Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 168148 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Novita Adelina
"Status gizi seseorang menunjukkan seberapa besar kebutuhan fisiologis individu tersebut telah terpenuhi. Status gizi dipengaruhi oleh berbagai faktor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran status gizi bayi usia 1,5-8 bulan di Jakarta Selatan dan hubungannya dengan jenis kelamin bayi, pendidikan terakhir ibu, pekerjaan ibu, penghasilan ibu, usia ibu saat melahirkan, morbiditas diare dan Infeksi Saluran Napas Atas (ISPA), dan pemberian Air Susu Ibu (ASI). Penelitian menggunakan studi cross-sectional dan dilakukan pada 88 responden yang memiliki bayi usia 1,5 hingga 8 bulan di Jakarta Selatan. Data didapatkan berupa status gizi bayi, jenis kelamin bayi, usia ibu saat melahirkan, tingkat pendidikan ibu, penghasilan ibu, morbiditas diare dan ISPA, dan pemberian ASI yang akan diteliti hubungannya dengan status gizi bayi yang diuji dengan uji Chi-Square (p<0,05). Dari hasil penelitian didapatkan proporsi status gizi wasted sebesar 4,5 % dan status gizi non-wasted sebesar 95,5 %. Dengan proporsi jenis kelamin bayi laki-laki 51,1%, dan perempuan 48,9%, pemberian ASI sebesar 30,7%, ibu bekerja 11,4%, diare dan ISPA bayi dalam kurun waktu 2 minggu terakhir masing-masing 14,8 % dan 60,2%, tingkat pendidikan ibu rendah 54,5%, sedang 34,1 %, dan tinggi 11,1%, tingkat penghasilan keluarga sedang 48,9% dan tinggi 51,1 %, semuanya tidak memiliki hubungan yang bermakna.

Nutritional Status described how great individual physiological requirement has met. Nutritional stauus is corelated to many factors. This research’s aims are first, to know the frequency distribution of infants 1,5-8 months of age in South Jakarta and its corelation with babies’ sex, maternal education level, woking mother, familiy annual income, maternal age of giving birth, dierhea and upper respiratory track infection and eksclusive breast milk in infants.The study design of the research iscross sectional. The number of the respondent is 88. The respondents are mother who have baby 1,5-8 months of age in South Jakarta. The data that were collected are infants’ nutritional status, babies’ sex, maternal age of giving birth, maternal educational level, working mother, familiy annual income level, diarhea and upper respiratory track infection in infant and eksclusive breast milk in infants. All those variables were analyzed with Chi-square test (p<0,05). From this research, the percentage of infants with non-wasting nutritional status is 95,5 % and the percentage of wasting is 4,5 %. The percentage of boys is 51,1 % and girls is 48,9 %. Percentage of babies receiving eksclusive breast milk is 30,7%, working mother 11,4%, Dhiarhea and upper respiratory track infectin in infants rea 14,8% and 60,2%. And all of them show no significant correlation to nutriotional status."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Univeristas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Denis Apriyanto
"Status gizi seseorang menunjukkan seberapa besar kebutuhan fisiologis individu tersebut telah terpenuhi. Keseimbangan antara nutrisi yang masuk dan energi dikeluarkan untuk mencapai kesehatan optimal sangatlah penting, termasuk bagi seorang ibu yang sedang dalam masa menyusui. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi ibu menyusui antara lain usia, genetik, status hormonal, tingkat pendidikan, penghasilan, morbiditas, praktek pemberian ASI eksklusif, dan asupan makanan. Dengan berubahnya faktor-faktor tersebut dapat membuat status gizi ibu menyusui menjadi kurang. Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional dan dilakukan pada 86 ibu yang mempunyai bayi berusia 1,5 bulan atau lebih yang tinggal di beberapa RW/Posyandu terpilih di Jakarta Utara pada tahun 2009. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari penelitian ”Survei Cepat Ibu Menyusui” pada beberapa Kelurahan di DKI Jakarta tahun 2005. Untuk status gizi, responden dibagi menjadi dua bagian berdasarkan indeks massa tubuh menjadi kurang dan tidak kurang dengan batasan 18,49 kg/m2. Lalu dilakukan uji statistik untuk menilai hubungan usia, tingkat pendidikan, penghasilan, morbiditas, praktek menyusui Asi secara eksklusif dengan status gizi ibu menyusui. Pasien memiliki IMT rerata 22.86 ± 3,79 kg/m2, terdiri dari ibu dengan IMT lebih 47,7%, IMT kurang 11,6%, dan IMT normal 40,7%. Dengan uji Chi-Square dan uji Fisher tidak didapatkan hubungan bermakna antara masingmasing variabel yang diteliti dengan status gizi ibu menyusui (p<0,05). Disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara antara status gizi subyek dengan usia, tingkat pendidikan, penghasilan, morbiditas, dan praktek pemberian ASI eksklusif di Jakarta Utara pada tahun 2009.

