Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 120649 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gina Gantini Savitri
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi produk furniture kayu Indonesia yang mempunyai daya saing di pasar global dan pasar tertentu (Hungaria dan Arab Saudi). Di dalam penelitian ini, penulis menggunakan RCA dan ESI sebagai metodologi penelitian digabungkan dengan model SWOT untuk memformulasikan strategi di pasar spesifik. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa Indonesia mempunyai tiga jenis produk furniture kayu yang mempunyai daya saing di pasar global, dua jenis produk furnitur kayu di Hungaria, dan tiga jenis produk fumiture kayu di Arab Saudi. Dalam rangka meningkatkan ekspor furnitur kayu Indonesia di pasar non tradisional, strategi yang harus di adopsi oleh Pemerintah Indonesia adalah strategi kelemahan-peluang.

The objective of this research is to identify kinds of Indonesia’s wooden furniture products that have Comparative Advantage in global and specific market (Hungary and Saudi Arabia). In order to reach this objective, author used Revealed Comparative Advantage (RCA) and Export Specialization Index (ESI) as methodology combined with SWOT model to formulate export strategy in specific market. This research shows that Indonesia have three product of wooden fumiture which have comparative advantage in global market, two product of wooden furniture in Hungary market, and three product of wooden furniture in Saudi Arabia market. In order to improve Indonesia’s wooden fumiture export in “Non-Traditional” market, the strategies that should be adopted by the Government is W-0 (Weakness-Opportunity) strategy."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T26432
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rahayu Ningsih
"Export promotion is an important policy for developing country in term of foreign exchange earning. And every country has competed with each other to seize in global market in exporting their products. However, to be a winner in global competition, each country should suitably pose their products in certain market. Besides that, each country should also understand their products position (relative to their competitor) and how competitive their products in that market. This study tries to map Indonesia's product position and its performance in United Arab Emirates (UAE) market during 2001 and 2006 period. Using Boston Consulting Gronp Matrix (BCG Matrix) and Constant Markel Share Analysis (CMSA), this study found that some of Indonesia's products were superior in UAE's market especially for certain kind of textile products, paper and pulp products, automotive and parts, agro industrial products (cocoa butter, coffee, and black tea), certain kind of wood products, jewelry from precious metal, glassware, and miscellaneous products (soaps, shampoos, and pasta). While, some products faced declining in position especially for certain kind of textile products, plastic products, fomilure products.certain kind of footwear, and electronic part and accessories products. Finally, in order to improve Indonesia's export we must apply different strategy for each product depending on its position and its performance in that market."
Depok: Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T21089
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Handoko P. Gondokusumo
"ABSTRAK
Untuk dapat mengimbangi kenaikan jumlah penduduk serta
untuk meningkatkan kesejahteraan penduduknya, setiap negara
perlu meningkatkan pertumbuhan ekonominya. Dilain pihak, upaya
peningkatan pertumbuhan ekonami selalu akan menimbuikan
peningkatan permintaan devisa. Peníngkatan kebutuhan devisa
diperlukan untuk membiayai pembelian barang dan jasa, baik
untuk investasi maupun untuk konsumsi. SaIah satu cara untuk
memenuhi peningkatan kebutuhan tersebut adaiah dengan
meningkatkan ekspor. Dengan demikian bagi negara berkembarig
yang sedang membangun seperti Indonesia ekspor mutlak
diperlukan.
Sampai dengan tahun 1984/1985 ekspor Indonesia masih
didominasi oleh ekspor migas, yaitu mencapai 68% dari total
ekspor. Namun dengan semakin turunnya harga migas dipasaran
dunia, pemerintah berusaha meningkatkan ekspor nonmigas dengan
berbagai cara. Pada tahun 1990 ekspor nonmigas Indonesia telah
meningkat menjadí 56% dari total ekspor. Sementara peranan
pendapatan migas turun dari 54% menjadi 37% dan total
anggaran pendapatan pada tahun 1990/1991.
Salah satu komoditi yang menjadi penunjang utama sektor
nonmigas adalah dari produk?produk hasil kayu. Ekspor hasil
kayu pada tahun 1990 mencapai 23% dari total ekspor non migas
Indonesia dan menduduki peringkat pertama. Namun keberhasilan
ekspor hasil kayu tersebut masih didominasi oleh produk?produk
primer yang rendah nilai tambahnya dan rnempercepat laju
kerusakan hutan. Oleh karena itu pemerintah berusaha untuk
meningkatkan ekspor dan produk?produk sekunder dengan nilai
tamban yang lebih tinggi, antara lain dengan menghentikan
ekspor kayu gelondongan dan pembatasan ekspor kayu gergajian.
