Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 140357 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Herbowo A. Soetomenggolo
"Infeksi saluran cerna oleh parasit memiliki angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi di seluruh dunia. Angka kejadian infeksi saluran cerna oleh parasit tertinggi didapatkan di negara berkembang dan negara dengan tingkat ekonomi rendah terutama di daerah-daerah tropis. Indonesia sebagai negara tropis dan negara berkembang dengan tingkat ekonomi rendah diperkirakan memiliki prevalensi infeksi saluran cerna oleh parasit yang cukup tinggi. Parasit penyebab infeksi saluran cerna sangat beragam dan penelitian mengenai parasit penyebab infeksi saluran cerna di Indonesia masih sedikit tetapi penelitian yang dilakukan oleh Kang dan kawan-kawan di India mendapatkan infeksi saluran cerna oleh parasit terbanyak disebabkan oleh Giardia (53,8%) dan Cryptosporidium (39,7%).
Cryptosporidium pertama kali ditemukan pada anak imunokompeten berusia 3 tahun pada tahun 1976. Setelah itu Cryptosporidium dilaporkan menimbulkan endemik di daerah Milwaukee pada tahun 1993 yang menginfeksi 400.000 orang. Meskipun telah dilakukan berbagai pencegahan dan kesadaran masyarakat mengenai kebersihan makin tinggi, ternyata angka kejadian cryptosporidiosis yang tercatat di Amerika Serikat tetap tinggi yaitu pada tahun 1999 dilaporkan terdapat 2.769 kasus, tahun 2001 terdapat 3.787 kasus dan pada tahun 2002 terdapat 3.016 kasus.
Beberapa peneliti telah melaporkan kejadian cryptosporidiosis pada penderita acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) dan pengidap human immunodeficiency virus (HIV). Seiring dengan meningkatnya angka kejadian AIDS dan pengidap H1V di dunia maka diperkirakan angka kejadian cryptosporidiosis turut meningkat. Di Indonesia sendiri telah dilaporkan peningkatan kasus AIDS mencapai 5823 kasus dan 4333 kasus HIV sehingga diperkirakan angka kejadian cryptosporidiosis juga turut meningkat.
Prevalensi cryptosporidiosis di negara berkembang diperkirakan berkisar 5-20% dan di negara miskin mencapai lebih dari 30%. Cryptosporidium lebih sering menginfeksi anak-anak. Prevalensi tertinggi terjadi pada anak usia di bawah 5 tahun. Perch dkk dalam penelitiannya mendapatkan prevalensi terbanyak pada usia di bawah 3 tahun. Diperkirakan hal ini erat hubungannya dengan status imun anak. Berbagai hal dapat mempengaruhi terjadinya cryptosporidiosis seperti kekurangan air bersih, sanitasi buruk, kepadatan rumah tinggal, banyak hewan di lingkungan perumahan, letak rumah dekat dengan sungai atau peternakan, rumah tinggal yang terkena banjir, musim, serta faktor risiko individu seperti status gizi. Katsumata dan kawan-kawan dalam penelitian yang dilakukan di Surabaya mendapatkan faktor risiko infeksi Cryptosporidium berupa kepadatan rumah tinggal, musim hujan dan rumah tinggal yang terlanda banjir. Saat ini belum terdapat data prevalensi infeksi Cryptosporidium pada anak balita maupun faktor risiko penyakit ini di Jakarta."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T58476
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Puspa Sari
"ABSTRAK
Kriptosporidiosis adalah penyakit parasitik yang disebabkan oleh
Cryptosporidium sp~ parasit kokstdia intraseluler pada manusia dan hewan dan
merupakan agen yang menyebabkan enterokolitis. Cryptasporidium sp. dapat
menyebabkan penyakit gastrointestinal pada manusia, terutama anak-anak dan
penderita imunodefisieosi. Angka kejadian infuksi umumnya lebih tinggi pada
anak-anak dibandingkan orang dewasa skala klinis kriptosporidiosis sangat luas
mulai dari asimtomatik sampai diare persisten. Selain menyebabkan diare, infeksi
ini juga dapat menyebabkan malnutrisi Selama ini metode pulasan modifikasi
laban asarn mcrupeksn nilai baku emas bagi pemeriksaan Cryptosparidium sp.
Namun sensitivitas tekrrik ini rendah dan sangat bergantung pada ketrampilan
serta pengalaman tenaga mikroskopis dalaM melihat Cryptosparidium sp. Deteksi ookista Cryptosporidlum dengan antibodi monoklonal terhadap dinding ookista
Cryptosparidium (CmAbs) merupakan metoda yang sensitif dan spesifik untuk
mendeteksi ookista dari apusan tinja dibandingkan metode pewarnaan
konvensional Penelitian ini, menggunakan teknik imunofluoresen dengan
an!ibodi monoklonal yang telal1 dilabel oleh FITC untuk deteksi kriptosporidiosis
pada batita. Hasilnya akan dlbandingkan dengan PCR dalam hal sensitivitas dan
spesifisitas. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain cross
sectional menggunakan uji diagnostik. Hasil uji skrining dan tingkat agreement
dihitung. Dari 239 sampel tinja yang diperiksa, didapatkan freknensi
kriptosporidiosis pada anak batita sebanyak 24,3%. Kriptosporidiosis umum
tetiadi pada populasi anak-anak di bawah tiga tahun. Dibandingkan dangan
metode konvensional yaitu pewamaan modifikasi tahan asam dan auramin fenoJ,
deteksi kriptosporidiosis dengan pemeriksaan imunofluoresen langsung lebih
sensitif dllll lebih spesifik (p=O,OOO). Dibandingkan dengan PCR, pemeriksaan
lmunofluoresen langsung memiliki sensitivitas 86,2% dan spesifisitas 98,9%.
