Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 125793 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eka Gatari
"Seorang ibu bekerja mempunyai beragam peran, yaitu sebagai seorang istri, ibu, dan pekerja. Ia bisa mendapat keuntungan dari perannya yang beragam, seperti meningkatkan self-esteem dan kepercayaan diri, sehingga subjective well-being (SWB)-nya meningkat. Di sisi lain, adapula masalah yang dapat mengurangi SWB-nya dari keberagaman peran tersebut, seperti kelebihan beban pada perannya (role overload) dan konflik peran. Adanya dampak yang berlawanan dari keberagaman peran tersebut membuat peneliti merasa perlu mengidentifikasi ciri-ciri SWB yang tinggi pada ibu bekerja. Di antara faktor-faktor yang mempengaruhi SWB, adanya dukungan sosial adalah faktor yang menarik untuk mengidentifikasi ibu bekerja dengan SWB yang tinggi. Ketertarikan tersebut antara lain datang dari pernyataan bahwa keuntungan fisik dan psikologis dari pekerjaan seorang ibu dapat menjadi tidak berguna apabila dukungan yang diberikan kurang. Untuk mengetahui apakah memang ibu bekerja dengan SWB yang tinggi memiliki dukungan sosial yang tinggi, peneliti mengangkat permasalahan tersebut di dalam penelitian ini.
Penelitian ini menggunakan perceived social support (PSS) untuk menjelaskan konsep dukungan sosialnya, menganalisis hubungan antara komponen-komponen SWB (kepuasan hidup secara global, afek positif, dan afek negatif) dengan PSS selain SWB secara keseluruhan. Sampel penelitian ini adalah 82 ibu bekerja berusia 25 ? 40 tahun yang berdomisili di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, atau Bekasi, bekerja minimal 35 jam dan tidak memiliki bawahan dalam pekerjaan tersebut, mempunyai anak di bawah umur 15 tahun, mempunyai suami yang bekerja fulltime, dan mempunyai orang (selain kerabat dan suami) yang membantu pekerjaannya di rumah. Data yang didapatkan kemudian dianalisis korelasinya dengan menggunakan SPSS 11.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara PSS dengan SWB dan komponen-komponennya.

An employed mother have multiple roles, that is, as a wife, mother, and worker. She could have benefits from her multiple roles, such as increasing self-esteem and self-confidence, so her subjective well-being (SWB) could improve. On the other hand, there are problems from multiple roles that could lower her SWB, such as role overload and role conflict. The conflicting effects from multiple roles mentioned above make the researcher feel there is a need to identify the characteristics of employed mothers with high SWB. Among other factors that influence SWB, social support was an interesting factor to be researched for employed mothers with high SWB identification. That interest came from the statement that pyshical and psychological benefits coming from an employed mothers' job could be less useful if there are only little support given to her. To know whether or not employed mothers' with high SWB has high social support, the researcher raises that problem in this research.
This research used perceived social support (PSS) to conceptualize social support, and analyze the relationship between SWB components (global life satisfaction, positive affect, and negative affect) with PSS aside from SWB as a whole. The sample in this research are 82 employed mothers with the age between 25 - 40 years old, living in Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, or Bekasi, worked 35 hours a week at minimum and didn't have any staff under her, had a child under 15 years old, had a husband that worked full-time, and had someone (aside from her husband and child) that helped her doing houseworks. Acquired data was analyzed using Pearson Product Moment correlation with SPSS 11.0. The results show that there are significant relationships between perceived social support with SWB and its components.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
155.633 GAT h
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Julian Devianti
"Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui peran psychological capital (PsyCap) dalam memediasi hubungan antara perceived social support dan subjective well-being pada istri yang bekerja. Penelitian ini penting karena belum ada pemahaman yang jelas terkait dengan bagaimana perceived social support dapat berperan pada subjective well-being istri yang bekerja. Pada penelitian ini, subjective well-being diukur dengan Satisfaction with Life Scale dan Scale of Positive Affect and Negative Experience, perceived social support diukur menggunakan Multidimensional Scale of Perceived Social Support, dan psychological capital diukur dengan PCQ-12. Penelitian ini dilakukan pada 117 istri yang bekerja. Hasil penelitian menemukan bahwa psychological capital memediasi hubungan antara perceived social support dan subjective well-being. Hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat untuk memperkaya literatur terkait variabel perceived social support, psychological capital, dan subjective well-being.

