Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 165501 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kresna Astri
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginvestigasi hubungan antara stres dan religiusitas pada dewasa muda beragama Islam. Hipotesis pada penelitian ini adalah akan ada korelasi negatif antara stres dan religiusitas. Ada 101 dewasa muda beragama Islam yang berpartisipasi dan mengisi kuesioner.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, sesuai dengan hipotesis, terdapat korelasi negatif yang signifikan antara stres dan religiusitas. Ditinjau dari dimensi-dimensi religiusitas, stres juga berkorelasi positif dengan dimensi ritualistic. Beberapa asumsi telah dimunculkan untuk memberikan penjelasan mengenai penemuan dalam penelitian. Pertama, religiusitas dapat menjadi suatu faktor pelindung terhadap stres, sehingga mengurangi risiko munculnya stres. Kedua, religiusitas mungkin telah digunakan sebagai suatu strategi coping yang efektif sehingga membantu individu dalam menanggulangi stres. Ketiga, ritual keagamaan yang dapat memberikan efek relaks (relaxing effect) pada tubuh diasumsikan sebagai suatu sumber dari ketenangan dan kenyamanan yang lebih nyata dibandingkan dengan dimensi lainnya.

This aim of the currentewsearch was to examine the relationship between stress and religiosity. In the research, it was hypotesized that there would be a negative correlation between stress and religosity within muslim young adults. There were 101 muslim young adults who participated and completed the questionnaires.
The results revealed that, supporting the hypotesis, there was a significant negative correlation between stress and reigiosity. Investigating the religiosity dimensions, it was also foun that there was a significant negative correlation between stress and ritualisticdimesnsions. several assumption have been derrived in order to explain the findings. Firstly, religiosity could be a protective factor towards stress, and thus decreases the liklihood of stress to occur. Secondly, religiosity might be used as an effective coping strategy and it helps individuals to cope with stress. Thirdly, religious rituals that have their relaxing effect to the body, might act as a real source of comfort compared to the other dimensions."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009
155.904 2 KRE h
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Thifalina Alam Aulia
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara seksual permisif dan religiusitas islam pada dewasa muda. Partisipan penelitian ini melibatkan 440 dewasa muda muslim yang berusia 20-30 tahun dan belum menikah se-Indonesia. Pengambilan data dilakukan melalui kuesioner online. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Premarital Sexual Permissivenes (untuk mengukur seksual permisif) dan Revised Muslim Religiosity Personality Inventory (untuk mengukur religiusitas Islam). Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan negatif signifikan antara seksual permisif dan religiusitas islam pada dewasa muda dengan koefisien korelasi sebesar r (438) = 0,385, p < 0,01. Hal ini mengartikan bahwa semakin tinggi religiusitas Islam seseorang maka semakin rendah seksual permisif yang dimilikinya.

This study was conducted to determine the relationship between sexual permissiveness and Islamic religiosity in young adults. Participants of this study were 440 people with the age range of 20-30 years, muslim, and single in Indonesia. The data were collected through an online questionnaire. The instruments used were Premarital Sexual Permissiveness (measured Sexual Permissiveness) and Revised Muslim Religiosity Personality Inventory (measured Islamic Religiosity). The result showed a significant negative correlation between sexual permissiveness and Islamic religiosity in young adults with a correlation coefficient of r (438) = 0,385, p < 0,01. It means that the higher level of Islamic religiosity, the lower a person's sexual permissiveness.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S63179
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abshari Nabilah Fiqi
"Guna membangun hubungan dengan pasangan yang bertahan lama melalui pernikahan, dewasa muda Indonesia perlu memiliki kesiapan menikah. Secara teoritis, terdapat hubungan antara agama khususnya religiusitas dan kesiapan menikah. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara religiusitas Islam dan kesiapan menikah pada dewasa muda. Partisipan penelitian ini adalah 566 dewasa muda muslim berusia 20-30 tahun dan belum menikah se-Indonesia. Pengambilan data dilakukan menggunakan kuesioner online. Alat ukur yang digunakan adalah The Revised Muslim Religiosity-Personality Inventory (R-MRPI) (untuk mengukur religiusitas Islam) dan Adaptasi Alat Ukur Kesiapan Perkawinan California Marriage Readiness Evaluation (CMRE) (untuk mengukur kesiapan menikah). Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif signifikan antara religiusitas Islam dan kesiapan menikah pada dewasa muda, r=+.650, N=566, p<0,01. Artinya semakin tinggi religiusitas Islam seseorang maka semakin tinggi kesiapan menikahnya.

