Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 132112 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Harrina Erlianti Rahardjo
"Tujuan: Melaporkan pengalaman TUR-P menggunakan NaCl 0,9% sebagai irigasi (sistem bipolar) dan efeknya terhadap kadar hemoglobin, hematokrit dan natrium.
Bahan dan Cara: Studi ini adalah studi prospektif non randomisasi. Enam puluh pasien PPJ memenuhi kriteria penelitian (30 sistem bipolar, 30 sistem monopolar), dinilai lama operasi, jumlah cairan irigasi, berat chip prostat, penurunan kadar hemoglobin, hematokrit, natrium dan ada tidaknya TUR sindrom.
Hasil : Terdapat perbedaan yang bermakna antara volume prostat pada kedua grup. Pada sistem bipolar rerata lama operasi adalah 39,66+12,02 menit dan 54,33+19,01 menit pada sistem monopolar, rerata berat chip yang direseksi 14,09+11,25 gram pada sistem bipolar dan 24,26+18,15 gram pada sistem monopolar. Rerata penurunan hemoglobin 0,7601 pada sistem bipolar dan 1,09g/dl pada sistem monopolar, rerata penurunan natrium 2,3mEg11 pada sistem bipolar dan 1,7meg11 pada sistem ronopolar. Tidak terdapat korelasi yang bermakna antara lama operasi dengan penurunan hemoglobin dan natrium pada kelompok sistem bipolar sedangkan pada sistem monopolar terdapat korelasi yang bermakna antara lama operasi dengan penurunan hemoglobin(p:0,04), dan penurunan natrium(p:0,008). Tidak dijumpai adanya TUR sindrom pada kedua kelompok.
Simpulan: Dari pengalaman awal ini, disimpulkan bahwa TUR-P dengan sistem bipolar merupakan prosedur yang aman dan tidak memerlukan keahiian tambahan. Penelitian lanjutan dengan studi prospektif randomisasi untuk membandingkan sistem ini dengan sistem monopolar sangat dianjurkan.

Objectives: To report our experience in TUR-P using normal saline as irrigation (bipolar system) and its effect towards patient's hemoglobin, hematocryte and sodium content. Materials and methods: This study was performed in a prospective non-randomized fashion. Sixty BPH patients were included (30 patients were done with bipolar system, 30 patients with monopolar system). The parameters recorded were operation time, amount of irrigation, resected tissue weight, hemoglobin, hematocryte and sodium decline and presence of TUR syndrome.
Results : There was a significant difference in prostate volume between the two groups. Mean operation time was 39,66+12,02 mnt in the bipolar group and 54,33+19,01 mnt in the monopolar group, resected tissue weight was 14,09+11,25 grams in the bipolar group and 24,26+18,15 grams in the monopolar group. Hemoglobin decline was 0,7601 in the bipolar group and 1,09 in the monopolar group, sodium decline was 2,3mEg11 in the bipolar group and 1,7meg11 in the monopolar group. There was no significant correlation between operation time with hemoglobin and sodium decline in the bipolar group whilst in the monopolar group there was significant correlation between operation time with hemoglobin decline (p:0,04), and sodium decline (p:0,008). There was no TUR syndrome seen in either groups.
Conclusions: TUR-P with bipolar system is a new technology which is safe and requires no additional skills. Further investigation using randomized controlled trial to compare this technology with monopolar system is recommended.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18035
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sigit Sholichin
"Tujuan: Penelitian ini akan mencari korelasi antara pemeriksaan dengan sistim skoring (IPSS) dan hasil pemeriksaan uroflowmetri (Qmax) serta hasil pemeriksaan urodinamik ( BOOI ). Diharapkan akan diketahui sejauh mana data subyektif pasien berkorelasi dengan data obyektif.
Bahan dan Cara: Data dikumpulkan dari pasien yang dilakukan pemeriksaan di Poliklinik Khusus Urologi sejak bulan Oktober 2005 sampai dengan Mei 2006 dengan kriteria inklusi dan eksklusi.
