Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161377 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Dea Nur Zalika
"Rangkaian kata seperti ungkapan, idiom penuh, idiom sebagian, peribahasa, kolokasi (selanjutnya disebut frasem) memiliki komponen khas yang membentuknya. Salah satu komponen frasem yang cukup produktif ditemukan adalah buah. Perbedaan geografis dan musim di wilayah tertentu mempengaruhi relevansi dan prestise buah yang dikenal masyarakatnya. Berdasarkan fenomena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi frasem komponen “buah“ dan nama buah di bahasa Jerman (BJ) dan bahasa Indonesia (BI) sebagai pembanding. Ancangan penelitian kualitatif analisis kontrastif dilakukan dengan pendekatan studi pustaka dan korpus. Pada BJ, sumber yang digunakan yaitu buku kamus DUDEN 11, laman daring DUDEN, laman dict.cc dan korpus dwds.de. Pada BI, kamus yang digunakan, yaitu Kamus Ungkapan Bahasa Indonesia (2022) dan kamus daring Kamus Besar Bahasa Indonesia V serta korpus Indonesian Web pada Sketch Engine. Hasil menunjukkan bahwa frasem berkomponen “buah“ dan nama buah mereferensikan manusia, benda, istilah, peristiwa/momen, pesan, emosi, perilaku, tempat, hasil, dan target yang ingin dicapai. Pada frasem yang bersifat idiomatis, komponen frasem pisang ditemukan paling banyak ditemukan di kedua bahasa. Berdasarkan kesepadanannya, tipologi kesepadanan substitusi ditemukan paling dominan yang menunjukkan kedua bahasa mempunyai konsep yang sama, namun berbeda pada lambang/ranah sumber yang dipilih. Perbedaan letak geografis memungkinkan perbedaan frasem “buah” dan nama buah.

Combinations of words such as expressions, full idioms, partial idioms, proverbs, and collocations (referred to here as 'phrasemes') have distinctive components that make them up. One component that is quite productive is fruit. Geographical and seasonal differences in a particular region affect the relevance and prestige of fruits known to the community. Based on this phenomenon, this study aims to explore the phraseme component "fruit" and fruit names in German and Indonesian as a comparison. The qualitative research approach of contrastive analysis is carried out with a literature and corpus study approach. In German, the sources used are DUDEN 11 dictionary book, DUDEN online page, dict.cc page and dwds.de corpus. In Indonesian, the dictionaries used are the Kamus Ungkapan Bahasa Indonesia (2022), the online dictionary Kamus Besar Bahasa Indonesia V, and the Indonesian Web corpus on Sketch Engine. The results show that "fruit" and fruit-name-component phraseme refer to people, objects, terms, moments, messages, emotions, behaviors, places, results, and targets to be achieved. In idiomatic phrasemes, banana component was found to be the most common in both languages. Based on the equivalence, the typology of substitution equivalence is found to be the most dominant, which shows that both languages have the same concept but differ in the chosen symbol/source language. The difference in geographical location allows the difference in the "fruit" and the fruit name phraseme. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
A. Chaedar Alwasilah
Jakarta: Pusat bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2005
410 CHA p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Asim Gunarwan
Jakarta: UI-Press, 2003
PGB 0465
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Rainer Abraham
"ABSTRAK
Skripsi ini adalah kajian sosiolinguistik untuk meneliti pemilihan bahasa antara bahasa Inggris dan bahasa Indonesia dan hubungannya dengan presentasi diri dalam media sosial Instagram. Subjek dari penelitian ini adalah 6 orang mahasiswa program studi Inggris Universitas Indonesia. Melalui analisis tekstual dan pendekatan techno-linguistic biography, penelitian ini berusaha untuk mencari tahu bagaimana pemilihan bahasa digunakan untuk membangun presentasi diri di Instagram, dan mengapa subjek penelitian lebih sering memilih untuk menggunakan bahasa Inggris dibanding Indonesia. Presentasi diri dan konstruksi identitas dipilih karena bahasa merupakan penanda identitas dan dapat dipakai sebagai salah satu strategi presentasi diri. Penelitian ini menemukan bahwa bahasa Inggris dipilih saat para subjek mempresentasikan diri sebagai kaum muda metropolitan berkelas yang tergabung dalam masyarakat global. Sedangkan bahasa Indonesia dipilih saat para subjek mempresentasikan diri sebagai kaum muda Indonesia yang santai. Penelitian ini diharapkan dapat membantu memahami bagaimana kaum muda melakukan pemilihan bahasa di media sosial, khususnya Instagram.

