Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 121196 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Margaretha Noviera
"Dewasa ini, perkembangan dunia perdagangan dan dunia usaha semakin meningkat, dimana produksi barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat semakin meningkat, baik dari segi jenisnya maupun jumlahnya. Oleh karena itu, hubungan diantara para. pihak tersebut haruslah dituangkan ke dalam sebuah perjanjian. Perjanjian-perjanjian dalam dunia usaha dan perdagangan itu akan aelalu terjadi dan kemungkinan terjadi berulang-ulang pada objek ataupun tempat yang sama.
Untuk menciptakan efisiensi terhadap kerja, waktu Serta biaya, maka di kemudian hari timbul apa yang disebut dengan Perjanjian Baku (Standard Contract) atau perjanjian dengan syarat-syarat baku yang dilakukan oleh kedua belah pihak.
Yang dimaksud dengan Perjanjian Baku adalah suatu perjanjian tertulis yang dibuat hanya oleh salah satu pihak dalam perjanjian tersebut, di mana pihak lain dalam perjanjian tersebut tidak mempunyai kesempatan atau hanya sedikit kesempatan untuk menegosiasi atau mengubah klausula-klausula yang sudah dibuat oleh salah satu pihak tersebut, sehingga biasanya perjanjian baku tersebut sangat berat sebelah.
Dengan kemajuan perekonomian di dunia yang selalu akan diikuti dengan meningkatnya arus produksi barang dan jasa dan tingginya daya bali masyarakat, mengakibatkan kurangnya ketel it ian dari para produsen di dalam menghasilkan produk mereka, baik dari segi kualitas dan higienis, yang kualitasnya tidak baik dan dalam kondisi yang nwmbahayakan hidup orang banyak. Dalam hal yang demikian, maka diperlukan suatu aspek yang mengatur mengenai perlindungan konsumen.
Dikarenakan produsen memiliki kemampuan yang lebih dibandingkan dengan konsumen, maka menimbulkan permasalahan karena mendorong kegiatan proses konsumsi mengarah atau bertitik tolak pada kepentingan-kepentingan dari produsen, di mana kebutuhan konsumen diatur sesuai dengan kepentingan dari produsen dan konsumen tidak dapat berbuat apa-apa.
Berdasarkan permasalahan teraebut diatas, maka lahirlah suatu Undang-Undang, yaitu UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pada tanggal 20 April 1999 (Lembar Negara Republik Indonesia No. 42 Tahun 1999).

Presently, the longer growth of trading and business worlds had increased in which goods and service products required by society had increased either its quality or quantity. Hence, correlation among those parties should be expressed within any agreement. The agreement in those trading and business worlds will always occur, possibly, it will occur at the same object or place repeatedly. Then, to create efficiency of work, time and cost, in the future it will rise so called Standard Contract or agreement by standardized requirement conducted by both parties.
The meaning of such Standard Contract is any agreement in written solely, it just be made by any party where other party had not been given opportunity and if any it is only a bit to negotiate or revise the clauses had been made by such any party, hence, usually, such agreement is not supposed fair.
In line with economic growth in the world that always be followed by increasing of goods and service flows and height of purchase power of society, it result in producers had produced their products inaccurately, ether in quality or hygiene aspects which of quality is not good and in condition endangering so many people. Then, in such case, it is required any aspect regulating consumer's protection.
As result of producers has more capability than consumers, then, it had resulted in problems as spurring consumption process activities directing or underlying producers' s interests in which consumer' s needs had been regulated in accordance with producer's interest but, consumers may not do anything.
Based on such problem above, then, it had been issued any legislation, it is Laws No.8 year 1999 on Consumer Protection on April 20, 1999 (State Gazette of Republic of Indonesia No.42 year 1999)."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T21168
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indirawati Putri
"ABSTRAK
Tesis ini membahas perlindungan hukum bagi Notaris ketika terjadi sengketa terkait dokumen yang diwaarmerking olehnya. Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana wewenang Notaris terhadap suatu dokumen yang dibuat di bawah tangan dan bagaimana perlindungan hukum bagi Notaris apabila terjadi sengketa terkait dokumen yang diwaarmerking. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif menggunakan metode yuridis normatif yang menekankan pada norma-norma hukum dengan menganalisa peraturan perundang-undangan terkait dan pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan Pasal 15 ayat (2) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, wewenang Notaris terhadap dokumen atau akta di bawah tangan adalah mengesahkan (legalisasi) dan mendaftarkan (waarmerking) pada buku khusus, serta dapat dilihat masyarakat masih banyak yang kurang mengetahui bedanya kekuatan akta otentik dan akta di bawah tangan, sedangkan perlindungan hukum terhadap Notaris terkait waarmerking tercantum dalam Pasal 15 ayat (2) huruf b, serta Pasal 66 ayat (1) jika ada proses penyidikan. Meski tidak ada pengaturan lebih lanjut dari wewenang Pasal 15 ayat (2) huruf b, dengan sendirinya ketentuan dalam UUJN mengenai wewenang Notaris terkait waarmerking dapat melindungi Notaris ketika terjadi sengketa terkait dokumen yang diwaarmerking olehnya. Karena Notaris tidak menyaksikan peristiwa hukum antara kedua belah pihak sehingga ketika terjadi sengketa tidak dapat disangkutpautkan dengan Notaris selain tanggal pendaftaran. Masyarakat perlu diberi penyuluhan mengenai bedanya akta otentik dan akta di bawah tangan serta sejauh mana keterlibatan Notaris agar tidak merugikan Notaris juga polisi dalam proses penyidikan harus mengacu pula pada Undang-Undang Jabatan Notaris.

