Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 141920 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Prasna Pramita
"Latar Belakang
Prevalensi asma meningkat dalam 30 tahun terakhir dan bervariasi di berbagai negara, komunitas, etnis yang berbeda. Penelitian di Indonesia melaporkan prevalensi asma pada anak dan orang dewasa 6-7 %. identifikasi faktor-faktor risiko seperti faktor keturunan, atopi, urutan kelahiran dalam keluarga, rokok, hewan piaraan, gizi, pola makanan, obesitas dengan kejadian asma perlu untuk menjelaskan variasi tersebut. Sampai saat ini studi prevalensi asma dan identifikasi faktor risiko di daerah pantai dengan jumlah sampel yang besar belum pernah dilakukan di Indonesia.
Tujuan
Mencari faktor-faktor risiko asma pada anak sekolah usia 13 hingga 18 tahun di Kepulauan Seribu.
Metodologi
Uji potong lintang dilanjutkan dengan disain kasus kontrol bersarang. Pada responden dibagikan kuesioner yang dikelompokkan berdasar diagnosis asma, pernah asma dan bukan asma. Untuk kelompok asma dalam 12 bulan terakhir, pernah asma dan tidak asma (keiompok kontrol) dipilih secara acak untuk dilakukan uji tusuk kulitlskin prick test.
Hasil
Telah dilakukan di 15 sekolah (SD, SLTP, SLTA) yang tersebar di Kepulauan Seribu sebanyak 1505 responden terdiri atas 713 laki-laki dan 792 perempuan. Distribusi responden menurut jenis kelamin pada kasus asma dan kontrol tidak terdapat hubungan yang bermakna (IK 95%; 0,54-1,47, p=0,66). Hubungan orang tua menyandang asma dengan kejadian asma pada responden menunjukkan hubungan bermakna. Pada ayah (IK 95%; 6,09-59,9, p=0,001). Pada ibu (IK 95%; 1,23-7,95, p=4,001), Berdasarkan hasil uji tusuk kulit pada kelompok mengi dan kontrol menunjukkan hubungan yang bermakna (D. Pteronyssinus) dengan kejadian asma (p 0,0001). Sedangkan faktor risiko asma lainnya (urutan kelahiran dalam keluarga, rokok, hewan piaraan, dan obesitas) tidak menunjukkan hubungan bermakna dengan kejadian asma.
Simpulan
PrevaIensi gejala asma pads anak usia 13 hingga 18 tahun di Kepulauan Seribu berdasarkan riwayat mengi = 11,8%, mengi 12 bulan terakhir = 5,4 %. Didapat hubungan bermakna pada orang tua menyandang asma terhadap kejadian asma pada anak. Hasil uji tusuk kulit (D. pteronyssinus) menunjukkan hubungan bermakna dengan kejadian asma.

Background
The prevalence of asthma has been increasing in the last 30 years and varied among different countries, communities and ethnic groups. Study in Indonesia had reported that the prevalence of asthma in children and adults was 6-7%. Identification of risk factors, atopy, smoking, pet, nutrition, dietary pattern, obesity and incidence of asthma are necessary to explain the variation. Up to now, study on the prevalence of asthma and risk factors identification with big sample size in maritime region has never been conducted in Indonesia.
Objectives
The aim of the study is to determine risk factors of asthma in school children aged 13-18 years old in Kepulauan Seribu.
Methods
A cross sectional study continued by nested case control was conducted in Kepulauan Seribu in June 2005. All respondents have to fill out questionnaire forms and were grouped based on diagnosis of asthma, history of asthma and no asthma. For the asthma group in last 12 months, history of asthma and no asthma (control group) were selected randomly for skin prick test.