Sehingga dapat digunakan sebagai altemalif untuk deteksi ooldsta
Cryptosporidium sp. pada sampel tinja terutama untuk studi epidemiologi atau
skrining Penilaian terhadap adanya faktor resiko jenis kelamin, status gizi dan
diare teenyata didapatkan hasil tidak bermakna

Abstract
Cryptosporidiosis is a parasitic disease caused by CryptospOridium sp,
coccidian parasite intracellular in human and animaL Cryptosporidium sp can
cause gastrointestinal diseases in human, particularly in children and
immununodeficiency individuals. Generally. the incidence higher among children
!han the adults. The clinical manifestations are wide, ranging from asymptomatic
to persistent diarrhea and malnutrition in children. Modified acid fast staining
method has been a gold standard to detect Cryptosporidlum sp, however, this
technique has low sensitivity and depends mulct on the experience and skill of the
technician. Detection of Cryptosporidium sp oocyst using monoclonal antibody
to Cryptosporldium sp wall (CmAbs) is a more sensitive and specific method to
determine an oocyst from stooL The objective of this study is to determine
cryptosporidiosis proportion between toddlers by FITC monoclonal antibody
technique. The result will be compared to PCR on its sensitivity and specificity to
cryptosporidiosis diagnosis. This research is qualitative interpretation with cross
sectional design study which using diagnostic test The result of the screening test
and lhe levels of agreement were quantified. Of 239 fecal samples examined,
there were 24,3% positive oocyst Cryptosporidium sp, Cryptosporidiosis is
common in children under three years old population. Comparing to conventional
methods, MTA and Af, cryptosporidiosis detection using direct
immunofluorescent test is more sensitive and specific (p=O,OOO), Comparing to
PCR technique~ direct immunofluorescent test has sensitivity 86~2% and
specificity 98,9%. Statistically, direct immunofluorescent test can can be used as
an alternative method to detect CJYP!osporidium sp. compared to PCR (p--o,06S),
in particular for epidemiological study or population screening. Evaluation on risk
factors such as sex. malnutrition and diarrhea symptom appear that there is no
significant differences."
2009
T32821
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hera Agustina
"Penyakit infeksi amuba di keiurahan Kampung Melayu menempati urutan 9 dari I0 besar penyakit di wilayah tersebut, diduga disana banyak terdapar kasus infeksi amuba asimptomatik yang dapat menular ke orang lain. Selain itu kondisi sanitasi Iingklmgan dan higiene yang buruk juga mempakan faktor risiko unruk penyakit infcksi amuba.
Penelitian ini hertujuan untuk mendapatkan ganmbanm hubungan kontanninasi air oleh Iihistobftica dcngan kejadian infcksi amuba asimptcmatik pada anak usia sekolah. Desain penelitiau case comrol, jumlah sampel 92 terdiri dari 46 kasus dan 46 kontrol. Pengumpulan data melalui pemeriksaan laboratorium , wawancara dan observasi. Analisa data dengan disuibusi fnekuensi, uji chi square dan regresi logistik.
Prevalensi kejadian infcksi amuba asimptomatik dengan pemeriksaan antigen Elhistolyrica pada tinja anak usia sekolah adalah 9,6 %. Faktor yang bcrhubungan dengan kejadian infeksi amuba asimptomatik pada anak usia sekolah adalah sarana sanitasi (jamban) dengan OR=5,27l (95% CI: 1,753 - IS,855) dan kebiasaan cuci tangan dengan OR=2,438 (95% CI: 1.051 » 5,654). Faklor risiko dorninan yang b¢rpenga.ruh terhadap kcjadian infcksi amuba asimptomatik pada anak usia sekolah adalah sarana sanicasi (iamban).
Faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian infeksi amuba asimptomatik pada anak usia sekolah adalah sarana sanitasi (iamban) dan kcbiasaan cuci tangan anak. Membangzm sarana jamban umum dan sarana jamban pribadi yang mcmenuhi syarat. Meningkatkan penyuluhan pada orang tua., anak usia sekolah, guru SD, kadcr dan tokoh masyarakat tentang pcnyakit infeksi amuba dan faktor-faktor yang mempcngaruhinya. Juga memberi pengobatan pada anak usia sekolah yang antigen E. histobdica positif pada tinja.

Amoeba infection disease in Kampung Mclayu chief village placed 9"` grade from l0"? highest disease in that area. estimated that in the area tbund many asymptomatic amoeba infections that contagious to others. Besides, bad condition of environment sanitation and bad hygiene also become risk factor for amoeba infection disease.
This research purpose is to obtain description of relation between water contaminations by Iihislogwxica and asymptomatic amoeba infection cases in school age children _ Research design is case controI,.total samples are 92 people that consist of 46 cases and 46 controls. Data gathering are through laboratory check-up, interview and observation. Data analysis is frequency distribution, chi-square test and logistic regression.
Case prevalence of asymptomatic amoeba infection with examination of lihiszolvrica antigen feces of school age children is 9_6 %_ Factor that related with asymptomatic amoeba infection cases in school age children is sanitation medium (toilet) with OR=5,27l and 95 % C|:l.753-15.855 and children rinse habit with OR=2,438 and 95% CI:l,05l-5,654 Dominant risk factor that affecting asymptomatic amoeba infection cases in school age children is sanitation medium (toilet).