ABSTRACT
The thesis discussed about legal protection for Notary when disputes related registration document. The main issues for this research is how the authority of Notary with private made document and how the legal protection for Notary if there is any disputes related registration document. This research is qualitative study using legal normative method which is focused on regulation analysis and the data collected by literature study. The results of the thesis, based on Article 15 Paragraph (2) Letter a and b Law of Notary?s Occupation Number 30 Year 2004 that has been changed by the Law of Notary?s Occupation Number 2 Year 2014, authority notary for private made documents are to legalize and registry into specific book. Some people also still confused about the different between private made document and authentic document. Legal protection to Notary related registration document listed in article 15 paragraph (2) letter b, and article 66 paragraph (1) if there was a process of investigation. Although there were no further explanation about authority article 15 paragraph (2) letter b, by itself the provisions of Law of Notary?s Occupation about authority Notary related registration document can protect Notary when disputes related document registered for it. Because Notary not witness the legal occasion between the two sides so that when disputes cannot involved a Notary besides registration date. People needs to be informed about the difference an authentic deed certificate and private made deed and how far the involvement of Notary that there is no disadvantage to Notary are also policemen in the process of investigation must refer to Law of Notary?s Occupation.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45351
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Arya Samudra
"ABSTRACT
Penelitian dilakukan untuk mengetahui lembaga alternative penyelesaian sengketa manakah yang lebih efektif dalam menyelesaikan persengketaan antara konsumen dengan pelaku usaha di sektor jasa keuangan perbankan serta untuk mengetahui apakah dengan adanya kedua lembaga yang sama sama memiliki tugas untuk menyelesaikan sengketa tersebut akan timbulnya dualisme hukum. Penelitian dilakukan dengan metode yuridis normative, yaitu dengan melihat undang undang yang mengatur serta wawancara. Peneliti juga memperoleh data statistik yang didapat dari BPSK Prov. DKI Jakarta serta LAPSPI. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa LAPSPI merupakan lembaga yang lebih efektif dalam menyelesaikan persengketaan di sektor jasa keuangan perbankan, serta tidak adanya dualisme hukum diantara kedua lembaga tersebut karena LAPSPI mengharuskan para pihak yang bersengketa di LAPSPI untuk membuat perjanjian yang menimbulkan adanya kompetensi absolut bagi LAPSPI untuk menyelesaikan sengketa tersebut. Namun dalam impelementasinya hal tersebut dirasa masih kurang maksimal karena menyebabkan ambiguitas dalam proses penyelesaian sengketa di sektor jasa keuangan perbankan. Dengan demikian, disarankan seharusnya kedua lembaga tersebut dapat bekerja sama  sehingga menciptakan kondisi hukum yang Efektif, Efisien, dan Bersinergi. Namun apabila hal tersebut sulit untuk diwujudkan maka diperlukannya sosialisasi yang lebih baik dari LAPSPI serta dibentuknya peraturan pelaksana yang lebih tegas oleh pemerintah terhadap kedua lembaga tersebut.