Results
Data was obtained from 1505 subjects in 15 schools (elementary school, junior high school, senior high school) consisted of 713 boys and 792 girls. The prevalence of asthma in adolescents aged 13 - 18 years old in Kepulauan Seribu based on symptom of wheezing (11.8%), wheezing in the last 12 months (5.4%). Distribution of respondents based on gender found no significant relation between asthma and control group (CI 95%; 0.54-1.47, p=4.66). Subjects with asthma associated significantly with their parents who also had asthma (fathers CI 95%; 6.09-59.9, p=0.04I and mothers CI 95%; 1.23-7.95, p=0.001). Based on skin prick test, we found there was significant relation between alergen (D. Pteronyssinus) with incidence of asthma (p=4.0001), while other risk factors (family size, smoking, obesity, pet) had not showed significant relation with asthma.
Conclusions
The prevalence of asthma in adolescent aged 13-18 years old in Kepulauan Seribu based on history of wheezing was 11.8%, while symptom of wheezing in 12 month was 5.4%. Subjects with asthma associated significantly with their parents who also had asthma. Skin prick test (D. pteronyssinus) had significant relation with incidence of asthma.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T21415
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gita Aprilicia
"ABSTRAK
Asma merupakan penyakit inflamasi saluran pernapasan yang sering
dijumpai pada anak-anak dengan insiden kejadian yang lebih tinggi dibanding
kelompok umur lainnya. Diperkirakan, sekitar 300 juta penduduk dunia saat ini
menderita asma dan akan meningkat menjadi 400 kasus pada tahun 2025. Selain
dari faktor pejamu yang tidak dapat dimodifikasi, peningkatan prevalens asma
diduga juga berhubungan dengan adanya peran dari faktor lingkungan. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
asma dan pencetus serangan asma anak usia 0-11 tahun di Indonesia pada tahun
2013. Penelitian ini menggunakan data sekunder Riskedas tahun 2013 dengan
desain cross sectional deskriptif. Responden terdiri dari 237.992 anak usia 0-11
tahun di Indonesia. Analisis data dilakukan dengan analisis chi square. Hasil
analisis univariat diperoleh prevalensi asma pada anak usia 0-11 tahun di Indonesia
pada tahun 2013 sebesar 3,6% dengan faktor pencetus yang paling sering adalah flu
atau infeksi sebesar 56,2%. Hasil analisis bivariat diperoleh bahwa kejadian asma
pada anak usia 0-11 tahun berhubungan dengan umur, jenis kelamin, wilayah
tinggal, keadaan sosioekonomi, asap dapur, paparan pestisida dalam rumah, jenis
lantai rumah, jenis dinding rumah, jenis plafon rumah, kebersihan ruang tidur,
kebersihan ruang masak, dan kebersihan ruang keluarga. Penelitian ini menemukan
bahwa peluang mendapatkan asma lebih tinggi ditemukan pada anak laki-laki,
berumur 2 tahun, tinggal di wilayah pedesaan, mempunyai keadaan sosioekonomi
rendah, terdapat asap dapur dalam rumah, terdapat paparan pestisida dalam rumah,
mempunyai lantai rumah berjenis tanah, dinding berjenis bambu, plafon berjenis
bambu, serta kebersihan ruang tidur, ruang masak, dan ruang keluarga yang tidak
bersih.

ABSTRACT
Asthma is an inflammatory disease of respiratory tract are often found in children
with a higher incidence of events than other age groups. It is estimated that around
300 million people worldwide currently suffer from asthma and will increase to 400
cases in 2025. Due to a host factors can?t be modified, there are a role of
environmental factors which contributed to increase the prevalence of asthma. This
study aims to determine the factors associated with asthma and trigger asthma attack
among children aged 0-11 years in Indonesia on 2013. This study using secondary
data from National Basic Health Research 2013 with a study design descriptive
cross-sectional. The respondents are 237.992 children aged 0-11 years in Indonesia.