Risk factor that affecting asymptomatic amoeba infection cases in school age children is sanitation medium (toilet) and children rinse habit. The building general toilet medium and building qualified toilet medium. Increase counseling to parents, school age children, SD teacher, cadre and public figure toward amoeba infection disease and affecting factors. Give medication to school age children that have positive histolytica antigen feces.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T32100
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Tujuan Untuk mengetahui frekuensi infeksi Cryptosporidium sp pada anak bawah tiga tahun (batita) dengan deteksi
gen 18S rRNA dari tinja yang sudah dipreservasi lama dan membandingkannya dengan modifi kasi metode tahan
asam (MTA) dari tinja hasil konsentrasi.
Metode Sejumlah 188 feses anak batita yang telah tersimpan selama 13 bulan di 4oC, dikonsentrasikan dengan teknik air eter,
selanjutnya dibuat sediaan, dipulas dengan pewarnaan MTA; sisa konsentrat diekstraksi DNA dengan teknik kejut panas dingin
dan penambahan proteinase K, lalu dilakukan PCR langsung terhadap gen 18S rRNA.
Hasil Proporsi sampel positif Cryptosporidium adalah 34.6% dengan PCR gen 18s rRNA dan 4.8% dengan pulasan
MTA dari tinja konsentrasi. Secara statistik perbedaan kedua hasil tersebut bermakna.
Kesimpulan Frekuensi infeksi Cryptosporidium sp di batita tinggi sekali dan penyimpanan tinja dalam larutan kalium
dikromat selama 13 bulan, tampaknya tidak mempengaruhi hasil PCR. Tingginya frekuensi infeksi Cryptosporidium di
populasi itu menunjukkan tingginya transmisi di daerah tersebut sehingga berpotensi menular ke kelompok yang rentan
misalnya imunokompromais.

Abstract
Aim To identify the frequency of Cryptosporidium infection in children below 3 years old by examining concentrated long term preserved stool using PCR detection of 18S rRNA gene and compared with modified (acid fast staining) technique. Methods Hundred eighty eight stools from children ≤ 3 years old, were stored for 13 months in 2.5% K2Cr2O7 solution at 40C. Cryptosporidium oocysts were isolated by water-ether concentration technique. The concentrates were smeared onto object glass and stained with modified acid fast staining, and the rest of the concentrates were DNA extracted by freezing and thawing cycles and proteinase K digestion, then direct PCR was done to detect 18S rRNA gene. Result The proportion of positive stools for Cryptosporidium sp by acid fast staining from concentrated stools and 18S rRNA PCR were 4.8% and 34.6% respectively, which showed statistically significant difference. Conclusion The frequency of Cryptosporidium infection among children ≤ 3 years old was very high and stool storage in K2Cr2O7 for 13 months did not affect the PCR result. High prevalence of Cryptosporidium infection indicated high transmission in that area and the potential to be transmitted to other individuals such as the immunocompromised."
[Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia], 2009
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Munthe, Mailis Suyanti
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masih tingginya pengembalian berkas klaim Inacbg’s Rawat Inap di RS Kanker “Dharmais” dimana pengembalian tertinggi disebabkan oleh konfirmasi koding dan resume medis. Hal ini berpotensi menimbulkan kerugan bagi RS akibat pembayaran klaim yang tertunda. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis kelengkapan dan ketepatan komponen diagnosis, prosedur dan koding terhadap besaran tarif klaim INA-CBG’s rawat inap di RS Kanker “Dharmais”. Studi kasus ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan wawancara mendalam dan telaah resume medis pasien kanker payudara yang mendapatkan kemoterapi selama bulan Maret 2018. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketidaklengkapan pengisian resume medis tertinggi dalam pengisian indikasi masuk rawat 41%, pemeriksaan fisik 20%, dan pemeriksaan penunjang 4% dari total 45 kasus yang ditelaah. Angka ketidaksesuaian penulisan diagnosis sekunder dan prosedur berturut-turut sebesar 40% dan 37.8%. Namun penulisan diagnosis utama sudah sesuai antara rekam medis dan resume medis. Ketidaktepatan koding diagnosis utama masih ditemukan yaitu sebesar 17.8%. Akibat dari ketidaktepatan koding diagnosis utama, ketidaksesuaian diagnosis sekunder dan ketidaksesuaian prosedur/tindakan terdapat selisih negatif sebesar Rp. 142.763.800. Untuk itu komitmen dari manajemen RS Kanker “Dharmais” yaitu tim yang terlibat dalam koding final yang merupakan tim internal rumah sakit perlu diperkuat dalam rangka meningkatkan kualitas berkas klaim dari aspek kelengkapan dan ketepatan diagnosis, prosedur dan koding sehingga didapatkan nilai klaim INA-CBG’s yang tepat.

