dewan Kelurahan Tanah Sereal Kecamatan Tambora Kotamadya Jakarta Barat belum berhasil baik. Terbukti dari persepsi (tanggapan) responden akan berbagai hal. Faktor komunikasi yang tidak efektif menurut persepsi 42 responden mendapat nilai 61%. Demikian pula faktor sumber daya secara kualitas kurang memadai menurut 42 responden mendapat nilai 62%, faktor sikap pelaksana secara kualitas kurang baik menurut 42 responden mendapat nilai 60%, faktor struktur birokrasi secara kualitas tidak baik menurut persepsi 42 responden mendapat nilai 60%.
Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan di atas, maka perlu upaya agar implementasi kebijakan tentang Dewan Kelurahan Tanah Sereal Kecamatan Tambora berhasil dengan baik. Oleh karena itu, perlu diperhatikan faktor komunikasi, faktor sumber daya, faktor sikap pelaksana, dan faktor struktur birokrasi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T11474
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>