Data was analyzed using chi square analysis. Result of univariate analysis shows
prevalence of asthma in children aged 0-11 years in Indonesia on 2013 amounted
to 3,6% with a trigger factor that most often is cold or infection by 56,2%. Results
of bivariate analysis shows that the prevalence of asthma among children aged 0-
11 years are associated with age, sex, region of residence, socioeconomic status,
kitchen smoke, exposure to pesticides in the home, the type of floor of the house,
the type of house wall, ceiling type of house, cleanliness of the bedroom, cleanliness
of cooking space, and cleanliness of the living room. This study found that the risk
chances of getting asthma was found higher in boys, 2 years old, live in rural areas,
have socioeconomic status is low, there is a kitchen smoke in the house, there is
exposure to pesticides in the house, has a house floor manifold earthen, wall
manifold bamboo, ceiling manifold bamboo, and the cleanliness of the bedroom,
kitchen, and family rooms are not clean.;;;"
2016
S65579
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salma Amira Putri
"Latar Belakang Asma persisten banyak terjadi pada anak di bawah usia tiga hingga enam tahun. Karakteristik pada anak dengan asma persisten cukup bervariasi sehingga menyebabkan anak rentan mengalami kondisi yang tidak terkendali jika tidak segera ditangani. Di Indonesia, belum ada data yang menggambarkan karakteristik anak dengan asma persisten dan faktor-faktor yang memengaruhi derajat kendalinya. Metode Desain penelitian potong lintang dilakukan terhadap 81 anak berusia 6-18 tahun dengan asma persisten yang melakukan kontrol ke RSCM dalam rentang tahun 2019-2023. Pemilihan sampel dan pengambilan data dilakukan menggunakan rekam medis milik RSCM Kiara dengan metode total sampling. Hasil Asma persisten yang tidak terkendali terjadi pada 53 subjek (65.4%). Sebagian besar subjek berada dalam rentang usia 6-11 tahun (61.7%), berjenis kelamin laki-laki (55.6%), terpapar oleh alergen (72.8%), faktor lingkungan (34.6%), memiliki komorbiditas (88.9%), berada dalam kelompok gizi baik (43.2%), patuh terhadap pengobatan (74.1%), dan menggunakan terapi pengendali jenis metered dose inhaler (84.0%). Dari hasil analisis bivariat dan regresi logistik, tidak ada karakteristik yang menunjukkan hubungan signifikan terhadap derajat kendali asma. Kesimpulan Terdapat 65.4% anak dengan asma persisten yang tidak terkendali. Tidak ada karakteristik yang berhubungan signifikan dan berperan sebagai prediktor independen dengan derajat kendali asma.

Introduction Persistent asthma often occurs in children under the age of three to six years. The characteristics of children with persistent asthma are quite varied, making children vulnerable to experiencing uncontrollable conditions if not treated immediately. In Indonesia, there is no data that describes the characteristics of children with persistent asthma and the factors that influence the level of control. Method A cross-sectional research design was carried out on 81 children aged 6-18 years with persistent asthma who underwent control at RSCM in the period 2019-2023. Sample selection and data collection were carried out using medical records belonging to RSCM Kiara using the total sampling method. Results Persistent uncontrolled asthma occurred in 53 subjects (65.4%). Most of the subjects were in the age range of 6-11 years (61.7%), male (55.6%), exposed to allergens (72.8%), environmental factors (34.6%), had comorbidities (88.9%), were in the healthy weight group (43.2%), adherent to treatment (74.1%), and used metered dose inhaler control therapy (84.0%). From the results of bivariate analysis and logistic regression, there were no characteristics that showed a significant relationship to the level of asthma control. Conclusion There are 65.4% of children with persistent uncontrolled asthma. There were no characteristics that were significantly related and acted as independent predictors with the level of asthma control."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cynthia Utami
"ABSTRAK
Latar belakang: Fokus terapi asma adalah mencapai terkendalinya asma secara
adekuat. Childhood Asthma Control Test (CACT) merupakan kuesioner
penilaian terkendalinya asma pada anak yang cepat dan mudah digunakan.
Penggunaan CACT di Indonesia masih terbatas karena kendala bahasa dan
budaya. Sampai saat ini belum ada kuesioner CACT versi Indonesia (terjemahan
CACT ke dalam bahasa Indonesia) yang terbukti sahih dan andal.
Tujuan: Mengetahui kesahihan (validity) dan keandalan (reliability) kuesioner
CACT versi Indonesia.