The background of this research is the highest return of inpatient Inacbg’s claim in Dharmais Cancer Center because of confirmation of coding and medical resume. This would potentially become hospital loss of payment due to pending claims payments. The study was aiming to analyzing the completeness and accuracy of diagnosis, procedure and coding against amount of INA-CBG’s inpatient claim rate in Dharmais National Cancer Center. This case study research was using a qualitative approach by doing the indeph interview and analyzing the medical resume of breast cancer patients who received chemotherapy during March 2018. The result revealed that the incompleteness of the medical resume written was high in certain component e.a indication of admission (41%), physical examination (20%), supporting investigation(4%) of total 45 cases reviewed. Incorrect written of secondary diagnosis and procedure was 40% and 37.8%. Primary diagnosis is found match between medical record and medical resume. However, inaccuracy of primary diagnosis coding was found in the amount of 17.8%. Due to incompleteness and inaccuracy of claim have potentially effect hospital loss approximately by Rp. 142.763.800. Therefore, hospital should empowered the internal team tahat involve in the process of final coding in order to improve the quality of claim document started from the aspect of completeness and accuracy of diagnosis, procedure and coding to obtain the right claim value of INACBG’s.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagong Setyo Nugroho
"Kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang terjadi selama ini berkaitan erat dengan tingkat pertambahan penduduk dan pola penyebarannya yang kurang seimbang dibandingkan dengan penggunaan sumberdaya alam serta daya dukung lingkungan yang tersedia. Disamping itu kerusakan tersebut juga merupakan akibat dari pengaturan penggunaan sumberdaya alam dan lingkungan yang belum memadai. Akibat dari kondisi tersebut menyebabkan di beberapa daerah kerusakan lingkungan telah menjadi sedemikian parah dan rawan (kritis).
Di daerah lingkungan permukiman masalah utama yang masih tetap merupakan hal yang belum terpecahkan adalah masalah limbah. Bahan limbah, baik padat maupun cair yang dihasilkan belum dapat sepenuhnya ditangani dengan baik, karena masih menghadapi beberapa kendala, terutama dalam hal pengumpulan dan pengelolaan limbah serta dalam mendapatkan tempat buangan akhir yang baik. Sampai saat ini cara pembuangan limbah masih ada yang dibuang langsung ke sungai, ke got atau ke dalam lapisan bumi yang lebih dalam, di mana cara pembuangan yang demikian itu akan membahayakan kelangsungan kehidupan dunia.
Angle (dalam Murray and Lappin, 1967), mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi partisipasi seseorang dalam kegiatan di lingkungannya, ialah: usia, pekerjaan, penghasilan, pendidikan, dan lama tinggal di suatu tempat. Dalam uraiannya diterangkan bahwa individu dengan usia menengah keatas cenderung untuk aktif berpartisipasi dalam kegiatan yang ada di lingkungannya. Keaktifan dalam berpartisipasi ini merupakan implementasi pengetahuan yang diperoleh dari informasi atau pengalaman dalam kehidupannya, yang kemudian diistilahkan menjadi pemahaman. Dipakainya istilah pemahaman dalam penelitian Pemahaman Masyarakat di Bantaran Sungai Ciliwung tentang Sanitasi Lingkungan, karena dalam penelitian literatur yang ditemukan istilah pemahaman mengandung makna "mengerti dan slap melaksanakan". Artinya apabila seseorang telah memahami suatu masalah, berarti dia sudah mengerti dan siap melaksanakan pengertian tersebut. Jadi dengan penelusuran terhadap pemahaman masyarakat tentang sanitasi lingkungan dapat kita lihat tingkat keikutsertaan masyarakat di dalam pengelolaan lingkungannya.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pemahaman masyarakat di bantaran sungai Ciliwung kelurahan Kampung Melayu tentang sanitasi lingkungannya, dan mengidentifikasi sarana sanitasi lingkungan yang ada di daerah penelitian tersebut. Sedangkan hasilnya diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan peningkatan pemahaman sanitasi lingkungan di masyarakat dalam pengelolaan lingkungan terutama untuk daerah bantaran sungai Ciliwung, sehingga normalisasi fungsi sungai Ciliwung dapat dilaksanakan.
Hipotesis dari penelitian ini adalah bahwa tingkat pemahaman masyarakat di bantaran sungai Ciliwung kelurahan Kampung Melayu tentang sanitasi lingkungan akan mempengaruhi kondisi sanitasi lingkungannya, dan pemahaman masyarakat di bantaran sungai Ciliwung kelurahan Kampung Melayu tentang sanitasi Iingkungan dipengaruhi oleh umur, tingkat pendidikan, jenis kelamin, tingkat pendapatan, dan lamanya tinggal di tempat tersebut.
Teknik analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teknik deskriptif, sedangkan teknik korelasi dipergunakan untuk mencari hubungan antar variabel serta menggunakan analisis korelasi regresi berganda dan uji statistik. Data primer diperoleh dengan cars wawancara terstruktur melaui kuesioner dan wawancara mendalam. Pengambilan sampel secara purposif, mengingat populasi yang ada dalam kondisi homogen. Sedangkan data sekunder diperoleh dari kelurahan, kecamatan, atau instansi yang terkait.
Sedangkan hasil penelitian ditinjau dari kondisi daerah penelitian secara umum, kondisi sosial ekonomi responden, dari hasil penelitian serta pembahasan yang difokuskan pada masalah pengetahuan dan perilaku masyarakat bantaran sungai Ciliwung tentang sanitasi lingkungan ditinjau dari pemahamannya terhadap air bersih, pengelolaan air limbah, dan pengelolaan sampah; dapat ditarik kesimpulan bahwa: sarana sanitasi lingkungan yang teridentifikasikan berupa air bersih ketersediaannya sudah cukup memadai ditinjau dari pengertian air bersih yang berlaku di masyarakat bantaran sungai Ciliwung, di mana air bersih yang dimaksud adalah hanya air yang digunakan untuk memasak dan minum; karena kebanyakan masyarakat telah memiliki sumur pompa atau berlangganan dengan PDAM. Tetapi apabila air bersih yang dimaksud termasuk air untuk mencuci dan mandi, yang masih bertumpu kepada keberadaan air sungai, maka ketersediaan sanitasi lingkungan berupa air bersih masih kurang mencukupi.
