Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 63482 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pramuditya Soewondo
"Pengembangan perumahan bagi masyarakat golongan ekonomi menengah ke bawah (termasuk rumah susun sederhana), umumnya tersingkir ke daerah pinggiran (sub-urban), karena lahan pada kawasan dengan aksesibilitas baik dan dekat dengan fasilitas (pusat kota) yang harga tinggi. Orientasi pengembangan di Jabodetabek sampai saat ini masih mengacu kepada keberadaan akses jalan, baik jalan tol (jalan bebas hambatan) maupun jalan biasa. Dan belum seperti di Singapura, dimana pengembangan perumahan telah mempertimbangkan transportasi massal yang cepat dan terjangkau. Hal ini mengakibatkan penghuni rumah susun di Jabodetabek terbebani dengan waktu tempuh perjalanan yang lama dan biaya transportasi yang tinggi.
Penelitian ini mengacu pada penerapan pengembangan yang dilakukan di Singapura dengan mengembangan rumah susun di kawasan sekitar stasiun pemberhentian KRL. Penelitian ditujukan untuk mengetahui apakah kawasan sekitar stasiun pemberhentian KRL berpotensi dan layak untuk dikembangkan sebagai rusun sederhana. Hal ini untuk mengkaitkan transpotasi massal khususnya keberadaan stasiun dengan potensinya sebagai kawasan pertumbuhan atau pengembangan. Dari kelima koridor KRL, yaitu menuju Bekasi, Tangerang, Depok dan Bogor, serta jalur dalam kota, Jalur Jakarta - Serpong dipilih sebagai studi kasus. Digunakan pendekatan dan analisis dalam lingkup kajian Real Estate yaitu dengan melakukan analisis pasar, analisis lokasi dan analisis investasi.
Pendekatan secara kualitatif dan kuantitatif memberikan gambaran kondisi suatu pasar properti dan kondisi lokasi kawasan studi. Selain melakukan kajian-kajian literatur dan data sekunder dari individu dan suatu intansi pemerintah, data primer didapatkan dengan wawancara dan penyebaran kuesioner pada penumpang KRL untuk analisis pasar mikro sebagai karateristik target pasar. Analisis pasar menunjukkan adanya peningkatan jumlah penumpang KRL diikuti dengan usaha perbaikan fasilitas dan pelayanan KRL oleh PT. KCJ. Pada tahun 2008, jumlah penumpang mencapai 233.852.501.
Berdasarkan hasil survey penumpang KRL didapat beberapa diantara mereka termasuk pada golongan ekonomi menengah ke bawah (53%) dan sebagian termasuk pada golongan ekonomi menengah (47%). Mereka adalah kelompok yang membutuhkan rumah susun sederhana. Dengan demikian kawasan di sekitar stasiun pemberhentian dapat memicu perkembangan menjadi pusat-pusat kegiatan, termasuk rumah susun sederhana.
Berdasarkan hasil analisis lokasi terdapat tiga lokasi stasiun Stasiun Jurang Mangu, Stasiun Ciater dan Stasiun Rawabuntu. Ketiga kawasan tersebut masih masuk ke dalam kawasan dengan waktu tempuh kurang dari 45 menit perjalanan, dimana masih sesuai untu kawasan perumahan bagi commuter. Selain itu, harga lahan pada kawasan tersebut masih relatif rendah sehingga akan fleksibel untuk mengembangan rumah susun sederhana.
Berdasarkan hasil analisis investasi diketahui bahwa lahan yang layak untuk dikembangkan debagai rumah susun pada harga lahan maksimal Rp 1.000.000/m2,dan didapatkan nilai IRR 22%. Sehingga kesimpulan yang didapat dalam studi ini, mengindikasikan bahwa rumah susun sederhana memiliki potensi dan layak dikembangkan pada kawasan sekitar stasiun Kereta Rel Listrik (KRL).