Salah satu dan produk sekunder yang tampaknya cukup
prospektif adaìah wooden furniture.
Pasar wooden furniture Indonesia yang terutama adalah
kenegara?negara maju, dengan jumiah terbesar ke Jepang,
Amerika Senikat, Eropa Barat dan negara-negara NIE seperti
Taiwan, Hongkong dan Singapura. Negara importir yang banyak
mengimpor dari negara berkembang adalah Jepang dan Amerika
Serikat. Sedangkan di Eropa Barat mayoritas masih dikuasai
oleh intra industry trade. Permintaan akan wooden furniture
dari negara?negara tersebut terus meningkat setiap tahun,
sementara produksi didalam negerinya tidak dapat mengimbangi
kenaikan permintaan tersebut. Sehingga peluang pasar yang ada
cukup potensial.
Kesulitan yang dialami oleh produsen dinegara?negara maju
adalah semakin sulitnya memperoleh bahan baku dan upah tenaga
kerja yang tinggi. Untuk mengatasi hal tersebut banyak
perusahaan yang menerapkan teeknoIogi dan peralatan produksi
yang canggih, agar dapat. meningkatkan efisiensinya. Untuk
perusahaan berskala menengah kebawah langkah yang diambil
adalah spesialisasi, terutama produsen di Eropa Barat.
Kelompok produk yang diekspor Indonesia rneliputi : chair
and other seats of wood or wicker-work (SITC 821 11 10), parts
of chairs and seats of wood and wicker-work (SITC 821 19 10),
office furniture of wood (SITC 821 92 40), other- furniture of
wood (SITC 821 92 90), parts of wooden drawing table (SITC 821
99 21). Jumlah ekspor terbesar adalah untuk SITC 821 11 10.
Pertumbuhan ekspor nya mencapai 88% per tahun, pangsa
pasar relatif meningkat terus, dan konsentrasi pasar semakin
menurun. Hal tersebut, menunjukkan bahwa produk wooden
furniture Indonesia cukup mempunyal daya saing dalam menembus
pasar internasjonal, terutama untuk segmen kelas menengah
kebawah. Namun secara absolut, pangsa pasar Indonesia dipasar
dunia masih cukup kecil yaitu hanya 0,71%.
Produk yang diekspor adaìah untuk segmen pasar kelas
menengah, yaitu dengan local wood content sekitar 40%. Seymen
tersebut memang merupakan segmen terbesar didalam negeri
sendiri. Disain, dan jenis produk yang diekspor sebagian, besar
berdasarkan permintaan pembeli. Sebagian besar produk yang
diekspor tidak diberi merk oleh produsen, tetapi oleh pembeli
diluar negeri.
Pasar wooden furniture didunia adalan pasar persaingan
sempurna (perfect competition). Oleh karena itu produsen
bertindak sebagai price taker. Masing?masing produk sudah ada
bracket harganya. Jalur pemasaran masih melaiui agen diluar
negeri atau melalui buying groups, sedangkan proses- didalam
negeri ada yang melaiui trading company atau dilakukan
sendiri. Promosi dilakukan melaiui media masa (ikian) atau
dengan ikut serta dalam pameran internasional.
Peralatan dan teknologi produksi yang digunakan sebagian
besar masih konvensional dan menggunakan sistim manual yang
tidak fleksibel. Dengan pesanan dan pembeli yang beragam maka
ke tidak fleksibelan tersebut sangat menurunkan efisiensi dan
produktivitas.
Usaha-usaha peningkatan ekspor dapat dilakukan dengan
meningkatkan volume ekspor atau meningkatkan nilai produk yang
diekspor. Tantangan terhadap usaha?usaha tersebut antara lain
adaiah persaingan dari negara?negara eksportir utama seperti
Taiwan, Korea, Hongkong, Singapura dan dan negara?negara yang
sedang mengembangkan industri furniture nya seperti Malaysia,
Filipina, Thailand dan RRC. Selain itu semakin efisiennya
industri wooden furniture dinegara?negara importir sendiri
dapat menjadi hambatan bagi ekspor Indonesia. Selain itu
peningkatan volume ekspor dan peningkatan nilai tambah masih
mengalami hambatan dari biaya dana serta biaya?biaya lain yang
tinggi. Meskipun pemerintah terus mendepresiasikan nilai mata
uang rupiah, namun inflasi dan suku bunga yang tinggi
cenderung meningkatkan biaya?biaya.
