Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 184736 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Every Nanda,a uthor
"Layanan adalah suatu kegiatan yang berimplikasi pada kepuasan bagi orang atau kelompok yang menikmati layanan tersebut. Pemeriksa Paten sebagai bagian dari pemberi layanan pada Direktorat Paten Ditjen HKI berkewajiban untuk memberi layanan terbaik kepada pelanggan, dalam hal ini adalah pemohon paten.
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur dan mengetahui kualitas layanan Pemeriksa Paten pada Direktorat Paten Ditjen HKI dan menganalisis prioritas utama dalam memperbaiki kualitas layanan Pemeriksa Paten.
Pengukuran kualitas layanan pada penelitian ini menggunakan metode SERVQUAL, dengan lima dimensi penting, yaitu: Reliability, Assurance, Tangibles, Responsiveness, dan Empathy, dengan membentuk tiga variabel yaitu persepsi pelanggan, harapan pelanggan, dan tingkat kepentingan pelanggan.
Hasil penilitian menunjukkan bahwa kualitas layanan Pemeriksa Paten saat ini belum memuaskan pelanggan. Hal ini di tandai dengan skor rata-rata untuk semua dimensi masih berada dibawah nol atau bertanda negatif, ini artinya nilai persepsi pelanggan lebih kecil dari pada harapan pelanggan. Dengan kata lain kinerja Pemeriksa Paten lebih rendah dari pada apa yang diharapkan oleh pelanggan dalam hal ini para inventor dan atau konsultan HKI.
Sementara itu tingkat kepuasan pelanggan terhadap kinerja Pemeriksa Paten untuk semua dimensi masih berada dibawah tingkat kepuasan pelanggan. Ini berarti, perbandingan antara kinerja Pemeriksa Paten dengan harapan pelanggan belum sebanding, dimana kinerja Pemeriksa Paten atau persepsi pelanggan lebih kecil dari pada harapan pelanggan.

Service is an activity having implication to satisfaction for people or organization enjoying the Service. Patent Examiners as part of Service provider at Directorate Patent of Directorate General of Intellectual Property Rights obliged to give the best Service to customers. In this case is patent aplicant or patent attomey.
The aim of this research is to measure and knows Service quality of Patent Examiners at Directorate Patent of Directorate General Intellectual Property Rights and analyses main priority to improve Service quality of Patent Examiners.
Measurement of Service quality at this research applies SERVQUAL Model and it contains of the 5 dimension that is: Reliability, Assurance, Tangibles, Responsiveness, and Empathy, by forming three variables such as customers perception, customers expectation and level of customers importance.
Result of this research indicates that the existing Service quality of Patent Examiners has not gratified customers. This thing marked by mean score for all dimension stays under null or having sign negativity, this mean that perception values of customers are smaller than customers expectation. Equally Patent Examiners performance are lower than at what expected by customers in this case the inventor and or patent attomey.
Meanwhile level of customers satisfaction to patent examiners performance for all dimension still residing in under level of customers satisfaction. This mean that comparison between Patent Examiners performance on the chance of customers has not proportional, where Patent Examiners performance or perception of customers are smaller than customers expectation.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T26830
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Razilu
"Produktivitas pegawai yang tinggi dan berkualitas adalah harapan setiap organisasi, termasuk Direktorat Paten Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Akan tetapi, untuk mencapainya bukanlah merupakan hal yang mudah, sebab dipengaruhi oleh berbagai variabel. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara pelatihan, motivasi kerja, dan iklim organisasi dengan produktivitas Pemeriksa Paten dalam bidang pemeriksaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa:
(1) terdapat hubungan yang kuat dan positif serta signifikan antara pelatihan dengan produktivitas Pemeriksa Paten di bidang pemeriksaan,
(2) terdapat hubungan yang sedang dan positif serta signifikan antara motivasi kerja dengan produktivitas Pemeriksa Paten di bidang pemeriksaan, dan (3) terdapat hubungan yang sedang dan positif serta signifikan antara iklim organisasi dengan produktivitas Pemeriksa Paten di bidang pemeriksaan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat dan positif serta signifikan antara pelatihan, motivasi kerja, dan iklim organisasi secara bersama-sama dengan produktivitas kerja Pemeriksa Paten. Dengan demikian, bila peran pelatihan, motivasi kerja dan iklim organisasi terhadap produktivitas kerja Pemeriksa Paten dibidang pemeriksaan hendak dipertahankan bahkan ditingkatkan, maka Direktorat Paten perlu melakukan pelatihan berjenjang dengan kurikulum yang berpedoman pada program pelatihan Kantor-kantor Paten negara maju, melaksankan secara konsisten dan berimbang sistem reward dan punishment serta adanya kejelasan tugas dan tanggung jawab antara Pemeriksa Paten sebagai pejabat fungsional dan Kepala Sub Direktorat Pemeriksaan sebagai pejabat struktural.

