Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 148740 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Haris Subagio
"Dalam beberapa dekade ,hiburan di rumah yang berupa audio visual di Indonesia yang bisa dinikmati oleh pemirsa televisi hanya satu stasiun televisi yaitu TVRI. Lingkungan bisnis pertelevisian di Indonesia saat ini banyak mengalami perubahan sejak munculnya televisi swasta.
Stasiun televisi baik TVRI maupun televisi swasta melakukan berbagai macam strategi, baik dalam bidang program maupun informasi dikemas dengan baik agar pemirsa menyukai acara dari program tersebut. Perebutan untuk menjaring pemirsa televisi inilah yang menjadi pokok permasalahan utama bagi setiap stasiun televisi.
Pemirsa TVRI banyak yang beralih kestasiun televisi swasta,karena TVRI tidak menjaga Brand TVRI dengan program unggulan maupum kemasan yang baik serta isi acara yang memikat. Hal ini menyebabkan awareness pemirsa televisi terhadap TVRI menjadi menurun. Akibatnya brand TVRI semakin ditinggalkan dan lama kelamaan mungkin menjadi tidak dikenal oleh pemirsa televisi . Hal inilah yang menyebabkan perlunya dilakukan Rejuvenation.
Rejuvenation dilakukan dengan tiga langkah yaitu menginditifikasi faktor-faktor penyebab menurunnya brand TVRI , melindungi brand TVRI , melakukan strategi yang berbeda dengan manajemen yang dulu maupun kompetitor. Skema rejuvinasi dengan membuat satu program unggulan yang bisa menarik pemirsa televisi sebanyak mungkin dan dengan sendirinya mengangkat citra brand TVRI sebagai institusi.

In last decade, audience only enjoyed audiovisual and entertainment program from TVRI, as one government media in Indonesia. Media and broadcast industries in Indonesia have progressed and changed. Starting from born of private broadcast and television companies, choice of program in term of entertainment and news audience have more choice right now.
The competitive media situation made television companies such as TVRI or other companies try to design some kinds of strategy. This strategy not only in entertainment program but also in news program for aiming made audience interesting. The program was very important things for Company Television for getting more audiences and made them satisfied. The competitive among television media companies are the main problem for media player. The research tries to explore how media television companies could capture bigger audience in term loyalty of interesting program for long time period.
The uninteresting programs make TVRI program leave by audience and made brand awareness of TVRI decreased. Based on this fact, It was importing thing for TVRI made brand rejuvenation.
The rejuvenation needs three steps ; inditification factor , brands protecting, driffent strategy . The three steps for reseult to programs the best for interesting to audience television for getting up and repair of weaknesses, especially the awareness through TVRI brand.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dony Pratidana
"Skripsi ini mencoba menganilisis tingkat kesadaran manajemen terhadap pendukung layanan dan penyampaian layanan dalam sistem informasi pengelolaan arsip digital REMIS dengan menggunakan kerangka Information Technology Infrastructure Library (ITIL) di Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. Analisis tingkat kesadaran ini merupakan suatu pendekatan lain dalam mengevaluasi kesadaran manajemen terhadap sistem informasi. Hasil dari penelitian akan mengetahui dimana skala tingkatan kesadaran manajemen. Skala tingkatan kematangan dalam ITIL dimulai dari tingkat 0 - 5. Setiap tingkatan akan menunjukan efektifitas dan efisiensi kesadaran manajemen dalam mengelola sistem informasi REMIS.

This thesis aims to analyze Awareness level of management over service support and service delivery within the archival management information system REMIS using Information Infrastructure Library framework in Ministry of Foreign Affairs. This analysis level is one of approach in evaluating the management awareness over information system. The result of this research will determine in which level of management awareness exist. The maturity level scale of ITIL starts from 0 - 5. Every level will show the effectiveness and efficiency of management awareness in managing information systems REMI.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S56512
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Wibowo
"Karya akhir ini memiliki dua tujuan utama yaitu memberikan gambaran kepada pelaku bisnis tentang jasa integrasi dan konsultasi jejaring telekomunikasi seluler dalam konteks pasar jasa B2B dan memberikan rekomendasi pola pengembangan jasa kepada pelaku bisnis dengan berdasarkan kepada pemodelan industri jasa telekomunikasi seluler, yang selanjutnya digunakan untuk menganalisis dampak pilihan keputusan bisnis yang terkait dengan pengembangan jasa, terhadap kinerja perusahaan. Analisis ini mengacu kepada vendor infrastruktur telekomunikasi sebagai organisasi focal dalam rantai pasokan dengan operator telekomunikasi sebagai pelanggannya.