Metode: Menerjemahkan tujuh pertanyaaan kuesioner CACT menjadi kuesioner
CACT versi Indonesia. Studi potong lintang dilakukan terhadap 66 subjek usia
4-11 tahun yang dipilih secara konsekutif. Semua subjek menjalani uji fungsi paru
dan pemeriksaan peak expiratory flow berkala. Analisis statistik menggunakan
uji Cronbach?s  dan uji korelasi Pearson/ Spearman.
Hasil: Rerata usia subjek penelitian adalah 7,89 tahun (5,25 -11,83 tahun) dengan
proporsi jenis kelamin lelaki lebih tinggi dibandingkan anak perempuan. Sebagian
besar subjek penelitian yaitu 60,4% memiliki status asma tidak terkendali (nilai
kuesioner CACT ≤19). Kuesioner CACT versi Indonesia mempunyai keandalan
(Cronbach?s  0,762) dan kesahihan konstruksi (r= 0,384-0,545) yang baik.Tidak
terdapat korelasi bermakna antara kuesioner CACT versi Indonesia dengan nilai
FEV1 (r =-0,024; p=0,846) dan nilai variabilitas mingguan PEF (r=-0,218;
p=0,079).
Simpulan: Kuesioner CACT versi Indonesia mempunyai kesahihan dan
keandalan yang baik untuk menilai terkendalinya asma. Kuesioner ini tidak
mempunyai korelasi dengan uji fungsi paru sehingga CACT tidak dapat
menggantikan peran uji fungsi paru sebagai salah satu komponen penilaian
terkendalinya asma.

ABSTRACT
Background: The goal of asthma treatment is to achieve control over the asthma
adequately. The Childhood Asthma Control Test (CACT) is a quick and easy-touse
questionnaire for assessing asthma control on children. The usage of CACT in
Indonesia is limited due to the language and culture barrier. To date, there is no
Indonesian version of CACT questionnaire that is proven to be reliable and valid.
The aim of this study was to validate the Indonesian version of this test.
Objectives: To learn the validity and reliability of the Indonesian version of
Childhood Asthma Control Test (I-CACT).
Methods: Translation of the established seven-item questionnaire into the ICACT.
Cross-sectional study was conducted among 66 participants aged 4-11
years old which were recruited consecutively. All patient undergone pulmonary
function test and measured peak expiratory flow (PEF) regularly. The reliability
of I-CACT was assessed using the internal consistency (Cronbach?s ) and the
validity was assesed by the Pearson/Spearman correlation test.
Results: The mean age was 7.89 years (5.25-11.83y) with predominantly boys.
Sixty percent of participants had uncontrollable asthma (score I-CACT ≤19). Both
the internal consistency reliability (Cronbach?s  0.762) and the constructed
validity (r= 0.384-0.545 ) of the I-CACT were good. No significant correlation
was found between the I-CACT score with the FEV1 (r =-0.024; p=0.846) and the
variability of PEF (r=-0.218; p=0.079) respectively.
Conclusions: I-CACT is a valid and reliable test for assessing asthma control.
However, I-CACT does not correlate well with the pulmonary function test and
therefore is not a substitute to the role of pulmonary function in assessing asthma
control."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iswari Setianingsih
"LATAR BELAKANG
Asma pada anak merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai dengan angka kejadian kira-kira 5-10 % (Godfrey, 1983). Di Indonesia belum ada penyelidikan menyeluruh mengenai angka kejadian asma pada anak, namun diperkirakan berkisar antara 5-10 % dari seluruh anak. Lebih dari 50 % kunjungan di Poliklinik Sub Bagian Paru Anak FKUI-RSCM merupakan pasien asma (Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak, 1985).
Sebagian besar pasien asma anak (70-75 %) tergolong ringan (Phelan dkk., 1982), tetapi penyakit ini seringkali merupakan penyebab ketidakhadiran anak di sekolah, meningkatkan frekuensi kunjungan ke dokter, dan bahkan meningkatkan angka perawatan di rumah sakit.