A high and in a good quality of staffs’ productivity is an expectation of any organization, including the Directorate of Patents, Directorate General of Intellectual Property. However, it is not easy to achieve this expectation. It is influenced by some variables. An objective of this study is to get to know whether or not there is a link between trainings, working motivation and organization climate to Patent Examiners' productivity in substantive examination field. The result of this study shows that: (1) there is a strong and positive, as well as significant link between training and Patent Examiners’ productivity in substantive examination field, (2) there is a middle and positive, as well as significant link between working motivation and the Patent Examiners’ productivity in substantive examination field, and (3) there is a middle and positive as well as significant link between organization climate and Patent Examiners' productivity in substantive examination field. The result of this study also shows that there is a strong and positive as well as significant link between training, working motivation, and organization climate jointly and Patent Examiners’ productivity. Therefore, if the contributions of training, working motivation, and organization climate are needed to be retatned, or even improved, the Directorate of Patents will heedlo have a grading training with a curriculum that is guided to training programs in Patent Offices of developed countries, consistently provided and with a balance reward and punishment system, as well as a clear job description and responsibility between a Patent Examiner as a functional officer and a Head of Sub Directorate of Examination as a structural officer.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T26837
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ita Yukimartati
"Latar belakang penelitian ini adalah adanya persoalan mendasar menyangkut upaya peningkatan kualitas pelayanan pada Direktorat Paten. Dengan menggunakan konsep Service Quality, serta menganalisis tingkat kesesuaian antara tingkat harapan penerima layanan dengan kinerja yang telah dicapai oleh Direktorat Paten.
Peneliti mengajukan dua pertanyaan penelitian, yaitu pertama, bagaimana kualitas pelayanan jasa paten ditinjau dari dimensi tangibles, reliability, responsiveness, assurance dan empathy. Kedua, bagaimana posisi masing-masing dimensi kualitas pelayanan tersebut dalam diagram kartesius.
Penelitian menggunakan disain penelitian deskriptif. Populasi penelitian terdiri 50 perusahaan terdiri dari konsultan paten, Klinik HKI Perguruan tinggi, Badan Penelitian dan Pengembangan. Sumber data penelitian adalah data ordinal dengan menggunakan skala Likert (gradasi penilaian 1 sampai dengan 5). Metode pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner dan data dianalisis dengan menggunakan SPSS 10. Berdasarkan hasil analisis hasil penelitian dengan teknik analisis deskriptif dan kuantitatif diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 46,40 % penerima layanan menilai kinerja Direktorat Paten sudah baik dan sisanya 53,60 % menilai belum baik. Hal ini berarti bahwa kualitas pelayanan secara keseluruhan dinilai masih kurang baik atau kurang memuaskan.
Penerima layanan menyatakan bahwa terdapat 7 (tujuh) atribut pelayanan paten yang perlu mendapat prioritas utama untuk segera diperbaiki kinerjanya. Ketujuh atribut tersebut adalah :
- Kelengkapan yaitu kelengkapan peralatan kantor yang menunjang pelayanan,
- Media yang berkaitan dengan pelayanan paten seperti formulir, brosur, buku petunjuk cukup mudah didapat/tersedia,
- Keandalan pegawai dalam memberikan informasi yang jelas dan mudah dimengerti,
- Ketepatan waktu pelayanan yang dijanjikan,
- Pegawai mampu melakukan komunikasi yang efektif,
- Pegawai cukup berpengetahuan dan trampil dalam menjawab pertanyaan masalah pelayanan, dan
- Pegawai yang menunjukkan keluwesan sikap dan profesionalitas dalam mengakomodir kemauan Bapak/lbu/Saudara.