ABSTRACT
This research is conducted to further obtain which alternative dispute resolution institutions were more effective in resolving disputes between consumers and business person form the financial services sektor on banking, and to find out whether the existence of the two institutions that had the same task which to resolve the dispute can cause legal dualisme. This research is conducted with normative juridical method, by looking at the governing law and by interview. Researcher obtained the statistical data from Consumer Dispute Resolution Body (BPSK) and Alternative Body for Dispute Settlement in Banking of Indonesia (LAPSPI). The results of this study indicate that LAPSPI is a more effective institution in resolving disputes in the banking financial services sektor, and there was no legal dualisme between the two institutions because LAPSPI requires the parties to make an agreement which creates absolute competence for LAPSPI to resolve the dispute. However, the implementation of this matter were still not optimal because it caused ambiguity in the dispute resolution process in the banking financial services sector. Furthermore, it is recommended that the two institutions to work together to make an Effective, Efficient, and Synergic legal condition. However, if that is difficult to be realized then the need for better socialization from LAPSPI is needed, Also the establishment of  more resolute implementing agreement by the government on both Institutions. "
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Rio Andre Winter
"Tesis ini membahas penyelesaian sengketa pemutusan Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang tidak menyesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Terbitnya UU No. 4 Tahun 2009 ini menghapuskan sistem KK dan PKP2B serta menggantinya dengan sistem Izin Usaha Pertambangan (IUP). Berdasarkan Pasal 169 huruf b UU No. 4 Tahun 2009, para pemegang KK dan PKP2B diwajibkan untuk menyesuaikan seluruh pasal-pasal yang tercantum dalam KK dan PKP2B tersebut dengan ketentuan baru yang ada pada UU No. 4 Tahun 2009. KK dan PKP2B adalah suatu bentuk perjanjian antara Pemerintah dengan investor / kontraktor, berbeda dengan IUP yang merupakan bentuk perizinan yang diterbitkan pemerintah bagi investor yang hendak mengusahakan penambangan mineral dan batubara. Kewajiban penyesuaian KK dan PKP2B, serta perbedaan mendasar antara KK / PKP2B dengan IUP memberikan dampak yang signifikan terhadap mekanisme penyelesaian sengketa jika terjadi pemutusan KK dan PKP2B tersebut. Penelitian ini bersifat yuridis normatif yang menitikberatkan pada studi dokumen kepustakaan yang juga didukung dengan pendekatan kasus.

This thesis discusses the dispute settlement on termination of Contract of Work (KK) and Work Agreement for Coal Mining Enterprises (PKP2B) which are not adjusted with the provisions of Law of The Republic of Indonesia Number 4 of 2009 on Mineral and Coal Mining. The issuance of Law No. 4 of 2009 has abolished Contract of Work (KK) and Work Agreement for Coal Mining Enterprises (PKP2B), and replaced it with a system of Mining Permit (IUP). According to Article 169 letter b of Law No. 4 of 2009, the KK and PKP2B holders required to adjust the articles stated in the KK and PKP2B with existing new provisions to the Law No. 4 of 2009. KK and PKP2B is a form of agreement between the Government and the investor / contractor, in contrast to the IUP which is a form of government permits that is granted for investors to conduct mining business. Adjustment liability of KK and PKP2B, as well as the fundamental differences between KK / PKP2B with IUP giving a significant impact on the dispute resolution mechanism in the event of termination of the KK and PKP2B. This research uses a juridical normative approach that focuses on the study of literature, which is also supported by cases."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38957
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Ananda
"Laporan magang ini menganalisis kasus sengketa pajak PT ADZA yang berkaitan dengan pengkreditan Pajak Masukan atas Price Deduction for Consumer. Sengketa pajak tersebut berawal dari hasil pemeriksaan yang menyatakan bahwa Pajak Masukan atas Price Deduction for Consumer pada tahun 2015 tidak dapat dikreditkan sehingga Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB). Sengketa pajak yang sudah dalam proses banding di Pengadilan Pajak tersebut terjadi karena adanya perbedaan penafsiran dan pemahaman atas substansi transaksi Price Deduction for Consumer. Posisi PT ADZA dalam kasus ini lemah karena Faktur Pajak Masukan yang diterima dari lawan transaksi berasal dari transaksi yang seharusnya tidak terutang PPN. Berdasarkan analisis atas substansi transaksi dan kelengkapan Faktur Pajak Masukan, kasus sengketa pajak tersebut kemungkinan akan dimenangkan oleh DJP.

This internship report analyzes PT ADZA's tax dispute case related to the crediting of Input Tax on Price Deduction for Consumers. The tax dispute began with the results of an examination which stated that the Input Tax on Price Deduction for Consumers in 2015 could not be credited so that the Directorate General of Taxes (DGT) issued an Underpaid Tax Assessment Letter. The tax dispute, which is already in the process of being appealed to the Tax Court, occurred due to differences in interpretation and understanding of the substance of the Price Deduction for Consumer transaction. PT ADZA's position in this case is weak because the Input Tax Invoice received from the counterparty comes from a transaction that should not be subject to VAT. Based on the analysis of the substance of the transaction and the completeness of the Input Tax Invoice, the tax dispute case is likely to be won by the DGT."