Houisng development for low-economy class (including flat), is now done in the sub-urban, because of high price of the land with good access and close to city centre. Development orientation in Jabodetabek, up to this moment, still refers to road access, both toll and normal road. And unlike Singapore, where housing development has considered mass transport which is fast and affordable. As a result, flat occupants in Jabodetabek has to deal with long travelling time and high travelling cost.
This research refers to concept implemented in Singapore where flats are developped nearby the stations of mass transport. The aim is to investigate whether the area nearby the station of electric-driven-train or known as KRL is potential for flat development. It is to relate mass transport, in particular the presence of station for development area.Out of five corridors of KRL,towards Bekasi, Tangerang, Depok and Bogor, as well as inner city corridor, the corridor of Jakarta - Serpong is selected as case study.
Approaches and analysis in the scope of real estate assessment are used: market analysis, location analysis, and investment analysis. Quantitative and qualitative approaches give the picture of a property market and situation of location of studied area. In addition to study literature from secondary data coming from an individ or a governmental agency, primary data is collected through interview and questionnaires towards KRL user for micro-market analysis as characteristic target market.
Market analysis shows increase of KRL user, followed by facility and service improvement of KRL by PT KCJ. In 2008, the user of KRL reaches 233.852.501. The survey to the user of KRL has shown that most of the user belong to low-class economy (53%) and the remaining belongs to middle-class (47%). These people are the groups which need flat for housing. It is concluded that area surrounding the stations could be developped as center of activities, including flats.
Based on result of location analysis, there are three locations: Station Jurangmangu, Station Ciater, and Station Rawabuntu. Al three locations are still within the area which require less than 45 minutes of travelling time from the city centre. Thus, it is still convenient for commuting daily. Furthermore, the land price in those areas are relatively low, so that it will be flexible in flat development.
Result of investment analysis has revealed that the appropriate land for flat development is at land which has maximal price of Rp 1.000.000/m2 and IRR is given at 22%. The conclusion of this study indicates that flat has great potential and is feasible to be developped near the stations of KRL.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
T26712
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lucia Purbarini Soepardi
"Penelitian ini berfokus pada pola mobilitas yang dialami penghuni Rusunawa, seperti: tinggal dimana sebelum tinggal di rumah susun sewa, apakah memiliki rencana pindah dari rumah susun sewa atau cenderung menetap, kemana rencana tujuan pindahnya, faktor-faktor apa yang mempengaruhi keputusan penghuni rumah susun sewa untuk melakukan mobilitas tempat tinggal ditinjau dari aspek demografi, sosial ekonomi, lokasi, fisik bangunan, pengelolaan serta perbedaan karakteristik antara penghuni yang memiliki rencana pindah dengan yang cenderung menetap. Metode penelitian menggunakan analisis kuantitatif dengan bantuan software statistik SPSS (Statistical Program for Social Science) dengan analisis statistik deskriptif tabulasi silang (crosstabs). Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan dilengkapi dengan analisis kualitatif atas dasar pengamatan lapangan dan hasil wawancara. Analisis dilakukan dengan merujuk pada pendapat para peneliti tentang mobilitas tempat tinggal dan pendapat beberapa peneliti tentang ekonomi perkotaan, serta pengelolaan aset. Dari analisis terhadap data yang terkumpul dan hasil wawancara disimpulkan bahwa: 1) Secara umum, mobilitas penghuni Rumah Susun Sederhana Sewa tidak memiliki pola baik ditinjau dari lokasi daerah asal maupun kecenderungan lokasi tujuan pindah; 2) faktor yang berhubungan dengan keputusan penghuni untuk melakukan mobilitas tempat tinggal, meliputi: status perkawinan, persepsi penghuni tentang hunian sebagai komoditi, ketersediaan fasilitas jalan, harga sewa, keamanan dari tindakan kriminalitas, penanganan terhadap gangguan atau kerusakan unit hunian, dan penanganan terhadap gangguan atau kerusakan benda bersama; 3) perbedaan karakteristik antara penghuni yang cenderung memutuskan pindah dengan yang menetap relatif