Direktorat Paten lebih mengutamakan perbaikan pada atribut yang dianggap penting atau kritis oleh penerima layanan, yaitu perbaikan dan penambahan sarana kelengkapan peralatan kantor yang menunjang pelayanan, meningkatkan media yang berkaitan dengan pelayanan paten, meningkatkan keandalan pegawai dalam memberikan info yang jelas dan mudah dimengerti, mempercepat pelayan, mengikutsertakan pegawai dalam pelatihan mengenai pelayanan sehingga perilaku pelayanannya bertambah baik dan menyederhanakan sistem dan prosedur kerja yang sesuai."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12446
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Mohammad Ridhwan
"Organisasi privat ataupun publik pada dasarnya dapat dipandang seperti mahluk hidup (organisme) yang eksistensinya sangat ditentukan oleh kemampuannya untuk mengadaptasi berbagai keterbatasan sumber daya dan gerak perubahan lingkungan hidupnya. Dalam konteks seperti ini, maka sesungguhnya semua organisasi dituntut untuk senantiasa belajar dengan melakukan perubahan, disadari atau tidak dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Sehubungan dengan masalah eksistensi tersebut di atas maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tingkat pembelajaran organisasi di lingkungan Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, terutama pada Direktorat Paten Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Departemen Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia.
Didalam tesis peneliti membuat desain model penelitian organisasi pembelajar yang mengacu pada konsep model organisasi pembelajar yang terkait dalam satu sistem dengan menyatukan lima subsistem yaitu: pembelajaran, manusia, organisasi, pengetahuan, dan teknologi.
Sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah jenis metode deskriptif dengan istnunen untuk mengukur lima subsistem tersebut di atas menggunakan kuesioner learning organization profile (LOP) dalam skala likert, dan pengambilan sampel responden berjumlah 96 dari 115 calon responden dengan cara sensus terhadap semua populasi di Direktorat Paten.
Dari hasil penelitian ini, dapat diketahui bahwa penerapan organisasi pembelajar pada Direktorat Paten, pertama masih sejauh diterapkan pada sebagian kecil sebanyak 30,875 %; kedua masih sejauh diterapkan pada bagian-bagian tertentu sebanyak 24,4583 %; sedangkan ketiga belum diterapkan sebanyak 19,25 %.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, secara umum dapat disimpulkan bahwa tingkat penerapan konsep organisasi pembelajar di Direktorat Paten masih rendah, dan masih terdapat perbedaan maupun kesenjangan antara hasil yang didapat dengan hasil yang diinginkan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12440
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sembiring, Abdi Saputra
"Penelitian ini berfokus pada kompetensi Pemeriksa Paten dan Pemeriksa Merek. Pengidentifikasian kompetensi dilakukan dengan menilai kesenjangan antara kemampuan aktual dan ideal pemeriksa. Dari hasil penilaian tersebut dibuat peta kompetensi. Analisa pemetaan kompetensi dilakukan dengan pengelompokan kompetensi dengan mengacu pada management competencies clock yang dikemukakan oleh Kolb. Tingkat penguasaan kompetensi digolongkan menjadi kategori Introductory, Exploratory, Comfort dan Mastery. Penilaian kebutuhan pelatihan dilakukan menurut Mc Cann berdasarkan kompetensi aktual dan kompetensi ideal.
Kajian kompetensi dilakukan pada Pemeriksa Paten dan Pemeriksa Merck berpangkat Madya, Muda dan Pratama dengan penelitian sensus_ Sifat instrumen yang digunakan adalah self appraisal yang berarti responden diminta untuk menilai sendiri derajat profisiensi atau kemampuan {kompetensi} dalam melakukan sesuatu pekerjaan seperti dinyatakan dalam item pernyataan pada kuesioner yaitu tingkat penting, kemampuan aktual dan kemampuan idealnya. Bentuk pemyataan yang dimintakan penilaiannnya kepada responden berupa pemyataan verbal dan nilai yang disediakan berupa skala menggunakan skala interval (Skala Likert). Penelitian lapangan untuk menganalisa data sumber daya manusia menggunakan teknik kuantitatif berupa distribusi frekuensi dan untuk memetakan kompetensi digunakan teknik kuantitatif berupa uji beda berpasangan.
Hasil penelitian menunjukkan kompetensi aktual Pemeriksa Paten Madya dan Muda masuk pada kategori comport akan tetapi ada 1 (satu) item kompetensi yang masuk pada kategori exploratory, sedangkan untuk Pemeriksa Paten Pratama ada 2 (dua) item kompetensi yang masuk pada kategori exploratory. Untuk kompetensi aktual Pemeriksa Merek pada umumnya juga masuk pada kategori comport akan tetapi ada 2 (dim) item kompetensi yang masuk pada kategori exploratory yaitu pada Pemeriksa Paten Madya ada 2 (dua) item kompetensi yang masuk pada kategori exploratory.
