Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 80707 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Begg, Moazzam
"Moazzam Begg, warganegara Inggris keturunan Pakistan, adalah seorang bekas tahanan Amerika di Guantanamo. Begg lahir dan besar di Inggris, mengecap pendidikan di sekolah Yahudi ?King David?. Masa kecilnya dilalui dengan manis, kecuali kehilangan Ibu di usia 8 tahun.
Lingkungan dan pendidikan Begg membentuknya menjadi seorang pribadi yang sangat demokratis. Di masa sekolah, Begg bahkan aktif ambil bagian dalam kegiatan keagamaan di sekolah. Walau demikian, Begg tetap seorang Muslim.
Peperangan dan konflik politik yang terjadi di Bosnia, Chechnya, dan Palestina mulai menggugah kesadarannya akan identitasnya sebagai seorang Muslim. Begg mulai rajin mencari tahu apa yang terjadi di belahan dunia lain, apa kaitannya dengan Muslim dan apa yang dapat dilakukannya. Suatu saat dia menyadari betapa tidak adilnya, dia hidup tenang dengan nyaman di Inggris sementara saudara-saudaranya yang Muslim mengalami penderitaan tak tertahankan di dunia lain. Begg lalu menguatkan hati untuk melakukan berbagai perjalanan dan melihat kondisi di negara-negara yang sedang mengalami perang tersebut.
Hidup Begg mulai berubah setelah itu. Dia mulai tekun mempelajari ajaran agamanya, meninggalkan kehidupan lain yang sering dilakoninya bersama rekan-rekannya. Begg menjadi Muslim yang baik, sekaligus moderat dan sangat rasional. Dia menikahi seorang wanita Palestina bernama Zainab. Mereka menjadi satu tim yang kompak dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan sosial di Afganistan dan Pakistan. Membangun sekolah khusus perempuan di Afganistan, membangun saluran air bersih untuk penduduk setempat, dan mengirim bantuan ke negara-negara Muslim yang sedang dalam kondisi tidak stabil. Mereka bahkan memilih tinggal beberapa lama di Afganistan, lalu Pakistan.
Komitmen Begg untuk mengabdikan hidupnya bagi kegiatan sosial ini yang membawanya ke tangan Amerika, setelah peristiwa WTC yang tak akan pernah terlupakan itu. Amerika menjadikan aktifitasnya itu sebagai alasan membawanya ke Guantanamo dengan tuduhan sebagai anggota Taliban dan pendukung Al-Qaeda.
Tengah malam, 31 Januari 2002, Begg diculik dari rumahnya di Pakistan. Tidak terpikirkan oleh Begg bahwa orang-orang yang menodongkan senjata itu adalah CIA. Begg menduga itu penculikan oleh kelompok kriminal setempat yang pada saat itu memang banyak terjadi di Pakistan.
Itulah awal penderitaan Begg. Dia dipenjara di Kandahar, lalu ke Bagram, dan akhirnya ke Guantanamo. Penahanan ini selalu disertai dengan penyiksaan fisik dan mental, serta interogasi yang melelahkan dan membosankan. Selama 3 tahun ditahan, Begg menjalani 300 kali interogasi. Kesabarannya benar-benar diuji. Ditahan tanpa tuduhan jelas dan diperlakukan dengan tidak manusiawi.
Bagi saya, kisah ini bukan hal baru. Lewat media massa kita pun tahu bahwa kisah2 seperti ini selalu terjadi sepanjang masa. Seringkali memang berkaitan dengan negara adi kuasa itu. Yang menarik dari buku ini, sekaligus menimbulkan kekaguman saya pada Moazzam Begg adalah sikap dan penilaiannya terhadap segala situasi yang menimpanya. Dia tetap rasional, kritis, dan ..objektif!
Dia tidak pernah menyalahkan satu pihak secara total atas semua kerumitan yang terjadi di dunia ini setelah 11 September 2001. Begg menolak sikap Amerika yang berlebihan dan paranoid, tapi juga memahami ketakutan mereka setelah serangan itu. Begg menolak aksi kekerasan (pengeboman, bunuh diri, dan peperangan), tapi dia juga menolak keras jika semua itu dikaitkan dengan Islam. Begg tidak setuju dalam banyak hal dengan Taliban, tapi dia mendukung Taliban memberantas maksiat dan perdagangan anak-anak dan wanita di Afganistan. Begg mengoreksi banyak kekeliruan yang dilakukan pemerintah Amerika, tapi sekaligus juga mengkritisi sikap beberapa pimpinan negara Muslim yang tidak berusaha mengembalikan citra Islam yang positif di mata dunia Internasional.