Dengan harga jual produk yang kompetitif serta biaya yang
cenderung meningkat maka produsen tidak rnempunyai insentif
yang cukup menarik untuk melakukan ekspansi karena laba yang
diperoleh semakin menurun. Insentif yang ada bagi produsen
dalam melakukan ekspor selama ini antara lain untuk mencari
pasar yang ìebih luas karena persaingan yang ketat didalam
negeri, perputaran dana yang lebih cepat, jenis produk yang
lebin sederhana dan memanfaatkan kelebihan kapasitas produksi.
Daiam kondisi demikian produsen tidak rnempunyai komitmen dalam
penciptaan faktor?faktor produksi (factor creation) sehíngga
dikhawatirkan daya saing produk Indonesia tidak dapat
mengikuti perubahan?perubahan tuntutan pasar.
Untuk mengatasi hal tersebut kerja sama antara pengusaha
dan pemerintah mutlak diperlukan. Pemerintah diharapkan dapat
memberi tambahan insentif dengan membantu penciptaan faktor
faktor pendukung produksi. Misalnya dengan mendirikan
fasilitas pendidikan dan latihan serta fasilitas penelitian
dan pengembangan yang memadai. Dari píhak pengusaha diharapkan
dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas dengan
nelakukan spesialisasi untuk beberapa produk saja dan kerja
sama antara perusahaan kecil dengan perusahaan besar dalam
bentuk subkontraktor. Untuk itu diharapkan ada peranan
asosiasi yang Iebih besar dalam menggalang kerja sama ini.
"
1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alvin Baskoro Adhi
"Manajemen stakeholder memiliki peranan penting dalam kesuksesan proyek karena strategi, rencana, metode, dan proses terhadap stakeholder akan sangat menentukan kesuksesan proyek. Sebagai salah satu industri yang menyumbangkan konsumsi material dan emisi tertinggi di dunia, project stakeholder memegang peranan penting dalam penerapan konstruksi berkelanjutan. Konstruksi ramping (lean construction) merupakan salah satu prinsip dalam penerapan konstruksi berkelanjutan yang dituangkan dalam Permen PUPR No. 9 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyelenggaraan Konstruksi Berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bentuk stakeholder engagement assessment matrix dalam konstruksi ramping, menganalisis hambatan dan dorongan stakeholder dalam konstruksi ramping, dan mengembangkan strategi peningkatan bentuk stakeholder engagement assessment matrix untuk meningkatkan implementasi konstruksi ramping. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei kuesioner kepada 61 responden. Metode analisis data menggunakan Certainty Index, Relative Importance Index, Fuzzy AHP, dan Fuzzy-TOPSIS. Penelitian ini berfungsi sebagai pendukung stakeholder dalam pengembangan konstruksi berkelanjutan dan konstruksi ramping di Indonesia. Hasil temuan menunjukkan terdapat engagement gap pada stakeholder owner, kontraktor, konsultan perencana, supplier, pemerintah pusat, pemerintah daerah, LSM, dan masyarakat. Tidak terdapat engagement gap pada supplier dan investor proyek. Faktor penghambat tertinggi penerapan sustainable lean construction adalah kurangnya pengetahuan dan kemampuan dalam konstruksi ramping, sementara faktor pendorong tertinggi penerapan sustainable lean constrution adalah peningkatan efisiensi waktu dan stardisasi proses. Strategi peningkatan keterlibatan stakeholder dengan peringkat tertinggi adalah pembuatan regulasi dan standardisasi material ramah lingkungan oleh pemerintah pusat dan owner proyek.