This study aimed to examine the role of psychological capital (PsyCap) in mediating the relationship between perceived social support and subjective well-being of working wives. This study is important because there is yet a clear understanding on how perceived social support can contribute to subjective well-being of working wives. In this study, subjective well-being was measured by Satisfaction with Life Scale and Scale of Positive Affect and Negative Experience, perceived social support was measured using Multidimensional Scale of Perceived Social Support, and psychological capital was measured by PCQ-12. This study was conducted on 117 working wives. The results found that psychological capital mediates the relationship between perceived social support and subjective well-being. The results of this study can be useful for enriching the literature related to the variables of perceived social support, psychological capital, and subjective well-being."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Mardiyanah
"Peluang mendapatkan pendapatan lebih tinggi mendorong pekerja untuk bermigrasi ke berbagai daerah di Indonesia. Namun, hal ini menimbulkan tantangan tersendiri bagi kesejahteraan subjektif pekerja migran seperti stres, kesepian, dan rendahnya modal sosial. Penelitian ini menguji hubungan antara persepsi dukungan sosial dan kesejahteraan subjektif pada 86 karyawan migran berusia 20-40 tahun di Indonesia. Data dikumpulkan melalui kuesioner dengan alat ukur The-PERMA-Profiler dan Social Provision Scale (SPS). Hasil penelitian menunjukan adanya korelasi positif secara signifikan antara persepsi dukungan sosial dan kesejahteraan subjektif (r=0.382, p<.01, two-tailed) yang menunjukan semakin tinggi pekerja memiliki persepsi dukungan sosial, maka semakin tinggi tingkat kesejahteraan subjektif yang dirasakannya. Dimensi persepsi dukungan sosial yang berhubungan erat dengan kesejahteraan subjektif adalah meyakinkan keberhargaan diri, disusul dengan dimensi integrasi sosial dan dimensi bimbingan. Oleh karena itu, perusahaan perlu merancang kebijakan yang mendukung apresiasi pekerja, lingkungan yang menciptakan integrasi sosial dan mentor bagi karyawan migran serta memberikan dukungan yang memadai untuk meningkatkan persepsi dukungan sosial dan kesejahteraan karyawan migran.

Opportunities for higher incomes encourage workers to migrate to various regions in Indonesia. However, this poses its own challenges to the subjective well-being of migrant workers such as stress, loneliness, and low social capital. This study examined the relationship between perceived social support and subjective well-being in 86 migrant employees aged 20-40 years in Indonesia. Data were collected through questionnaires with The-PERMA-Profiler and Social Provision Scale (SPS) measurement tools. The results showed a significant positive correlation between perceived social support and subjective well-being (r=0.382, p<.01, two-tailed), indicating that the higher the workers' perceived social support, the higher their subjective well-being. The dimension of perceived social support that is closely related to subjective well-being is self-esteem, followed by the social integration dimension and the guidance dimension. Therefore, companies need to design policies that support worker appreciation, environments that create social integration and mentors for migrant employees and provide adequate support to improve the perceived social support and well-being of migrant employees."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggis Laras Damayanti
"ABSTRAK