Industri jasa telekomunikasi seluler berkembang sejalan dengan pertumbuhan yang pesat dari industri perangkal infrastruktur telekomunikasi seluler, sebagai produk komplementer yang bersifat konvensional (product-near-services). Pola konsumsi produk jasa ini mengikuti tahapan pembangunan jejaring telekomunikasi seluler, yang melipuli perencanaan, pembangunan, pemeliharaan jejaring dan optimisasi jejaring, dengan jenis produk jasa konsultasi jejaring (network consulting), jasa perencanaan dan pembangunan jejaring (nerwork design and roll our services), jasa pendidikan dan pelatihan (education and trafnfing services); jasa operasi dan pemeliharaan (operation and mainrenance), termasuk di dalamnya jasa integrasi sistem dan yang terakhir adalah managed sewices. Produk jasa konvensional dapal dikembangkan menjadi produk jasa non-konvensional yang tidak lagi mengacu kepada spesifikasi perangkat yang diproduksi vendor tertentu, namun mengacu kepada standar teknologi yang digunakan oleh semua vendor, sehingga jasa ini dapat diaplikasikan untuk perangkat yang diproduksi oleh vendor manapun.
Dinamika persaingan dalam industri infrastruktur telekomunikasi telah menekan marjin keuntungan dari penjualan perangkat yang dilakukan vendor incumbent, dengan masuknya vendor baru yang mencrapkan strategi cost leadership. Kondisi ini telah menempatkan produk jasa yang masih menjanjikan marjin keuntungan yang tinggi pada posisi yang strategis dalam pertumbuhan bisnis vendor. Dengan hanya mengandalkan produk konvensional, maka demand produk jasa akan dibatasi oleh pangsa pasar infrastruktur suatu vendor. Cara umum yang dilakukan untuk meningkatkan demand produk jasa adalah dengan aktivitas swapping yaitu penggantian jejaring satu vendor oleh vendor lain, dengan biaya yang relatif mahal dan membutuhkan upaya yang besar untuk mendapatkan peluang ini. Beberapa hal tersebut selanjutnya menjadikan pengembangan jasa non-konvensional menjadi hal yang penting dalam meningkatkan service demand, tanpa perlu melakukan aktivitas swapping, terlebih lagi saat ini operator mulai membuka peluang vendor untuk menjual produk jasa ini.
Berdasarkan hasil pemodelan dan simulasi yang dilakukan, dapat disimpulkan selama terdapat peluang untuk menjual produk multivendor dan persentase pangsa pasar infrastruktur dari vendor tersebut lebih kecil daripada persentase potensi keunlungan yang didapatkan dari pengembangan jasa multivendor terhadap ukuran pasar jasa, maka pengembangan produk jasa non-konvensional akan lebih menguntungkan. Persentase potensi keuntungan yang didapatkan dari penelitian ini sebesar 30%- Jika persentase pangsa pasar infrastruktur lebih besar dari persentase ini, maka vendor dapat lebih fokus pada produk konvensionalnya dan mengoptimalkan skala ekonomi dari basis infrastrukturnya, serta meningkatkan keunggulan operasional agar produk tersebut dapat semakin kompetitif.

This Final Paper is having 2 main research goals, i.c. : to give a brief picture to the business society regarding the system integration and cellular telecommunication network consulting sewices business in the business to business (B2B) services market and to propose a recommendation on the services development strategy based on the modelling of the cellular telecommunication industry. Furthermore the modelling can be used a tool to analyze the impact of each business decisions related to the service development to the company performance. The analysis is based on the perspective of telecolntnunication vendors as thc local organization and telecommunication operators as the first tier customers in the supply chain structure.
The cellular telecommunication service industry has been developing in line with the rapid development of the cellular telecommunication inlrastrueture businesses, as the conventional complementary product of cellular telecommunication infrastructure (product-near services). The consumption pattern of the services product is in line with the cellular network development phases, which is including network design, network roll out, network operation and maintenance, and network optimization, with services product type network consulting service, network design and roll out services, education and training services, operation and maintenance services, including system integration services, and the last one is managed services. The conventional service products can be developed to a certain level of development and resulting new service product category, the non conventional service products, which no longer refer to any specific infrastructure manufactured by certain vendor, but referring to the technology standard as the reference of all vendors. With this case, the type of product is able to be implemented to all infrastructure products manufactured by any vendor within the same technology standard.
