Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 113586 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Penyesuaian (adaptasi) diri dalam suatu hubungan kerja tidak selamanya diterima oleh kelompok lain dalam suatu organisasi atau di tempat kerja. Adanya friksi dan konflik dalam proses penyesuaian diri sering terjadi dalam proses berorganisasi. Diperlukan faktor-faktor lainnya agar tercipta situasi yang harmonis."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Program bimbingan dan konseling berbasis nilai-nilai budaya dalam penelitian ini didasari pemikiran bahwa perubahan sosial budaya yang begitu cepat dan masif membuat peserta didik mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri. Ketidakmampuan menyesuaikan diri baik terhadap tuntutan sosial lingkungan budaya maupun pribadi menyebabkan mereka berperilaku amoral yang bertentangan dengan nilai dan norma sehingga mereka membutuhkan bimbingan dan konseling untuk menginternalisasikan nilai-nilai budaya sebagai pedoman dalam menyesuaikan diri. Layanan bimbingan dan konseling yang berakar pada budaya Indonesia, memerlukan sebuah konsep teoritik dan empirik yang mampu mengintegrasikan nilai-nilai budaya pada seluruh bahan dan proses layanan bimbingan dan konseling sehingga mampu mengakselerasi pertumbuhan moral peserta didik. Penelitian ini menggunakan pendekatan research and development. Hasil pengujian lapangan menunjukkan bahwa program bimbingan dan konseling berbasis nilai-nilai budaya efektif untuk meningkatkan penyesuaian diri peserta didik baik segi aspek maupun indikatornya. Program ini dapat diimplementasikan di sekolah-sekolah dalam upaya untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri peserta didik."
JURPEND 14:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Cox, Gill
Jakarta: Arcan, 1996
158.1 COX k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Renata Ratnasari
"Lima tahun pertama pernikahan merupakan periode yang membutuhkan penyesuaian diri.Dalam periode ini individu dan pasangan rentan mengalami konflik karena menghadapi berbagai perbedaan nilai, pandangan, persespi hingga kebiasaan. Kerentanan terhadap konflik berkontribusi menambah tekanan yang dialami oleh individu dalam menyesuaikan diri terhadap kehidupan pernikahan. Dalam periode penyesuaian ini, salah satu faktor protektif individu dalam menghadapi tekanan, yaitu mindfulness. Salah satu mekanisme yang menjembatani hubungan antara mindfulness dan penyesuaian pernikahan diduga melalui penerapan strategi konflik baik secara konstruktif maupun destruktif. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah strategi konflik konstruktif maupun destruktif memediasi hubungan antara mindfulness trait dengan penyesuaian pernikahan. Partisipan penelitian berjumlah 150 orang (74% perempuan; M = 27,49, SD = 2,4). Penyesuaian pernikahan diukur melalui DAS, mindfulness diukur menggunakan MAAS, dan strategi konflik diukur melalui RPCS. Melalui analisis mediasi, ditemukan adanya hubungan mediasi antara mindfulness dan penyesuaian pernikahan secara penuh melalui strategi konflik konstruktif (a1b = 0,334; SE = 0,148; 95%; CI [0,06 , 0,65]) dan strategi konflik destruktif (a2b = 0,137; SE = 0,07; 95%; CI [0,03 , 0,30]). Hal ini menunjukkan  peran strategi konflik berbasis mindfulness khususnya, berkolaborasi dalam pemecahan masalah bersama pasangan dan penurunan reaktivitas emosi, berperan penting terhadap penyesuaian pernikahan di lima tahun pertama.  