Stakeholder management has an important role in the success of the project because the strategies, plans, methods, and processes for stakeholders will greatly determine the success of the project. As one of the industries that contributes the highest material consumption and emissions in the world, project stakeholders play an important role in implementing sustainable construction. Lean construction is one of the principles in implementing sustainable construction as outlined in the PUPR Ministerial Decree No. 9 of 2021 concerning Guidelines for the Implementation of Sustainable Construction. This study aims to analyze the stakeholder engagement assessment matrix in lean construction, analyze the obstacles and incentives of stakeholders in lean construction, and develop stakeholder engagement strategies to improve the implementation of lean construction. This research was conducted using a questionnaire survey to 61 respondents. The data analysis method uses Certainty Index, Relative Importance Index, Fuzzy AHP, and Fuzzy-TOPSIS. This research serves as a support stakeholder in the development of sustainable construction and lean construction in Indonesia. The findings of this research shows that there are engagement gaps in many project stakeholders as owners, contractors, consultants, suppliers, government, local governments, NGOs, and the community. There is no engagement gap in project suppliers and investors. The highest barrier to implement sustainable lean construction is the lack of knowledge and skills in using lean tools and principles, while the highest driver to implement sustainable lean construction is improved time efficiency and process standardization. The highest strategy for increasing the stakeholder engagement is by developing regulation and stadardizations of green and sustaianable material by governments and project owners."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salusu, Bianca Marella Putri
"Energi panas bumi di Indonesia memegang peranan yang sangat penting dalam energi terbarukan untuk memastikan terdapat sumber energi yang dapat diandalkan dan berkelanjutan. Berdasarkan PP No. 79 Tahun 2014 pada sektor energi, Indonesia menargetkan Energy Mix pada tahun 2025 dimana energi baru dan terbarukan berkontribusi sebesar 23% dari total Energy Mix. Melalui Perpres No. 22 Tahun 2017, Pemerintah Indonesia (RI) telah menetapkan target 7.241,5 MW panas bumi kapasitas terpasang pada tahun 2025. Sedangkan kapasitas terpasang saat ini sekitar 2.133,5 MW. Berdasarkan kesenjangan antara potensi dan kapasitas terpasang PLTP dengan data tersebut dapat disimpulkan bahwa pengembangan panas bumi di Indonesia masih rendah karena banyaknya tantangan yang dihadapi. Salah satu tantangan dalam pengembangan panas bumi adalah isu sosial seperti penolakan dari komunitas cukup banyak mendominasi. Isu sosial dapat mengakibatkan keterlambatan penyelesaian proyek yang akhirnya akan berdampak pada keekonomian proyek. Risiko sosial ini pun dapat diturunkan dengan meningkatkan penerimaan sosial (social acceptance) atas kegiatan panas bumi dengan memahami latar belakang dan faktor yang mempengaruhi rendahnya penerimaan sosial. Social acceptance dapat dibagi menjadi 3 dimensi yaitu: socio- political acceptance, community acceptance, dan market acceptance. Penelitian ini akan berfokus pada socio-political acceptance sebagai dimensi yang paling luas dari social acceptance yang menjelaskan bagaimana manusia dan organisasi membuat keputusan, menyelesaikan konflik, menjalin kemitraan, merespon kebijakan pemerintah serta masalah sosial dan sebagai pondasi dari social acceptance. Strategi yang dihasilkan dari analisis terhadap socio-political acceptance ini diharapkan dapat membantu perusahaan penghasil listrik dari panas bumi (IPP) untuk meningkatkan socio-political acceptance terhadap proyek panas bumi untuk meningkatkan kinerja waktu.