Pemeriksa Paten dan Pemeriksa Merek berpangkat Madya, Muda dan Pratama secara umum masuk kategori membutuhkan pelatihan tetapi tidak mendesak dan kategori cukup pelatihan.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa diperlukan perencanaan pelatihan sebagai kebutuhan dalam jangka menengah sampai jangka panjang untuk kompetensi secara umum kecuali untuk kompetensi yang nilainya di bawah 5 sebaiknya segera mengadakan pelatihan.

This study is focus on The Patent Examiners' and Trade Mark Examiners' competencies in The Directorate General Intellectual Property Rights Department of Law And Human Rights of Republic of Indonesia.
Identification of the competence is conducted by assessing the gap between the Examiners' actual and ideal abilities. From such an assessment, competence map is made_ analyzing the competence mapping is conducted by classifying various competences by referring to management competence clock expressed by Kolb. The level of competence is classified into Introductory, Exploratory, Comfort and Mastery categories. Training needs assessment is also conducted according to Mc Cann base on actual competence and ideal competence.
The competence study was conducted on patent Examiners' and Trade Mark Examiners' having Madya, Muda dan Pratama degree by census research method. Charateristic of instrument used is the competence in implementing a work as well as stated in statement item on questionnaire that is important level, actual and ideal ability. Statement form which asked to the respondent in the form of verbal statement and the answer provided is the answer scale using interval scale (Likert Scale). Field research of analyzing data of human resources using quantitative technique is in the form of two tailed test .
The result shows that actual competence of Muda and Pratama Patent examiners' generally included in comfort category, however, there is I (one) item of competence included in exploratory category. For the Trade Mark Examiners' actual competence included in exploratory category. In Muda Patent examiners', there are 2 (two) competencies items include in exploratory.
For the needs of Patent Examiners' and Trade Mark Examiners? of Madya, Muda and Pratama level generally included in category need training but not urgent and included in training-complete category.
The results also show that training planning is needed as medium term to long term needs for general competence, but for competence which grade is below 5, immediately implement training."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20508
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Masnin
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bahwa variabel teknologi informasi dan kompetensi SDM mempunyai pengaruh terhadap kinerja pemeriksa paten dan pemeriksa merek pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI.
Dalam penelitian ini menggunakan pengukuran teori teknologi informasi dari Dharma Oetomo (2002), pengukuran teori kompetensi dari Spencer dan Spencer (1993), untuk pengukuran kinerja menggunakan teori dari Bernadin dan Russel (1993) dan menggunakan teori Payaman (2005). Metode yang digunakan adalah deskriptif analisis dengan responden sebanyak !11 orang. Data yang dikumpulkan melalui kuesioner dan dianalisis dengan menggunakan SPPS versi 18.0 windows.
Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa: variabel teknologi informasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja pemeriksa paten dan merek sebesar 73,4%; variabel kompetensi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja pemeriksa paten dan merek sebesar 67,5%; dan terdapat pengaruh yang signifikan antara teknologi informasi dan kompetensi terhadap kinerja pemeriksa paten dan merek sebesar 76,6%. Hal ini menunjukan bahwa variabel teknologi informasi dan kompetensi dapat memberikan kontribusi sebesar 76,6% terhadap kinerja sedangkan sisanya sebesar 23,3% merupakan pengaruh dari faktor-faktor lain.
Kesimpulan dari penelitian ini diketahui bahwa teknologi informasi dan kompetenst SDM baik sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama mempunyai pengaruk yang positif dan signifikan terhadap kinerja pemeriksa paten dan merek.

The research is conducted to know how far the influence of information technology and human resource competence to the performance of patent and trademark examiners of Directorate General of Intellectual Property Rights.
The research is utilizing the measurement of information technology theory from Dharma Oetomo (2002), the competence theory measurement from Spencer and Spencer (1993), to the performance measurement from Bernadin and Russel (1993), and theory trom Payaman (2005). The method that had been used is the descrptive anlytical accompanied with 111 samples. The data was collected through quesioners and the analysis was processed by SPSS 18.0 windows.
