Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 168279 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sari Ramadhani
"Pendidikan gizi merupakan suatu bidang pengetahuan yang memungkinkan sesorang memilih dan mempertahankan pola makan berdasarkan prinsip-prinsip ilmugizi. Pendidikan gizi secara formal ditujukan kepada siswa sekolah dan akan lebih baik jika diberikan pada usia sedini mungkin. Salah satu sarana yang digunakan dalam pendidikan gizi di sekolah dasar adalah buku pelajaran. Di sekolah dasar, materi gizi salah satunya terintegrasi di dalam pelajaran sains. Materi gizi yang terdapat di dalam buku pelajaran haruslah mengikuti aturan-aturan yang diberlakukan oleh pemerintah. Aturan tersebut antara lain standar untuk aspek materi, aspek penyajian dan aspek bahasa dari buku teks. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan analisis materi gizi berdasarkan materi, aspek penyajian, aspek bahasa dan mengetahui tingkat pengetahuan gizi siswa kelas V di Sekolah Dasar Standar Nasional Kelas I-V tahun 2008. Penelitian ini dilakukan di SDSN Pasar Minggu 01 Pagi dan SDSN Pasar Minggu 02 Pagi.
Alasan pemilihan sekolah karena kedua sekolah tersebut merupakan Sekolah Dasar Standar Nasional, di mana buku pelajaran yang digunakan tentu berstandar nasional pula.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk mengetahui informasi mendalam tentang materi gizi berdasarkan aspek materi, aspek penyajian dan aspek bahasa. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mendapatkan skor pengetahuan gizi siswa kelas V. Penelitian ini dilakukan selama bulan Mei-Juli 2008.
Hasil penelitian untuk aspek materi ditemukan bahwa materi gizi yang disajikan kelas I dan kelas V kurang sesuai dengan indikator standar kompetensi karena adanya materi yang diberikan melebihi indikator yang ditentukan. Materi gizi kelas I teridentifikasi kurang sesuai dengan perkembangan kognitif siswa yang baru mencapai tahap konkret operasional. Sementara itu, materi gizi kelas II, III dan IV sudah sesuai dengan indikator standar kompetensi dan perkembangan kognitif. Aspek penyajian materi gizi dilihat dari dua indikator yaitu kegiatan praktek tentang gizi dan tampilan umum ilustrasi. Materi gizi kelas I sampai dengan kelas IV kurang sesuai dengan teori perkembangan kognitif siswa karena tidak memasukkan praktek untuk materi gizi. Pada materi gizi kelas V sudah terdapat kegiatan praktek untuk menguji karbohidrat, hal ini sudah sesuai dengan teori perkembangan kognitiff siswa. Diidentifikasi bahwa pada materi gizi kelas I digunakan ilustrasi gambar, kelas II ilustrasi foto, kelas III ilustrasi gambar dan foto, kelas IV ilustrasi bagan berupa foto dan ilustrasi yang digunakan di kelas V berupa foto.
Pada penelitian ini aspek bahasa yang diidentifikasi pada materi gizi adalah materi gizi pada kelas I sampai dengan kelas V telah sesuai dengan indikator standar kompetensi, yaitu tidak menggunakan jenis huruf hias dan menggunakan dua jenis huruf. Materi gizi kelas IV dan V kurang sesuai untuk penggunaan ukuran huruf dan jenis huruf.
Pengetahuan gizi siswa sebanyak 89,5 % siswa kelas V SDSN Pasar Minggu 01 Pagi dan 86,3% siswa kelas V SDSN Pasar Minggu 02 Pagi memiliki pengetahuan gizi yang baik. Sementara itu, 10,5% siswa kelas V SDSN Pasar Minggu 01 Pagi dan 13,7% siswa kelas V SDSN Pasar Minggu 02 Pagi memiliki pengetahuan gizi yang kurang baik.