Anak-anak di Indonesia cenderung memiliki tingkat kesejahteraan obyektif yang rendah, tetapi kesejahteraan subyektif yang menarik dari anak-anak Indonesia cukup tinggi. Sejumlah penelitian sebelumnya menemukan bahwa struktur sosial ekonomi dan keluarga sebagai faktor yang berkontribusi pada tingkat kesejahteraan subjektif anak-anak yang tinggi. Untuk memperkaya studi sebelumnya, peneliti menggunakan faktor lain untuk menjelaskan tingginya tingkat kesejahteraan subjektif anak-anak, yaitu dukungan sosial dari orang tua, guru, dan teman. Dalam penelitian ini, jenis kelamin dan tingkat sekolah digunakan sebagai variabel kontrol dalam melihat hubungan antara dukungan sosial dan kesejahteraan subjektif anak-anak. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan survei terhadap 340 anak-anak dari SMP Negeri 2 dan SMA Negeri 3 Depok yang dipilih melalui multistage stratified random sampling. Hasilnya menunjukkan bahwa anak-anak memiliki tingkat kesejahteraan subjektif dan dukungan sosial yang tinggi. Dukungan sosial dari orang tua, guru, dan teman berkorelasi positif dengan kesejahteraan subjektif anak-anak. Selanjutnya, hasil menunjukkan bahwa jenis kelamin mempengaruhi hubungan antara dukungan sosial dan kesejahteraan subyektif anak-anak dengan model elaborasi dari pola spesifikasi, sedangkan tingkat sekolah mempengaruhi hubungan antara dua variabel dengan model elaborasi dari pola penjelasan.

ABSTRACT
Children in Indonesia tend to have low levels of objective well-being, but attractive subjective well-being of Indonesian children is quite high. A number of previous studies have found that socioeconomic and family structures are factors that contribute to the high level of subjective well-being of children. To enrich previous studies, researchers used other factors to explain the high level of subjective well-being of children, namely social support from parents, teachers, and friends. In this study, gender and school level were used as control variables in seeing the relationship between social support and children's subjective well-being. This research was conducted using a survey of 340 children from SMP Negeri 2 and SMA Negeri 3 Depok selected through multistage stratified random sampling. The results show that children have a high level of subjective well-being and social support. Social support from parents, teachers and friends is positively correlated with children's subjective well-being. Furthermore, the results show that gender influences the relationship between social support and subjective well-being of children with the elaboration model of the specification pattern, while the school level influences the relationship between the two variables with the elaboration model of the explanation pattern."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Ikhsan
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan tingkat dukungan sosial terhadap tingkat well-being pekerja di bidang industri kreatif digital. Penelitian sebelumnya cenderung melihat faktor individual dan organisasional sebagai faktor yang berkontribusi terhadap tingkat well-being pekerja. Dalam rangka memperkaya studi-studi sebelumnya, penelitian ini berusaha menjelaskan well-being pekerja melalui dukungan sosial yang dimiliki pekerja, khususnya keluarga, atasan dan rekan kerja. Dukungan sosial diyakini dapat memberikan sumberdaya yang dapat membentuk dan meningkatkan fungsi dalam bekerja, sehingga semakin tinggi dukungan sosial yang diterima maka semakin tinggi well-being yang dirasakan oleh pekerja dan sebaliknya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik pengumpulan data diperoleh melalui survei kepada 130 pekerja kreatif digital di Jakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pekerja kreatif digital memiliki tingkat well-being dan dukungan sosial yang cenderung rendah. Dukungan sosial yang bersumber dari keluarga, atasan dan rekan kerja terbukti berhubungan dengan tingkat well-being pekerja. Selain itu, didapatkan hasil dukungan sosial yang bersumber dari atasan dengan bentuk dukungan appraisal sebagai variabel yang paling berhubungan dengan well-being pekerja di bidang industri kreatif digital.