HasiI Penelitian: Terdapat 89 pasien yang memenuhi kriteria inklusi. Umur rata-rata 65,56 ±7,2 tahun. IPSS rata-rata 20,57+7,0. Pancaran kencing maksimal (Qmax) rata-rata 5,94 ±3,5 ml/detik. BOOI kategori obstruksi sebanyak 56 (65,1%) pasien, ekuivokal 20 (23,3%) dan tidak obstruksi sebanyak 10 (11,6%). Koefisien korelasi antara IPSS dan Qmax adalah r = - 0,32 (sangat lemah) signifikansi p = 0,002. Koefisien korelasi antara IPSS dengan BOOI adalah r = 0,28 p = 0,008. Koefisien korelasi antara Qmax dan BOOI adalah r = - 0,45 p = 0,00. Hasil uji Anova didapatkan adanya perbedaaan Qmax yang bermakna p=0,041 (p<0,05) diantara derajat LUTS. Pada penelitian ini tidak ada perbedaan BOOT yang bermakna (p=0,093) diantara derajat LOTS. Tidak ada perbedaan Qmax yang bermakna (p = 0,12 ) diantara BOOT.
Kesimpulan: Keluhan LUTS yang diukur dengan IPSS mempunyai korelasi sangat lemah tetapi signifikan dengan pemeriksaan obyektif yang diukur dengan uroflowmetri dan urodinamik. Pemeriksaan uroflowmetri mempunyai korelasi sangat lemah tetapi signifikan dengan pemeriksaan urodinamik."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18151
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heltara Ramandika
"Latar Belakang: Peningkatan tekanan intraabdomen dapat menurunkan perfusi berbagai sistem organ, terutama organ intraabdomen dengan vaskularisasi tinggi seperti ginjal. Indeks resistensi RI dan indeks pulsatilitas PI ginjal adalah parameter kuantitatif ultrasonografi USG Doppler yang mengukur derajat resistensi atau impedansi aliran darah dan dapat berperan sebagai indikator perfusi ginjal. Dalam kepustakaan masih belum terdapat data nilai korelasi antara RI dan PI ginjal terhadap tekanan intraabdomen melalui insuflasi CO2 pada subjek manusia.
Tujuan: Mengetahui korelasi antara nilai RI dan PI ginjal dengan tekanan intraabdomen.
Metode: Desain penelitian merupakan potong lintang dan menggunakan data sekunder. Sampel berjumlah 36 data pasien yang telah menjalani laparoskopi nefrektomi donor ginjal hidup di RSUPN Cipto Mangunkusumo RSCM dan RSCM Kencana periode Agustus 2017 hingga Januari 2018. Data pengukuran tekanan intraabdomen (mmHg), RI dan PI ginjal intraoperatif baik sebelum insuflasi baseline maupun saat insuflasi CO2 didapatkan dari rekam medik dan laporan operasi.
Hasil: Setiap subjek mendapatkan tekanan insuflasi CO2 yang berbeda, dengan nilai tekanan antara 8, 9, 10, 12, 13 atau 14 mmHg saat laparoskopi. Terdapat perbedaan bermakna (p<0,001) antara rerata nilai RI dan PI ginjal baseline (0,574 dan 0,951) dibandingkan rerata RI dan PI ginjal saat insuflasi CO2 (0,660 dan 1,188). Namun tidak didapatkan adanya korelasi maupun kemaknaan secara statistik antara tekanan intraabdomen terhadap RI ginjal (r=0,16 dan p=0,349) ataupun PI ginjal (r=0,14 dan p=0,429) saat dilakukan insuflasi CO2.
Kesimpulan: Tidak terdapat korelasi antara RI maupun PI ginjal dengan tekanan intraabdomen saat dilakukan insuflasi CO2 intralaparoskopi.

Background: Increased intraabdominal pressure may decrease perfusion of various organ systems, especially intraabdominal organs with high vascularization such as kidney. The renal resistance index RI and pulsatility index PI are Doppler ultrasound US quantitative parameters which measure degree of blood flow resistance or impedance and may act as indicators of renal perfusion. Amongst literature yet there is still no data of correlation between renal RI and PI with intraabdominal pressure during CO2 insufflation on human subject.
Purpose: To evaluate correlation between renal RI-PI value and intraabdominal pressure.
Method: The study design is cross sectional and utilize secondary data. Thirty six samples of renal donor patients data who had undergone laparoscopic nephrectomy procedure in Cipto Mangunkusumo National General Hospital RSCM and RSCM Kencana hospital were acquired from August 2017 to January 2018. Intraoperative measurements data of intraabdominal pressure (mmHg), renal RI and PI, both before baseline and during CO2 insufflation were obtained from medical records and surgery reports.
Results: Each subject received a different CO2 insufflation pressure, with a pressure value either 8, 9, 10, 12, 13 or 14 mmHg during laparoscopy. There was a significant difference (p <0.001) between mean of baseline renal RI and PI (0.574 and 0.951) compared to mean renal RI and PI during CO2 insufflation (0.660 and 1.188). There was no correlation between intraabdominal pressure with renal RI (r = 0.16 and p = 0.349) or renal PI (r = 0.14 and p = 0.429) during CO2 insufflation.