Saran yang penulis berikan adalah Departemen Pendidikan Nasional, khususnya Pendidikan Dasar perlu melakukan pembaruan terhadap konten materi gizi agar sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, sekolah perlu bekerjasama Dinas Kesehatan untuk menyediakan kelengkapan media promosi gizi di sekolah seperti poster, leaflet, booklet dan lainnya untuk diinformasikan kepada siswa dan guru. Materi gizi yang diintegrasikan kedalam kurikulum atau mata pelajaran di sekolah dasar sebaiknya sudah dibahas oleh ahli gizi, kompetensi dasar harus sesuai dengan perkembangan anak, sekolah perlu berperan aktif dalam menjalankan program program yang berhubungan dengan gizi, misalnya menyediakan kantin sehat dan menjalankan Usaha Kesehatan Sekolah. Guru perlu mengembangkan cara pengajaran yang sesuai dengan tahap perkembangan anak untuk menambah pemahaman siswa tentang materi seperti kegunaan telur, kandungan dan kegunaan susu, daging dan keju dan pelengkap menu sehari-hari dan perlu adanya pengembangan dan sosialisasi mengenai pedoman konsumsi makanan kepada siswa sekolah dasar dan masyarakat sekolah."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yaya Kusumajaya
"Saat ini Indonesia menghadapi masalah gizi ganda, yaitu masalah gizi lcurang dan masalah gizi lebih. Dampalc dari masalah gzii lcurang atau buruk akan berpengaruh negatif terhadap perkembangan fisik dan mental seseorang, sedangkan dampak yang texjadi dari masalah gizi lebih adalah meningkatnya penyakjt degeneratitl seperti jantung koroner, diabetes mellitus, hipertensi, dll. Penyebab masalah gizi kurang adalah kemiskinan, kurangnya persediaan pangan, buruknya sanitasi, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi, menu seimbang dan kesehatan. Sebaliknta masalah gizi lebih disebabkan oleh kcmajuan ekonomi. kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi, mcnu seimbang dan kesehatan. Pengukuran status gizi pada remaja yang lebih sederhana dan umum digunakan, yaitu menggunakan indeks BB/TB2 yang dikenal dengan Indeks Massa Tubuh berdasarlcan umur (BMI jar age) yang dinilai berdasarkan baku WHO-NCHS dalam bentuk persentil.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui gambaran dan faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi remaja (SLTP dan SLTA) di wilayah DKI Jakarta. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 22 Nopember- 6 Desember 2005. Disain penelitian adalah cross-sectional dan cara pemilihan sekolah menggunakan sampel klaster, sampel dipilih secara acak sistematis, dengan jumlah sampel 4.793 orang. Status gizi diukur dalam IMT sebagai variabcl dependen dan variabel-variabel umur, jenis kelamin, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pola, kebiasaan nonton televisi, kebiasaan olahraga, kebiasaan sampan pagi, kebiasaan ngemil, frekuensi makan sehari, frekuensi makan sayuran, frekuensi makan buah, frekuensi makan makanan siap saji, frekuensi makanan berlemak, frekuensi makan daging, ii-ekuensi malcan gorengan, frekuensi minum minuman ringan/soitdrink dan kebiasaan merokok sebagai variabel independen. Analisis data dilakukan meliputi analisis univariat, bivariat (multinomial lpgistic regretion) dan multivariat (regresi Iogistik ganda) dengan program Sojhvare SPSS.
Hasil penelitian didapatkan status gizi kurang sebanyak 10,3 %, normal 81,3 % dan lebih 7,9 %. Hasil uji bivaziat menunjukkan ada hubungan antara umur, jenis kelamin, pendidikan ibu, pendidikan ayah, pekenjaan ibu, pekexjaan ayah, kebiasaan olahraga, kebiasaan ngemil, ftekuensi makan makana siap saji, itekuerlsi rnakan malcanan berlemak dan iiekuensi makan gorengan dengan status gizi (p<0,05). Tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan nonton televisi, kebiasaan sarapan pagi, &ekuensi makan sehani, iickuensi makan sayuran, &ekuensi makan buah, iickuensi makan buah, fi-ekuensi minum minuman ringan/soffdrink dan kebiasaan merokok dengan IMT (p> 0,005), Hasil analisis multivaziat tujuh variabel indepcnden yang diprediksi secara bermakna berhubungan dengan gizi lebih yaitu umur, jenis kelamin, pendidikan ibu, kebiasaan nonton TV, kebiasaan olah raga, kebiasaaan ngemil, frekuensi makanan berlemak, variabel yang paling dominan dan berepngaruh adalah kebiasaan ngemil (OR=2,000) artinya remaja yang biasa ngemil mempunyai risiko gemuk 2 kali dibandingkan yang tidak biasa ngemil.