tidak ada. Perbedaan karakteristik yang menonjol hanya pada persepsi tentang hunian sebagai komoditi. Kendala-kendala yang saya dihadapi adalah: 1) penelitian ini dilakukan di Rusunawa yang dikelola oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan biaya operasional yang masih disubsidi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Secara tidak langsung kondisi ini berpengaruh pada psikologis penghuni dalam memberikan informasi yang diperlukan dalam penelitian, sehingga informasi yang diperoleh tidak optimal; 2) mengingat nilai-nilai budaya umumnya masih melekat erat dalam masyarakat Indonesia, maka jika penelitian ini dilengkapi dengan variabel faktor budaya, maka hasilnya akan lebih tajam dalam memberikan komplimasi pada kebijakan pembangunan rusunawa di masa mendatang. Dari hasil penelitian yang dilakukan, maka saya menyarankan bahwa sudah saatnya Pemerintah Provinsi Provinsi DKI Jakarta menyediakan perumahan yang bersifat ?transisi? bagi kelompok masyarakat yang berbeda sesuai keterjangkauan, didukung dengan kontrol pengelolaan sesuai aturan yang berlaku. Pengelolaan rumah susun memerlukan mekanisme anggaran yang sesuai dengan kebutuhan misalnya Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Pola Pengelolaan Keuangan BLUD (PPK-BLUD) memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan untuk memenuhi kebutuhan operasional, sehingga diharapkan tidak ada lagi stagnasi pembiayaan yang dapat berdampak pada penurunan nilai fisik Rumah Susun Sederhana Sewa sebagai aset Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

This study is focused on mobility pattern of tenant, such as: their prior resident before living in rental low-income housing, their plans to move or to stay permanently, their destination to move, factors affected their mobility from the point of view of demographical aspect, socio-economy, location, building, management and different characteristics between tenants who have plan to move and who tend to stay permanently. This research use quantitative analysis methods and supported by SPSS (Statistical Program for Social Science) statistical software with crosstabs descriptive statistical analysis. The data is obtained by questionnaire and equipped by qualitative analysis based on field observation and interview result. The analysis is applied by referring to the researchers? opinion about the residential mobility and the researchers? opinion about the urban economy and asset management. Based the analysis to the obtained data and interview result it is concluded that: 1) generally, no have pattern tenants? mobility, based on their original location and their movement tendency location; 2) factors affected to tenants? mobility decisions are marital status, tenant perception about the resident as commodity, road facility, rental price, security toward criminality, handling toward disturbance or damage of flat units, and handling toward disturbance or damage of the public facilities; 3) the different characteristics between tenants who tend to move and the ones who stay permanently on each research location is relatively none. The prominent different characteristic is only on perception about the resident as commodity. The obstacles I have are: 1) this study is observed in rental low-income housing that is managed by Province Government of DKI Jakarta where the operational cost is subsided by Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). This condition eventually affects to tenant phsycologically in giving information needed for the study, hence the obtained information is not optimum; 2) Considering that their cultural values are generally strictly stuck in Indonesian society, so if this study is complemented by variable of cultural factor, then the result would be accurate in giving the complement to the development policy of rental low-income housing in the future. Based on the study I have, I suggest that it is time for the Province Government of DKI Jakarta to provide resident with ?transitional? characteristic for different society according to their affordable, supported by management control according to the regulation prevailed. Furthermore, rental low-income housing management needs budget mecanism appropriate to necessity, for example Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Pola Pengelolaan Keuangan BLUD (PPK-BLUD) give flexibility budget managemet to fulfill their operational needs, so the expectation is no more expense stagnation that can impact to the decrease of rental low-income housing?s physical value as asset of the Government Province of DKI Jakarta."