Buku ini memberi banyak pelajaran bagaimana mengatasi kondisi yang sangat tidak normal. Lewat kisahnya, Begg semakin meneguhkan saya bahwa bersikap fleksibel dan selalu memelihara pikiran positif itu akan sangat membantu kita dalam kondisi apapun.
Buku ini tidak berkisah soal penderitaan saja. Yang paling menarik adalah bagaimana hubungan antara para penjaga penjara dengan para tahanan. Menurut Begg, mereka semua sama-sama tahanan, karena dalam kenyataannya banyak tentara Amerika yang tidak setuju dengan kebijakan Bush soal tahanan-tahanan itu. Para penjaga ini juga merasa sama-sama tersiksa ditempatkan di Guantanamo dan diperintahkan melakukan penyiksaan yang tidak mereka kehendaki. Alhasil, beberapa penjaga harus mendapatkan hukuman karena dianggap bersekutu dengn tahanan, hanya karena mereka sering terlihat mengobrol akrab dan menjalin persahabatan.
Begg sendiri memiliki banyak teman Amerika (para penjaga tahanan) di Guantanamo. Begg bisa melihat betapa hidupnya dan hidup penjaga sama saja. Mereka lalu sering berdiskusi tentang berbagai hal dan keluarga. Bahkan, buku ini juga ditulis Begg atas desakan dan anjuran para tentara Amerika sendiri. Para tentara ini menganggap penting sekali bagi dunia melihat apa yang dterjadi di Guantanamo melalui saksi hidup seperti Begg. Memang beberapa tentara konsisten mendukung Bush, dan lagi-lagi Begg bisa memahaminya.
Kebebasan Begg terjadi berkat kerja keras berbagai pihak, khususnya keluarganya. Di luar penjara, keluarga Begg berjuang keras untuk membebaskannya dengan berbagai demo dan jalur hukum. Tak diduga banyak simpati dan dukungan untuk Begg dan rekan-rekannya, khususnya dari warga Inggris Non Muslim.
O ya, buku ini senada dengan buku ?For God and Country?. Dan Begg menyingung Yee di buku ini. Ada hal menarik juga, yaitu motif serangan ke WTC. Bagi yang selama ini percaya pada asumsi bahwa serangan ini adalah konspirasi Amerika dan Osama, buku ini mungkin menjawab asumsi itu. Uthman, orang dekat Osama ada di buku ini sebagai teman tahanan Begg di Guantanamo. Menurut Uthman, serangan ke WTC murni inisiatif Taliban atas pendudukan Amerika di negara-negara Muslim. Menurut Uthman, Osama berhasil?:)
------------------------------
Risensi oleh: Kalarensi Naibaho
"
Bandung: Mizan Pustaka, 2006
365.42 BEG n
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ismail F. Alatas
Jakarta : Teraju, 2006
297.6 ISM r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Higgins, Jack
Jakarta Gramedia Pustaka Utama 1996,
813 Hig st
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Slahi, Mohamedou Ould
Jakarta: Noura Books, 2016
899.221 3 SLA g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Hafizh Rasko Jadiyantara
"Tesis ini membahas tentang pengembangan standar pembinaan narapidana teroris juga perlu dilakukan untuk ditujukan kepada semua narapidana teroris, khususnya yang berada di Rutan Khusus Terorisme, karena hal tersebut sangat penting dan dibutuhkan. Hal ini disebabkan karena upaya derakalisasi masih belum membuahkan hasil yang maksimal hingga saat ini, yang mana hal ini terbukti dari temuan banyak residivis yang mengulangi perbuatannya menunjukkan tidak efektifnya pembinaan narapidana teroris, sehingga meskipun telah mendapat pelatihan di Lapas, pemahaman dan ideologi radikal yang dimiliki oleh narapidana terorisme sulit dihilangkan. Oleh sebab itu peneliti sangat tertarik untuk membahas mengenai deradikalisasi yang di laksanakan di Rutan khusus teroris di Cikeas. Akibatnya, sangat penting bahwa penjara teroris khusus dibangun untuk memberikan pelatihan unik bagi tahanan teroris, terutama dalam inisiatif deradikalisasi. Teori dan konsep yang digunakan adalah teori evaluasi kebijakan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang diawali dengan pendekatan deskriptif untuk menganalisis persoalan yang ada. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian lapangan dengan tipe penelitian deskripstif eksploratif. Hasil penelitian ini menunjukkan proses deradikalisasi di Rutan khusus teroris Cikeas, dilakukan dengan 4 (empat) tahapan, yaitu identifikasi dan penilaian, rehabilitasi, reedukasi, dan reintegrasi sosial, yang mana pada tahapan rehabilitasi ini ditemukan permasalah terkait belum optimalnya pendampingan yang dilaksanakan kepada para tahanan teroris yang ada di Rutan khusus teroris Cikeas, dan ketiadaan standar pengukuran keberhasilan pelaksanaan program deradikalisasi yang diterapkan di Rutan khusus teroris Cikeas.