Anak sekolah tingkat SLTP dan SLTA di wilayah DKI Jakarta mengalami masalah gizi ganda. yaitu masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih. Untuk itu bagi Depertemen Kesehatan c.q. Direktorat Bina Gizi Masyarakat dan Pemda DKI Jakarta c.q. Dinas Kesehatan perlu Iebih intensif untuk mensosialisasikan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) melalui media massa (T V dab Radio) maupun melalui UKS, baik dalam bentuk penyuluhan, spanduk, poster maupun leaflet. Selain itu perlu ada pemantauan status gizi pada anak sekolah tingkat SLTP (minimal 2 kali setahun) dan tingkat SLTA (minimal 1 kali setahun) melalui UKS. Bagi masyarakat khususnya orang tua agar memperhatikan kebiasaan makan anaknya.

Now, Indonesia deals with double nutrition problems, which are under nutrition and over nutrition. Impact hom under nutrition problems affecting negatively toward physical development and mentally of an individual, while impact over nutrition problems is increasing of degenerative disease, such as coronary, diabetes mellitus, hypertension, etc. Under nutrition problems were cause by poverty, lack of food supply, bad sanitation, public lack of knowledge toward nutrition, balance menu and health. A more general and simple nutrition status assessment in teenager is using index BB/I'B2 that known as Body Mass Index for age (BMI for age) assessed base on WHO-NCHS in percentile.
Research objective is identifying description and factors that related with adolescent nutritional status (SLTP and SLTA) in DKI Jakarta area. Research performed in 22 November - 6 December 2005. Research design is cross sectional and school selection is using cluster sample, sample selected systematic randomly, with total sample of 4,793 people. Nutritional status measured in IMT as dependent variable and variables of age, gender, family education, family occupation, pattem, watching television habit, exercising habit, breakfast habit, eating snacks habit, frequency of eating in one day, frequency of fatty food, frequency of consuming meat, frequency of consuming fried food, frequency of drinking soft drink and smoking habit as independent variable. Data analysis performed through analysis of university, vicariate (multinomial Logistic Regression) and multivariate (double logistic regression) with SPSS program.
Research result obtained under nutrition status as much as 10.3%, normal 81.3% and over nutrition 7.9%. Vicariate test result shows a relation of age, gender, mother education, father education, mother occupation, father occupation, exercising habit, eating snacks habit, trequency of eating fast-food, Hequency of consuming fatty food and frequency of eating fried food with nutrition status (p<0.05). There is no significant relation between watching television, breakfast habit, Hequency of eating in one day, frequency of eating vegetables, frequency of eating fruit, frequency of drinking soii drink and smoking habit with IMT (p>0.005). Multivariate analysis result of seven independent variables that predicted as significantly related with excessive nutrition, which are age, gender, mother education, watching television habit, exercising habit, eating snacks habit, frequency of fatty food. The most dominant variable and afecting is eating snacks habit (OR = 2.000) that means teenager who oiten eating snacks has risk of 2 times compared to the one who do not eating snacks.
Adolescent of SLTP and SLTA in DKI Jakarta are experiencing double nutrition problems, which are lack of nutrition and excessive nutrition. Therefore, Health Department in this case Public Nutrition Development Directorate and Pemda DKI Jakarta in this case Health Department necessary be more intensively socializing General Guidance of Balanced Nutrition (PUGS) whether through mass media (TV and radio) or UKS, in the fomi of counseling, banner, poster and leaflet. Besides it is necessary to have nutrition status in adolescent of SLTP (minimally 2 times a year) and SLTA (minimally once per year) through UKS. For public especially parents to concem their children eating habit.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T34445
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herwanti Bahar
"Salah satu masalah gizi utama di Indonesia yang penanggulangannya belum menunjukkan titik terang adalah anemia gizi. Berdasarkan hal tersebut, tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai besarnya prevalensi anemia gizi pada anak pra sekolah di 7 provinsi yang diteliti dan faktor-faktor yang berhubungan dengan prevalensi tersebut.
Data yang digunakan adalah data Survey Evaluasi Xerofthalmia Skala Nasional 1992 di 7 provinsi, yang termasuk juga di dalamnya pemeriksaan kadar Hb pada anak pra sekolah. Pengumpulan data dilakukan oleh Litbang Gizi dengan "Multistage Sampling".