The nutritional status of an individual shows how far the physiological needs have been fulfilled. The balance between the income nutrition and the outcome energy to achieve an optimum health is very important, including for a lactating woman. Factors contributing to the nutritional state of a lactating woman are the age, genetics, hormonal state, level of education, the mother’s income, the mother’s morbidity, the exclusive breastfeeding, and the intake of food. Changing those factors can lead the nutritional state of the lactating mother below the normal range. The design used was the cross-sectional study and had been done in 86 lactating mothers at North Jakarta in the year of 2009. This research uses the secondary data from the ”Quick Survey of Lactating Mother” rersearch at Jakarta in the year of 2005. For the nutritional state, all the respondents are divided into two groups acording to the body mass index, one is underweight group and the other is non-underweight group with the cut off point 18,49 kg/m2. We had been done the statistical test to assess the correlation of the age, level of education, the income, the morbidity, exclusive breastfeeding with the nutritional state of lactating mother. The result is, all the resopndents have a mean of BMI 22.86 ± 3,79 kg/m2, this includes the mothers within the overweight range 47,7%, the mothers within the underweight range 11,6%, and the mothers within the normoweight range 40,7%. With the Chi-Square test and the Fisher test, we did not find the significant relationship between those variables with the nutritional state of lactating mother (p<0,05). So we conclude that there is no significant relationship between the nutritional state of lactating mother with the age, level of education, the income, the morbidity, and the exclusive breastfeeding at North Jakarta in year 2009."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Djasmidar A.T.
"Salah satu upaya agar memperoleh sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas di masa datang dengan memperhatikan keadaan gizi balita umumnya dan anak usia 6-17 bulan khususnya. Kemiskinan erat hubungannya dengan keadaan gizi balita, karena keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan dasar antara lain makanan. Umumnya anak yang hidup di dalam keluarga miskin menderita gangguan pertumbuhan dan kurang gizi, tetapi kenyataannya dalam keadaan sosial ekonomi miskin masih terdapat anak-anak dengan status gizi baik, sehingga timbul pertanyaan faktor-faktor apakah yang menyebabkan anak keluarga miskin mempunyai status gizi baik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi baik anak usia 6-17 bulan pada keluarga miskin di Jakarta Utara, kabupaten Bogor dan kabupaten Lombok Barat.
Desain penelitian yang digunakan adalah potong lintang (cross sectional) dengan jumlah sampel yang diolah 479 orang anak dari 540 orang anak yang ada pada studi penyimpangan positif masalah KEP di Jakarta Utara, kabupaten Bogor dan kabupaten Lombok Timur.
Hasil penelitian melaporkan proporsi gizi baik pada anak usia 6-17 bulan di Jakarta Utara 64,7%,kabupaten Bogor 63,1%, kabupten Lombok Timur 59,3% dan secara keseluruhannya 62,4%. Hasil uji chi-square menunjukkan ada hubungan yang bermakna (p<0,05) asupan energi dan asupan protein dengan status gizi baik anak usia 6-1.7 bulan di Jakarta Utara, ada hubungan yang bermakna pengetahuan ibu tentang gizi dengan status gizi baik anak usia 6-17 bulan di kabupaten Bogor, ada hubungan yang bermakna pola asuh anak dengan status gizi baik anak usia 6-17 bulan di kabupaten Lombok Timur dan ada hubungan yang bermakna pengetahuan ibu tentang gizi dan keadaan rumah dengan status gizi basi anak usia 6-17 bulan pada total di tiga lokasi penelitian.
Hasil analisis multivariat regresi logistik ganda juga menunjukkan bahwa faktor yang paling dominan berhubungan dengan status gizi baik anak usia 6-17 bulan adalah asupan protein di Jakarta Utara, pengetahuan ibu tentang gizi di kabupaten Bogor, pola asuh anak di kabupaten Lombok Timur dan keadaan rumah pada total di tiga lokasi penelitian.