Geothermal energy in Indonesia plays a very important role in renewable energy to ensure that there is a reliable and sustainable energy source. Based on PP No. 79 In 2014 in the energy sector, Indonesia targets the Energy Mix in 2025 where new and renewable energy contributes 23% of the total Energy Mix. Through Presidential Decree No. 22 of 2017, the Government of Indonesia (RI) has set a target of 7,241.5 MW of geothermal installed capacity by 2025. While the current installed capacity is around 2,133.5 MW. Based on the gap between the potential and installed capacity of geothermal power plants with these data, it can be concluded that geothermal development in Indonesia is still low due to the many challenges faced. One of the challenges in geothermal development is that social issues such as refusal from the community dominate quite a lot. Social issues can result in delays in project completion which will ultimately have an impact on the project's economy. This social risk can also be reduced by increasing social acceptance of geothermal activities by understanding the background and factors that influence the low social acceptance. Social acceptance can be divided into 3 dimensions, namely: socio-political acceptance, community acceptance, and market acceptance. This study will focus on socio-political acceptance as the broadest dimension of social acceptance which explains how humans and organizations make decisions, resolve conflicts, establish partnerships, respond to government policies and social problems and as the foundation of social acceptance. The strategy resulting from the analysis of socio-political acceptance is expected to help companies producing electricity from geothermal (IPP) to increase socio-political acceptance of geothermal projects to improve time performance."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jerry Alphanto
"ABSTRAK
Sehubungan dengan makin berkurangnya proporsi ekspor migas seiring dengan meningkatnya Industrialisasi di Indonesia, terasa sekali bahwa peranan ekspor non-migas sebagai surnber devisa bagi negara Indonesia dimasa yang akan datang makin besar. Bila dibandingkan dengan penghasil devisa lainnya, ekspor non-migas boleh jadi adalah penghasil devisa yang mempunyai prospek yang paling baik bagi stabilitas ekonomi dan budaya nasional karena orientasinya adalah menjual produk buatan Indonesia kepada negara-negara di luar Indonesia. Sebab itulah pemerintah Indonesia dengan berbagai upaya mencoba terus meningkatkan ekspor non-migas.
Dengan berketnbangnya telekomunikasi dan komputerisasi yang menyebabkan ekonomi dunia tidak berbatas negara, hal ini berarti meningkatkan sarana ekspor dan irapor bagi para pelaku ekonomi di dalam perdagangan internasional. Indonesia sebagai negara kepulauan yang banyak menghasilkan bahan baku industri dan mempunyai jumlah tenaga kerja yang besar, memiliki potensi besar dalam berbagai industri yang dapat menunjang ekspor non-migas. Salah satu dari industri non-migas Indonesia yang mempunyai potensi yang cerah adalah industri furniture kayu dimana Indonesia mempunyai bahan baku yang berlimpah dari hasil hutan yang besar. Namun -demikian pangsa pasar ekspor furniture kayu Indonesia dalam pemasaran internasional terasa masih kecil bila dibandingkan dengan negara lain, walaupun Indonesia memiliki bahan baku yang berlimpah serta jumlah tenaga kerja yang besar. Da lam karya akhir ini karni mencoba menganalisa segmen-segrnen dan potensi-potensi pasar furniture kayu yang masih terbuka dan belum dimanfaatkan oleh pengusaha-pengusaha Indonesia dalam meningkatkan pangsa pasar dalam pemasaran internasional pada umumnya dan di Jepang pada khususnya. Kami juga akan membahas Jepang, sebagai pasar yang besar tetapi merniliki kompleksitas yang tinggi serta rnempelajari bagaimana perusahaan-perusahaan furniture kayu Indonesia memasuki pasar Jepang.
Dalam menganalisis ekspor furniture kayu Indonesia ke Jepang, kami menggunakan beberapa analisis yang meliputi antara lain analisa kekuatan dan kelemahan furniture kayu Indonesia di pasar Jepang serta peluang dan ancamannya. Disamping itu juga hasil analisa lingkungan industri yang terdiri dari persaingan dalam industri, kekuatan pemasok, ancaman pendatang baru, kekuatan pembeli dan ancaman dari produk pengganti. Selain itu juga dilakukan analisa bauran pemasaran untuk menganalisa perangkat variabel pemasaran yang terdiri dari produk, distribusi, promosi dan harga.
Dari analisa-analisa tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan mengenai kondisi ekspor furniture kayu Indonesia di Jepang yang merupakan salah satu andalan pemerintah Indonesia didalam menjaring devisa, adanya pengembangan peraturan berupa deregulasi ekspor yang diharapkan dapat memperbesar pangsa pasar furniture kayu Indonesia di Jepang yang baru mencapai 4,57% dari keseluruhan irapor Jepang untuk porduk furniture kayu. Disamping itu usaha pemanfaatan secara optimal keunggulan-keunggulan yang dimiliki Indonesia dibandingkan dengan sejumlah pesaing dari negara lain yaitu melimpahnya tenaga kerja dan tersedianya bahan baku yang cukup raemadai di Indonesia, usaha-usaha ini diharapkan dapat memacu perkembangan ekspor furniture kayu. Sedangkan saran-saran yang dapat diberikan antara lain adanya kebijakan Pemerintah guna menciptakan deregulasi yang menunjang industri furniture kayu agar menjadi kompetitif, peningkatan mutu produk, harga produk yang cukup bersaing dan usaha peningkatan distribusi serta promosi produk yang intensif merupakan strategi ekspor perabot kayu Indonesia mencapai peningkatan pangsa pasar di Jepang."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nofrizal Lasrun
1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Affifuddin
"PT. Wahana Citra merupakan salah satu perusahaan swasta nasional yang bergerak dibidang industri furniture vkayu (fabricated wood furniture) berskala besar dengan investasi sebesar Rp.2.532.568.575. Furniture kayu yang merupakan salah satu produk ekspor non migas Indonesia perlu didukung perkembangannya daiam rangka menghasilkan devisa serta memperluas lapangan kerja karena industri ini merupakan padat karya.