Kondisi saluran drainase sebagai sarana pembuangan air limbah yang dihasilkan oleh rumah tangga yang ada di daerah penelitian, secara umum baik dan memenuhi syarat teknis serta memenuhi syarat bangunan; tetapi kondisi peruntukan dan perawatan saluran drainase sebagai sarana pengaliran air limbah kurang baik, terbukti dengan adanya air limbah rumah tangga yang menggenang (ngembeng), banyak terdapat sampan, terdapat timbunan tanah bekas sisa pembangunan, dan menimbulkan bau yang kurang sedap. Juga dijumpai saluran drainase tertutup oleh berbagai penggunaan seperti teras rumah, tempat mencuci, tempat meletakkan gerobak, tempat duduk, tempat memelihara ayam dan keperluan lain dalam kehidupan rumah tangga.
Tempat pembuangan sampah sementara (TPSS) keberadaannya relatif sangat jauh, yaitu berada di Jalan Jatinegara Barat, di dekat rel kereta api yang berbatasan dengan kelurahan Kebon Manggis, dan di pasar dekat kantor kelurahan, sehingga mereka memanfaatkan sungai dan badan sungai sebagai sarana pembuangan sampak Secara umum masyarakat membuang sampah langsung ke sungai Ciliwung dengan cara membungkus dengan plastik, di mana hal ini dilakukan untuk memudahkan pengangkatan sampah di pintu air Manggarai yang dianggapnya sebagai TPSS.
Pemahaman masyarakat bantaran sungai Ciliwung kelurahan Kampung Melayu tentang sanitasi lingkungan berada pada tingkatan sedang. Tingkatan jelek/buruk dalam hasil pembahasan ini tidak muncul. Tingkatan tinggi dalam pengetahuan, perilaku atau pemahaman berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan yaitu apabila minimal 60% responden memiliki kategori tinggi.
Pemahaman masyarakat bantaran sungai Ciliwung kelurahan Kampung Melayu tentang sanitasi lingkungan dipengaruhi secara nyata oleh jenis kelamin, pendidikan, dan lamanya tinggal di lokasi, sedangkan usia dan pendapatan menunjukkan pengaruh yang tidak nyata (non signifikan). Ketidaknyataan yang terjadi sebagai akibat adanya keterbatasan yang merupakan kendala terhadap pemahaman masyarakat, seperti padatnya permukiman, tingginya jumlah penduduk dengan segala sikap dan tabiatnya, atau sempitnya lahan yang tersedia untuk kegiatan-kegiatan yang terkait dengan peningkatan sanitasi lingkungan.
Untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang sanitasi lingkungan, disarankan peningkatan operasional aparat pemerintah ataupun lembaga struktural seperti aparat Kelurahan, RW, RT dan dapat menggunakan kelompok organisasi LSM yang sudah ada dimasyarakat, serta organisasi keagamaan; memasyarakatkan penggunaan MCK - umum, dengan pemeliharaan dan perawatan secara swa kelola dengan cara memberikan penjadwalan perawatan yang sifatnya wajib sesuai dengan musyawarah yang disepakati, pengguna MCK tidak harus membayar setiap kali memakai, tetapi dengan kompensasi wajib ikut menjaga dan merawat sesuai jadwalnya; disediakannya tempat pembuangan sampah di "sungai" dan pemrogramam secara "bottom up" pada proyek-proyek bantuan yang akan diberikan.

Ciliwung Community Understanding on Environmental Sanitation (Case study in kelurahan Kampung Melayu Jakarta. Timur)The damage incurred on natural resources and environment which is happening at present has close relationship with the increase of population and its dissemination pattern that is imbalance compared with the use of natural resources and environmental support provided. Beside that, the damage was also as the result of in-appropriate management of natural resources and environmental. The result of that condition makes the environment damages in some areas are so badly and critical.
In the living environment, the main problem which has not yet been solved is the solid waste problem. The waste, both solid and liquid resulted have not yet been fully handled seriously because of some constrains mainly in the form of waste collective, handling, and finding the appropriate places to dispose them. Up to the present, some people dispose of domestic waste into rivers, sea, or buried them in the deep hole in the land. All of those methods will threaten the survival of living creature in the world.
Angle (in Murray and Lappin, 1967), stated that several factors which influence people's participation toward environmental activities are: age, occupation, income, level of education, and duration of stay that locality.
In his further explanation, Angle mentioned that middle age persons and over tend to participate actively in every activity in their surroundings. This active participation is as an implementation of knowledge received from information or experience in their life which is later on called "understanding". The reason why the understanding is used in this research on Ciliwung Community Understanding Watershed on Environmental Sanitation, because in the literature's study, "Understanding", means "understand and ready to implement". It means that if somebody has an understanding about something, it means that he or she has already understood and ready to implement what he/she has already understood. So research toward community understanding on environmental sanitation can be seen from the level of their participation in the environmental management.