Prognosis penyakit ini bergantung pada perjalanan penyakit (Phelan dkk., 1982) dan penatalaksanaannya. Pada golongan pasien asma anak yang berat, 50 % di antaranya akan menetap sampai dewasa .
Walaupun pengaruh penatalaksanaan terhadap prognosis asma masih belum jelas (Phelan dkk., 1982; Gerritsen, 1989; Warner dkk, 1989), penanganan asma yang tidak adekuat diduga dapat menyebabkan kerusakan paru yang menetap. Penatalaksanaan asma pada anak bergantung pada ketepatan diagnosis dan penentuan derajat klinis asma. Kedua hal tersebut sangat berperan dalam pemilihan strategi penanganan asma pada anak.
Diagnosis asma pada anak kadang-kadang sulit, karena sering dijumpai pasien asma dengan gejala klinis tidak khas yaitu hanya batuk kronis dan berulang tanpa mengi. Selain itu anamnesis yang didapat sering tidak dapat menunjang diagnosis asma. Di luar serangan asma.sebagian besar pasien tampak normal.
Penentuan derajat klinis asma juga tidak mudah, karena anamnesis yang didapat seringkali tidak dapat memberikan informasi mengenai saat terjadinya serangan pertama kali, kekerapan serangan asma, dan perjalanan penyakitnya. Selain itu keadaan klinis serangan asma yang berat belum tentu menggambarkan berat ringannya derajat klinis.
"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1990
T58512
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Whiteside, Mike
London: Thorsons, 1991
618.922 38 WHI c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Setyorini Mestika Mayangsari
"ABSTRAK
Latar belakang: Asma pada remaja di Denpasar, kota besar yang lingkungannya unik dengan tingkat polusi rendah tetapi tingkat memelihara hewan berbulu dan pajanan asap dupa yang tinggi, belum pernah diteliti.?Tujuan: Mengetahui prevalens, faktor risiko, gambaran fungsi paru dan perjalanan alamiah asma pada remaja usia 12-15 tahun di Denpasar.Metode: Penelitian potong lintang di tiga Sekolah Menengah Pertama SMP di Denpasar, Juni 2015-Februari 2016. Dilakukan perhitungan prevalens asma, perbedaan rerata persentase prediksi beberapa parameter fungsi paru antara kelompok asma dengan bukan asma, dan gambaran perjalanan alamiah asma yang terdiri dari proporsi asma berdasarkan awitan dan persistensi gejala sejak masa kanak. Beberapa faktor risiko ekstrinsik dan intrinsik asma yang berpotensi dianalisis dengan regresi logistik.Hasil: Prevalens asma adalah 11,9 dari total 708 subjek. Faktor risiko ekstrinsik yang bermakna adalah hewan peliharaan berbulu masuk kamar tidur RO 1,95; IK95 1,18-2,81; p 0,04 dan dupa dibakar dalam rumah RO 2,67; IK95 1,41- 5,04; p 0,03 . Faktor risiko intrinsik yang bermakna adalah adanya penyakit alergi pada keluarga RO 5,64; IK95 3,03-8,25; p 0,000 dan subjek RO 6,23; IK95 3,22-9,24; p 0,000 . Rerata prediksi FVC, prediksi FEV1 dan reversibilitas antara kelompok asma dan bukan asma ditemukan berbeda bermakna. Asma awitan lambat dialami oleh 50 subjek dan persistensi dari masa kanak terjadi pada 64,1 subjek.Simpulan: Prevalens asma pada remaja usia 12-15 tahun di Denpasar tidak jauh berbeda dari kota metropolitan di Indonesia dengan tingkat polusi udara yang lebih tinggi. Memasukkan hewan ke dalam kamar tidur, membakar dupa dalam rumah, dan penyakit alergi pada keluarga dan subjek tampaknya berperan sebagai faktor risiko.