Dan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa proporsi gizi baik masih rendah dan adanya variasi faktor dominan yang berhubungan dengan status gizi baik anak usia 6-17 bulan di daerah miskin. Untuk itu Dinas Kesehatan kabupaten/kota dalam perencanaan perbaikan status gizi anak usia 6-17 bulan di daerah miskin tidak disamakan di semua lokasi tetapi dibedakan dengan melihat faktor dominan dimasing-masing lokasi dan perlunya perbaikan lingkungan perumahan yang disertai dengan penyuluhan perilaku hidup sehat. Untuk Puskemas perlu meningkatkan pengetahuan ibu tentang gizi melalui program promosi gizi seimbang di masyarakat.

Factors Related to Good Nutritional Status of Children Age 6-17 Months Old Among Poor Families in Northern Jakarta, Bogor District, and Eastern Lombok District in 1999. (Secondary Data Analysis)Among others, concern on under five nutritional status in general and children age 6-17 months old in particular is one important effort to improve the quality of human resource in the future. Poverty is closely related to the nutritional status of under five due to limitation to fulfill basic needs including food In general, children live within poor families suffered from growth retardation and under nutrition. However, within the poor socioeconomic environment, children with good nutritional status still can be found. This raises questions on what factors contribute to good nutritional status among poor families. The aim of this study is to investigate factors related to good nutritional status of children age 6-17 months old among poor families in Northern Jakarta, Bogor district, and Eastern Lombok district in 1999.
Design of this study is cross sectional with number of sample of analysis 479 out of 540 children who were included in the positive deviance study on protein energy malnutrition in Northern Jakarta, Bogor district, and Eastern Lombok district.
The study shows the proportion of children age 6-17 months old with good nutritional status are 64.7% in Northern Jakarta, 63.1% Bogor district, 59.3% in Eastern Lombok and the overall proportion is 62A%. The chi square test exhibits. significant association (p<0.45) between energy and protein intakes with good nutritional status among children age 6-17 months old in Northern Jakarta, significant association between mother's nutrition knowledge with good nutritional status among children age 6-17 months old in Bogor district, significant association between child care practices and good nutritional status among children age 6-17 months old in Eastern Lombok district, and significant association between mother's nutrition knowledge and house condition with good nutritional status among children age 6-17 months old.
Multiple logistic regression analysis shows that the most dominant factors for good nutritional status among children age 6-17 months old are protein intake in Northern Jakarta, mother's nutrition knowledge in Bogor district, child care practices in Eastern Lombok district, and house condition for overall places.
The study result concludes that the proportion of good nutritional status is still low and there is variation of dominant factors related to good nutritional status among children age 6-17 months old in poor areas. District Health Service have to consider the variation of determinant by making the planning of improvement of nutritional status not similar to the other districts. The planning has to be based on the real situation and the determinants which have been identified as main caused of nutritional status in each districts. There is a need to improve mother's nutrition knowledge through promotion of balance of nutrition and through promotion of nutrition in Posyandu as well as innovation of affordable nutrition balance.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T1514
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafa Rizqitha Utami
"Stunting masih menjadi salah satu masalah gizi balita yang diperhatikan di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan wilayah Jakarta Utara dan Jakarta Pusat yang berada di peringkat kedua dan ketiga tertinggi di DKI Jakarta. Penyakit infeksi yang berulang pada baduta merupakan salah satu faktor determinan stunting. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kejadian sakit pada anak usia 6 – 23 bulan di Jakarta Utara dan Jakarta Pusat di masa pandemi COVID-19. Penelitian deskriptif ini dilakukan pada 246 responden dengan pengambilan data secara langsung yang dipilih melalui teknik consecutive sampling dan multiple stage cluster random sampling. Kuesioner penelitian mencakup data karakteristik anak, karakteristik ibu, dan riwayat kejadian sakit anak. Hasil penelitian yang dianalisis dengan uji univariat menunjukkan bahwa kejadian penyakit infeksi terbanyak adalah ISPA (64,2%) dengan mayoritas status gizi yang normal. Oleh karena itu, masih diperlukan intervensi yang bertujuan untuk mencegah kejadian sakit infeksi berulang pada baduta sekaligus mencegah terjadinya stunting di Indonesia.