The competition dynamics in the telecommunication infrastructure industry with the entry of new vendors applying cost leadership strategy, have been reducing the product margin ofthe infrastructure sales of the incumbent vendors. This condition has put service products which are still offering higher margin as the strategic product in terms of vendor business growth. By only relying on the conventional service products, the service demand of a vendor will be limited by the infrastructure marketsharc of the vendor. The common methode currently applied in increasing service demand is by performing swap activities, which refer to the activity of replacing one vendor infrastructure by other vendor product, with the high cost impact and an extra effort required to get this chance. These conditions linthennore have increased the importance of the development of non conventional service products in order to increase the service demand without the necessity to perform swapping activities. On the other side the operator outsourcing policy has given the chance forthe vendors to sell non conventional service products.
Based on the modelling and simulation result, it can be concluded that as long as there is a chance to sell rnultivendor service product and the infrastmcture market share percentage of a certain vendor less than thc potential revenue percentage from total service market size, received from the multivendor sales, the development of non conventional service product will always be more profitable compared to the conventional product sales only. The modelling and simulation in this research concluded the potential revenue of 30% from the non conventional product development and sales. lf the infrastructure market share of a certain vendor is higher than this percentage, this vendor can be more focused on its conventional service products and gaining advantage from the economy of scale of its installed base infrastructure and improving its operational excellence resulting an even better service product competitiveness."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T23189
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Untung Rahardja
"Saat ini Dashboard yang merambah ke dunia bisnis, lebih dikenal dengan sebutan Digital Dashboard. Secara visualisasi, ini merupakan serangkaian tampilan grafik yang berisikan beberapa meteran dan penggambaran status perusahaan, baik keuangan, penjualan atau indikator lainnya yang dibutuhkan untuk mengetahui situasi bisnis. Dengan menggunakan Digital Dashboard, maka para eksekutif atau siapa saja yang membutuhkan informasi, dapat secara cepat melihat bagaimana bisnis bergerak, dan dapat diputuskan pada bagian mana yang harus dilakukan pembenahan sehingga hasil yang diperoleh sesuai keinginan. 6 (enam) tahapan rancangan Digital Dashboard yaitu pembuatan elisitasi, tabel KPI, tabel distribusi KPI, tabel parameter KPI, pembuatan prototipe serta desain model Digital Dashboard, dimana semua tahapan itu diawali dari renstra manajemen sebelum pengembangan dilakukan. Penelusuran dilakukan terhadap struktur organisasi, daya saing Perguruan Tinggi Raharja, dukungan sistem informasi serta arsitektur dan infrastruktur perangkat jaringan. Proses akhir adalah melakukan 7 (tujuh) tahapan analisis investasi yang menghasilkan simple-ROI proyek Digital Dashboard. Penelitian ini menghasilkan beberapa prototipe Digital Dashboard, hasil pembentukan KPI, rancangan arsitektur dan infrastruktur jaringan yang baru. Kesimpulannya, proyek Digital Dashboard pada Perguruan Tinggi Raharja ini layak diimplementasikan karena nilai dari Simple-ROI didapatkan sebesar 385,864% dengan arus kas bersih sebesar Rp. 6,935,909,309 dalam waktu 5 tahun.