Hasil analisis menunjukkan bahwa prevalensi anemia gizi secara keseluruhan pada anak pra sekolah di 7 provinsi adalah 42 % . Angka ini bervariasi antara 18.2 % sampai 51.9 %. Analisis kemudian dibagi berdasarkan prevalensi berat (> 40 %) dan ringan/sedang (15 - 40 %).
Di daerah prevalensi berat, faktor anak yang berhubungan dengan kejadian anemia gizi yang tinggi adalah jenis kelamin laki-laki, pemberian Air Susu Ibu yang sering, kadar serum vitamin A yang rendah, jumlah anggota keluarga yang kecil, pendidikan ayah dan ibu yang tinggi. Sedangkan di daerah prevalensi ringan atau sedang pendidikan ayah yang rendah dan kondisi rumah yang baik yang berhubungan dengan kejadian anemia gizi yang tinggi.
Berdasarkan analisis multivariat didapat faktor penentu kejadian anemia gizi yaitu untuk daerah prevalensi berat adalah jenis kelamin, serum vitamin A, pemberian ASI, jumlah anggota keluarga, pendidikan ibu, status pekerjaan kepala keluarga dan sanitasi keluarga. Sedangkan di daerah prevalensi ringan hanya serum vitamin A dan kondisi rumah sebagai faktor penentu.
Berdasarkan hasil di atas, maka disarankan agar program pemberian vitamin A dosis tinggi pada anak pra sekolah perlu ditingkatkan. Disarankan pula dilaksanakannya penyuluhan mengenai pemberian Air Susu Ibu, makanan pendamping Air Susu Ibu dan kesehatan lainnya, pada semua golongan masyarakat, baik golongan ekonomi baik maupun kurang. Perlu adanya program khusus penanggulangan anemia gizi pada anak pra sekolah dan perlu adanya penelitian khusus mengenai anemia gizi."
Depok: Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kunkun K. Wiramihardja
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1990
T9680
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sunita Almatsier
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003
612.3 ALM p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Hadiyanti Eka Prasasti
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran lingkar pinggang, faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan lingkar pinggang, and faktor predominan lingkar pinggang. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional dengan metode purposive sampling pada 139 responden guru sekolah dasar di Kecamatan Cilandak Jakarta Selatan tahun 2013. Data yang dikumpulkan pada penelitian ini meliputi lingkar pinggang, jenis kelamin, umur, pendapatan, pengetahuan gizi, kecukupan energi, kecukupan karbohidrat, kecukupan lemak, dan aktivitas fisik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ratarata lingkar pinggang pada perempuan 80,40 cm dan pada laki-laki 88,04 cm. Dari penelitian ini, didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin, umur, dan pendapatan dengan lingkar pinggang. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa jenis kelamin, yaitu perempuan dan umur yang semakin meningkat menjadi faktor predominan lingkar pinggang. Asupan makanan yang tepat dan diimbangi dengan aktivitas fisik yang teratur diperlukan untuk mengontrol ukuran lingkar pinggang agar tidak melebihi cut off points.

The objective of this study was to determine the description of waist circumference, the association of risk factors and waist circumference, and predominant factor of waist circumference. This study use a cross sectional design research with purposive sampling among 139 elementary school teacher in Cilandak District, South Jakarta in year 2013. The data have been collected on this research included waist circumference, sex, age, income, nutrition knowledge, energy sufficiency, carbohydrate sufficiency, fat sufficiency, and physical activity.
The result of this study showed that the mean value of waist circumference in women was 80,40 cm and in men was 88,04 cm. In bivariat analyses, sex, age, and income was significantly related to waist circumference. The result of multivariat analyses showed that sex especially in women and older age were predominant factors of waist circumference. The correct food intake and balancing the physical activity is necessary to control waist circumference in order not to exceed the cut off points.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S47583
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meitriana Pangestuti
"Gejala konstipasi fungsional merupakan salah satu penyebab menurunnya kualitas hidup. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan proprosi beberapa faktor risiko dengan gejala konstipasi fungsional. Pengumpulan data dilakukan dengan pengukuran antropometri, wawancara dan pengisian kuesioner. Disain studi yang digunakan crosssectional, dilakukan bulan April hingga Mei 2015,dengan 129 responden, terdiri dari 96 perempuan (74,4%) dan 33 laki-laki 25,6%). Prevalensi gejala konstipasi fungsional adalah 47,3%. Analisis bivariat menunjukkan terdapat perbedaan proporsi antara IMT (p value = 0,021), pengetahuan gizi (p value = 0,020), asupan serat (p value = 0,012), dan aktivitas fisik (p value = 0,029) dengan gejala konstipasi fungsional. Diharapkan guru sekolah dasar dapat meningkatkan kualitas kesehatan dengan olahraga teratur dan mengonsumsi cukup serat untuk mencegah gejala konstipasi fungsional.