From the research result, it could be concluded that: information technology variable has the influence to the performance of patent and trademar examiners for 73,4%; and competence variable has the influence to the performance of patent and trademark examiners for 67,5%. From this research it could be concluded that information technology and competence factor may influence up to 76,6% to the performance of patent and trademark examiners and the other 23,3% is merely another factors.
This research concludes that information technology and human resource competence whether as an independent or a combination factors clearly has a significant contribution to the performance of patent and trademark examiners.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2010
T33512
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Syahdi Hadiyanto
"Penelitian ini berfokus pada kompetensi Pemeriksa Desain Industri dengan mengukur nilai kesenjangan kompetensi antara kemampuan aktual dan kemampuan ideal pemeriksa. Dari hasil penilaian tersebut dibuat suatu peta kompetensi dengan analisa pemetaan Model Generic Competence yang dikemukakan oleh Spencer & Spencer. Penguasan kompetensi digolongkan ke dalam tingkat Introductory, Exploratory, Comfort dan Mastery. Penilaian kebutuhan pelatihan yang di nilai dari kompetensi aktual dan kompetensi ideal dilakukan menurut Mc Cann.
Kajian kompetensi menggunakan instrumen self appraisal yang berarti responden diminta untuk menilai sendiri kemampuan kompetensinya dalam melaksanakan pekerjaan kedalam tingkat penting dan kemampuan idealnya yang terdapat dalam kuesioner, sementara untuk kemampuan aktualnya direpresentasikan ke dalam bentuk tes kemampuan yang berkenaan dengan bidang pekerjaan sebagai pemeriksa. Penelitian ini bersifat penelitian populasi dimana seluruh Pemeriksa Desain Industri dijadikan objek penelitian. Nilai yang disediakan dari pernyataan verbal responden menggunakan skala interval atau Skala Likert. Teknik kuantitatif berupa distribusi frekuensi digunakan dalam penganalisaan data dan untuk memetakan kompetensi digunakan teknik kuantitatif berupa uji beda berpasangan.
Hasil penelitian menunjukkan tingkat penguasaan kompetensi aktual Pemeriksa Desain Industri masuk dalam kategori comfort, yaitu dapat memahami dengan cukup sampai dengan baik terhadap item kompetensi serta sudah terbiasa melakukannya, tetapi mereka masih diliputi perasaan, yang kurang yakin untuk dapat melaksanakanya dengan efektif. Tetapi ada 3 (tiga) variabel kompetensi yang masuk pada kategori exploratory, yaitu kemampuan bahasa Inggris, kemampuan bahasa Indonesia baik lisan maupun tulisan, dan kemampuan berkomunikasi dengan pimpinan.

This research focused on competency of Industrial Design Examiner through calculated gap score between actual and ideal abilities. According to the resulted a competency map is made using Generic Competence Model of Spencer & Spencer, Competency is grouped into Introductory, Exploratory, Comfort and Mastery level. The need of training was examined by Mc. Cann about actual and ideal competency.
The examinalion competency is made by self appraisal inslrument, where respondents were rcquired to self-evaluate how their competency to handle important assignments comparing with ideal nature, as questionnaire report. Mcanwhile, their actual ability was checked by the proficiency test of examiners. This research is dealing with population, where the whole industrial design examiners were subjected in this research. The scores from respondents verbal statement was analyzed using Likert Scale. Quantitative technique that in form of distribution frequency was utilized in order to analyze data; yet, quantitative technique was coupled-gap examination to map competency.
This research results show that the actual examiners competency level was comfort, which meant adequate to understand competency items and got used with them. Besides, thcy havc feeling of less self-confident to deploy effectively. There were three competency levels grouped into exploratory variables, namely English proficiency, Indonesia language proficiency including oral and written, and communication with supervisor ability.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T26903
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
S8737
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marvel, Mercy
"Menghadapi pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada kondisi perekonomian dunia yang tidak pasti, maka tidak ada pilihan lain setiap organisasi harus dapat melakukan peningkatan kualitas sumber daya manusianya. Tujuannya adalah agar lingkungan organisasi dapat unggul dalam daya saing, baik di pasar domestik maupun pasar global. Masalah produktivitas sebenarnya merupakan salah satu fokus utama permasalahan sumber daya manusia karena di dalamnya sudah meliputi efisiensi, efektivitas, dan kualitas sesuai yang dihasilkan oleh manusia sebagai sumber yang berdaya.