Depok: Fakultas Ekonomi dan BIsnis Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fajar Ramadhan Kartabrata
"[ABSTRAK
Penelitian ini membahas proses penyelesaian sengketa tahapan Pemilihan Umum yang terpengaruh oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 41 PHPU D VI 2008 yang berimplikasi dikesampingkannya aspek kepastian hukum dan kemanfaatan karena terdapat beberapa lembaga negara yang memiliki kewenangan untuk menangani sengketa dalam tahapan Pemilu seperti Bawaslu DKPP Peradilan Umum Peradilan Tata Usaha Negara Mahkamah Agung serta Mahkamah Konstitusi Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menghasilkan penelitian deskriptif analitis Hasil penelitian menyarankan pembentuk undang undang membuat suatu peraturan perundang undangan mengenai proses penyelesaian sengketa Pemilu yang mengharmonisasi kewenangan lembaga lembaga yang memiliki kewenangan untuk menangani sengketa dalam tahapan Pemilu dengan memberikan jangka waktu dalam penyelesaiannya serta menjadikan Mahkamah Konstitusi sebagai peradilan Pemilu terakhir dimana tidak ada upaya hukum maupun badan peradilan lain yang menangani perkara Pemilu setelah Putusan Mahkamah Konstitusi kecuali perkara yang berkaitan dengan pelanggaran etik maupun tindak pidana.

ABSTRACT
The focus of this study is the dispute resolution of stages of general election is affected by Constitutional Court Judgment No 41 PHPU D VI 2008 which has implication for ruled out legal certainty and expediency principle because there are state agencies what have the authority to adjudicate for dispute resolution of stages of general election like election supervisory board honorary of election executor board criminal court administrative court supreme court and constitutional court This study is a qualitative research for generate descriptive analytical The researcher suggest that the legislator form a regulation about dispute resolution general election process which harmonization an authority of state agencies which have an authority for adjudicate for dispute resolution of general election and the regulation gives a period of time for the resolution and constitutional court be a last court of general election which there is no other remedy or other bodies to adjudicate after constitutional court judgment except violations of ethics or criminal of general election. , The focus of this study is the dispute resolution of stages of general election is affected by Constitutional Court Judgment No 41 PHPU D VI 2008 which has implication for ruled out legal certainty and expediency principle because there are state agencies what have the authority to adjudicate for dispute resolution of stages of general election like election supervisory board honorary of election executor board criminal court administrative court supreme court and constitutional court This study is a qualitative research for generate descriptive analytical The researcher suggest that the legislator form a regulation about dispute resolution general election process which harmonization an authority of state agencies which have an authority for adjudicate for dispute resolution of general election and the regulation gives a period of time for the resolution and constitutional court be a last court of general election which there is no other remedy or other bodies to adjudicate after constitutional court judgment except violations of ethics or criminal of general election. ]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmadi Usman
Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003
347.09 RAC p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Chyntia Putri
"Sertipikat tanah merupakan surat tanda bukti hak yang diberikan sebagai bukti sah kepemilikan hak atas tanah yang diperoleh melalui proses pendaftaran tanah di Kantor Badan Pertanahan Nasional. Meskipun sebagai tanda bukti yang sah namun dalam prakteknya masih saja terjadi sengketa terhadap kepemilikan hak atas tanah. Salah satu sengketa tanah yang terjadi pada Kantor Pertanahan Jakarta Pusat adalah jenis hak Sertipikat Hak Milik, yang penyelesaiannya dapat dilakukan melalui jalur diluar peradilan dan jalur peradilan. Berkenaan dengan hal tersebut dalam penulisan ini, peneliti menulis beberapa permasalahan dalam pelaksanaan penyelesaian sengketa terhadap Sertipikat Hak Milik, yaitu 1. Apa yang menjadi faktor penyebab terjadinya sengketa tanah di wilayah Kantor Pertanahan Jakarta Pusat ? 2. Bagaimana peran Badan Pertanahan Nasional dalam penyelesaian sengketa tanah yang telah diterbitkan Sertipikat Hak Miliknya sesuai dengan kewenangannya ?, Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah Yuridis Normatif dengan menelaah permasalahan yang ada dan di kaji berdasarkan atas materi hukum atau peraturan-peraturan dan pelaksanaan di dalam prakteknya. Dari hasil penelitian, penulis menemukan bahwa Badan Pertanahan Nasional mempunyai kewenangan untuk memfasilitasi para pihak yang bersengketa untuk diselesaikan melalui mediasi serta proses penyelesaiannya dan melaksanakan putusan penyelesaian sengketa pertanahan yang telah ditetapkan dalam pengadilan.