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Nurtjahjono
"ABSTRAK
Pembangunan perumahan yang semakin meningkat, yang lebih menekankan pada pencapaian target fisik dan kuantitas pengadaan rumah, tampaknya banyak mengabaikan aspek-aspek sosial budaya masyarakat. Gejala seperti itu tampak terutama di perkotaan atau di daerah berkembang di dekat perkotaan. Namun, di Dukuh Pondok, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman Yogyakarta, masyarakatnya masih tetap mempertahankan bentuk rumah tradisionalnya. Sekalipun jaraknya dekat dengan Kota Yogyakarta yang sedang mengalami pertumbuhan perumahan yang sangat pesat, masyarakat Dukuh Pondok masih tetap setia mempertahankan bentuk rumah kampung.
Pertanyaan penelitian yang muncul adalah: mengapa warga masyarakat Dukuh Pondok tetap mempertahankan rumah tradisional bentuk kampung tersebut? Tesis ini bertujuan menjawab pertanyaan tersebut dengan memfokuskan pada pokok-pokok masalah tentang fungsi dan makna rumah, serta perilaku penghuni dalam interaksinya dalam keluarga dan dengan sesamanya warga kampung berkaitan dengan kegiatan penghunian rumah.
Penelitian dilaksanakan dengan inenggunakan pendekatan etnografis. Data dan informasi yang diperlukan dikumpulkan melalui observasi dan wawancara secara mendalam dengan informan yang ditentukan sesuai dengan pengetahuan dan sifat data yang ingin diraih. Untuk melengkapi dokumen yang bersifat visual telah digunakan pemotretan untuk objek rumah-rumah tertentu. Kemudian secara rinci, untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh, objek-objek visual (dalam hal ini terutama rumah tradisional bentuk kampung) juga digambar dengan teknik sket dasar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Dukuh Pondok tetap mempertahankan rumah tradisional bentuk kampungnya, karena berbagai faktor. Faktor yang pertama adalah keterbatasan kemampuan ekonomi karena sebagian besar warga masyarakat dukuh itu berpendidikan dan berpenghasilan rendah. Mereka sebagian besar adalah petani di daerahnya sendiri dan buruh yang melaju ke Kabupaten Sleman atau Kota Yogyakarta. Akan tetapi, tampaknya faktor fungsi bangunan juga menjadi pertimbangan panting untuk tetap bertahannya rumah tradisional bentuk kampung. Ruma tradisional bentuk kampung dipandang oleh warga masyarakat Dukuh Pondok masih tetap fungsional untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan hidup sehari-hari maupun untuk kebutuhan ritual desa.
Rumah tradisional bentuk kampung dalam berbagai rincian ruang, tata letak, arah menghadap, dan unsur-unsur bentuknya masih menyiratkan makna yang dipercayai kebenarannya. Maknamakna yang tersirat dan disimbolkan terus menerus, telah membawa keamanan, keselamatan, dan kenyamanan hunian bagi Para penghuninya. Oleh karena itu, pengingkaran simbol dan maknanya dalam bentuk perubahan bentuk rumah dipandang akan mendatangkan suasana yang tidak diketahui bahkan tidak diinginkan. Singkatnya, faktor-faktor ekonomi, sosial, dan budaya pada masyarakat setempat merupakan faktor-faktor yang sating berkaitan mengukuhkan keberadaan rumah tradisional bentuk kampung di Dukuh Pondok. "
1997
Tpdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosmariani Arifuddin
"Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia, mempunyai fungsi serta peran yang strategis yakni sebagai sarana awal dan pusat pendidikan serta pembentukan moral keluarga. Terpenuhinya kebutuhan rumah yang sehat, layak huni, murah, dan aman akan berpengaruh terhadap kesehatan psikologis, jiwa dan fisik masyarakat yang akhirnya akan dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Sehingga perlu ditempatkan sebagai salah satu sektor prioritas dalam upaya pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.
Masalah pendanaan merupakan salah satu permasalahan dalam pembangunan Rumah Sederhana Sehat (Rs Sehat/RSH). Yaitu belum adanya mekanisme pendanaan perumahan dan pemukiman yang mantap didukung oleh aspek-aspek kelayakan untuk lebih mendorong penyediaan dana dalam pengadaan rumah khususnya bagi golongan masyarakat berpenghasilan rendah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi aspek-aspek kelayakan dalam keputusan pendanaan proyek pembangunan rumah sederhana dan melihat prioritas aspek-aspek kelayakan tersebut dari sudut pandang pihak pemerintah yang diwakili kelompok pakar/expert dan pihak swasta yang diwakili oleh perusahaan pengembang/developer.