Stunting is still one of the major nutritional problems of under-five-years children that is considered in Indonesia. This is indicated by the areas of North Jakarta and Central Jakarta which are ranked second and third highest in DKI Jakarta. Recurrent infectious diseases in under-two-years children are one of the determinants of stunting. This study aims to describe the incidence of illness in children aged 6 – 23 months in North Jakarta and Central Jakarta during the COVID-19 pandemic. This descriptive study was conducted on 246 respondents with direct data collection selected through consecutive sampling and multiple stage cluster random sampling. The research questionnaire included data on the characteristics of the child, the mother’s characteristics, and the history of the child's illness. The results of this study which were analyzed by univariate test showed that the highest incidence of infectious diseases was ARI (64.2%) with majority normal nutritional status. Therefore, interventions are still needed that aim to prevent the incidence of recurrent infections in children under two as well as prevent stunting in Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Preticia
"Latar belakang: ECC masih merupakan masalah kesehatan gigi masyarakat pada negara maju dan sedang berkembang, seperti di Indonesia. Prevalensi dan tingkat keparahan ECC meningkat sehingga perlu dilakukan pencegahan dini pada gigi anak. Adanya berbagai faktor yang mempengaruhi ECC, salah satunya perilaku menjaga kebersihan gigi dan mulut anak.
Tujuan: Mengetahui prevalensi dan pola ECC berdasarkan tingkat keparahannya, dan menganalisis hubungan faktor risiko terhadap kejadian ECC.
Metode: Cross-sectional pada 218 anak berusia 24-42 bulan, wawancara, pemeriksaan klinis karies gigi dan plak gigi.
Hasil: Prevalensi ECC pada 218 anak adalah 52,8%. Pola karies berdasarkan tingkat keparahannya terbanyak ditemukan lesi dentin berkavitas (2,20 gigi/ anak), diikuti oleh karies email (1,73 gigi/ anak). Terdapat hubungan signifikan antara praktik menjaga kebersihan dan kesehatan gigi dan mulut, yaitu plak indeks (p= 0,001), pengawasan dalam menyikat gigi anak (p= 0,025), kebiasaan sikat gigi setelah minum susu atau makan (p= 0,060) dan sebelum tidur (p= 0,050). Tidak ada hubungan signifikan antara faktor demografi pola pemberian ASI dan MP-ASI terhadap karies gigi sulung, namun frekuensi makanan jajanan kariogenik menunjukkan adanya hubungan signifikan terhadap karies gigi sulung (p= 0,011).
Kesimpulan: Terdapat hubungan bermakna antara tingkat kebersihan gigi dan mulut, pengawasan sikat gigi, sikat gigi setelah minum atau makan dan sebelum tidur, frekuensi konsumsi makanan kariogenik dengan kejadian ECC.

Background: ECC is still a dental health problem for people in developed and developing countries, such as in Indonesia. The prevalence and severity of ECC increases, so that early prevention of the child’s teeth is needed. The factors that cause ECC are multifactorial, one of which is the maintaining oral health and hygiene practice.
Objective: To obtain the prevalence and severity of ECC data and to analyze the relationship between risk factors and ECC.
Method: Cross-sectional study in 218 children aged 24-42 months through interviews, clinical dental caries and plaque examination.
Results: The prevalence of ECC for 218 children is 52,8%. The severities of caries lesion are mostly dentinal lesion with cavities (2.20 teeth/ child), followed by enamel lesion (1.73 teeth/ child). There are significant relationships between maintaining oral health and hygiene practices towards ECC, which are plaque index (p=0,001), the children’s brushing teeth supervision (p=0,025), toothbrushing habits after drinking milk or eating (p=0,060) and before going to bed (p=0,050). There are no significant relationships between demographic factors, breastfeeding patterns, and complementary feeding patterns towards ECC, but the frequency of cariogenic snacks shows a significant association with ECC.
Conclusion: There are significant relationship between plaque index, toothbrushing supervision, toothbrushing habits after drinking or eating and before going to bed, and the frequency of cariogenic snacks consumption with ECC.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Samiyah Nida Al Kautsar
"Latar belakang: Kejadian malnutrisi pada anak dapat terjadi karena mengonsumsi makanan yang tidak beragam sehingga asupan zat gizi tidak adekuat (UNICEF,2020). (UNICEF, 2020). Keragaman konsumsi pangan yang tinggi berhubungan dengan rendahnya kejadian stunting dan underweight pada balita (Modjadji et al., 2020). Keragaman konsumsi pangan tersebut mengacu pada peningkatan konsumsi berbagai jenis kelompok bahan makanan yang dapat memenuhi zat gizi untuk kesehatan yang optimal. Kualitas gizi dan kelengkapan zat gizi dipengaruhi oleh keberagaman asupan makanan yang dikonsumsi.
Tujuan: Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keragaman konsumsi pangan anak dan faktor dominan terhadap keragaman konsumsi pangan pada anak usia 24-59 bulan di Kecamatan Tanjung Priok Jakarta Utara tahun 2023.