A dashboard, formerly known as a wooden board in the ancient carriage, has transcended its meaning into the automotive arena, and now entered the business world, in hand with digital visualization. A digital dashboard is a graphic representation that contains a series of gauges and depictions that summarize the state of the company, be it financial, sales or more generally of any indicator that allows you to know the situation, possibly in real time, of your business. Hence, executive or anyone else who needs it in the organization, can instantly see how the business is evolving, deciding in which areas it is necessary to act in order to correct some behaviour that could potentially deviate the expected results. Starting from management strategy, there are six steps of designing digital dashboard before construction begins. Further steps include structure organization, education five competitive forces, existing information system support, as well as network architecture and infrastructure. Completing the end process, there are seven final steps taken in analyzing the feasibility of investing digital dashboard by simple ROI method. The research produces digital dashboard prototypes, key performance indicator tables, and final design of network architecture and infrastructure. To conclude, this project should be implemented in Raharja College because it results in Simple ROI of 385.864% and Net Cash Flow of Rp. 6,935,909,309 in five years period. "
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2007
TA107
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kusnadi Purnomo; Agus Mugayad Shah
"ABSTRAK
Salah satu kegiatan utama sebuah bank adalah menyalur
kan dana ke masyarakat dalarn bentuk kredit. Proses pengambi
lan keputusan pemberian kredit terutama kredit investasi
perlu dilakukan secara tepat dan cepat. Untuk itu diperlukan
dukungan sistem informasi manajemen yang dapat mempermudah
dan memperlancar pengambilan keputusan pemberian kredit.
Pengambilan keputusan pemberian kredit pada Bank
International Indonesia (BII) melibatkan beberapa pihak yaitu
pemohon kredit, Account Officer, Team Leader, Kepala Cabang,
Kantor Pusat. Pemohon kredit mengajukan berkas permohonannya
kepada pihak BII yang diterima oleh Account Officer. Account
Officer kemudian melakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen
dan kewajaran data?data yang tercantum dalam dokumen permoho
nan. Setelah dokumen lengkap dan telah dilakukan pemeriksaan
atas kewajaran data maka Account officer melakukan analisis
terhadap berkas permohonan yang hasilnya dituangkan kedalam
memorandum permohonan kredit. Selanjutnya memoramdum dan
berkas permohonan ini diserahkan kepada Team Leader yang akan
mereview dan melakukan approval. Team Leader kemudiari akan
meryampaikan ke Kepala Cabang untuk dilakukan analisis dan
approval dan sej.anjutnya bila lingkup kredit merupakan
lingkup Kantor Pusat maka selanjutnys dilakukan analiSiS dan
approval oleh Kantor Pusat.
Analisis terhadap pemrosesan permohonan kredit menun
Jukkan beberapa kelemahan sebagai berikut :
- Tidak adanya petuniuk tertulis tentang dokumen apa yang
harus diserahkafl sebagai berkas permohonan kredit. Hal ini
menyebabkan berkas dokurnen yang diajukan kadangkala tidak
lengkap yang berarti memperlambat pemrosesan permohonan
kredit.
- Account Officer sebagai Analis rnelakukan kontak langsung
dengan peniohon kredit sehingga dapat tercipta huburigan
psikologis yang dapat mempengaruhi analisis.
- Rantai pernrosesan pezuberian kredit bertambah panjang
dengan adanya Review dan Approval oleh Team Leader.
Sebenarnya fungsi ini dapat dihilangkan sehingga hasil
analisis Account Officer disampaikan langsung ke Kepala
Cabang.
- Untuk menganibil keputusan dalain bal pemberian kredit
digunakan data yang dimiliki oleh masing?masing level
manajemen secara terpisah dan belum ada keterpaduan data
- Apabila permohonan kredit disetujui maka pemohon kredit
dipanggil untuk menandatarigani perjanjian kredit tanpa
adanys Surat Persetujuan K.redit yang merupakan dasar bagi
pemohon kredit untuk melakukan perianjian kredit.
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut diperlu
kan suatu alternatif disain yang dapat memperbaiki sistem
pengambilan keputusafl pemberian kredit.
Alternatif disain yang disarankan mengandung beberapa
hal sehagai berikut :
- perlu dibuat petunjuk tertulis tentang dokumen yang harus
ada dalam berkas permohonan kredit agar pemohon dapat
rnempersiapkan din untuk melengkapi dokumen.
- Fungsi Team Leader dalam review dan approval jhilangkan
agar rantai pemrosesan dapat dipersingkat.
Perlunya Penyidik Kredit yang memeriksa kelengkapan doku
men dan kewajaran data yang tertera dalam dokurnen sehingga
Account Officer hanya melakukan analisis dan tidak perlu
mengadakan kontak langsung dengan pemohon kredit.
Àpabila permohonan kredit disetujui maka perlu dibuat
Surat Persetujuan Kredit yang disampaikan kepada pemohon
kredit agar pemohon mengetahuí syarat-syarat dan ketentuan
kredit.