This thesis discusses the development of training standards for terrorist convicts which also need to be addressed to all terrorist convicts, especially those in the Special Terrorism Prison, because this is very important and needed. This is because the efforts to deracize have not yielded maximum results to date, which is evident from the findings of many recidivists who repeat their actions showing the ineffectiveness of coaching terrorist convicts, so that even though they have received training in prisons, the understanding and radical ideology possessed by them Terrorism convicts are hard to get rid of. Therefore researchers are very interested in discussing deradicalization carried out in the special terrorist detention center in Cikeas. As a result, it is imperative that special terrorist prisons are built to provide terrorist prisoners with unique training, especially in deradicalization initiatives. The theory and concept used is the theory of policy evaluation. This study uses a qualitative method that begins with a descriptive approach to analyze the existing problems. The method used in this study is a field research method with exploratory descriptive research type. The results of this study indicate that the deradicalization process at the Cikeas Special Terror Detention Center was carried out in 4 (four) stages, namely identification and assessment, rehabilitation, re-education, and social reintegration, in which at this rehabilitation stage problems were found related to the not optimal assistance provided to detainees. terrorists in the Cikeas Special Terror Detention Center, and the absence of a standard for measuring the success of the implementation of the deradicalization program implemented in the Cikeas Special Terror Detention Center."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marchrista Arsitajati
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
S5303
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Ulfah
"Tesis ini membahas pergerakan tokoh utama Ahmad Ashmawy Mulloy sebagai teroris Muslim-Amerika di Amerika dalam novel Terrorist (2006) karya John Updike. Tesis ini juga membahas sikap Updike terhadap terorisme yang tercermin dalam novel ini. Dengan menggunakan teori unsur-unsur novel dan konsep Pierre Bourdieu mengenai arena (field), habitus, dan kapital, hasil analisis menunjukan Ahmad menjadi teroris karena dipengaruhi oleh ruang sosialnya di Amerika yaitu kelompok Muslim, non-Muslim, dan kelompok teroris. Pergerakan Ahmad sebagai teroris berada dalam arena teroris dan posisi Ahmad bergerak mendekati pencapaian posisi syahid (kapital simbolik) melalui beberapa upaya dan strategi yang dilakukannya untuk melaksanakan rencana jihad dengan bom bunuh diri. Pergerakan ini berhenti karena ia mengurungkan niatnya, menyadari kekeliruannya (insaf), dan memutuskan keluar dari arena teroris sehingga tidak terjadi pengeboman dan posisi syahid tidak tercapai. Berdasarkan analisis pergerakan ini, perspektif posisi tiga tokoh yang membangun tema terorisme, dan alur novel tanpa pengeboman, sikap Updike terhadap terorisme dalam novel ini yaitu anti-terorisme.

This thesis describes the movement of the main character named Ahmad Ashmawy Mulloy as Muslim-American terrorist in America in the novel of Terrorist (2006) by John Updike. This thesis also discusses the attitude of Updike towards terrorism that is reflected in this novel. By using theories of the elements of novel and Pierre Bourdieu?s sociological approach with the concepts of field, habitus, and capital, the result of the analysis shows that Ahmad becomes a terrorist because he is affected by his social space in America namely groups of Muslim, non-Muslim, and terrorist group. Ahmad?s movement as a terrorist is in the field of terrorist and Ahmad?s position moves closer to the achievement of martyr position (shahid) (symbolic capital) through some efforts and strategies done by him to implement a plan of jihad with suicide bombing. This movement is stopped because he canceled his intention, realized his mistake (converted, insaf), and decided to get out of the field of terrorist, as a result there is no terrorist bombing and the position of a martyr is not achieved. Based on the study of the movement, the perspective of the position of the three main characters that build the theme of terrorism, and the plot of the novel without bombing, Updike?s attitude towards terrorism in this novel is anti-terrorism.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2011
T28315
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Faisal Baasir
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003
172 FAI e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jalaluddin Rakhmat
Bandung: Mizan, 1992
297.08 JAL i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta: Rifka Annisa Women's Crisis Center, [date of publication not identified]
362.829 2 DER
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>