Metode: desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional dengan jumlah sampel 188 anak usia 24-59 bulan di Kecamatan Tanjung Priok selama bulan Juni 2023. Teknik sampling yang digunakan adalah simple random sampling. Penelitian dilakukan di tiga kelurahan terpilih, yaitu Kelurahan Kebon Bawang, Kelurahan Sunter Jaya, dan Kelurahan Warakas. Skor keragaman konsumsi pangan diambil menggunakan food recall 1x24 jam berdasarkan 9 kelompok pangan dan dikategorikan menjadi tidak beragam (< 5 kelompok pangan) dan (≥ 5 kelompok pangan). Analisis penelitian ini menggunakan uji chi-square dan uji regresi logistik ganda.
Hasil: Hasil penelitian menggunakan menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara status pekerjaan ayah (p value = 0,022) dengan keragaman konsumsi pangan anak, pengetahuan gizi ibu/pengasuh (p value = 0,036) dengan keragaman konsumsi pangan anak, dan ketahanan pangan (p value = 0,030) dengan keragaman konsumsi pangan anak. Hasil analisis regresi logistik ganda menunjukkan bahwa status pekerjaan ayah merupakan faktor dominan dari keragaman konsumsi pangan anak (OR = 67,5).
Kesimpulan: Status pekerjaan ayah menjadi faktor dominan keragaman konsumsi pangan anak usia 24-59 bulan di Kecamatan Tanjung Priok Jakarta Utara tahun 2023

Background: Malnutrition in children can occur due to consuming foods that are not diverse, so the intake of nutrients is not adequate (UNICEF, 2020). A high diversity of food consumption is associated with a lower incidence of stunting and underweight in toddlers (Modjadji et al., 2020). Diversity in food consumption refers to increased consumption of various types of food groups that can fulfill nutrients for optimal health. Nutritional quality and completeness of nutrients are influenced by the diversity of food intake consumed.
Objective: To find out the factors related to the dietary diversity of children's and the dominant factors on the dietary diversity of food consumption in children aged 24-59 months in Tanjung Priok District, North Jakarta in 2023.
Method: The method of this research is cross-sectional with a sample size of 188 children aged 24- 59 months in Tanjung Priok District during June 2023. The sampling technique used was simple random sampling. The research was conducted in three selected subdistricts, namely Kebon Bawang Subdistrict, Sunter Jaya Subdistrict, and Warakas Subdistrict. Food consumption diversity scores were taken using a 1x24 hour food recall based on 9 food groups and categorized into non-diverse (< 5 food groups) and (≥ 5 food groups). The analysis of this study used the chi-square test and multiple logistic regression tests.
Results: The results of the study showed that there was a significant relationship between the father's employment status (p value = 0.022) and the diversity of children's food consumption, the nutritional knowledge of mothers/caregivers (p value = 0.036) with the diversity of children's food consumption, and food security (p value = 0.030) with the diversity of children's food consumption. The results of multiple logistic regression analysis showed that the father's employment status was the dominant factor in the diversity of children's food consumption (OR = 67,5).
Conclusion: Father's employment status is the dominant factor in the diversity of food consumption for children aged 24- 59 months in Tanjung Priok District, North Jakarta in 2023.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Unversitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dessy Septianingsih
"Status gizi seseorang menunjukkan seberapa besar kebutuhan fisiologis individu tersebut telah terpenuhi. Status gizi yang baik diperoleh dari keseimbangan antara nutrisi yang masuk dan nutrisi yang dibutuhkan untuk kesehatan optimal, terutama ibu menyusui. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran status gizi ibu menyusui di Jakarta Barat tahun 2009 dan hubungannya dengan kelompok usia, pendidikan terakhir, penghasilan ibu, morbiditas ibu, dan praktik pemberian ASI. Penelitian menggunakan studi cross-sectional dan dilakukan pada 92 ibu menyusui di Jakarta Barat pada tahun 2009. Data didapatkan berupa status gizi, usia, tingkat pendidikan, penghasilan ibu, morbiditas ibu, dan praktik pemberian ASI. Hubungan antara kelompok usia, tingkat pendidikan, penghasilan ibu, morbiditas ibu, dan praktik pemberian ASI dengan status gizi ibu diuji dengan uji Chi-Square (p<0,05). Dari hasil penelitian didapatkan proporsi status gizi kurang pada ibu menyusui sebesar 9,8%. Dengan proporsi usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 39 tahun 4,4%, tidak didapatkan hubungan yang bermakna. Dengan proporsi ibu berpenghasilan 10,9%, tidak didapatkan hubungan yang bermakna. Dengan proporsi morbiditas ibu dalam kurun waktu 2 minggu terakhir 55,4%, tidak didapatkan hubungan yang bermakna. Dengan sebaran data ibu menyusui dengan tingkat pendidikan terakhir ibu rendah dan menengah 82,6%, tidak didapatkan hubungan yang bermakna. Dan dengan proporsi ibu dengan praktik pemberian ASI eksklusif 38%, tidak didapatkan hubungan yang bermakna juga.