Data yang terebar pada Account Officer Kepala Cabang,
Kantor Pusab sebaiknya dipadukan agar tersedia suatu bank
data yang lengkap dan Departemen Teknologi dapat menangani
keterpaduari data ini untuk selanjutnya dibentuk suatu
database dalai» sistein informasi yang berhasis komputer.
Alternatif disain yang disarankan masih perlu pengujiari lebih larijut dalam tahap implementasi."
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ridwan Harris
"ABSTRAK
Didalam beberapa tahun terakhir ini, peranan sistem informasi dalam perusahaan menjadi semakin penting. Jika pada tahun-tahun sebelumnya peranan sistem informasi bagi perusahaan hanyalah sebagai "back office processing" dengan titik berat pada efisiensi dari berbagai fungsi perusahaan, maka pada beberapa tahun terakhir ini peranannya telah berubah menjadi semacam "Strategic Weapon" yang digunakan perusahaan untuk memenangkan persaingan.
Oleh karena itu diperlukan suatu perencanaan strategi untuk melakukan pemilihan sistem dan teknologi informasi yang sesuai dengan kebutuhan bisnis perusahaan. Diperlukan suatu kejelian dalam penyusunan perencanaan strategis di tingkat manajemen puncak sebagai persyaratan mutlak dalam menyusun pedoman pengembangan sistem informasi perusahaan yang terintegrasi dengan Rencana Jangka Panjang Perusahaan.
Pada Tesis ini dipergunakan metodologi Rekayasa Informasi sebagai pedoman penyusunan rencana strategi sistem informasi. Sementara didalam pembuatan formulasi perencanaan strategi tersebut digunakan pendekatan Multiple Methodology serta juga mempergunakan model Strategic Planning Framework sebagai kerangka berfikir.
Analisa dan pembahasan yang dilakukan pada Tesis ini dapat dikelompokkan menjadi dua bagian pokok yaitu pertama analisa mengenai kebutuhan bisnis perusahaan akan sistem informasi dan kedua analisa mengenai sistem informasi yang ada sekarang di perusahaan.
Pada bagian pertama dari tahapan analisa dan pembahasan, diidentifikasian fungsi-fungsi bisnis
yang ada dalam perusahaan dan kemudian dilanjutkan dengan penjabaran sasaran strategi bisnis menjadi sasaran-sasaran dari masing-masing fungsi bisnis. Setelah sasaran dari masing-masing
fungsi bisnis dapat ditetapkan maka dilakukanlah pengidentifikasian permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh masing-masing fungsi bisnis tersebut dalam pencapaian sasaran-sasaran
tersebut. Akhimya pada bagian ini dilakukan analisa untuk menentukan faktor-faktor penentu yang bersifat kritis dalam pencapaian dari sasaran masing-masing fungsi bisnis yang ada didalam
perusahaan, dan juga dilakukan analisa kebutuhan informasi bisnis dan pendukungnya terhadap
tiap-tiap faktor kritikal tersebut.
Pada bagian kedua dari tahapan analisa dan pembahasan, dilakukan evaluasi dan analisa mengenai dukungan sistem informasi yang dimiliki oleh perusahaan pada saat ini.
Pembahasannya dibagi kedalam 3 pilar Sistem Informasi yaitu:
.. Infrastruktur Teknologi Informasi.
.. Pembahasan akan meliputi arsitektur jaringan, manajemen data dan komunikasi data.
.. Sistem Informasi.
.. Pembahasan akan meliputi aplikasi sistem informasi dan perangkat lunak aplikasi.
.. Manajemen Sumber Daya Informasi.
.. Pembahasan akan meliputi pengelolaan segala aspek sumber daya informasi yang mencakup teknologi, sumber daya manusia dan hubungannya.
Dari hasil analisa dan pembahasan yang dilakukan dapat diidentifikasikan beberapa
permasalahan pokok sistem informasi pada P.T. TSP (PERSERO) yaitu:
.. Peranan sistem informasi bagi manajemen
.. Peranan sistem informasi bagi kegiatan operasional perusahaan.
.. Infrastruktur jaringan komunikasi data.
.. Infrastruktur manajemen data.
.. Organisasi dan sumber daya manusia di bidang sistem & teknologi informasi.
Penentuan solusi bagi permasalahan diatas yang tersebar diseluruh unit kerja mengkristal pada kebutuhan adanya suatu perencanaan strategi sistem informasi sebagai pedoman dalam pembangunan dan pengimplementasian sistem informasi pada perusahaan.