A land certificate letter proof of the rights granted as legal evidence of ownership rights to the land that is acquired through the process of land registration in the National Land Agency. Although as proof of legitimate but in the practice is still only a dispute on land ownership. One land dispute occurred in Central Jakarta Land Office is the right type of Certificate Properties, the settlement acting inside the court and outside the court. In this regard in this paper, the researcher wrote several questions in the implementation of dispute resolution Certificate of Property Rights , namely 1. What are the factors causing land disputes in the Central Jakarta Land Office area 2. What is the role of the National Land Agency in resolving land disputes whose Ownership Certificate has been issued in accordance with them authority ?, The method used in this paper is the Normative Juridical examine existing problems and be examined based on the material laws or regulations and implementation in the practice her. From the research, the authors found that the National Land Agency has the authority to facilitate the parties to the dispute to be resolved through mediation and enforcing land dispute resolution decisions that have been determined in court."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erika
"Thesis ini membahas penyelesaian sengketa penanaman modal asing dibidang pertambangan minerba, berikut permasalahan-permasalahan yang muncul pada penyelesaian sengketa tersebut. Sebelumnya penyelesaian sengketa antara Pemerintah dengan penanam modal asing (investor) diselesaikan berdasarkan kesepakatan Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara, dimana para pihak dapat menentukan forum penyelesaian sengketa yaitu salah satunya melalui arbitrase internasional. Pilihan penyelesaian sengketa melalui arbitrase internasional sejalan ketentuan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang mengatur bahwa penyelesaian sengketa dibidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal asing akan diselesaikan melalui arbitrase internasional yang harus di sepakati oleh para pihak. Namun saat ini ketentuan penyelesaian sengketa untuk penanaman modal asing di bidang minerba berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan batubara tidak ditentukan secara jelas, undang-undang ini hanya menentukan bahwa setiap sengketa yang muncul dalam pelaksanaan IUP, IPR, atau IUPK diselesaikan melalui pengadilan dan arbitrase dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, tidak ditentukan dengan jelas penyelesaian sengketa untuk penanam modal asing dan arbitrase internasional.
Dalam pembahasan thesis ini banyak ditemukannya permasalahan terkait penyelesaian sengketa penanaman modal asing dibidang minerba yang meliputi permasalahan dalam peraturan perundang-undangan, sikap pemerintah mapun para pihak yang bersengketa dalam memandang sengketa penanaman modal asing dibidang minerba, belum seragamnya sikap hakim dalam melihat yurisdiksi arbitrase internasional dan keputusan arbitrase internasional. menyikapi permasalahan -permasalahan diatas, kegiatan penanaman modal asing dibidang minerba termasuk penyelesaian sengketa haruslah didukung oleh sistem hukum yang efektif yang didalamnya terdiri atas substansi, struktur dan budaya hukum yang saling mendukung satu sama lain. Selain itu, hukum akan mendorong datangnya modal asing dibidang minerba apabila dapat menciptakan predictability, stability, dan fairness.

ABSTRACT
This Thesis discusses Foreign Investment Dispute Resolution in Mineral and Coal Mining, including the problems arisen in dispute resolution there of. Previously, the dispute resolution between government and foreign investor (investor) is settled according to agreement of Contract of Work (KK) and Work Agreement of Coal Mining Production (PKP2B) where parties here of is able to determine the dispute resolution forum namely through international arbitration. The option of dispute resolution through international arbitration subject to the Law No. 25 2007 regarding Investment which govern the dispute resolution between government and investor is settled through international arbitration that must be conducted by the consent of both parties. At present, however, the rule of dispute resolution for the foreign investment of mineral and coal according to the Law No.4 Year 2009 regarding Mineral and Coal Mining does not stipulated clearly, this Law only determine that every dispute occur in implementation of IUP,IPR or IUPK is settled before the court or national arbitration according to the Law, it does not clearly stated for the foreign investment and international arbitration.
In the Thesis, it will be more discussed about the problems regarding the foreign investment dispute resolution in mineral and coal that entail the issues in Law, government policy, the parties in dispute, and their perspective in foreign investment dispute resolution in mineral and coal issue, the different opinion of judges regarding the jurisdiction of international arbitration and the sentence of international arbitration. To look upon the issues mentioned above, the activities of foreign investment in mineral and coal including the dispute resolution must be supported by the effective legal system that comprise the substance, structure and legal culture which is sustained each other. Besides that, the law will support the foreign capital inflow in mineral and coal industry if it is able to create predictability, stability, dan fairness."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26740
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>