Functional constipation symptom is one for risk factors of decreasing
quality of life. The purpose of the study was to determine differences in the proportion of multiple risk factors with functinal constipation symptom to perform anthropometry measurement, interview and admission questionnaire. This study was conducted with cross sectional design at April until May 2015. Study consisted of 129 respondent consisted of 96 women (74,4%) and 33 men (25,6%).
The prevalence of functional constipation symptom were 47,3%. Bivariate analysis showeed there to the difference betweeen BMI (p value = 0,021), knowledge of nutrition (p value = 0,020), fiber intake (p value = 0,012), and physical activity (p value = 0,029) with functional constipation symptom.
Elementary school teacher was expected to further improve the quality of health, by doing regularly exercise and consumpt adequat fiber intake to prevent functional constipation symptom."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S60466
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Fadhilah
"Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan usia menarche berdasarkan faktor jenis diet, asupan gizi, status gizi, dan faktor lainnya pada remaja putri. Jenis penelitian dilakukan dengan desain penelitian cross-sectional yang dilakukan pada 121 remaja putri usia 11-14 tahun di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi dan Pusdiklat Maitreyawira, Jakarta Barat. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata usia menarche responden adalah 11,89 tahun atau 142,71 bulan. Rata-rata usia menarche responden vegetarian adalah 148,65 bulan.
Berdasarkan hasil analisis bivariat, variabel jenis diet, status gizi, persen lemak tubuh, usia menarche ibu, dan keterpaparan terhadap media informasi adalah variabel yang memiliki perbedaan bermakna dengan usia menarche remaja putri dengan p-value < 0,05. Berdasarkan analisis multivariat, variabel jenis diet merupakan variabel yang paling mempengaruhi usia menarche (r=0,490, b=9,92).

This study aims to determine the difference age of menarche is based on the type of dietary, nutrient intake, nutritional status, and other factors in adolescent girls. Types of research is a cross-sectional study design conducted in 121 young women aged 11-14 years at Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi and Pusdiklat Maitreyawira, Jakarta Barat. The results showed the average of menarcheal age is 11.89 years or 142.71 month. The average of menarcheal age in vegetarian is 148.65 month.
Based on the bivariate analysis, the variable type of diet, nutritional status, percent body fat, mother's age of menarche, and exposure to media information is a variable that has a significant difference in age of menarche in adolescent girls with a p-value <0.05. Based on the multiariate analysis, variable type of diet is a dominant variable to menarcheal age (r=0.490, b=9.92).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S56137
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umaima Kamila
"Latar Belakang : Masalah status gizi kurang masih menjadi salah satu problem kesehatan yang dihadapi oleh Bangsa Indonesia hingga saat ini. Berbagai program telah dicanangkan oleh pemerintah untuk menanggulanginya namun belum membuahkan hasil. Untuk menyelesaikan masalah status gizi diperlukan pemahaman yang mendalam atas faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi, dimana salah satunya adalah asupan kalori harian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara status gizi dengan asupan kalori harian.
Metode : Penelitian ini dilakukan terhadap 73 orang anak usia sekolah di Yayasan Kampung Kids dengan menggunakan desain cross-sectional. Data yang diambil meliputi jenis kelamin, usia, berat badan, tinggi badan, indeks massa tubuh dan asupan nutrisi harian. Status gizi diukur dengan menggunakan persentil kurva Center for Disease Control (CDC) sedangkan asupan nutrisi harian dengan metode wawancara. Selanjutnya dicari hubungan antara keduanya dengan menggunakan software SPSS 11.5.