Rencana Strategi Sistem Informasi yang menjadi topik dari Tesis ini merupakan usulan strategi sistem informasi serta rencana induk implementasinya yang diharapkan dapat berguna bagi P.T TSP (Persero) dalam mengembangkan sistem informasinya. Sebagaimana dalam tahap analisa dan pembahasan, maka rencana strategi serta pengimplementasiannya ini disusun menurut tiga pilar sistem informasi yaitu:
.. Infrastruktur Teknologi Informasi
Menjelaskan infrastruktur teknologi informasi meliputi perangkat keras, perangkat lunak sistem, database serta perangkat jaringan komunikasi data yang harus tersedia untuk menghasilkan sistem informasi yang dibutuhkan. Strategi ini adalah untuk mendukung kegiatan proses bisnis P. T. TSP (Persero) dan interaksi antara fungsi bisnis yang ada melalui teknologi informasi.
Tujuan utama dari strategi infrastruktur teknologi informasi ini adalah:
.. Mendukung kegiatan proses bisnis dari perusahaan dan interaksi antara fungsi yang ada.
.. Dapat memberikan kontribusi strategis pada proses bisnis perusahaan.
.. Sistem lnformasi
Menjelaskan tentang informasi-informasi apa saja yang dibutuhkan oleh perusahaan, baik yang menyangkut kebutuhan operasional maupun kebutuhan manajemen dengan dimensi yang luas. Hal ini direpresentasikan dengan pembangunan aplikasi-aplikasi sistem informasi perusahaan.
Tujuan utama dari strategi sistem informasi ini adalah:
.. Meyakinkan semua aplikasi berguna untuk mendukung semua fungsi bisnis, kegiatan proses bisnis.
.. Meyakinkan semua aplikasi di rancang dan diimplementasikan untuk kebutuhan dan perkembangan bisnis perusahaan.
.. Manajemen Sumber Daya Informasi.
Menjelaskan tentang pengelolaan seluruh sumber daya sistem dan teknologi informasi meliputi organisasi, sumber daya manusia dan berbagai faktor lainnya yang berkaitan dengan penerapan sistem informasi yang dibangun.
Strategi ini didasarkan atas beberapa pokok pemikiran yang perlu dipertimbangkan:
.. Persaingan bisnis kedepan.
.. Lintas fungsional dan lintas organisasi.
.. Lingkup penerapan sistem & teknologi informasi yang semakin luas dan bervariasi.
.. Pergeseran fokus dari operasional ke manajerial dan strategis.
.. Data dan informasi sebagai sumber daya utama perusahaan.
.. Semakin kompleksnya sumber daya informasi yang digunakan.
Pada akhir tulisan ini juga dikemukakan beberapa hal-hal penting yang hams diperhatikan di
dalam penyusunan dan pengimplementasian rencana strategi ini yaitu:
.. Sosialisasi program-program sistem dan teknologi informasi secara intensif yang didukung kajian nilai ekonomis bagi P. T. TSP (Persero) untuk meningkatkan dukungan manajemen puncak.
.. Hasil yang optimal dari perencanaan strategi sistem informasi diharapkan akan dapat menempatkan fungsi sistem dan teknologi informasi dalam struktural organisasi P.T. TSP (Persero) dan masuknya penanggung jawab fungsi sistem dan teknologi informasi dalam jajaran eksekutif perusahaan.
.. Adanya pengkajian secara detail dan up-date terhadap program-program perencanaan strategi sistem informasi tanpa keluar dari kerangka kerja perencanaan strategi tersebut.
"
2002
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Salah satu isu utama dalam industri kesehatan adalah kurangnya manajemen yang tepat dalam aset informasi. Hilangnya aset informasi dapat diklasifikasikan sebagai bencana yang dapat mengakibatkan kerugian finansial. Seringkali, ini kerugian keuangan sulit untuk menghitung karena nilai ekonomi dari aset informasi tidak diukur. Penelitian ini akan membahas informasi manajemen aset di industri kesehatan menggunakan Steven Informatian Profil Aset (IAP), khususnya pada proses bisnis inti. Kuantifikasi nilai ekonomi aset informasi dilakukan melalui analisis risiko menggunakan diagram tulang ikan. Ini adalah hasil pemetaan risiko dalam kategori Ranti yang Generik / TI Nilai Bisnis, dikombinasikan dengan empat Su model dampak bisnis (keuangan, operasional, pelanggan, dan karyawan). Hal ini bertujuan untuk membantu menentukan metrik yang menunjukkan kuantifikasi kerugian finansial yang mungkin timbul dari kehilangan informasi aset. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa IAP dapat digunakan sebagai metode manajemen informasi aset, serta praktek terbaik dalam penerapan awal manajemen risiko. Penelitian ini juga menemukan bahwa nilai aset informasi tidak selalu sesuai dengan nilai positif ekonominya karena tergantung pada tingkat pemulihan data di masing-masing aset.