PT. Wahana Citra daiam perkembangannya (dari tahun 1995 sampai dengan tahun 1998) mengalami peningkatan volume dan nilai ekspor. Namun masalah yang dihadapi oleh perusahaan adaiah masih terbatasnya daerah pemasaran atau negara tujuan ekspor, sehingga perlu untuk lebih ditingkatkan lagi.
Negara tujuan ekspor utama adaiah Singapura melalui pemasaran tidak langsung, dan produk yang dihasilkan berdasarkan pesanan dan palanggan (buyer) tetap. Disamping masih terbatasnya wilayah pemasaran, keanekaragaman produk yang dihasilkan juga masih terbatas hanya untuk perlengkapan rumah tangga.
Penelitian ini diawali dengan melakukan analisis terhadap lingkungan eksternal dan internal yang mempengaruhi aktivitas dan kinerja perusahaan. Penilaian dengan menggunakan analisis SWOT dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang obyektif tentang peluang dan ancaman serta kekuatan dan kelemahan yang dimiiiki perusahaan.
Berdasarkan evaluasi dari beberapa faktor lingkungan diketahui bahwa kekuatan yang dimiliki perusahaan terletak pada ketepatan waktu pengiriman, utilitas kapasitas produksi dan lokasi pabrik. Sedangkan keragaman produk, kebijaksanaan harga, kegiatan promosi dan inovasi merupakan faktor kelemahan yang paling tinggi.
Dari hasil analisis SWOT dapat disimpulkan bahwa posisi bisnis perusahaan pada matrik lnternal - Eksternal berada pada kuadran I. Posisi ini berarti perusahaan berada pada tahap dapat melakukan pertumbuhan agar bisa meraih peluang yang cukup menarik seperti semakin terbukanya perdagangan antar negara atau kawasan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Friska Sari Ronadiba
"Berdasarkan teori perdagangan intemasional, terdapat hubungan antara keunggulan komparatif terhadap permintaan suatu produk di suatu negara. Suatu negara melakukan perdagangan intcmasional dengan negara lainnya karena dua hal, yaitu perbedaan sumber daya dan kemampuan berpnoduksi, serta tujuan untuk mencapai skala ckonomi (Krugman and Obstfeld, 1994). Berdasarkan pemikiran tersebut, peningkatan ekspor dapm dilakukan apabila suatu negara memiliki produk-produk yang kompetitii Dalam rangka mencapai pertumbuhm ekonomi, perubahan struktur produksi berdasarkan permintaan dalam negeri dan peluang perdagangan internasional sangatlah diperlukan. Proses pembahan tersebut akan mengikutsertakan kontribusi Sektor industri dan pexalihan keterganhmgan akan ekspor produk-produk primer ke produk-produk manuihktur sebaga suatu sumber devisa bagi negara. [nduslri manufaktur potensi lmtuk dikembangkan dalam sektor ekonomi di suatu negara. Namun, pnoduk-produk manufaktur Indonesia kuxang merniliki daya saing di pasar dunia sampai saat Antisipasi dapat dilakukan melalui divemitikasi pasar ekspor sehingga peningkatan ekspor non-migas, khususnya produk manufaktur, dapat dilakukan dengan m buka kesempatan terhadap pasar-pasar bam atau yang' disebut dengan pasar ?non-tradisionali Promosi ekspor merupakan salah satu diantara beberapa faktor penentu yang mempengaruhi peningkatan ekspor manufakmr Indonesia. Revealed Comparative Advantage (RCA) dan Export Specializaiion Index (ESD dapat dignnakan untuk mencari produk-produk yang memiliki keunggulan komparatigdaya saing di dunia dan beberapa pasar non-iradisional (Afrika Selatnn, Brazil, dan Bulgaria). Disamping itu, Matrix Mandeng Competitiveness Matrix juga dapat digunakan untuk menganalisa posisi pasar suat produk dalarn rangka menentukan strategi promosi ekspor
According to the international trade theory, comparative advantage has a relation to the demand for a product in one country. There are two reasons why some cormtries do intemational trade. First, every country has diH`erent resources and producing capability. Second, some countries have the objective to achieve economics of scale. The di&`ererrt of resources was caused trading between two countries, and each country take gain from trade (Krugman and Obstfeld, 1994). Base on this concept, export performance will increase if a country has many competitive products. In order to create the economic growth. it is needed a change of production structure based on domestic demand and intemational trade opportunity. The changing process will involve a contribution of industry