ABSTRACT
"Background Adolescence asthma in unique urban environment of Denpasar with low air pollution, high furry pet keeping and incense smoke exposure has never studied.Objective To determine prevalence, risk factors, lung function and natural history of asthma in 12 15 years old adolescent at Denpasar.Methods The cross sectional study was conducted at three junior high schools between June 2015 and February 2016. The prevalence of asthma, mean differences in some lung function parameters between asthma and non asthma, and natural history consists of proportions of asthma based on onset and persistence of symptoms from childhood were calculated. Some extrinsic and intrinsic risk factors for asthma were analyzed with logistic regression.Results The prevalence of asthma among 708 subjects was 11.9 . Significant extrinsic risk factors were letting furry pets enter the bedroom OR 1.95 95 CI 1.18 2.81 p 0.04 and burning incense inside the house OR 2.67 95 CI 1.41 5.04 p 0.03 . Significant intrinsic risk factors were allergic manifestation in family OR 5.64 95 CI 3.03 8.25 p 0.000 and subject OR 6.23 95 CI 3.22 9.24 p 0.000 . Mean difference of predicted FVC and FEV1 and reversibility between both groups were differed significantly. Late onset asthma was experienced by 50 and persistence asthma from childhood occurred in 64.1 subject.Conclusion The prevalence of asthma in 12 15 years old at Denpasar is similar from higher air polluted metropolis cities in Indonesia. Letting furry pets entering the bedroom, burning incense inside the house, and allergic manifestation in families and subject appear as risk factors of asthma in adolescent."
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tresnasari Satya Putri
"Pada tahun 2011, 235 juta orang di dunia menderita asma (WHO, 2011). Di Indonesia, prevalensi asma terus mengalami peningkatan yaitu sekitar 4,0% (Kemenkes, 2008). Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan biaya perawatan pasien asma di RSUP Persahabatan. Desain penelitian adalah potong lintang (cross sectional). Sumber data primer didapatkan dari catatan rekam medik pasien. Sampel pada penelitian berjumlah 41 orang. Penelitian ini melibatkan 41 pasien terdiri dari 29 orang (70,7%) perempuan dan 12 (29,3%), 58,5% pasien tidak bekerja, 53% pasien menggunakan askes. Sebanyak 31,7% pasien asma menderita penyakit penyerta non TB dimana 36,6% pasien dirawat di kelas 1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan total biaya perawatan pasien asma di RSUP Persahabatan adalah cara pembayaran, kelas perawatan, dan lama hari rawat.

In 2011, as many as 235 million people worldwide suffer from asthma (WHO, 2011). In Indonesia, the prevalence of asthma is increasing at about 4.0% (Ministry of Health, 2008).The general objective of this study was to analyze the factors associated with patient care costs of asthma in the department of Friendship.The study design was cross-sectional (cross-sectional). Sources of primary data obtained from the patient medical record. The samples in this study amounted to only 41 people. The study involved 41 patients, including 29 men (70.7%) women and 12 (29.3%) of men who had an average age of 43.60 years. 58.5% of patients did not work, 53% of patients using the health insurance payment. A total of 31.7% of patients with asthma suffer from comorbidities non TB where 36.6% of patients admitted to class 1. Factors associated with the total cost of patient care in the department of Friendship asthma among other means of payment, classroom maintenance, and long day care.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T35662
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Munthe, Simeon
"Terpajan pestisida secara kronis dapat mempengaruhi status kesehatan . Efek tersebut bergantung pada toksisitas pestisida dan tingkat pajanannya. Bisnis petani kebanyakan memerlukan pestisida untuk meningkatkan hasil pertanian. Petani yang menggunakan pestisida harus memakai APD untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh pestisida.
Desain kasus-kontrol telah digunakan untuk mengetahui risiko pajanan pestisida pada asma di kalangan petani, dengan 70 sampel yang menderita asma dan 210 sampel kontrol yang tidak asma, bertempat tinggal di desa dan bekerja sebagai petani, telah dilakukan di Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara.Variabel confounding dalam penelitian ini adalah penggunaan APD dan variabel tingkat pendidikan. Dalam penelitian ini tingkat eksposur dan penggunaan APD dikategorikan menjadi tiga kategori.