Human nutritional status has showed how big individual physiological needs fulfilled. Good nutritional status is a balance between nutrition that entered and used for optimal well-being, especially lactating mothers. The objective of the study is to know the nutritional status proportion of lactating mothers in West Jakarta 2009 and the correlation with age's group, education level, mother's income, mother’s morbidity, and exclusive breastfeeding. The design used was cross-sectional study and had been done in 92 lactating mothers at West Jakarta in the year of 2009. The collected data were nutritional status, age, education level, mother's income, mother’s morbidity, and exclusive breastfeeding. The association between age, education level, mother's income, mother’s morbidity, and exclusive breastfeeding with mother's nutritional status were tested using Chi- Square test (p<0,05). Based on the result, prevalens of lactating mothers with proportion of the underweight lactating mother is 9,8%. With 4,4% subject aged less than 20 year or more than 39 year, there is no significant relationship. With 10,9% subject had their own income, there is no significant relationship. For 55,4% subject with morbidity in range of 2 latest weeks, there is no significant relationship. For 82,6% subject with low and intermediate level of education there is no significant relationship. And with mother's proportion with exclusive breastfeeding is 38%. There is also no significant relationship."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Resti Nuraeni
"Makanan pendamping ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI. Pemberian makanan pendamping sebelum usia 6 bulan dapat berisiko terhadap gangguan tumbuh kembang bayi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pemberian MP-ASI dini dan faktor yang berpengaruh terhadap pemberian MP-ASI dini. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan desain cross sectional dan jumlah sampel sebanyak 191 ibu yang memiliki bayi umur 2-12 bulan di wilayah Kecamatan Makasar. Penelitian dilakukan di tiga Puskesmas di wilayah Kecamatan Makasar, yaitu Puskesmas Kelurahan Cipinang Melayu, Puskesmas Kelurahan Kebon Pala, dan Puskesmas Kecamatan Makasar. Analisa hubungan menggunakan uji chi square.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi pemberian MP-ASI dini di Kecamatan Makasar sebanyak 53,9%. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara status pekerjaan ibu dan tingkat pengetahuan ibu mengenai dampak pemberian MP-ASI dini dengan pemberian MP-ASI dini. Namun, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara umur, pendidikan, paritas, praktik IMD, dan berat lahir bayi dengan pemberian MP-ASI dini.

Complementary foods are foods or drinks that contain nutrients, given to infants or children aged 6-24 months in order to meet the nutritional needs other than breast milk. Complementary feeding before the age of 6 months can be at risk for impaired growth and development of infants.
This study aims to describe the giving early complementary feeding and factors that influence of giving early complementary feeding. This study is a quantitative cross-sectional design and a sample size of 191 mothers of infants aged 2-12 months in the Districts Makasar. The study was conducted in three health centers in the Districts Makasar, namely Cipinang Melayu Health Centers, Kebon Pala Health Centers, and Makasar Health Centers. Analysis of the relationship using the chi square test.
The results showed that the prevalence of giving early complementary feeding in the Districts Makasar as much as 53,9%. Statistical test results showed significant relationship between maternal employment status and mother's level of knowledge about the impact of giving early complementary feeding in the giving early complementary feeding. However, there is no significant relationship between age, education, parity, early initiation of breastfeeding practices, and birth weight infants with giving early complementary feeding.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S54505
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adella Pratiwi
"Pendahuluan: Stunting merupakan masalah gagal tumbuh ditandai dengan tinggi badan tidak sesuai dengan usianya dan dapat diidentifikasi mulai dari usia dua tahun. Usia bayi 0-6 bulan merupakan usia yang tepat dalam pencegahan stunting dari faktor risiko diantaranya yaitu pola asuh orangtua, depresi ibu, dan pemberian ASI eksklusif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan faktor risiko stunting pada bayi usia 0-6 bulan.