The first-five years of marriage is a period that requires adjustment. In this period, individuals and spouse more likely to argue during this time because of differences  values, opinions, perceptions, and habits. The vulnerability of conflict increased the pressure on individuals attempting to adjust to married life. During the adjustment period with the spouse, one of the individual protective factors in dealing with pressure is mindfulness. One of the mechanisms bridging the relationship between mindfulness and marital adjustment is postulated to be through the application of conflict strategies both constructively and destructively. This study aims to see whether constructive or destructive conflict strategies mediate the relationship between the mindfulness and marital adjustment. There were 150 study participants (74% female; M = 27,49, SD = 2,4). Marital adjustment was measured through DAS, mindfulness was measured using MAAS, and conflict strategies were measured through RPCS. Through mediation analysis, it was found that there was a mediation relationship through a constructive conflict strategy (a1b1 = 0,334; SE = 0,148; 95%; CI [0,06 , 0,65]) and destructive conflict strategy (a2b2 = 0,137; SE = 0,07; 95%; CI [0,03 , 0,30]). This shows that the role of mindfulness-based conflict strategies, particularly collaboration in solving problems with the spouse and the decreasing emotional reactivity, play an important role in the marriage adjustment in the first five-years."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aat Nurlela
"Transisi dan penyesuaian dari SMA ke Perguruan Tinggi (PT) merupakan proses yang cukup sulit dan menantang bagi hampir semua orang di tahun pertama kuliah. Dalam masa adaptasinya, tantangan yang dihadapi mahasiswa di tahun pertama memiliki kemungkinan potensi risiko kesehatan mental yang buruk, seperti kesepian, kurangnya aktivitas sosial, dan merasa harga diri yang rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara penyesuaian diri di perguruan tinggi dan distres psikologis pada mahasiswa baru di Indonesia. Partisipan pada penelitian ini adalah mahasiswa semester satu program sarjana di perguruan tinggi di Indonesia yang berusia 18-21 tahun (N = 137). Alat ukur yang digunakan untuk mengukur penyesuaian diri adalah College Adaptation Questionnaire (CAQ) dari O’Donnell (2018) dan Hopkins Symptom Checklist-25 (HSCL-25) untuk mengukur distres psikologis yang telah diadaptasi oleh Turnip dan Hauff (2007). Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan negatif yang signifikan antara penyesuaian diri dan distres psikologis (r=-0.311, p<0.01). Artinya, semakin tinggi penyesuaian diri di perguruan tinggi, maka semakin rendah distres psikologis pada mahasiswa baru dan begitupun sebaliknya. Hasil penelitian, diharapkan menjadi bahan rujukan bagi perguruan tinggi dalam upaya pembuatan kebijakan preventif untuk mencegah meningkatnya distres psikologis pada mahasiswa baru.

Transitioning from high school to university is challenging for most individuals in their first year of college. During this period of adaptation, first-year students face challenges that potentially risk their mental health, manifesting as feelings of loneliness, a lack of social activities, and low self-esteem. This study explored the relationship between college adjustment and psychological distress among Indonesian first-year students. The participants were first-semester undergraduate students at universities in Indonesia, aged between 18-21 years old (N = 137). The College Adaptation Questionnaire (CAQ) from O’Donnell (2018) was used to measure college adjustment, while the Hopkins Symptom Checklist-25 (HSCL-25), adapted by Turnip and Hauff (2007), was used to measure psychological distress. The results showed a significant negative relationship between college-adjustment and psychological distress (r = -0.311, p <0.01). suggesting that the higher the levels of college adjustment, the lower the psychological distress in new students and vice versa. The study results are expected to reference universities' preventive policy-making efforts to prevent increased psychological distress in first-year undergraduate students."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ekawarna
Jakarta: Bumi Aksara, 2018
155.904 2 EKA m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Atiyatun Homisah
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S2908
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aida Argaputri
"ABSTRAK
Self-confidence adalah keyakinan terhadap diri Sena kemampuan yang
dimiliki (Websters Dictionary, 1996). Gejala tidak percaya diri pada anak erat
kaitannya dengan persepsi anak terhadap konsep dirinya (Surya, 2007). Orangtua
yang mcmpersepsikan anaknya sebagai ?segalanya buruk?dapat menciptakan
konsep diri yang menekankan pada anak bahwa anak kurang diterima, buruk, dan
tindakannya tidak disetujui oleh orangtuanya (Frankel-Bnmswilk, dalam Burns,
1993).