Dari hasil analisis dengan tools SPSS versi 11.0 terhadap 11 sampel dan kelompok pakar/expert dan 25 sampel dari ketompok developer diperoleh bahwa untuk kelompok pakar aspek-aspek kelayakan adalah prioritas: Aspek Kebijakan/regulasi mengenai perumahan (36,59 %), 2. aspek pemberian subsidi (27,34 %), 3. aspek pembiayaan/pendanaan (20,27 %), 4. aspek teknis pelaksanaan (15,80 %). Dari kelompok perusahaan pengembang/developer aspek-aspek kelayakan adalah prioritas 1. aspek pemberian subsidi (40,20 %), 2. aspek pembiayaan/pendanaan (23,05 %) 3. aspek manajemen/organisasi perusahaan (21,71 %) 4. aspek keterlibatan pihak swasta/investor (16,24 %).

Housing and settlement are the basic need of human being, which have function and strategic role, namely as preliminary means and educations center for building the morale of a family. Fulfilled a house which is health, proper, cheap, and save would influence the health of psychology, soul and physic of society that finally could increase the quality of society That's why, it is necessary to assume as one of priority sector in order to develop the whole people of Indonesia.
Financing is one of the problems in the development of low cost housing (Rs Sehat/ RSH). Until now, there is no a good mechanism of financing for housing and settlement which are supported by feasibility aspect in order to encourage the financial preparations in the frame of developing a low cost housing, specially for society with low income.
The research purposes to identify the feasibility aspects in the decision of project financing for development of low cost housing and considers the feasibility aspect from the point of view of the government represented by expert and private sector represented by developer.
Based on the result of analysis with SPSS toot version 11.00 to 11 samples of expert group and 25 samples of developers, it was obtained that the priority feasibility aspects for expert group are as follows: 1. Aspect of regulation/ policy concerning of housing (36,59 %), 2. Aspect of subsidizing (27,34 %), 3. Aspect of financing (20,27 %), 4. Aspect of technical implementations (15,80 %). From the group of developer's company, that priority feasibility aspects are as follows : 1. Aspect of subsidizing (40,20 %), 2. Aspect of financing (23,05 %) 3. Aspect of management/organizations of company (21,71 %) 4. Aspect of the involvement of private sector/investor (16,24 V).
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
T14806
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prapti Budi Utami
"Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia disamping pangan dan sandang, begitu juga sebagai kebutuhan dasar (basic needs) yang bersifat materi dan non materi. Itulah sebabnya pembangunan perumahan khususnya di Perumahan Bumi Bekasi Baru Kodya Bekasi mampu memberikan kontribusi untuk meningkatkan kesejahteraan bagi konsumennya. Namum setelah tinggal di perumahan dihadapkan pada persoalan mulai dari beban biaya hidup, keterbatasan fasilitas yang dibutuhkan sampai rasa kenyamanan dan ketentraman dalam keluarga.
Permasalahan yang ada dalam penelitian ini adalah pembangunan perumahan rakyat dalam meningkatkan kesejahteraan dan ketahanan keluarga, yang dijabarkan dalam pertanyaan sebagai berikut :
1. Apa yang menjadi pertimbangan konsumen pada waktu memilih perumahan dalam meningkatkan kesejahteraan.
2. Apa dampak pembangunan perumahan terhadap masyarakat sekitar komplek perumahan.
3. Adakah dampak pembangunan perumahan rakyat dalam menunjang ketahanan keluarga.
Adapun tujuan dalam penetitian ini adalah :