ABSTRACT
This thesis conducts a sociolinguistics research about language choice between English and Indonesian and its relationship to self presentation in social media site Instagram. The subjects are 6 students from the English study program of Universitas Indonesia. Using textual analysis and techno linguistic biography approach, this research wants to find out how language choice is used to build self presentation in Instagram, and why the subjects prefer to choose English rather than Indonesian. Self presentation and identity construction are chosen to be researched because language is a sign of identity and can be used as a strategy in doing self presentation. This research found that English is chosen to present an image of classy young metropolitan and global people. Meanwhile, Indonesian is chosen to present an image of playful young people. Hopefully this research can help to understand the language choice of young people in social media, particularly Instagram."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S66400
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Hannah Sekarwati
"ABSTRAK
Tesis ini mengkaji perilaku kolokasi mata dalam bahasa Indonesia. Setiap bahasa mempunyai kebiasaan masing-masing untuk mengombinasikan sebuah kata dengan kata tertentu secara teratur yang disebut sebagai kolokasi, seperti air mata, pelupuk mata, mata angin, dan mata kuliah. Sumber data dalam penelitian ini adalah korpus Indonesian Web as Corpus IndonesianWac yang terdapat pada aplikasi Sketch Engine. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah gabungan dari metode kualitatif dan kuantitatif dengan pendekatan linguistik korpus. Kata mata sebagai fokus penelitian ini karena kata tersebut merupakan kata yang bersifat universal dan frekuensi kemunculannya paling tinggi di antara kata yang mengacu pada pancaindra lainnya. Hasil penelitian ini menemukan bahwa kata mata sebagai poros kolokasi dengan kolokat-kolokatnya dapat membentuk 27 pola kolokasional. Pola kolokasional tersebut dapat berjenis pola leksikal dan gramatikal. Selain itu, penelitian ini juga menemukan bahwa kolokat-kolokat yang bersanding dengan kata mata berada di antara 12 ranah semantis dari pengelompokan 19 ranah semantis dalam Tesaurus Tematis Bahasa Indonesia. Dalam komposisionalitas, kata mata bersanding dengan kolokat kiri pada umumnya menunjukkan tingkat kolokasi komposisional, sedangkan dengan kolokat kanan pada umumnya menunjukkan tingkat kolokasi komposisional terbatas.

ABSTRACT
This thesis evaluated the behaviors of mata eye collocations in Indonesian. Every language has its own patterns to combine a word with other word regularly that is called collocation, e.g. air mata, pelupuk mata, mata angin and mata kuliah. Data resources in this thesis is Indonesian Web as Corpus IndonesianWac which available at Sketch Engine application. The method in this study is combination of qualitative and quantitative method by corpus linguistic approach. This research focuses on the word mata because it is a universal word that has higher frequency of appearance compared to the other words related to the five senses. This study found out that mata as a node of collocation with collocates could form 27 patterns. The collocation patterns can be lexical or grammatical. This study also found that mata collocates consisted of 12 domains among 19 semantic domains in Tesaurus Tematis Bahasa Indonesia The Thematic Thesaurus in Indonesian . In terms of compositionality, the word mata in pair with the left collocates usually indicate the level of compositional collocations while with the right collocates usually indicate the limited level of compositional collocations."