Conclusion: There was no correlation between renal RI or PI with intraabdominal pressure during CO2 insufflation intralaparoscopy."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ponco Birowo
"Pendahuluan: nitrogen oksida menginduksi relaksasi otot polos dan menyebabkan peningkatan guanosisn monofosfat siklik (cGMP) dalam otot polos. Peningkatan ini terjadi melalui perangsangan guanilat sikiase. Sildenafil adalah penghambat cGMP-fosfodiesterase tipe V (PDE V) yang poten dan selektif. Yang merupakan isoenzim pemetabolis cGMP dalam korpus kavernsosum. cGMP adalah messenger nitrogen oksida kedua dan mediator utama relaksasi dan vasodilasi otot polos dalam penis.
Tujuan : penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efikasi antara donor oksda nitrat, inhibitor spesifik PDE V dengan kombinasinya terhadap relaksasi korpus kavernosum kelinci. Lembaran korpus kavernosum keilnci yang diisolasi dirangsang secara isosimetris dengan fenilefrin. Relakasasi bertingkat diinduksi dengan menggunakan berbagai konsentrasi S-Nitroso-N-asetilpenisilamin (SNAP) sildenafil sitrat dan kombinasinya. Signifikansi statistik diuji melalui analisis varian satu arah (ANOVA) dan jika ada perbedaan bermakna diantara reratanya, uji akan dilanjutkan dengan komparasi multipel Benferroni.
Hasil: pada 10-8 M, SNAP, sildenafil sitrat dan kombinasinya merelaksasi preparat, secara berurutan sebesar 29 + 4.8%, 46 ± 2.5%, and 36 ± 3.9%. Perbedaan ini signifikan dengan uji analisis varian (p<0.05). Hasil yang sama ditemukan pada konsentrasi 10-1M, 10-8M, and 10-5M. Dad uji komparasi Benferroni, diketahui pada konsentrasi 10'aM, 10-7M, and10-6M sildenafil sitrat dapat merelaksasi korpus kavernosum lebih besar dibandingkan dengan SNAP (p<0.05) dan tidak ada perbedaan bermakna antara sildenafil sitrat dengan kombinasi (p>0.05). Pada konsentrasi 10'5M, kombinasi SNAP dan sildenafil sitrat dapat merelaksasikan korpus kavernosum lebih baik dibandingkan dengan SNAP saja (p<0.05), namun tidak ada perbedaan bermakna antara kombinasi dengan sildenafil sitrat saja (p>0.05).
Kesimpulan: kombinasi SNAP dan sildenafil sitrat pada konsentrasi tinggi memberikan hasil yang signifikan dibandingkan dengan SNAP saja. Tidak ada perbedaan yang signifikan bila dibandingkan dengan sildenafil sitrat saja.

Introduction: Nitric oxide induces smooth muscle relaxation by causing an increase of cyclic guanosine monophosphate (cGMP) within the smooth muscle cell by stimulating guanylate cyclase. Sildenafil is a potent and selective inhibitor of cyclic-GMP-specific phosphodiesterase type V, the predominant isoenzyme metabolizing cyclic GMP in corpus cavernosum. Cyclic GMP is the second messenger of nitric oxide and a principal mediator of smooth muscle relaxation and vasodilatation in the penis.
Aim: The objective of this study was to compare the efficacy between nitric oxide donor, specific phosphodiesterase type V and its combination on the relaxation of rabbit corpus cavernosum.
Material and Methods: Isolated strips of rabbit corpus cavernosum were stimulated isometrically with phenylephrine. Graded relaxations were induced using various concentrations of S-Nitroso-N-acetylpenicillamine (SNAP), sildenafil citrate and its combination. Statistical significance was tested by the one way analysis of variance (ANOVA) and if there was a difference among the means, the test will be continued with a multiple comparissons of Benferroni.
Results: At 10-8 M, SNAP, sildenafil citrate and it's combination relaxed the preparation by 29 ± 4.8%, 46 + 2.5%, and 36 ± 3.9% respectively. The difference was significant by analisis of variance test (p<0.05). The same result was found at concentration 10'7M, 10-5M, and 10-5M concentration. From a multiple comparisson of Benferroni test, it was known that in concentration of 10-5M, 10' 'M, and10-6M the sildenafil citrate can relaxed the corpus cavernosum higher than SNAP (p<0.05) and there was no difference between sildenafil citrate and combination (p>0.05). In the concentration of 10"5M, the combination of SNAP and sildenafil citrate can relaxed the corpus cavernosum higher than SNAP alone significantly (p<0.05) but there was no significant difference between combination and sildenafil citrate (p>0.05).