In order to build the relationship with romantic partner which lasts forever through marriage, young adults in Indonesia need readiness for marriage. Theoritically, there is relationship between religion espescially religiosity and readiness for marriage. This study examined the relationship between Islamic religiosity and readiness for marriage among young adults. Participants of this study were 566 Moslem young adults in the age range of 20 to 30 years old and have not married yet from Indonesia. This study used online questionnaire method to gather the data. The instruments of this study were The Revised Muslim Religiosity-Personality Inventory (R-MRPI) (to measure Islamic religiosity) and Adaptasi Alat Ukur Kesiapan Perkawinan California Marriage Readiness Evaluation (CMRE) (to measure readiness for marriage). The result showed that there is a positive significant relationship between Islamic religiosity and readiness for marriage among young adults, r=+.650, N=566, p<0,01. This finding suggests that individu who have higher Islamic religiosity will also have higher readiness for marriage.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S64187
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakhrana Khairunnisa
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara stres dan perilaku merokok dengan efek moderasi perceived susceptibility di masa pandemi COVID-19. Desain penelitian yang digunakan adalah non-eksperimental dan cross-sectional dengan partisipan penelitian sebanyak 176 partisipan yang merupakan perokok aktif berusia 19- 40 tahun. Variabel pada penelitian ini diukur dengan menggunakan alat ukur COVID-19 Stressor Scale, Perceived Susceptibility in the Smoking Context, dan Heaviness of Smoking Index (HIS). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa stres memiliki korelasi positif dan tidak signifikan dengan perilaku merokok di masa pandemi COVID-19 (r = 0,113, p > 0,05). Selain itu, penelitian ini juga menunjukkan bahwa terdapat peran perceived susceptibility pada hubungan stres dan perilaku merokok (b = -0,006, t = - 2,263, p < 0,05).

This research aims to examine the relationship between stress and smoking behavior with the moderating effect of perceived susceptibility during the COVID-19 pandemic. The research design used was non-experimental and cross-sectional with 176 participants who were active smokers aged 19-40 years. The variables in this research were measured using the COVID-19 Stressor Scale, Perceived Susceptibility in the Smoking Context, and Heaviness of Smoking Index (HIS). The results of this research indicate that stress has a positive and insignificant correlation with smoking behavior during the COVID-19 pandemic (r = 0.113, p > 0.05). In addition, this research also shows that there is a role for perceived susceptibility in the relationship between stress and smoking behavior (b = -0.006, t = -2.263, p <0.05)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christiana Daraclaudia
"Sexting adalah perilaku bertukar pesan foto atau pesan teks yang bernuansa seksual melalui ponsel atau media seluler lainnya. Perilaku sexting merupakan salah satu cara menjaga hubungan asmara dengan pasangan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara keterikatan orang dewasa dengan perilaku sexting, yang berusaha untuk melihat aspek psikologis yang mendasari perilaku sexting dalam hubungan romantis. Penelitian ini dilakukan pada kelompok dewasa muda yang sedang menjalin hubungan asmara berpacaran dan melakukan sexting dengan pasangannya yaitu sebanyak 20 laki-laki dan 54 perempuan (N = 74). Kelekatan orang dewasa diukur menggunakan The Experiences in Close Relationship-Revised (ECR-R) yang terdiri dari 18 item pada dimensi kecemasan dan 18 item pada dimensi penghindaran. Perilaku sexting diukur menggunakan skala sexting dengan 8 item yang mengukur frekuensi perilaku dan konten seks yang dipertukarkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dimensi keterikatan kecemasan memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku sexting (r (71) = 0,274, p <0,05).