2018
T50163
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jempong Baru: Kantor Bahasa Provinsi NTB, 2017
400 MBSN
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Montolalu, Lucy Ruth
"Aspek adalah sebuah kategori semantis yang mengandung banyak masalah. Masalah itu disebabkan jarena adanya kontroversi mengenai konsep tersebut. Kontroversi itu ada dalam linguistik umum maupun dalam linguistik Indonesia. Oleh sebab itu penelitian ini bertujuan menelusuri wujud konsep aspek dalam linguistik umum dan dalam linguistik Indonesia. Tercakup di dalamnya masalah fungsi aspek, cara mengungkapkan aspek, dan ciri-ciri aspek.
Metode penelitian yang diterapkan dalam peneltian ini adalah metode kepustkaan, yakni dengan cara mengumpulkan sebanyak mungkin informasi linguistis mengenai konsep aspek dalam linguistik umum dan linguistik Indonesia serta memperbandingkannya satu sama lain. Hasil perbandingan tersebut dilaporkan dalam penelitian ini.
Dari penelitian ini diketahui apa yang disebut keaspekan, aspek dan apa yang dinamakan aktionsart. Selain itu dari penelitian ini diketahui sampai seberapa jauh penelitian mengenai keaspekan telah tercapai dan apa yang menjadi rumpang dalam penelitian-penelitian terdahulu sehingga penelitian pendahuluan ini dapat dilanjutkan dengan penelitian yang lebih luas lagi."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1995
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Mansoer Pateda
Flores: Nusa Indah, 1991
418 MAN l
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Lilis Marliani
"ABSTRAK
Penelitian ini menganalisis di antara dua buku ajar internasional Interchange 3 dan buku ajar lokal Look Ahead 2, manakah yang lebih mengejawantahkan prinsip-prinsip ancangan komunikatif (CLT) dan sejauh mana kedua buku ajar tersebut dapat membekali siswa dengan kompetensi komunikatif dengan latar pembelajaran di sekolah. Hasil penelitian ini menunjukkan Interchange 3 mengejawantahkan CLT lebih baik dari Look Ahead 2 dalam hal rancangan, bahan ajar, dan latihan yang disajikan dalam buku ini. Meskipun Interchange 3 secara metodologis lebih mengakomodasikan ancangan komunikatif dan sesuai dengan tujuan pemebaajarn dalam KTSP 2006, pengajar masih enggan menggunakannya karena ketidakpahaman mereka akan pentingnya ancangan komunikatif dalam pembelajaran. Look Ahead 2 digunakan lebih sering oleh pengajar, meskipun buku ini mengandungi banyak kekurangan. Selain itu, asumsi pengajar bahwa buku internasional mengandungi muatan budaya yang bertentangan dengan nilai edukasi sekolah, tidak terbukti dalam Interchange 3. Sebaliknya, buku lokal Look Ahead 2 mengandungi bahan ajar yang brutal dan merendahkan perempuan. Kesesuaian bahan ajar dengan prinsip-prinsip ancangan komunikatif tidak menjamin buku ini akan digunakan oleh pengajar di kelas. Kekurangpahaman pengajar terhadap ancangan komunikatif dapat menghambat keberhasilan penggunaan buku ajar yang dilandasi oleh ancangan ini.

ABSTRACT
This study analyzed two textbooks, Interchange 3, an internationally published textbook, and Look Ahead 2, a locally published one. This study aimed to find out which of the two implements the principles of CLT and which one has a methodology which was more suitable to equip learners with communicative competence in the given school setting. The findings show us that Interchange 3 better implements CLT in terms of its design, learning materials, and activities than Look Ahead 2. However, when each book is seen against the school circumstance, both textbooks could not equip learners with communicative competence. Interchange 3 was not used appropriately to equip learners with communicative competence. Teachers could not see the benefits of using Interchange 3, despite its suitability to the principles of CLT and KTSP 2006. Look Ahead 2, on the other hand, was used more frequently than Interchange 3 although it did not implement many principles of CLT. (3) Moreover, the assumption that internationally published textbooks contain materials against the school educational values was not proven. On the opposite, the locally published textbook represents some culturally sensitive materials; brutality and degrading women. In general, this study found out that there is no guarantee that a communicative-based textbook will be used appropriately to equip learners with communicative competence. Teachers? lack of knowledge of communicative approach may hamper the successful use of the textbook."
2009
T25940
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>