Hasil analisis: Risiko kejadian asma pada tingkat pajanan sedang dibandingkan dengan rendah (OR = 2,33, 95% CI: 0,72 – 7,61) sedangkan risiko kejadian asma pada tingkat pajanan tinggi dibandingkan dengan rendah (OR = 3,24, 95% CI: 1,06 – 10,37). Risiko kejadian asma pada penggunaan APD sedang dibandingkan dengan kurang (OR = 0,37, 95% CI: 0,19 – 0,72), sedangkan risiko kejadian asma pada penggunaan APD baik dibandingkan dengan penggunaan APD buruk (OR = 0,2, 95% CI: 0,07 – 0,53). Efek tingkat pajanan terhadap kejadian asma dipengaruhi oleh penggunaan APD, semakin lengkap penggunaan APD semakin kecil efek tingkat pajanan terhadap kejadian asma.

Chronic exposed of pesticide have harmful effect on health. Those harmful effect depends on the level of exposure and toxicity of pesticide. The farmer bussiness mostly need pesticide achieve the optimal of agriculture results. The farmer who use pesticide must be use personal protected equipments to reduced harmful effect of pesticide.
Design case-control have been use to study the risk of pesticide exposure on asthma among farmers, with 70 sampel who suffer from asthma and 210 control sampel who are not asthmatic, residing in the village and worked as farmer, has been done in Karo district of North Sumatera Province. The confounding in this study are use PPE variable and education level variable. In this study the level of exposure and use PPE are categorized into three categories.
Result analysis: the effect of middle level exposure of pesticide compared to low level on asthma(OR = 2.33, 95% CI: 0.72 to 7.61), while the effect of high level compared with low exposure on asthm (OR = 3.24, 95% CI: 1.06 to 10.37). the effect of middle level usage of PPE compared to less on asthma (OR = 0.37, 95% CI: 0.19 to 0.72), while the effect of good usage of PPE compared to less (OR = 0.2, 95% CI : .07 to .53). Effects of exposure level of pesticide on asthma is reduced by the use of PPE, more complete usage of PPE more diminishing the effect of exposure level on asthma.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R A Myrna Alia
"ABSTRAK
Beberapa dekade terakhir terjadi peningkatan prevalens penyakit alergi di berbagaibelahan dunia. Data prevalens asma, rinokonjungtivitis dan dermatitis atopik untuk anakusia 6-7 tahun di Indonesia adalah 2,8 , 3,6 dan 3,7 didapat dari penelitianInternational Study of Asthma and Allergies in Childhood ISAAC fase III di Bandungtahun 2002 sehingga dibutuhkan data prevalens terbaru. Penelitian ini ditujukan untukmendapatkan data prevalens asma, rinokonjungtivitis dan dermatitis atopik pada anak 6-7 tahun di kota Palembang sebagai bagian dari data nasional di Indonesia serta faktorfaktorlingkungan yang berhubungan. Studi deskriptif dengan desain potong lintangtelah dilakukan pada anak sekolah dasar SD kelas 1 usia 6-7 tahun yang tersebar di 96SD di Palembang dengan menggunakan instrumen kuesioner inti dan lingkunganISAAC. Sebanyak 4007 subjek memiliki data kuesioner inti yang lengkap dimasukkandalam perhitungan prevalens penyakit alergi, sedangkan 2045 subjek dengankelengkapan data kuesioner inti dan lingkungan dilakukan analisis untuk melihatadanya hubungan faktor lingkungan dan prevalens penyakit alergi. Prevalens asma,rinokonjungtivitis dan dermatitis atopik secara berturut-turut adalah 4,2 ,4,5 dan4,4 . Analisis multivariat menunjukkan bahwa dengan faktor lingkungan yangberhubungan dengan asma adalah penggunaan parasetamol 12 bulan terakhir palingtidak sebulan sekali [p=0,007; RO=5,10 IK95 1,56-16,73 ] dan frekuensi menontonTV 3-5 jam [p=0,014; RO=3,09 IK95 1,26-7,60 ]. Faktor lingkungan yangberhubungan dengan asma berat adalah