Cognilfve-Behavior Therapy (CBT) adalah sebuah istiiah yang digunakan
untuk menjelaskan bentuk innervensi yang bersifat psikoterapeutik dan bertujuan
untuk mengurangi distress psikologis dan perilaku maladaptifdengan cara
mengganti proses kognitif (Kaplan et al., dalam Stallard, 2002). Program CBT
pada dasamya didasari oleh pemyataan bahwa keyakinan negatifmengenai hidup
dan seseorang adalah hasil dari se%taIk negatif yang berujung pada perasaan
negatif mengenai diri sendiri, sebf-esteem rendah, dan kepada perilaku yang
bersifat menghambat individu mencapai hasil yang diinginkan (Bumett, 1996).
Intervensi cognizive behavioral dinilai paling sukses mcningkatkan harga diri dan
konsep diri. Program diasosiasikan dengan peningkatan positive seMta1k dan CBT
dihubungkan dengan pengurangan negative se%talk (Bumett, Craven, dan Marsh,
1999).
Program CBT dalam tugas akhir ini bertujuan untuk meningkatkan
kepercayaan diri sorang anak berusia 9 tahun dengan tingkat kecerdasan rata-rata.
Ia merasa kurang percaya diri menjawab pertanyaan guru atau orangtua saat
belajar. Ia takut menjawab dengan salah. Sctelah intervcnsi, anak mampu
menyadari kcsalahan berpikimya, menjadi lebih percaya diri di sekolah. Di sisi
lain, sikap ayah yang marah saat anak melakukan kesalahan membuat anak sulit
menunjukkau perubahan positif di mmah. Anakjuga sangat memperhatikan
cvaluasi dari teman scbayanya.

ABSTRACT
Self-confidence is faith about oneself and one?s own ability (Webster?s
Dictionary, 1996). Lack of confidence of symptom in a child is tight with the
child?s perception of his/her self-concept (Surya, 2007). Parents, who perceive
their child as ?all bad", create a self-concept that emphasize the child that he/she
is less accepted, bad, and does not have any approval of his action from the parent
(Frenkel-Brunswilk, in Bums, 1993).
Cognitive-Behavior Therapy (CBT) is an intervention that aims to
psychological distress and maladaptive behavior by altering cognitive processes
(Kaplan et al., in Stallard, 2002). CBT program is based on the notion that
negative beliefs about life and oneself is the result of negative self-talk which
leads to negative feelings about oneself; low self-esteem, and self-defeating
behavior (Bumett, 1996). Cognitive behavioral based interventions were the most
successful enhancers of self-esteem and self-concepts. 'I'he program was
associated with an increase in positive self-talk and CBT was linked to a decrease
in negative self-talk (Bumett, Craven, and Marsh, 1999).
CBT?s program on this final assignment was aimed to improve the self-
conlidence ofa nine year old girl with an average intelligence. She feels little of
confidence in answering the teacher?s or pa1°ent's questions. She was afraid that
she might give a wrong answer. As the result ofthe intervention, the child now is
aware of her faulty think and become more confident in school. On the other side,
her father-'s attitude that always become angry whenever she gives a wrong
answer make her more difficult to show some improvement at home setting. The
child also pays much of attention on her peer?s evaluation.
"
2007
T34197
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mara Imbang. S, Hasiolan
"ABSTRAK
Dukungan emosional keluarga berupa perhatian, kepercayaan, empati dan kepedulian pada remaja, bisa membuat remaja merasa diperhatikan, dicintai, nyaman, dan dihargai. Dampaknya terhadap pembentukan harga diri remaja yaitu pendirian yang kuat, sikap optimis, dan percaya diri. Tujuan penelitian untuk mengidentifikasi efek dukungan emosional keluarga pada harga diri remaja. Desain penelitian korelasi dengan potong lintang. Sampel penelitian 31 responden, dengan analisis uji Spearman Rank. Hasil penelitian menunjukkan terdapat efek dukungan emosional keluarga pada harga diri remaja (p= 0,002). Rekomendasi penelitian ini diharapkan remaja tetap mempertahankan hubungan dengan keluarga dan kualitas harga diri."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2015
610 UI-JKI 18:2 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Marthanya
"ABSTRAK
Keluarga merupakan setting yang penting bagi perkembangan remaja.