1. Menentukan preferensi konsumen dalam memilih perumahan di daerah lokasi penetitian.
2. Menganalisis dampak pembangunan perumahan rakyat terhadap masyarakat sekitar komplek perumahan.
3. Menentukan dampak pembangunan perumahan rakyat dalam menunjang ketahanan keluarga di daerah penetiban.
Metode yang digunakan dan hasil penemuan penelitian :
Metode penelitian untuk menjawab permasalahan pertama digunakan AHF (Analytical Hierarchy Process) dari Thomas Saaty yaitu suatu metode yang mengukur bobot dalam menentukan pilihan dari variabel-variabel yang dianalisis dan permasalahan 2 ; 3 menggunakan analisis diskriptif kualitatif yang dilengkapi dengan data dalam bentuk tabel yang menggunakan presentase.
1. Tujuan penetitian butir 1 diperoleh kesimpulan tingkat preferensi rumah tinggal prioritas utama adalah Lingkungan dengan bobot tertinggi 0,317 (31,70%), diikuti Waktu tempuh 0,254 ( 25,40%), Harga rumah 0,216 (21,60%), dan Transportasi 0,213 (21,30%). Sedangkan pada tingkat kriteria preferensi rumah tinggal yang terpenting /disenangiadalah tipe 70 bobot tertinggi 0,339 (33,90%), diikuti oleh rumah tipe 45dengan bobot 0,265 (26,50%), tipe 36 dengan bobot 0,225 (22,50%), dan tipe 21 dengan bobot 0,171 (17,10%).
2. Tujuan penelitian butir 2 diperoleh kesimpulan bahwa: 96,67% dari responden pengamatan terhadap warga sekitar komplek ikut memanfaatkan fasilltas komplek perumahan, dan 93,33% kekompakan warga perumahan dengan warga sekitar komplek dalam menjaga ketertiban. Kontribusi positif seperti membuka peluang usaha kegiatan ekonomi baik usaha dagang (pedagang keliling, pedagang sayur/buah, warung makan) dan jasa (penarik becak, ojek, petugas keamanan, kuli bangunan, pembantu rumah tangga). Pengembangan wilayah menjadi hidup dari berbagai fasilitas pendukung. Mobilitas masyarakat dan wawasan lebih terbuka. Muncul hunian liar yang tidak sesuai dengan rencana Tata Ruang yang telah ditentukan, dan masih terjadi kecemburuan sosial.
3. Tujuan penelitian butir 3 diperoleh kesimpulan bahwa : Pembangunan perumahan memberikan andil terwujudnya ketahanan keluarga tidak terlepas dari 5 aspek kesejahteraan dan keamanan adalah Kemampuan ekonomi (kecukupan hidup) : 96,67% kelancaran mengangsur/mencicil rumah; 73,33% kemampuan merenovasi rumah yang memadai, walaupun setelah tinggal di perumahan yang dirasa memberatkan adalah transportasi ke tempat bekerja 70%, karena 83,34% dari responden pegawai/karyawan bekerja di wilayah DKI Jakarta. Aspek pendidikan : 100% bercita-cita menyekolahkan anaknya sampai jenjang Perguruan Tinggi dan 96,67% mempunyai kesempatan meningkatkan kualitas pendidikan anggota keluarganya. Aspek kesehatan : 93,33% kondisi kesehatan keluarga di perumahan dan 90% kondisi kesehatan lingkungan perumahan memadai. Aspek ketaqwaan : 93,33% masyarakat mempunyai peluang meningkatkan ketaqwaan, dan menyatakan mampu menggunakan peluang dengan baik untuk meningkatkan ketaqwaan 86,67%. Aspek kemudahan : 93,33% sarana transportasi memadai, sarana penyediaan kebutuhan sehari-hari 90%, sarana pendidikan 83,33% tersedia, namun sarana rekreasi hanya 10% responden dapat menikmati. Kondisi keamanan : 93,33% telah merasa tentram tinggal di perumahan, dan 90% kondisi ketertiban masyarakat di perumahan memadai."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T9511
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Riana Suwardi
"Pola pembangunan perumahan yang tetah dilakukan di Kota-kota besar dan menengah hanya mampu memenuhi sekitar 15 % dari jumlah kebutuhan rumah yang ada. Hal Ini berarti 85 % kebutuhan rumah disediakan sendiri oleh masyarakat sesuai kemampuannya sendiri, meskipun sedikit ditunjang oleh pemerintah dengan memberikan beberapa kemudahan. Perumahan yang dihasilkan umumnya dari segi kualitas kurang bahkan tidak memenuhi syarat sebagai perumahan Iayak huni (Kantor Menpera, 1996).