Conclusions: Combination of SNAP and sildenafil citrate gave a significant result in a high concentration compared to SNAP alone but there were no significant difference compared to Sildenafil citrate alone.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ginting, Jeremy T.
"Latar Belakang: Durasi pengobatan untuk cedera uretra rata-rata memakan waktu 3-6 minggu, durasi pengelolaan yang lebih lama ini memengaruhi biaya prosedur. Kami bermaksud untuk membandingkan analisis efektivitas biaya dan rata-rata biaya pengobatan untuk cedera uretra, khususnya untuk total gangguan cedera uretra di Rumah Sakit Umum H Adam Malik dengan studi lainnya.
Metode: Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Adam Malik antara tahun 2014 dan 2019. Kami mencakup setiap prosedur Reseksi dan Anastomosis Uretra. Biaya dihitung dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS), dan kemudian data dibandingkan dengan data dari negara-negara lain.
Hasil: Sebanyak 18 reseksi anastomosis uretra antara tahun 2014-2019 dimasukkan dalam penelitian ini. Rata-rata biaya total adalah Rp21.850.856, dengan biaya total minimum sebesar Rp8.407.624, dan biaya total maksimum sebesar Rp74.432.827. Biaya tersebut dibagi oleh BPJS menjadi tiga tingkat: tingkat 3 (terendah), tingkat 2, dan tingkat 1 (tertinggi). Namun, program ini hanya mencakup rentang 9.567.700 IDR hingga 21.170.500 IDR, yang menyebabkan disparitas yang signifikan. Disparitas ini telah mengakibatkan rumah sakit di seluruh Indonesia harus membatasi jumlah layanan urologi yang dapat mereka berikan. Sebagai perbandingan, biaya total rata-rata prosedur reseksi dan anastomosis uretra dari beberapa studi di Amerika Serikat menunjukkan biaya minimal sebesar Rp120.167.068,45, hingga Rp242.624.550,80.
Kesimpulan: Disparitas antara biaya yang dikembalikan oleh BPJS dan biaya aktual yang ditanggung oleh rumah sakit untuk prosedur reseksi dan anastomosis uretra mengakibatkan kerugian keuangan bagi rumah sakit. Akibatnya, prosedur-prosedur ini tidak dapat dilakukan secara rutin.

Background: Treatment duration for urethral trauma took on average 3-6 weeks, this extended management duration affects the cost to the procedure. We thought to compare the cost-effective analysis and the mean cost of treatment in urethral injury specially for total disruption of urethral injury in H Adam Malik General Hospital with other studies.
Background: The average duration of treatment for urethral trauma is 3-6 weeks. This extended management duration affects the cost of the procedure. We aim to compare the cost-effective analysis and the mean cost of treatment for urethral injury, specifically for total disruption of urethral injury in H Adam Malik General Hospital, with other studies.
Methods: This study was conducted at Adam Malik General Hospital between 2014 and 2019. We included every Urethral Resection and Anastomosis procedure. The Cost was calculated from The Department of Social Security, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS), and then the data compare with data from other countries
Result: A total of 18 urethral anastomosis resection between 2014-2019 were included in this study. The mean total cost was Rp21,850,856, with a minimum total cost of Rp8,407,624, and a maximum total cost of Rp74,432,827. The cost was stratified by BPJS into three level from levels: level 3 (lowest), level 2, and level 1 (highest). However, the program only covered a range of 9,567,700 IDR to 21,170,500 IDR, leading to a significant disparity. This disparity has resulted in hospitals across Indonesia having to limit the number of urological services they can provide. In contrast, the mean total urethral resection and anastomosis procedure cost from several studies in USA shows a minimal cost of Rp120,167,068.45, to Rp242,624,550.80.
Conclusion: The disparity between the cost reimbursed by BPJS and the actual cost incurred by the hospital for urethral resection and anastomosis procedures results in financial losses to the hospital. As a result, these procedures cannot be performed routinely.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Boca Raton: Informa UK, 2006
616.6 BRA
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
New York: McGraw-Hill, Medical, 2008
616.6 Smi
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hofstetter, A.
Switzerland: Roche, 1980
616.6 HOF n
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>