Metode: Desain penelitian menggunakan deskriptif korelatif dengan teknik quota sampling yang dilakukan secara daring. Jumlah responden sebanyak 102 ibu yang memiliki bayi usia 0-6 bulan di Indonesia. Data diambil menggunakan kuesioner yaitu pola a suh orangtua, Edinburgh Postpartum Depression Scale (EPDS), Beck Depression Inventory II (BDI), dan Paket Pemberian "SUKSES ASI".
Hasil: Pola asuh orangtua sebagian besar termasuk dalam jenis demokratis yakni sebanyak 80,4%. Depresi perinatal yang dialami yakni sebanyak 44,1% dan yang tidak mengalami depresi sebanyak 55,9%. Depresi postpartum pada kategori tidak depresi sebanyak 82,4%, depresi ringan 16,7%, dan depresi sedang 1%. Pemberian ASI eksklusif sebagian besar masuk dalam kategori lancar yakni sebesar 93,1% berdasakan indikator bayi dan sebesar 87,3% berdasarkan indikator ibu. Karakteristik ibu yakni kadar hemoglobin memiliki hubungan bermakna dengan depresi perinatal dan depresi postpartum dan pekerjaan memiliki hubungan yang bermakna dengan depresi postpartum. Depresi perinatal dan postpartum memiliki hubungan  yang bermakna dengan pola asuh orangtua dan pemberian ASI eksklusif berdasarkan indikator bayi dan ibu.
Rekomendasi: Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar mengembangkan program pencegahan kejadian stunting berdasarkan faktor risiko pada bayi yaitu pola asuh orangtua, depresi ibu, dan pemberian ASI eksklusif.

Introduction: Stunting is a growth failure problem characterized by height that is not suitable for age and can be identified starting from the age of two. Infant 0-6 months is the right age in preventing stunting from risk factors including parenting, maternal depression, and exclusive breastfeeding. This study aims to determine the factors associated with risk factors for stunting in infants aged 0-6 months.
Methods: The research design used descriptive correlative with a quota sampling technique which was conducted online. The number of respondents was 102 mothers who had babies aged 0-6 months in Indonesia. Data were collected using a questionnaire, namely the pattern of parental temperature, the Edinburgh Postpartum Depression Scale (EPDS), the Beck Depression Inventory II (BDI), and the "SUCCESS ASI" package.
Results: Most of the parenting styles were democratic, namely 80.4%. Perinatal depression experienced by 44.1% and those who did not experience depression as much as 55.9%. Postpartum depression in the non-depressed category was 82.4%, mild depression was 16.7%, and moderate depression was 1%. Most of the exclusive breastfeeding was in the smooth category, namely 93.1% based on infant indicators and 87.3% based on maternal indicators. Maternal characteristics, namely hemoglobin levels have a significant relationship with perinatal depression and postpartum depression and work has a significant relationship with postpartum depression. Perinatal and postpartum depression have a significant relationship with parenting styles and exclusive breastfeeding based on indicators of infants and mothers.
Recommendation: The results of this study are expected to be the basis for developing a stunting prevention program based on risk factors in infants, namely parenting, maternal depression, and exclusive breastfeeding."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tatiek Sukesi
"Meningkatnya jumlah populasi lanjut usia disebabkan karena perbaikan gizi masyarakat. menurunnya tingkat kematian ibu dan angka fertilitas. Keadaan tersebut mengakibatkan angka harapan hidup dari umur 66,6 tahun laki-laki dan 69 tahun perempuan diproyeksikan dapat mencapai lebih dari 70 tahun pada tahun 2000.
Dari total penduduk Indonesia saat ini 6.8% berusia 60 tahun. Perubahan secara alami yang terjadi pada penduduk lanjut usia, dimana secara fisik kemampuannya mengalami kemunduran, serta peran di dalam masyarakat juga mulai menurun. Akibatnva akan mengalami krisis pada dirinya terutama apabila tidak disiapkan sebelumnya.
Dinamika pembangunan dan tingkat pendidikan mengakibatkan lanjut usia memilih Panti Werdha sebagai rumah lanjut usia, hal ini dipandang sebagai suatu kesatuan komunitas lansia. Lanjut usia yang tinggal di Panti Werdha pada umumnya mengalami status gizi kurang ataupun status gizi lebih, hal ini disebabkan karena fungsi organ-organ tubuh menurun serta adanya penyakit degeneratif dan pola makan. Pada umumnya lansia memilih makanan yang lunak dan rendah serat serta kalori tinggi, mengakibatkan kelebihan kalori, gemuk atau obesitas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi lanjut usia di Sasana Tresna Werdha Ria Pembangunan Jakarta. Pengumpulan data-data dilakukan dengan metode wawancara dengan menggunakan data primer. Pengukuran tinggi badan, berat badan, lingkar pinggang dan pinggul.