Untuk pencapaian produktivitas kerja yang tinggi dan berkualitas, maka organisasi harus memiliki budaya organisasi dan kepemimpinan yang kuat punya daya respon yang tinggi terhadap kecenderungan perubahan global agar organisasi selalu tampil kompetitif. Sehubungan dengan hal tersebut penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara budaya organisasi dan kepemimpinan dengan produktivitas kerja pemeriksa paten pada Direktorat Paten.
Populasi penelitian adalah seluruh pemeriksa paten yang berjumlah 58 orang dan kelompok pimpinan yang berjumlah 5 orang, dengan teknik pengumpulan data primer melalui penyebaran kuesioner dalam bentuk angket berjumlah 55 sampel responden. Alat analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah program SPSS for Windows. Uji korelasi digunakan untuk mengetahui ada dan tidaknya hubungan antara variabel Y dan X.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh melalui analisis statistik, maka terdapat hubungan budaya organisasi dengan produktivitas kerja adalah positif dengan koefisien korelasi 0,408 dengan demikian kategori interpretasinya adalah tergolong sedang. Artinya terdapat hubungan antara variabel budaya organisasi dengan variabel produktivitas yang menunjukkan adanya korelasi yang tergolong sedang, positif dan signifikan antara kedua variabel sehingga menguatnya nilai-nilai budaya organisasi pada Direktorat Paten mempunyai pengaruh yang tergolong sedang terhadap peningkatan produktivitas kerja pemeriksa paten pada Direktorat Paten tersebut.
Hubungan variabel kepemimpinan dengan produktivitas kerja adalah positif dengan koefisien korelasi 0,373 dengan demikian kategori interpretasinya adaiah termasuk kategori rendah. Artinya terdapat hubungan antara variabel kepemimpinan dengan variabel produktivitas kerja pemeriksa paten yang menunjukkan adanya korelasi yang tergolong rendah, positif dan signifikan antara kedua variabel sehingga nilai-nilai kepemimpinan pada Direktorat Paten mempunyai pengaruh yang tergolong rendah terhadap peningkatan produktivitas kerja pemeriksa paten pada Direktorat Paten.
Hubungan budaya organisasi dan kepemimpinan secara bersama-sama dengan produktivitas kerja adalah positif dengan koefisien korelasi 0,409 dengan demikian kategori interpretasinya adalah tergolong sedang. Artinya terdapat hubungan antara variabel budaya organisasi dengan variabel produktivitas kerja yang menunjukkan adanya korelasi yang tergolong sedang, positif dan signifikan antara kedua variabel sehingga menguatnya nilai-nilai budaya organisasi dan nilai-nilai kepemimpinan pada Direktorat Paten mempunyai pengaruh yang tergolong sedang terhadap peningkatan produktivitas kerja pemeriksa paten pada Direktorat Paten tersebut.
Untuk budaya organisasi perlu memperhatikan inisiatif individu, kebersamaan, dukungan dari manajemen, pola komunikasi, budaya belajar, dan kontrol dari pimpinan, sehingga dapat mengujudkan suatu budaya organisasi Direktorat Paten yang kuat dan mampu meningkatkan produktivitas kerja pemeriksa paten.
Untuk kepemimpinan perlu memperhatikan gaya kepemimpinan yang memiliki kemampuan mengarahkan, kemampuan sebagai agen perubahan, kemampuan sebagai juru bicara, kemampuan membimbing, kemampuan memimpin, pengambitan keputusan, pemberian motivasi, dan cara berkomunikasi untuk mengujudkan nilai-nlai budaya organisasi dan kepemimpinan yang kuat sehingga mampu meningkatkan produktivitas pemeriksa paten.
Untuk produktivitas kerja perlu memperhatikan budaya organisasi dan kepemimpinan supaya dapat tercapai tindakan yang konstruktif, percaya diri, mempunyai rasa tanggung jawab, cinta terhadap pekerjaan, mempunyai pandangan ke depan, mampu menyelesaikan pekerjaan, dapat menyesuaikan diri, mempunyai kontribusi positif dan mempunyai potensi, dengan demikian akan terdapat hubungan yang sangat kuat antara budaya organisasi dan kepemimpinan dengan produktivitas kerja pemeriksa paten, sehingga dapat dicapai peningkatan produktivitas kerja pemeriksa paten."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12321
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>