Abstract
One primary issue in healthcare industry is the lack of proper management in its information asset. The loss of information asset can be classified as a disaster that might lead to financial loss. Often, this financial loss is hard to calculate since the economic value of the information asset is not quantified. This study will address information asset management in healthcare industry using Steven?s Informatian Asset Profiling (IAP), specifically on its core business process. Quantification of the economic value of information asset is performed through risk analysis using fishbone diagram. It is the mapping result of risks categories in Ranti?s Generic IS/IT Business Value, combined with Su?s four models of business impact (financial, operational, customer, and employee). It aims to help determining quantification metrics which shows financial loss that might result from information asset loss. The result of this study shows that IAP can be used as a method of information asset management, as well as the best practice in the early application of risk management. The study also finds that information asset value does not always correspond positively with its economic value as it depends on the level of data recovery in each asset."
[Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia], 2011
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Anang Syarifudin Aminsyah
"PT Data Sinergitama Jaya (PT DSJ) sebagai penyedia layanan data center bagi pihak ketiga, dihadapkan pada tantangan dalam mengelola data center-nya yaitu efisiensi sumber daya infrastruktur data center yang rendah. Untuk membantu mengatasi masalah rendahnya efisiensi sumber daya infrastruktur data center yang rendah tersebut, sesuai dengan best practice yang ada, PT DSJ berencana untuk menggunakan tool Data Center Infrastructure Management (DCIM). Produk DCIM yang ada di pasaran cukup banyak, sedangkan biaya investasi yang harus dikeluarkan cukup besar serta DCIM adalah sistem yang cukup kompleks, untuk itu diperlukan analisis yang komprehensif atas alternatif produk DCIM yang akan digunakan. Analisis perbandingan produk DCIM dilakukan dengan menggunakan metode Analytic Hierarchy Process dengan membandingkan alternatif produk DCIM yang ada dengan kriteria kualitas perangkat lunak berdasarkan standar ISO/IEC 25010 dan kriteria bisnis. Hasil akhir pemeringkatan menunjukkan peringkat produk DCIM yang paling tepat bagi PT DSJ berturut-turut adalah StruxureWare, RaMP, Cormant-CS, dcTrack dan Nlyte DCIM.

PT Data Sinergitama Jaya as a data center provider that give data center service for third party; facing challenge in managing their data center; which is low efficiency of their infrastructure resources. In order to solve data center infrastructure resources inefficiency problem, following known best practice PT DSJ is planned to implement Data Center Infrastructure Management system. Currently there are several DCIM product that available in the market. Considering DCIM implementation cost is high and DCIM is a complex system, therefore a comprehensive analysis has to be performed before deciding which DCIM product that will be implemented. The process of selecting the most suitable DCIM product was done by using AHP methode that compared between alternatives with software quality criteria that follow ISO/IEC 25010 standard quality model and business criteria. The final result of prioritation process is this following order: StruxureWare, RaMP, Cormant-CS, dcTrack and Nlyte DCIM
"
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2013
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Yan Mikhael
"Penelitian mengenai model persediaan telah banyak dilakukan dan telah menghasilkan solusi bagi perusahaan untuk dapat menghadapi ketidakpastian permintaan pelanggan. Beberapa masalah bagi perusahaan yang tidak menggunakan model persediaan dalam proses penyediaan bahan baku adalah seringnya terjadi kekurangan persediaan yang akhirnya menimbulkan biaya persediaan yang tinggi. Dengan menerapkan model pengelolaan persediaan (inventory control policy), total biaya persediaan dapat diminimalkan. Penelitian ini dilakukan dengan mengembangkan Simulasi Monte Carlo untuk menentukan model manajemen persediaan yang optimal dan nilai parameter model manajemen persediaan yang optimal. Obyek penelitian mencakup tiga jenis aluminium di perusahaan tempat penelitian. Model pengendalian persediaan yang optimal beserta dengan nilai optimal parameter-parameternya untuk setiap jenis aluminium berhasil ditemukan dengan implementasi metode Simulasi Monte Carlo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan kuantitas peninjauan persediaan berkelanjutan (s,S) menjadi model optimal bagi dua jenis aluminium dan model (s,Q) menjadi model optimal bagi satu jenis aluminium.