sector and a switchover of primary products export dependency to manufacturing products as a source of foreign exchange. Manuiircturing industry has a potential to be developed in economic sector in a cormtry. However, the Indonesia?s manufacturing products are still not competitive yet in global market until now. Anticipation can be done through export market diversification so that it should be opened for other markets that called as ?non-traditional? markets in order to increase Indonesia?s oil and gas exports, especially manufacturing products. Furthermore, trade promotion is one of the determinant factors that influence the increasing of Indonesia manufactming export product. Revealed Comparative Advantage (RCA) and Export Specially Index (ESI) are found usetirl to measure Indonesia?s Comparative Advantage level in the world and some non-traditional markets (South Africa, Brazil, and Bulgaria). Moreover, Matrix Mandeng Competitiveness Matrix is also usefirl to analyze the market position of the products concerned and decision of promotion strategy."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dzaki Aulia
"Bank Indonesia memiliki fungsi dan tugas yang sangat penting yaitu untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai Rupiah. Dalam menjalankan fungsinya, Bank Indonesia perlu didukung dengan manajemen kelembagaan yang baik, salah satunya dalam hal pengadaan barang dan jasa. Peningkatan kinerja pengadaan perlu dilakukan secara berkesinambungan agar efisiensi dan efektivitas proses pengadaan semakin meningkat. Berdasarkan studi literatur, salah satu metode untuk meningkatkan kinerja pengadaan adalah dengan mengukur tingkat kematangan proses pengadaan agar dapat diketahui komponen pengadaan yang perlu ditingkatkan. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan strategi berdasarkan analisis gap terhadap kondisi eksisting kematangan proses pengadaan dengan menggunakan Procurement Maturity Model (Guth, 2010) untuk meningkatkan kinerja pengadaan di Bank Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode studi literatur dan survei yang dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada responden di Departemen Pengadaan Strategis Bank Indonesia. Selanjutnya dilakukan studi literatur untuk menyusun konsep strategi peningkatan yang akan dibahas secara mendalam melalui focus group discussion untuk menghasilkan strategi peningkatan tingkat kematangan proses pengadaan di Bank Indonesia. Strategi tersebut kemudian divalidasi sehingga dihasilkan rekomendasi strategi peningkatan tingkat kematangan pengadaan. Hasil dari penelitian ini adalah 21 strategi yang disarankan untuk diimplementasikan oleh Bank Indonesia untuk meningkatkan kinerja proses pengadaan barang dan jasa di Bank Indonesia.

Bank Indonesia has very important duties to achieve and maintain the stability of the Rupiah value. In carrying out its functions, Bank Indonesia needs to be supported by good institutional management, one of which is in the procurement. Procurement performance improvement needs to be done continuously hence the efficiency and effectiveness of the procurement will increase. Based on literatures, method to improve procurement performance is by measuring the procurement maturity level to identify which procurement components need to be improved. This research aims to produce improvement strategies based on a gap analysis of the existing procurement maturity level using the Procurement Maturity Model (Guth, 2010) to improve procurement performance at Bank Indonesia. This research uses literature studies and surveys by distributing questionnaires to respondents at the Strategic Procurement Department of Bank Indonesia. Subsequently, literature studies were conducted to formulate conceptual improvement strategies that would be discussed in focus group discussions to produce strategies. These strategies are then validated to produce recommendation in the form of strategies to increase the procurement maturity level. The results of this study are 21 strategies that are suggested to be implemented by Bank Indonesia to improve the performance of the procurement process at Bank Indonesia."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>