Pada masa sekarang struktur keluarga dapat berubah, salah satunya yang
semakin berkembang dewasa ini adalah keluarga tiri. Keluarga tiri dapat terjadi
akibat meninggalnya salah satu dari pasangan yang menikah atau akibat
perceraian. Di dalam penelitian ini, peneliti memilih untuk memfokuskan pada
bentuk keluarga tiri yang terjadi akibat meninggalnya pasangan hidup.
Keluarga tiri berbeda baik secara struktur maupun emosional.
Terbentuknya keluarga tiri seringkali berarti suatu keluarga harus menerima
kehadiran seseorang yang asing ke dalam keluarga. Hal ini kemungkinan
menghasilkan tuntutan bagi anggota keluarga untuk menyesuaikan diri, terutama
untuk anak, sebab masalah terbesar di dalam remarriage menyangkut soal anak.
Anak akan sulit menyesuaikan diri dengan orangtua tiri, terutama dengan ibu tiri,
dan apabila ia berada di dalam usia remaja. Remaja putri dikatakan lebih sulit
menyesuaikan diri dengan ibu tiri dibandingkan dengan remaja
putra.Berdasarkan penjelasan di atas maka penelitian ini ditujukan untuk
mendapatkan gambaran mengenai penyesuaian diri remaja putri di dalam
keluarga dengan ibu tiri.
Pada penelitian ini digunakan teori dari Greenblat et al. (dalam Feldman,
1989) untuk mengetahui tahap berduka yang dialami remaja putri akibat
kematian ibu kandung. Untuk mengevaluasi masalah-masalah yang umum terjadi
di dalam keluarga tiri digunakan teori dari Zanden (1993). Penyesuaian diri
menggunakan teori dari Lazarus (1976), Holander (1981), Rathus dan Nevid
(1983), dan Atwater (1983) serta teori mengenai karakteristik penyesuaian diri
yang baik dari Haber dan Runyon (1984).
Metode penelitian yang digunakan menggunakan pendekatan kualitatif
dengan penggunaan studi kasus terhadap tiga orang responden.Untuk menggali
informasi sedalam-dalamnya digunakan wawancara mendalam. Data yang
diperoleh kemudian diolah dan dianalisis satu per satu. Analisis data terutama
mengacu pada lima kriteria penyesuaian diri dari Haber dan Runyon (1984), yaitu
memiliki persepsi yang akurat terhadap realitas, mampu mengatasi stres dan kecemasan, memiliki citra diri yang positif, mampu mengekspresikan emosi
secara wajar, dan memiliki hubungan interpersonal yang baik.
Di dalam menyesuaikan diri dengan ibu tiri, keseluruh responden
memiliki setidaknya tiga dari lima masalah yang dikemukakan oleh Zanden.
Responden 1 melakukan penyesuaian diri yang aktif dan responden 2 dan 3
cenderung menggunakan penyesuaian diri yang pasif.
Dari analisis penyesuaian diri berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh
Haber dan Runyon (1984) berhasil diketahui bahwa hanya responden 1
melakukan penyesuaian diri yang baik karena telah memenuhi keseluruh kriteria.
Responden 2 belum melakukan penyesuaian diri yang baik karena tidak
memenuhi syarat yang ditetapkan. Hal ini mungkin disebabkan penyesuaian diri
yang dilakukan masih berada di dalam proses. Responden 3 hingga kini belum
melakukan penyesuaian diri yang baik karena ia hanya memenuhi dua kriteria
pertama. Hal ini mungkin dapat disebabkan kurang baiknya interaksi yang
berlangsung di dalam keluarga."
2002
S3156
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>