Sexting is the behavior of exchanging sexual photos or text messages through cell phones or other cellular media. Sexting behavior is one way of maintaining a romantic relationship with a partner. This study aims to look at the relationship between adult attachment to sexting behavior, which seeks to see the psychological aspects that underlie sexting behavior in romantic relationships. This research was conducted on a group of young adults who were dating and having sexting with their partners, as many as 20 men and 54 women (N = 74). Adult attachment was measured using The Experiences in Close Relationship-Revised (ECR-R) which consisted of 18 items on the anxiety dimension and 18 items on the avoidance dimension. Sexting behavior was measured using a sexting scale with 8 items measuring the frequency of sexual behavior and content exchanged. The results showed that the dimension of attachment anxiety had a significant relationship with sexting behavior (r (71) = 0.274, p <0.05)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Arimukti
"Individu dapat mengalami stres pengasuhan yang berasal dari peran yang diembannya sebagai orangtua. Stres pengasuhan diketahui mencapai puncaknya saat orangtua mengasuh anak toddler (12-36 bulan). Sementara itu, religiusitas diketahui merupakan salah satu hal yang dapat membantu individu mengelola stres. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara religiusitas Islam dan stres pengasuhan pada orangtua dari toddler. Variabel religiusitas Islam diukur dengan menggunakan The Revised Muslim Religiosity-Personality Inventory (R-MRPI) dan variabel stres pengasuhan diukur dengan menggunakan Parenting Stress Index - Short Form (PSI-SF). Penelitian ini melibatkan 107 partisipan yang merupakan pria atau wanita beragama Islam yang memiliki anak toddler. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara Religiusitas Islam dan Stres Pengasuhan. Lebih spesifik, hubungan diantara kedua variabel tersebut merupakan hubungan negatif (r = - 0.365, n = 107, p< 0.05, two tailed). Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi religiusitas individu maka semakin rendah stres pengasuhan yang dialaminya.

Individu can experience parenting stress which comes from her/his role as parent. Parenting stress known will be culminated when parents bring up a toddler (12-36 months). Meanwhile, religiosity can help individu to manage stress. So, the purpose of this study is to examine the relationship between Islamic religiosity and parenting stress of parents with toddler. Islamic religiosity measured with The Revised Muslim Religiosity-Personality Inventory (R-MRPI) and Parenting Stress measured with Parenting Stress Index- Short Form (PSI-SF). 107 Muslim Parents with toddler were participated in this study. Result from this study show that there is significant correlation of Islamic religiosity and Parenting Stress. Specifically, the correlation from both variable is negative (r = - 0.365, n = 107, p< 0.05, two tailed). This finding suggest that individu who have higher Islamic religiosity will have lower parenting stress.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S66483
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bietris Warisyu
"Hipertensi menjadi angka kematian tertinggi nomor lima di dunia. Begitu juga di Provinsi Papua khususnya di Kota Jayapura, kejadian hipertensi terbanyak pada usia 24-34 tahun. Setiap daerah mempunyai budaya berbeda yang dapat mempengaruhi kebiasaan dan pola hidup pada masyarakat tersebut yang dapat mempengaruhi kejadian hipertensi, begitu juga dengan generasi muda Papua di Kota Jayapura. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui faktor apa saja yang dapat mempengaruhi kejadian hipertensi pada generasi muda Papua di Kota Jayapura. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi pada generasi muda Papua di Kota Jayapura. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional, pendekatan deskriptif-korelatif, dan teknik consecutive sampling pada 180 generasi muda Papua di Kota Jayapura yang berusia <34 tahun. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara riwayat konsumsi rokok dengan kejadian hipertensi (p-value 0,015, ), riwayat konsumsi alkohol dengan kejadian hipertensi (p-value 0,009, ), dan stres dengan kejadian hipertensi (p-value 0,013, ). Pada hasil multivariat menunjukkan bahwa stres berhubungan paling dominan dengan kejadian hipertensi (p-value 0,043, ). Diharapkan tenaga keperawatan dapat meningkatkan pemahaman melalui pemberian informasi atau pendidikan kesehatan terkait dengan pencegahan hipertensi khususnya pada generasi muda di Kota Jayapura.