ABSTRACT
This study explains the effect of social support level to creative digital worker well-being. Previous studies found that individual internal and organizational as factors that contribute to level of worker well-being. To enrich previous studies, This study seeks to explain worker well-being through social supports, especially from family, supervisor and co-workers. Social support is believed to provide resources that can form and improve functionality in work, so the higher the social support is received then the higher the well-being perceived by workers and vice versa. This study uses quantitative approaches with data collection techniques obtained through surveys to 130 creative digital worker in Jakarta. The results show that creative digital worker have a low level of well-being and social support. Social support from family, supervisor and co-workers is positively correlated with workers well-being. This research also found that social support from supervisor and appraisal support as the most associated variabel with worker well-being."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fachrun Naja Maulidia
"Pandemi COVID-19 menyebabkan munculnya konsekuensi negatif bagi Subjective well-being (SWB) remaja, yang merupakan kelompok paling rentan karena karakteristik perkembangannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi respons terhadap stres (primary control engagement coping, secondary control engagement coping, disengagement coping, involuntary engagement dan involuntary disengagement), traits kepribadian (extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, openness to experience) dan persepsi terhadap dukungan sosial (keluarga, teman, figur yang signifikan) pada SWB remaja selama masa pandemi COVID-19. Partisipan adalah 313 orang remaja Indonesia (13-18 tahun) yang dipilih menggunakan metode convenience sampling. Alat ukur yang digunakan adalah Satisfaction with Life Scale, Scale of Positive and Negative Experience, Child Self Report Responses to Stress Questionnaire-COVID-19 dan Multidimensional Scale of Perceived Social Support. Data dianalisis dengan regresi hierarki berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa respons terhadap stres, traits kepribadian, dan persepsi terhadap dukungan sosial berkontribusi terhadap SWB (LS, PA dan NA) remaja. Secara khusus, involuntary disengagement response, extraversion, neuroticism dan persepsi terhadap dukungan sosial dari keluarga secara signifikan berkontribusi pada SWB remaja. Hasil penelitian ini memberikan implikasi praktis bagi para praktisi untuk menyusun intervensi bagi remaja agar dapat mengembangkan respon terhadap stres yang adaptif dan untuk orang tua agar memberikan dukungan kepada remaja sehingga dapat mengoptimalkan SWB remaja Indonesia pada masa pandemi COVID-19 dan seterusnya.

COVID-19 pandemic causes negative consequence for adolescents’ subjective well- being (SWB) as they are the most vulnerable group due to their developmental characteristic. This research investigated contribution response to stress (primary control engagement coping, secondary control engagement coping, disengagement coping, involuntary engagement dan involuntary disengagement), personality traits (extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, openness to experience), and perceived social support (family, friends, significant figure) of adolescent SWB during COVID-19 pandemic period. The participants were 313 Indonesian adolescents (13-18 years old), selected using convenience sampling method. The measurements were Satisfaction with Life Scale, Scale of Positive and Negative Experience, Child Self Report Responses to Stress Questionnaire-COVID-19 dan Multidimensional Scale of Perceived Social Support. Data were analyzed using hierarchical multiple regression. Results showed that response to stress, personality traits, and perceived social support together contributed to adolescents’ SWB (LS, PA & NA) significantly. Specifically, involuntary disengagement response, extraversion, neuroticism and perceived social support from family significantly contributed to adolescents’ SWB. The practical implication for professionals are to develop psychological intervention for adolescents to be able to develop adaptive response to stress and for parents to give support to adolescents in order optimize their SWB in Indonesian context during the COVID-19 pandemic and onward."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zahra Ainina Cahyaningtyas
"Dukungan sosial ditemukan dapat berperan sebagai variabel penyangga ketika individu mengalami situasi stres. Peranan ini menjadi penting ketika individu mengalami kondisi stres yang dapat berdampak negatif terhadap kesejahteraan subjektifnya. Pada situasi ekonomi yang mengalami kenaikan, kelompok generasi sandwich yang berperan untuk mengurus orang tua dan anak dalam satu waktu menjadi rentan untuk mengalami stres finansial yang dapat berdampak negatif terhadap kesejahteraan subjektifnya. Terkait dengan hubungan tersebut, penelitian ini mengkaji peran dari dukungan sosial sebagai variabel moderator pada hubungan antara stres finansial dan kesejahteraan subjektif. Penelitian ini melibatkan 135 responden generasi sandwich berusia 35-60 tahun yang memberikan dukungan finansial kepada anak dan orang tua. Analisis korelasional Pearson yang dilakukan antara stres finansial dan kesejahteraan subjektif menunjukkan adanya korelasi negatif yang mengindikasikan bahwa semakin tinggi stres finansial maka akan semakin rendah kesejahteraan subjektif individu. Meskipun demikian, tidak terdapat peran moderasi yang signifikan dari dukungan sosial dalam hubungan antara stres finansial dan kesejahteraan subjektif.