The goal of this research is to know the level of community understanding who live in the Ciliwung watershed of lain, kelurahan Kampung Melayu on environmental sanitation, and to identify the level of understanding toward environmental sanitation in the research area The results obtained, will be, it is hoped, useful as a consideration in the policy and program formulation of understanding improvement on community sanitation in the environmental management especially in the Ciliwung watershed area, so that normalization of the function of the Ciliwung river can be realized.
The hypothesis of this research is Ciliwung watershed community in kelurahan Kampung Melayu on environmental sanitation is affected by age, level of education, gender, level of income, and duration of living in that area. All of those mentioned above will influence the condition of environmental sanitation.
The technical analysis used in this research is descriptive and correlation is used to find out the correlation among variables, and statistical analysis is also used The data taken are primary and secondary data. Primary data are obtained through structural interview The sample is taken purposively, because the population is homogeneous. The secondary data are obtained from the kelurahan, sub-district office, and related institutions.
Based on the over all research results, the general condition of the research area such as social-economic condition of respondents, and research result and discussion which is focused on knowledge and behavioral problems of community in the Ciliwung watershed on environmental sanitation if it is looked from its understanding towards clean water, waste water management, and waste management, it can be concluded that: environmental sanitation equipment which can be identified such as clean water provided is appropriate, because most of the community have had their own water pump or clean water from Government Water Supply Center (PDAM). But if it is seen from the meaning of clean water that exist in the community of the Ciliwung river's flood plain, where the clean is meant the only water for cooking and drinking purposes, and the water for washing and having shower are still depending on the water of a river. So, the provideness of environmental sanitation on clean water, it is felt has not enough yet.
The drainage condition as a tool for disposal of waste water produced by housing in the research area, in general is good and fulfilled the technical and construction criteria. But in terms of allocation and maintenance of drainage channel is improper This is shown by the presented of blocked waste water from community houses, a lot of trash and a mound of soil come from renovated houses, and putrid odor. If we look into further, we will find out that in some areas, canals are covered by terraces, washing places, parking car, public meeting places, chicken coops and other purposes of community daily life.
The temporary waste disposal location (TPSS) is relatively far from the community houses. It is located at Jatinegara Barat Street (Jalan Jatinegara Barat), next to the railway which is in the border of Kebon Manggis sub-sub district area (kelurahan Kebon Manggis), and at the traditional market next to sub-sub district office (kantor kelurahan), so the community use river as a place to throw their house waste. Generally, the community, before throwing their house trash, they wrap up their trash with a plastic's bag. They pack their trash in order to simplicity in lifting them when its arrive to the Manggarai water gate that is considered by community as a TPSS.
The understanding of kelurahan Kampung Melayu's community on environmental sanitation is at the medium level. The lowest level of understanding has not come out in this discussion. It means that if other communities have already understood at the high level category even though, they are very few, it is considered that they are at medium level of understanding.
The high level in knowledge, behavior or understanding, based on the pre-determined decision that if 60% of the respondents are at the high level category, then in general the level is high.
The understanding of the community of the Ciliwung river's flood plain on environmental sanitation is influenced obviously by gender, education, the duration of stay at the location, nevertheless, age and income showed an insignificant influence (non significant). This is due to the various limitations, and it is considered as constraints toward community understanding, for example, the dense population area or the limitation of land space to conduct activities related to environmental sanitation development.
To improve community understanding on environmental sanitation, it is suggested to improve the operation of government personnel or structural institutions such as personnel of kelurahan, RW, RT and to encourage the existing NGOs to use the existing organizational group especially religious organizations; socialization of using public facilities (MCK) the preservation and maintenance of which are carried out by the community themself based on the agreed regulation such as self-help. Through these efforts, it is hoped that by using the MCK the community do not have to pay; and bottom-up program upon the project-aid given.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fera Retno Mangentang
"[Resume medis merupakan ringkasan seluruh masa perawatan dan pengobatan yang dilakukan oleh dokter kepada pasien. Kelengkapan resume medis adalah cerminan mutu rekam medis dan pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit. Penulisan diagnosis diisi lengkap dan sesuai arahan pada ICD-10. Penelitian dengan mix method, penelitian kuantitatif desain potong lintang untuk mengetahui hubungan karakteristik dokter dengan kelengkapan resume medis dan kesesuaian penulisan diagnosis berdasarkan ICD-10 sebelum dan sesudah JKN. Penelitian kualitatif untuk menggali informasi kelengkapan resume medis dan kesesuaian penulisan diagnosis berdasarkan ICD-10. Hasil penelitian menunjukkan karakteristik dokter berhubungan dengan kelengkapan dan kesesuaian penulisan diagnosis berdasarkan ICD-10. Rumah sakit harus menerapkan SIMRS guna peningkatan kecepatan dan ketepatan pengisian rekam medis termasuk resume medis.;Medical Resume is summary of the whole treatment and medication that performed by doctor to patient. Resume medical completeness is reflections of the medical record quality and service which given by Hospital. Diagnosis Writing filled complete and according to ICD-10. Research with mix method, Quantitative research design cross-sectional to know relationship doctor characteristic with Medical