Hypertension is the fifth highest death rate in the world. Likewise in Papua Province, especially in Jayapura City, the highest incidence of hypertension is at the age of 24-34 years. Each region has a different culture that can affect the habits and lifestyle of the community that can affect the incidence of hypertension, as well as the younger generation of Papuans in Jayapura City. Therefore, it is important to know what factors can affect the incidence of hypertension in the younger generation of Papuans in Jayapura City. This study aims to identify the factors associated with the incidence of hypertension in the younger generation of Papuans in Jayapura City. This study used a cross sectional design, descriptive-correlative approach, and consecutive sampling technique on 180 Papuan youth in Jayapura City aged <34 years. The results showed that there was a significant relationship between history of cigarette consumption and the incidence of hypertension (p-value 0,015, ), history of alcohol consumption and the incidence of hypertension (p-value 0,009, ), and stress and hypertension (p-value 0,013, ). The multivariate results showed that stress was most dominantly associated with the incidence of hypertension (p-value 0,043, ). It is hoped that nursing staff can improve understanding through the provision of information or health education related to the prevention of hypertension, especially for the younger generation in Jayapura City."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yovita Vivian Wahidin
"Pacaran jarak jauh merupakan hubungan romantis yang cukup banyak dijalani dengan alasan mengikuti pendidikan dan pekerjaan yang lebih baik. Adanya jarak diantara pasangan sering dianggap menurunkan kepuasan hubungan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara attachment dan kepuasan hubungan pada dewasa muda yang sedang berpacaran jarak jauh. Attachment diukur dengan Experience in Close Relationship-Revised (ECR-R) dan kepuasan hubungan diukur dengan Relationship Assessment Scale (RAS). Responden dalam penelitian ini (N=297) merupakan dewasa muda yang sedang berpacaran jarak jauh minimal 6 bulan dan diambil dengan teknik non-probability sampling.
Dari penelitian ini diketahui bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara anxious attachment dan avoidance attachment dengan kepuasan hubungan. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi skor anxious dan avoidance attachment maka semakin rendah kepuasan hubungan.

Long distance relationship is a romantic relationship that many people involved with getting a better job and education as the most main reason. Always being perceived as a problematic relationship and relationship satisfaction can predict the success of the relationship.This research aiming to examine the relationship between attachment and relationships satisfaction in young adult who currently in long distance romantic relationship. Attachment measured by Experience in Close Relationship-Revised (ECR-R) and relationship satisfaction measured by Relationship Assessment Scale (RAS). Respondent (N=297) is a young adult who having a long distance romantic relationship at least for 6 months and obtained through non-probability sampling technique.
Results point out a negative and significant correlation between anxious and avoidance attachment and relationship satisfaction with medium effect size for anxious and large effect size for avoidance. High score attachment indicates lower relationship satisfaction. Result from this research can be applied at problem solving in long distance dating relationship.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Magdalena Anastasia Hanipraja
"Integrasi teknologi dalam kehidupan membawa urgensi untuk mempelajari kegiatan virtual yang dilakukan dalam konteks hubungan romantis, dan salah satunya adalah sexting, atau pertukaran pesan sensual melalui teknologi komunikasi. Sebelumnya dipandang sebagai perilaku seksual yang berisiko, baru-baru ini para peneliti telah menemukan perspektif baru dalam memandang sexting sebagai aktivitas positif yang dilakukan dalam hubungan romantis, terutama dalam hubungannya dengan kepuasan seksual. Kepuasan seksual dapat ditingkatkan dengan sexting karena dapat berfungsi sebagai bentuk komunikasi seksual serta berbagai aktivitas seksual. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk membuktikan hubungan antara sexting dan kepuasan seksual, terutama dengan sexting sebagai prediktor kepuasan seksual. Untuk mengukur variabel, penelitian ini akan menggunakan skala sexting yang dikembangkan oleh Gordon-Messer, Bauermeister, Grodzinski, dan Zimmerman (2013) serta GMSEX untuk mengukur kepuasan seksual. Analisis regresi digunakan untuk menguji hipotesis dan hasilnya menunjukkan bahwa sexting secara signifikan memprediksi kepuasan seksual (F (1,70) = 8.602, p = 0,005, <0,01) dengan koefisien determinasi 0,109 yang dapat diartikan sebagai 10, Variasi 9% dari kepuasan seksual dijelaskan oleh sexting.