Previous studies found that social support could have a moderating effect during one’s stressful situation. This role became important as the individual experienced a stressful situation that could have a negative impact towards its well-being. During the economic situation where inflation arises, the sandwich generation group whose role is to take care of parents and children at one time became vulnerable to experience financial stress which can have a negative impact on their subjective well-being. Related to this relationship, this study examined the role of social support as a moderator variable. This study involved 135 sandwich generation respondents, ranging from 35 to 60 years old, who provided financial support to their children and parents. Pearson’s correlation analysis conducted between financial stress and subjective well-being showed a significantly negative relationship, indicating that higher financial stress would lead to a lower subjective well-being. However, there is no significant moderating role of social support in the relationship between financial stress and subjective well-being."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Awwalisa Sarfinah
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat besaran kontribusi perceived social support terhadap subjective well-being pada remaja panti asuhan di Jakarta. Remaja panti asuhan dipilih karena mereka menghadapi kondisi kehidupan yang berbeda dengan remaja secara umum. Partisipan dalam penelitian ini adalah 130 remaja berusia 11 ndash; 21 tahun yang berasal dari 11 panti di Jakarta. Pengambilan data dilakukan dengan meminta partisipan untuk mengisi kuesioner perceived social support dan subjective well-being. Perceived social support diukur dengan menggunakan alat ukur Multidimensional Scale of Perceived Social Support yang dikembangkan oleh Gregory D. Zimet 1988 . Subjective well-being diukur dengan menggunakan dua alat ukur yang berbeda. Alat ukur Satisfaction With Life Scale yang disusun oleh Ed Diener 1985 digunakan untuk mengukur komponen kognitif kepuasan hidup. Alat ukur Positive Affect and Negative Affect Schedule PANAS yang dikembangkan oleh Watson, Clark, Tellegan 1988 digunakan untuk mengukur afeksi positif dan negatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perceieved social support berkontribusi secara signifikan terhadap komponen afeksi positif subjective well-being R2 = 0,146, p = 0,000, namun tidak berkontribusi secara signifikan terhadap komponen kognitif kepuasan hidup subjective well-being R2 = 0,019, p = 0,328 dan terhadap komponen afeksi negatif subjective well-being R2 = 0,027, p = 0,478. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi perceived social support yang dimiliki oleh remaja panti asuhan, maka semakin tinggi juga afeksi positif subjective well-being yang dimilikinya.