Kebijaksanaan dan program-program perumahan umumnya dikonsepsikan dari sudut supply dengan segala implikasinya. Pola penanganan ini yang tadinya khusus dirancang untuk memecahkan permasalahan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah ternyata akhirnya justru menghasilkan perumahan di Iuar jangkauan daya beli masyarakat yang berpenghasilan rendah.
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk memberikan rekomendasi bagi penyempurnakan kebijakan pembangunan perumahan yang ada. Tujuan khusus penelitian adalah : (1) mengetahui kondisi fisik rumah dan lingkungan yang dihasikan, (2) Mengetahui persepsi penghuni terhadap rumah dan lingkungan yang dihasilkan dihasilkan dengan kondisi perumahan sebelumnya, (3) Mengetahui kualitas hidup penghuni, (4) mengetahui kebutuhan penghuni Serta masalah-masalah sosial, ekonomi yang ada dalam mengelola perumahannya, (5) mengetahui faktor-faktor yang berperan dalam pengelolaan perumahan yang dibangun melalui pendekatan ini.
Metode penelitian yang digunakan adalah Metode Ekspos Fakto dikombinasikan dengan wawancara berstruktur dan observasi Iapangan. Untuk melengkapi pertanyaan-pertanyaan dilakukan wawancara mendalam terhadap kelompok responden yang dipilih."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T10882
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pada struktur yang memiliki berat sendiri cukup ringan seperti konstruksi kayu, diperoleh suatu keuntungan dimana struktur tersebut hanya menyerap gaya gempa yang kecil dan sedikit sehingga dalam memperhitungkan kestabilan dari struktur, akibat gaya gempa ini dapat diabaikan. Oleh karena itu perhitungan kestabilan struktur tersebut hanya akan ditinjau terhadap beban mati, beban hidup serta akibat beban angin. Oleh karena itu, dimodelkan suatu struktur kayu dengan menyusun kayu-kayu kaso pada jarak tertentu yang diperkuat dengan pengaku serta pelat multipleks yang berfungsi sebagai portal utama dari struktur bangunan tersebut. Peninjauan kekuatan dan kestabilan dari struktur ini akan ditinjau dari lendutan yang timbul akibat pembebanan-pembebanan di atas dalam kondisi 2 dimensi, yaitu peninjauan dalam bentuk portal bidang (plane frame). Analisa lendutan tersebut dilakukan dengan mempergunakan metode matriks dengan konsep stiffhes analysis yang diaplikasikan dalam program GT-STRUDL. Keuntungan yang diharapakan dari hasil pemodelan ini, antara lain karena bahan kayu kaso dengan ukurannya yang standar sehingga mudah diperoleh di pasaran, pengerjaan struktur kayu relatif cepat, serta karena berat sendiri struktur yang relatif ringan sehingga dapat diharapkan penghematan pada ukuran pondasi, disamping ditinjau dari segi artistik memberikan kesan yang lebih baik dibandingkan dengan bangunan yang mempergunakan material lain."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
S34941
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prima Analisa
"Perumahan merupakan kebutuhan dasar masyarakat selain sandang dan pangan. Pemerintah memiliki kebijakan yang sifatnya strategis yaitu pembangunan satu juta rumah untuk rakyat. Untuk mewujudkan kebijakan tersebut, diperlukan kerja sama dan kolaborasi antar pemangku kepentingan yang terkait. Penelitian ini menganalisis tata kelola kolaborasi dalam pembangunan satu juta rumah untuk rakyat yang dilakukan pada Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Ekonomi, Infrastruktur dan Kemaritiman, Setwapres dan pemangku kepentingan terkait lainnya Kementerian PUPR, Kemendagri, Kementerian ATR/BPN, REI, dan HUD Institute. Tujuan penelitian ini adalah untuk 1 menganalisis proses tata kelola kolaborasi dalam kebijakan pembangunan satu juta rumah untuk rakyat; 2 menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap tata kelola kolaborasi dalam kebijakan pembangunan satu juta rumah untuk rakyat. Penelitian ini menggunakan pendekatan postpositivis dengan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam dengan informan terkait. Hasil dari data dan informasi yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik analisis kompensial. Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa 1 proses tata kelola kolaboratif yang dilakukan oleh para pemangku kepentingan yang terkait dengan pembangunan satu juta rumah untuk rakyat belum sepenuhnya sempurna. 2 dalam proses tata kelola kolaborasi pembangunan satu juta rumah untuk rakyat, desain kelembagaan/institusi dan kepemimpinan fasilitatif memiliki pengaruh terhadap jalannya proses kolaborasi tersebut. Kata kunci: Tata kelola kolaborasi; kebijakan publik; perumahan rakyat xiii 107 halaman; 4 bagan; 5 tabel; 1 lampiran

Housing is a basic need of society in addition to clothing and food. The government has a policy of strategic nature, namely the construction of one million houses for the people. To realize these policies, there is the need for cooperation and collaboration among relevant stakeholders. This study analyzes the governance of collaboration in the construction of one million houses for the people undertaken by the Deputy for Economic, Infrastructure and Maritime Policy Support, Secretariat of Vice President, and other relevant stakeholders Ministry of PUPR, Ministry of Home Affairs, Ministry of ATR BPN, REI, and HUD Institute. The purpose of this study is to 1 analyze the governance process of collaboration in the development of the one million houses for the people policy 2 analyze the factors that affect the governance of the collaboration in the development of the one million houses for the people policy. This research uses a post positivist approach with qualitative methods of data collection techniques such as in depth interviews with relevant informants. The results of the data and information obtained were analyzed using comparative analysis techniques. From the results of the research, it was found that 1 the collaborative governance process carried out by the stakeholders associated with the construction of one million houses for the people has not been fully completed 2 in the governance process of collaboration in building one million houses for the people, institutional design and facilitative leadership have influence on the course of the collaboration process. Keywords Collaborative governance, public policy, affordable housing xiii 107 pages 4 figures 5 tables 1 attachments "
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2018
T51663
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pardede, Ervina
"Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia mengalami permasalahan yang serius di bidang perumahan dan permukiman, khususnya di kota-kota besar. Permasalahan ini timbul karena tingginya arus urbanisasi yang tidak dibarengi oleh pertumbuhan ekonomi yang merata dimasyarakat. Tingginya laju pertumbuhan tidak sesuai dengan kemampuan penyediaan sarana perumahan, sehingga merangsang pertumbuhan permukiman yang tidak teratur (siam area) dan pembangunan gubuk- gubuk liar yang dibangun secara liar di tanah yang liar juga (sguatter).
Banyak program-program pembangunan yang dilakukan oleh sektor fonual dan swasta yang bertujuan untuk memperbaiki keadaan kota yang semakin tidak teratur dan buruk karena banyaknya *slum area’ dan ‘sguatter’ namun tidak berhasil mencapai sasaran. Contoh dari program ini adalah penyedian rumah sederhana ‘Perumnas’ yang dianggap dapat di jangkau oleh masyarakat tingkat ekonomi rendah.
Hal ini menjelaskan bahwa semakin besarnya suatu organisasi dan semakin memusatnya manajemen pembangunan maka semakin sering dan besarnya ketidakcocokan terjadi antara prioritas kebutuhan bagi penghuni dengan produk yang mereka dapat."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S48347
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>