The integration of technology in life brings urgency to study virtual activities carried out in the context of romantic relationships, and one of them is sexting, or exchanging sensual messages through communication technology. Previously seen as risky sexual behavior, recently researchers have found a new perspective in viewing sexting as a positive activity carried out in romantic relationships, especially in relation to sexual satisfaction. Sexual satisfaction can be improved by sexting because it can function as a form of sexual communication and various sexual activities. Therefore, this study aims to prove the relationship between sexting and sexual satisfaction, especially with sexting as a predictor of sexual satisfaction. To measure variables, this study will use a sexting scale developed by Gordon-Messer, Bauermeister, Grodzinski, and Zimmerman (2013) and GMSEX to measure sexual satisfaction. Regression analysis was used to test the hypothesis and the results showed that sexting significantly predicted sexual satisfaction (F (1.70) = 8,602, p = 0.005, <0.01) with a coefficient of determination of 0.109 which could be interpreted as 10, 9% variation of satisfaction Sexually explained by sexting.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marsya Larasati
"Hingga saat ini stigma negatif dari masyarakat masih melekat pada kaum homoseksual. Faktor sosial ini bisa berdampak pada timbulnya depresi pada homoseksual. Di sisi lain, dukungan sosial dari orang-orang di lingkungannya dapat berperan dalam menurunkan resiko mengalami depresi bagi homoseksual. Untuk mengetahui apakah memang seorang homoseksual dengan tingkat gejala depresi yang rendah memiliki dukungan sosial yang tinggi, peneliti mengangkat permasalahan tersebut di dalam penelitian ini. Pengukuran persepsi terhadap dukungan sosial menggunakan alat ukur social provision scale (Cutrona & Russell, 1975) dan pengukuran depresi menggunakan alat ukur Beck depression inventory (Beck dkk., 1971). Partisipan penelitian berjumlah 125 homoseksual yang berusia 20 ? 40 tahun dan berdomisili di kota-kota di Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa.
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan negatif yang signifikan antara persepsi terhadap dukungan sosial dan depresi pada homoseksual (r = - 0.502; p < 0.01). Artinya, semakin tinggi persepsi terhadap dukungan sosial seseorang, maka semakin rendah gejala depresi yang dialaminya. Selain itu, didapatkan hasil perbedaan mean persepsi terhadap dukungan sosial dan depresi yang signifikan yang dikaitkan dengan orientasi homoseksual dan status hubungan romantis. Dengan kata lain, kelompok partisipan lesbian dan partisipan yang berpacaran memiliki nilai mean persepsi terhadap dukungan sosial yang lebih tinggi secara signifikan, sedangkan partisipan gay dan partisipan yang tidak berpacaran memiliki nilai mean depresi yang lebih tinggi secara signifikan. Namun, tidak terdapat perbedaan mean persepsi terhadap dukungan sosial dan depresi yang signifikan yang dikaitkan dengan keikutsertaan dalam komunitas LGBT. Untuk penelitian selanjutnya yang serupa disarankan menggunakan dimensi-dimensi persepsi terhadap dukungan sosial agar dapat diketahui secara spesifik dimensi mana yang paling dibutuhkan partisipan.

Nowadays, the negative community stigmas are still inherent to homosexuals. These social factors can have an impact on the incidence of depression in a homosexual. On the other hand, social support of people in their environment can play a role in lowering the risk of experiencing depression for homosexuals. To find out if indeed a homosexual with a low level of depression symptoms has high socials support, researchers raised these problems in this research. This Perceived social support measurement using gauge Social Provision Scale (Cutrona & Russell, 1975) and depression measurement using gauge Beck Depression Inventory (Beck et al., 1971). Research participants totaled 125 homosexuals aged 20-40 years and domiciled in cities in Java and outside Java.
The results of this research show there are significant negative relationship between perceived social support and depression in homosexuals (r =-0.502; p < 0.01). This means the higher of perceived social support, the lower the symptoms of depression of homosexuals. In addition, the obtained results mean difference of perception of social support and depression are significantly associated with homosexual orientation and romantic relationship status. In other words, the lesbian participants and participants who are dating have a mean value of the perception of social support was significantly higher, whereas participants who are not gay and dating participants had a mean depression is significantly higher. However, there are no mean differences in perceptions of social support and depression are significantly associated with participation in the LGBT community. For further research are advised to use the similar dimensions to perceptions of social support in order to be known specifically where the dimension is most needed participants.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>