Hasil : Rerata tinggi badan (132,09cm) dan berat badan (27,07kg) responden tidak ideal berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2004. Responden umumnya memiliki status gizi normal berdasarkan ketiga status gizi yaitu 50,7% (BB/U), 71,2% (TB/U), dan 63 % (IMT). Mayoritas responden mendapatkan asupan nutrisi harian yang normal (60,3%). Analisis variabel dengan menggunakan two sample Kolmogorov-Smirnov test untuk menentukan hubungan antara status gizi dan asupan nutrisi harian adalah p=1,000 (BB/U)., p=0,461(TB/U), dan p=0,799 (IMT).
Kesimpulan : Tidak terdapat hubungan bermakna antara asupan kalori harian dan status gizi pada anak usia sekolah di Yayasan Kampung Kids.

Background : Nutritional Problem has been one of many health problems which are faced by Indonesian people until now. Various programmes have been launched by the government to overcome this problem but still have not get significant result. To handle this nutritional problem, we need to understand completely about all factors influnce the nutritional status. One of those key factors is daily calorie intake.
Method: This research conducted on 73 schoolaged children who were registered in KampungKids Foundation using crosssectional method. Data collected were gender, age, weight, height, body mass index (BMI) and daily calorie intake. Nutritional status was measured by using CDC percentile curve. In other hand, daily calorie intake data were collected by interviewing. The data then were analyzed with SPSS 11.5 software.
Result : The height average (132,09cm) and weight average (27,07kg) were not ideal according to Nutritional Sufficiency Value (AKG) 2004. Most of the respondent had normal nutritional status for all indicators : 50,7% for (Body Weight/Age), 71,2% for (Body Height/ Age), and 63% for (BMI/Age). Most of respondents had normal daily calorie intake (60,3%). Analysis of variables using two sample Kolmogorov-Smirnov test to find the association between daily calorie intake and nutritional status gave results, p=1,000 (BW/A), p=0,461(BH/A), and 0,799 (BMI).
Conclusion : There is no significant association between daily calorie intake and nutritional status among school-aged children in Kampung Kids Foundation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Era Oktalina
"Salah satu masalah kekurangan gizi pada balita yang menjadi prioritas utama adalahstunting. Stunting pada balita diakibatkan oleh kekurangan gizi kronis mulai dari awalperkembangan dimana konsekuensinya bersifat permanen. Permasalahan stunting dapat menimbulkan efek jangka panjang pada individu dan masyarakat, termasuk berkurangnya perkembangan kognitif, fisik, kemampuan produktif dan kesehatan yang buruk, serta peningkatan risiko penyakit degeneratif.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada balita di Provinsi Sumatera Barat tahun 2017. Penelitian ini menggunakan data sekunder Pemantauan Status Gizi Provinsi Sumatera Barat dengan desain penelitian cross sectional dan jumlah sampel 6421 balita. Pengolahan dan analisis data menggunakan uji chi-square bivariat dan uji regresi logistik ganda model prediksi multivariat.
Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara umur balita, jenis kelamin, tinggi badan ibu, pendidikan ibu, jumlah anggota rumah tangga dan wilayah tempat tinggal dengan stunting pada balita. Umur balita merupakan faktor yang paling dominan dengan kejadian stunting pada balita.
Disarankan adanya dukungan kebijakan peningkatan anggaran program perbaikan gizi masyarakat dalam upaya penanggulangan masalah stunting dan menyusun kegiatan program sesuai dengan kebutuhan di lapangan serta memperhatikan kebutuhan gizi anak sesuai dengan tahapan umur.

One of the nutritional problems in children under five is the main priority is stunting.Stunting in toddlers is caused by chronic malnutrition from the beginning ofdevelopment where the consequences are permanent. Stunting problems can have longtermeffects on individuals and communities, including reduced cognitive, physical, productive and poor health, and an increased risk of degenerative diseases.
The purpose of this study was to determine factors related to stunting incidence in toddlers in West Sumatera Province in 2017. This study uses secondary data Monitoring Nutrition Statusof West Sumatera Province with cross sectional study design and 6421 children underfive years old. Processing and data analysis using chi square test bivariate andmultiple logistic regression test prediction model multivariate.
The result of statistical test shows that there is a significant relationship between toddler age, sex, mother 39 sheight, mother education, number of household member and residence area withstunting in children. Toddler age is the most dominant factor with stunting incidence intoddlers.
It is recommended to support the improvement of public nutrition improvement program budget in the effort to overcome the problem of stunting andarrange the program activity according to the need in the field and pay attention to the nutritional requirement of children according to the age stage.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T49807
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>