frekuensi truk dan bus melintas hampirsepanjang hari [p=0,004; RO=3,25 IK95 1,45-7,26 ] dan ibu merokok tahun pertamakehidupan anak [p=0,027; RO=4,00 IK95 1,17-13,72 ]. Prevalens rinokonjungtivitisberhubungan dengan pajanan antibiotik pada tahun pertama kehidupan [p=0,003;RO=1,94 IK95 1,25-3,03 ], pajanan hewan ternak pada tahun pertama kehidupan[p=0,009; RO=2,08 IK95 1,20-349 ], frekuensi truk dan bus melintas hampirsepanjang hari [p=0,013; RO=1,94 IK95 1,15-3,27 ] dan penggunaan parasetamol 12bulan terakhir paling tidak sebulan sekali [p=0,008; RO=4,99 IK95 1,52-16,41 ].Dermatitis atopik berhubungan dengan pajanan antibiotik pada tahun pertamakehidupan [p=0,013; RO=1,71 IK95 1,12-2,62 ] dan frekuensi makan sayur ge;3 kaliseminggu [p=0,004; RO=0,47 IK95 0,28-0,79 ]. Prevalens penyakit alergi pada anakusia 6-7 tahun di Palembang ternyata tidak begitu berbeda dengan data prevalensISAAC fase III di Bandung. Faktor-faktor lingkungan yang secara bermaknaberhubungan dengan penyakit alergi perlu diteliti lebih lanjut untuk diteliti pengaruhnyaterhadap kejadian penyakit alergi.ABSTRACT
In recent decade, prevalence of allergic disease is increasing worldwide. The Indonesianprevalence of asthma, allergic rhinoconjunctivitis and atopic dermatitis in 6 7 years oldgroup were 2,8 , 3,6 , and 3,7 respectively. These data were derived from phasethree International Study of Asthma and Allergies in Childhood ISAAC conducted 15years ago 2002 in Bandung. Studies to determine latest prevalence of allergic diseasesin Indonesia are in order. Our study aimed to determine the prevalence of asthma,allergic rhinoconjunctivitis and atopic dermatitis in Palembang as a part of our nationaldata and their association with environmental factors. This cross sectional study usingISAAC core and environmental questionnaire was conducted in 96 primary school inPalembang. The eligible subjects were 6 7 years old first grader. Four thousand andseven subjects with complete core questionnaire data were included in prevalencecalculation whereas 2045 subjects with complete core and environmental questionnairedata were included in bivariate and multivariate analysis. Prevalence of asthma, allergicrhinoconjunctivitis and atopic dermatitis were 4,2 , 4,5 and 4,4 respectively. Thecurrent use of paracetamol at least once a month p 0,007 OR 5,10 95 CI 1,56 16,73 and duration of TV viewing 3 5 hours a day p 0,014 OR 3,09 95 CI1,26 7,60 were associated with increased risk of asthma. High frequency of truck traffic p 0,004 OR 3,25 95 CI 1,45 7,26 and maternal smoking in the child rsquo s first yearof life p 0,027 OR 4,00 95 CI 1,17 13,72 were associated with increased risk ofsevere asthma. Factors associated with increased risk of allergic rhinoconjunctivitiswere early antibiotic exposure p 0,009 OR 2,08 95 CI1,20 349 , early farmanimal exposure p 0,009 OR 2,08 95 CI 1,20 349 , high frequency of trucktraffic p 0,013 OR 1,94 95 CI 1,15 3,27 , and current use of paracetamol at leastonce a month p 0,008 OR 4,99 95 CI 1,52 16,41 . Early antibiotic exposure p 0,013 OR 1,71 95 CI1,12 2,62 was associated with increased risk of atopicdermatitis whereas frequent consumption of vegetable ge 3 times a week was inverselyassociated with atopic dermatitis p 0,004 OR 0,47 95 CI 0,28 0,79 . Prevalenceof allergic disease in children 6 7 years old group in Palembang are similar to previousprevalence data from ISAAC phase III. Further study to determine the associationbetween these environmental factors and prevalence of allergic disease is required."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T55558
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>