Resume completeness and diagnosis writing suitability based on ICD-10 before and after JKN. Qualitative Research for dig information medic resume completeness and diagnose writing suitability based on ICD-10. Research Result showing the doctor characteristic correspond with completeness and suitability diagnosis writing based on ICD-10. The hospital must apply SIMRS in order to increase speed and accuracy
medical record filling including medical resume., Medical Resume is summary of the whole treatment and medication that performed
by doctor to patient. Resume medical completeness is reflections of the medical
record quality and service which given by Hospital. Diagnosis Writing filled
complete and according to ICD-10. Research with mix method, Quantitative research
design cross-sectional to know relationship doctor characteristic with Medical
Resume completeness and diagnosis writing suitability based on ICD-10 before and
after JKN. Qualitative Research for dig information medic resume completeness and
diagnose writing suitability based on ICD-10. Research Result showing the doctor
characteristic correspond with completeness and suitability diagnosis writing based
on ICD-10. The hospital must apply SIMRS in order to increase speed and accuracy
medical record filling including medical resume]"
Universitas Indonesia, 2015
T44655
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andini Rizayana
"Latar Belakang: Pneumonia merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada anak usia di bawah lima tahun (balita). Penelitian terkait faktor prognostik mortalitas pneumonia juga sudah banyak dilakukan sebagai upaya untuk menurunkan angka kematian. Namun, data terkait faktor yang memengaruhi mortalitas balita yang dirawat dengan pneumonia di Indonesia masih terbatas. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui angka mortalitas anak usia balita yang dirawat dengan pneumonia serta faktor prognostik yang memengaruhi luaran tersebut. Metode: Pengambilan data dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada periode Januari 2019 hingga Maret 2022, dengan metode analisis potong lintang pada populasi anak usia 1-59 bulan yang dirawat dengan pneumonia. Hasil: Dari 600 subyek didapatkan proporsi pneumonia yang tidak berbeda antara usia < 1 tahun (51,8%) dan 1-5 tahun (48,2%). Proporsi pneumonia pada anak balita di RSCM adalah sebesar 5 %, yang sebagian besar merupakaan pneumonia terkait rumah sakit (56,8%). Angka mortalitas yang didapatkan dari penelitian ini adalah sebanyak 195 subyek (32,5%). Faktor prognostik yang terbukti berhubungan dengan mortalitas adalah status imunisasi tidak lengkap (PR 3,706; IK 95% 1,320-10,405; p=0,013), peningkatan nilai prokalstitonin (PR 1,606; IK 95% 1,196-2,154; p=0,002), dan komplikasi sepsis (PR 2,090; IK 95% 1,486-2,940; p<0,0001). Faktor usia, hipoksemia, malnutrisi, anemia, abnormalitas nilai trombosit dan leukosit, peningkatan CRP, dan komorbiditas tidak terbukti berhubungan dengan mortalitas pada anak usia balita yang dirawat dengan pneumonia. Kesimpulan : Proporsi pneumonia pada anak usia balita yang dirawat dengan pneumonia di RSCM adalah 5%, dengan angka kematian mencapai 32,5%. Faktor yang berhubungan dengan mortalitas adalah status imunisasi tidak lengkap, peningkatan nilai prokalsitonin, dan komplikasi sepsis. Kata kunci: pneumonia, faktor prognostik, mortalitas, anak.

Background: Pneumonia is still a major cause of morbidity and mortality in children under five years of age (toddlers). Research related to prognostic factors that have roles in assessing mortality outcomes has also been carried out in an effort to reduce mortality due to pneumonia. However, until now, data regarding the factors that affect the mortality of children with pneumonia in Indonesia are still limited. Aim: This study aims are to determine the mortality rate of children under five who are treated with pneumonia, as well as prognostic factors that influence the outcome. Method: Data collection was carried out at Cipto Mangunkusumo Hospital in the period from January 2019 to March 2022, using analytic cross sectional on a population of children aged 1-59 months who were treated with pneumonia. Result: Of the 600 subjects, the proportion of pneumonia did not differ between the ages of <1 year (51.8%) and 1-5 years (48.2%). The proportion of pneumonia in children under five at the RSCM was 5%, most of which were hospital associated pneumonia (56.8%). The mortality rate obtained from this study was 195 subjects (32.5%). Prognostic factors that were shown to be associated with mortality outcomes were incomplete immunization (PR 3.706; 95% CI 1.320-10.405; p=0.013), increased procalcitonin value (PR 1.606; 95% CI 1.196-2.154; p=0.002), and complications of sepsis (PR 2.090; 95% CI 1.486-2.940; p<0.0001). Age, hypoxemia, malnutrition, anemia, abnormal platelet count, abnormal leukocyte count, elevated CRP, and comorbidities have not been shown to be associated with increased mortality in children under five who are treated with pneumonia. Conclusions : The proportion of pneumonia in children under five years of age who were treated with pneumonia at the RSCM was 5%, with a mortality rate of 32.5%. Factors"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Setyorini Mestika Mayangsari
"ABSTRAK
Latar belakang: Asma pada remaja di Denpasar, kota besar yang lingkungannya unik dengan tingkat polusi rendah tetapi tingkat memelihara hewan berbulu dan pajanan asap dupa yang tinggi, belum pernah diteliti.?Tujuan: Mengetahui prevalens, faktor risiko, gambaran fungsi paru dan perjalanan alamiah asma pada remaja usia 12-15 tahun di Denpasar.Metode: Penelitian potong lintang di tiga Sekolah Menengah Pertama SMP di Denpasar, Juni 2015-Februari 2016. Dilakukan perhitungan prevalens asma, perbedaan rerata persentase prediksi beberapa parameter fungsi paru antara kelompok asma dengan bukan asma, dan gambaran perjalanan alamiah asma yang terdiri dari proporsi asma berdasarkan awitan dan persistensi gejala sejak masa kanak. Beberapa faktor risiko ekstrinsik dan intrinsik asma yang berpotensi dianalisis dengan regresi logistik.Hasil: Prevalens asma adalah 11,9 dari total 708 subjek. Faktor risiko ekstrinsik yang bermakna adalah hewan peliharaan berbulu masuk kamar tidur RO 1,95; IK95 1,18-2,81; p 0,04 dan dupa dibakar dalam rumah RO 2,67; IK95 1,41- 5,04; p 0,03 . Faktor risiko intrinsik yang bermakna adalah adanya penyakit alergi pada keluarga RO 5,64; IK95 3,03-8,25; p 0,000 dan subjek RO 6,23; IK95 3,22-9,24; p 0,000 . Rerata prediksi FVC, prediksi FEV1 dan reversibilitas antara kelompok asma dan bukan asma ditemukan berbeda bermakna. Asma awitan lambat dialami oleh 50 subjek dan persistensi dari masa kanak terjadi pada 64,1 subjek.Simpulan: Prevalens asma pada remaja usia 12-15 tahun di Denpasar tidak jauh berbeda dari kota metropolitan di Indonesia dengan tingkat polusi udara yang lebih tinggi. Memasukkan hewan ke dalam kamar tidur, membakar dupa dalam rumah, dan penyakit alergi pada keluarga dan subjek tampaknya berperan sebagai faktor risiko.