Rancangan penelitian adalah cross sectional dengan jumlah sampel 66 responden yang berumur lebih dari 60 tahun tidak menderita sakit berat yang dinyatakan oleh dokter atau petugas kesehatan, tidak sedang menderita dimensinya. Analisis data meliputi analisis univariat, bivariat dan multivariate dengan menggunakan uji tabulasi silang dan analisis regresi logistik. Analisis dilakukan dengan menggunakan komputer program SPSS for Window versi 10.10.2000 untuk mengetahui kiasifikasi masing-masing variabel.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa status gizi lanjut usia di Sasana Tresna Werdha Ria Pembangunan ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara umur, jenis kelamin, status kawin, status pekerjaan, lama tinggal, ketuhan, status kesehatan. Dari semua variabel yang diteliti, ternyata yang berperan besar terhadap status gizi adalah jenis kelamin laki-laki mempunyai kecenderungan 6 kali (OR = 6.649) lebih baik status gizinya dibandingkan dengan perempuan pada umur lebih dari 60 tahun, Status kawin mempunyai kecenderungan 4 kali (OR = 4.021) lebih baik status gizinya dibandingkan dengan yang lansia yang tidak kawin.
Status kerja mempunyai kecenderungan 13 kali (OR = 13.001) lebih baik status gizinya dibandingkan dengan lansia yang tidak bekerja pada umur lebih dan 60 tahun setelah dikontrol dengan variabel lainnya. Dengan demikian ketiga variabel tersebut mempunyai hubungan yang signifikan dengan status gizi.
Memperhatikan hasil penelitian tersebut bahwa status pekerjaan lanjut usia di Sasana Trisna Werdha Karya Bhakti Ria Pembangunan berperan besar terhadap status gizi maka diperlukan penelitian lebih lanjut balk dilakukan di Sasana Trisna Werdha tingkat swasta rnaupun pemerintah sebagai uji banding lebih lanjut.
Daftar bacaan : 40 (1986-2000)

The increasing number of populations of the elderly is due to better communal nutrition, decreased rate of mother's mortality, and fertility. Such a condition generates life expectancy from 66.6 years of age in men and 69 years of age in women that can be projected to achieve more than 70 years of age by the year 2000.
Of the current total Indonesian population, 6.8% are 60 years of age. Natural change occurs in the elderly where their capacity and social roles degrade physically that it will lead to their self-crisis if not prepared previously.
Dynamics of development and educational levels make the elderly choose Panti Werdha as their group home as being viewed from a continum of the elderly community. The elderly that live in Panti Werdha generally experience malnutrition or over-nutrition due to their declining organic functions, degenerative diseases and food-consumption style. In general, the elderly prefer soft and lower-fibre and highly-contained calorie food that it may cause over-calorie or obesity.
This research aims to identify factors related to nutrition status of the elderly in Sasana Tresna Werdha Ria Pembangunan Jakarta. Data set are collected by interview method with primary data, measurements of height, weight, hip and incomperence.
The research design is cross-sectional in manner which includes a number of 66 respondents of 60 years of age that do not suffer from serious diseases according to the medical examination by doctor, health-personnel of which they do suffer from their dimensions. Data analysis includes analyses of univariate, bivariate and multivariate by making use of cross-tabulation test and logistic regression analysis.
Results of research indicate that the nutrition-status of the elderly in STW Ria Pembangunan has a significant correlation among age, gender, marital status, work-status. duration of stay, complaint, health status. Of all the researched variables, the fact shows that nutrition status is greatly affected by male-gender with six time tendency (OR = 6.649) better than that of female-gender over 60 years of age. Marital status has 4 time tendency (OR = 4.021) better in their nutrition status than that in the unmarried elderly.
Work status includes 13 time tendency (OR = 13.001) better in their nutrition status than that in the unemployed elderly of over, 60 years of age after being controlled with other variables. Therefore, these three variables have significant correlation with the nutrition status.
Taking the results of research into account, it appears that the work status of the elderly in Sasana Trisna Werdha Karya Bhakti Ria Pembangunan largely effects the nutrition status that it needs more research into Sasana Trisna Werdha at private or public level as a further comparative-test.
Reference : 40 (1986-2000)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T7930
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>