Research on inventory models has been widely carried out and has resulted in solutions for companies to be able to deal with uncertainties in customer demand. Some of the problems for companies that do not use the inventory model in the process of supplying raw materials are the frequent occurrence of inventory shortages which eventually lead to high inventory costs. By applying an inventory management model (inventory control policy), total inventory costs can be minimized. This research was conducted by developing a Monte Carlo Simulation to determine the optimal inventory management model and the optimal parameter value of the inventory management model. The research object includes three types of aluminum in the research company. The optimal inventory control model along with the optimal values of its parameters for each type of aluminum was found by implementing the Monte Carlo Simulation method. The results showed that the continuous inventory review quantity policy (s,S) was the optimal model for two types of aluminum and model (s,Q) was the optimal model for one type of aluminum."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moh. Dess Syabar
"Peningkatan transaksi perdagangan yang diselenggarakan oleh PT. ABCD mengalami kenaikan yang signifikan dari tahun ke tahun. Seiring dengan peningkatan tersebut, potensi risiko juga turut meningkat sebagai akibat dari peningkatan transaksi maupun oleh penggunaan teknologi pada sistem perdagangan. Untuk itu PT. ABCD telah membangun fasilitas perdagangan darurat yang diharapkan mampu menggantikan fungsi perdagangan pada saat fasilitas perdagangan di lokasi utama tidak dapat digunakan. Namun demikian masih terdapat beberapa “kegagalan” yang mengakibatkan sistem perdagangan di PT. ABCD mengalami pembekuan atau bahkan dihentikan. Dalam beberapa kejadian, hal tersebut lebih diakibatkan terbatasnya waktu tersedia yang dapat digunakan untuk bertransaksi sementara untuk melakukan proses aktivasi fasilitas Disaster Recovery Centre (DRC) juga memerlukan waktu persiapan yang relatif lama.
Berdasarkan hal tersebut muncul kebutuhan untuk mengembangkan infrastruktur sistem perdagangan yang mampu menjalankan fasilitas operasional perdagangan secara jarak jauh atau bahkan dengan mengkombinasikan fasilitas yang terdapat di DRC dan lokasi utama. Dengan demikian proses perdagangan tetap berjalan meskipun terjadi kegagalan pada sebagian atau bahkan seluruh fungsi pada satu lokasi.
Untuk mendukung rencana pengembangan tersebut, penelitian akan dilakukan berdasarkan pendekatan metodologi The Open Group Achitecture Framework- Architecture Development Method (TOGAF-ADM) dengan referensi arsitektur berdasarkan Cisco Service-Oriented Network Architecture (SONA) yang dipetakan terhadap TOGAF TRM.

Trade transaction organized by PT ABCD increased significantly from year to year. Along with this increase, the potential risk is enlarged as a result of increasing transaction and the utilization of information tecnology in trade system. In order to minimize the risk, PT ABCD has developed contigency trade facility that is expected be able to replace the trade function in prime site in case that trade facility cannot be used. Unfortunately, some failures causing the freezed or even stopped trade were encountered. In some cases, the freezed or even stopped trade were caused by limited time in place that could be used for transaction while the activation of Disaster Recovery Centre (DRC) required a relative long preparation.
In accordance to that case, there is a need to developed trade system infrastructure that has ability to operate remote trading facilities in the DRC site or prime site alternately, or combine the operation of remote trading facilities both in the DRC site and prime site in the same time. Therefore, trade facility still can be run thought there is encountered that a partial or total system failure occurred in one site.
In order to support that development planning, the research methodology will be conducted by The Open Group Achitecture Framework- Architecture Development Method (TOGAF-ADM) approach with reference to Cisco Service-Oriented Network Architecture (SONA) architecture mapped to TOGAF TRM.
"
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2014
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>