ABSTRACT
"Background Adolescence asthma in unique urban environment of Denpasar with low air pollution, high furry pet keeping and incense smoke exposure has never studied.Objective To determine prevalence, risk factors, lung function and natural history of asthma in 12 15 years old adolescent at Denpasar.Methods The cross sectional study was conducted at three junior high schools between June 2015 and February 2016. The prevalence of asthma, mean differences in some lung function parameters between asthma and non asthma, and natural history consists of proportions of asthma based on onset and persistence of symptoms from childhood were calculated. Some extrinsic and intrinsic risk factors for asthma were analyzed with logistic regression.Results The prevalence of asthma among 708 subjects was 11.9 . Significant extrinsic risk factors were letting furry pets enter the bedroom OR 1.95 95 CI 1.18 2.81 p 0.04 and burning incense inside the house OR 2.67 95 CI 1.41 5.04 p 0.03 . Significant intrinsic risk factors were allergic manifestation in family OR 5.64 95 CI 3.03 8.25 p 0.000 and subject OR 6.23 95 CI 3.22 9.24 p 0.000 . Mean difference of predicted FVC and FEV1 and reversibility between both groups were differed significantly. Late onset asthma was experienced by 50 and persistence asthma from childhood occurred in 64.1 subject.Conclusion The prevalence of asthma in 12 15 years old at Denpasar is similar from higher air polluted metropolis cities in Indonesia. Letting furry pets entering the bedroom, burning incense inside the house, and allergic manifestation in families and subject appear as risk factors of asthma in adolescent."
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Kurniawan
"Tujuan: Menganalisis perbandingan informasi self-perceived dengan diagnosis klinis status karies gigi anak usia 12-15 tahun.
Metode: Penelitian dengan desain cross sectional menggunakan kuesioner untuk mendapatkan informasi self-perceived dan pemeriksaan indeks DMFT dan PUFA dilakukan pada 494 anak di enam SMP Negeri di Jakarta.
Hasil: Hasil sensitivitas paling tinggi untuk indeks DMFT gold standard adalah dari pertanyaan kebutuhan perawatan, yaitu 0.86 dengan spesifisitas 0.23. Hasil spesifisitas paling tinggi adalah dari pertanyaan mengenai sakit gigi 0.89 dengan sensitivitas 0.26. Untuk indeks PUFA gold standard , sensitivitas tertinggi adalah pertanyaan pendapat keadaan gigi 0.92 dengan spesifisitas 0.57. Spesifisitas paling tinggi adalah pertanyaan mengenai sakit gigi 0.82 dengan sensitivitas 0.40. Prevalensi dan skor rata-rata DMFT dan PUFA berurutan adalah 68.4 dan 2.4; 17.6 dan 0.2.
Kesimpulan: Kuesioner lebih sensitif terhadap indeks PUFA sebagai gold standard dibandingkan dengan indeks DMFT. Informasi self-perceived yang didapat dari kuesioner tidak dapat dengan baik mengevaluasi status klinis karies gigi karena kurangnya persepsi anak terhadap sehat dan sakit.

Objective: To analyze the comparison of self perceived information and clinically diagnosed dental health status among children aged 12 15 years.
Methods: A cross sectional study using questionnaire to obtain self perceived information and clinical examination using DMFT and PUFA indices was performed on 494 children in six junior high school in Jakarta.
Results: The highest sensitivity for DMFT index as the gold standard was found in question about treatment need, 0.86 with specificity of 0.23. The highest specificity was found in question about dental pain 0.89 with specificity of 0.26. When using the PUFA index as the gold standard, the highest sensitivity was found in question about opinion regarding dental health, 0.92 with specificity of 0.57. The highest specificity was found in question about dental pain 0.82 with sensitivity of 0.40. The prevalence and mean DMFT and PUFA index was 68.4 and 2.4 17.6 and 0.2, respectively.
Conclusion: Questionnaire was more sensitive using the PUFA index as the gold standard than the DMFT index. Self perceived information obtained from the questionnaire were of low value in evaluating dental health status due to the lack of children rsquo s health and disease perception.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>