This research paper is conducted to investigate the contribution of perceived social support in subjective well being among the orphanage adolescents in Jakarta. The adolescent orphanages are selected because they have different living conditions with adolescents in general. The research subjects are 130 adolescents between 11 ndash 21 years old who lived in 11 orphanage in Jakarta. The data is collected by asking participants to fill out perceived social support and subjective well being questionnaires. Perceived social support was measured by Multiple Scale of Perceived Social Support constructed by Gregory D. Zimet 1988. Subjective well being was measured using two different instruments. Cognitive component life stastisfaction of subjective well being was measured by Satisfaction With Life Scale constructed by Ed Diener 1985. Affective component positive and negative affection was measured by Positive Affect and Negative Affect Schedule PANAS constructed by Watson, Clark, Tellegan 1988 . The result of this research showed that perceived social support has significantly contributed to positive affect component of subjective well being R2 0,146, p 0,000 but perceived social support has no significant contribution to cognitive component or life satisfaction R2 0,019, p 0, 0,328 and negative affect component of subjective well being R2 0,027, p 0,478. These results indicate that the higher perceived social support they feel, the higher positive affect of subjective well being they have.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khumaira Azzahrah Shakti Sahidah
"Berbagai perubahan yang dialami pada saat bertransisi ke perguruan tinggi dapat memengaruhi afek positif dan negatif subjective well-being, tetapi perceived social support dapat berfungsi sebagai pelindung (stress-buffer). PSS memiliki tiga sumber, yaitu teman, keluarga, dan significant other. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bersama-sama dari setiap dimensi atau sumber PSS terhadap afek positif dan negatif SWB serta sumber manakah yang memiliki pengaruh lebih besar terhadap afek positif dan negatif SWB. Partisipan terdiri dari 361 mahasiswa baru S1 yang berusia 18-21 tahun dan melaksanakan pembelajaran daring sehingga saat ini tinggal bersama keluarga. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik statistika multiple linear regression dengan metode stepwise. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PSS keluarga dan significant other merupakan sumber yang berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap afek positif. PSS keluarga memiliki peran yang lebih besar daripada PSS significant other terhadap afek positif (R2 = 0,215, p< 0,001). Selanjutnya, PSS keluarga merupakan satu-satunya sumber yang secara negatif dan signifikan berpengaruh terhadap afek negatif (R2 = 0,066, p< 0,001). Hasil penelitian dapat dimanfaatkan oleh konselor mahasiswa di perguruan tinggi.

Changes experienced by freshmen when transitioning to college influence both their positive and negative affects of SWB, but the existence of perceived social support may act as a protector (stress-buffer). PSS has three sources, namely friends, family, and significant other. Thus, this study aims to determine the joint effect of each dimension or source of PSS towards positive and negative affects of SWB and which sources have a greater influence towards positive and negative affects of SWB. Participants consisted of 361 freshmen college students aged 18-21 years and attended lectures by an online learning system so they currently live with their families. Data analysis is done using multiple linear regression statistical techniques with stepwise method. The results showed that family and significant other PSS are sources that have a positive and significant effect toward positive affect. Family PSS has a greater role than the significant other PSS toward positive affect (R2 = 0.215, p <0.001). Furthermore, family PSS is the only source that has a negative and significant effect toward negative affect (R2 = 0.066, p <0.001). The research results can be used by student counselors in universities"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denada Rahmadhani
"Kesejahteraan psikologis dan dukungan sosial merupakan elemen penting dalam mendukung produktivitas dan kualitas pelayanan perawat di berbagai fasilitas kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan dukungan sosial dengan kesejahteraan psikologis perawat. Cross sectional dan cluster random sampling digunakan sebagai metode dengan 173 responden. Pengumpulan data menggunakan kuesioner Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS) dan kuesioner Ryff’s Scale of Psychological well-being (RSPWB). Uji chi square digunakan untuk mengidentifikasi hubungan dua variabel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan sosial perawat yaitu 1.2% rendah, 1,2% sedang dan 97,7% tinggi; kesejahteraan psikologis perawat yaitu 37% sedang dan 63% tinggi. Tidak ada hubungan antara dukungan sosial dengan kesejahteraan psikologis perawat (p 0,886). Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi untuk penelitian lebih lanjut tentang dukungan sosial dan kesejahteraan psikologis perawat.

Psychological well-being and social support are important elements in supporting the productivity and quality of nursing services in various health facilities. The purpose of this research was to identify the relationship between social support and psychological well-being of nurses. Cross-sectional and cluster random sampling were used as methods with 173 respondents. Data collection used the Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS) questionnaire and the Ryff’s Scale of Psychological well-being (RSPWB) questionnaire. The chi- square test was used to identify the relationship between the two variables. The results showed that social support of nurses was 1.2% low, 1.2% moderate and 97.7% high; psychological well-being of nurses was 37% moderate and 63% high. There was no relationship between social support and psychological well-being of nurses (p 0.886). The results of this study can be a reference for further research on social support and psychological well-being of nurses."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>