Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161937 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Paulus Jasmin
"Penelitian ini membahas tentang Upacara Gawai Makna dan hubungan dengan hidup Masyarakat Dayak Mualang di Sungai Antu Hulu, Kee, Belitang Hulu Kabupaten Sekadau Kalimantan Barat. Upacara Gawai adalah bagian yang dari tradisi yang sangat panting di kalangan orang Mualang. Tujuan penelitian ini mengetahui makna gawai menurut pandangan orang Mualang, dan menemukan hubungannya dengan hidup manusia.
Penelitian ini menggunakan berbagai teori yang kiranya dapat mempertajam analisis dari tema yang dibahas. Beberapa teori yang digunakan di dalam tesis ini dengan maksud untuk mempertajam pembahasan mengenai upacara gawai.Saya mengambil infomasi dan berbagai informan, khususnya masyarakat setempat, antara lain: orang tua, dukun, orang muda, pengurus adat, sesepuh, perangkat desa, beberapa buku yang membahas mengenai latar belakang Suku Dayak Mualang. Dan tentunya yang lebih penting adalah pengamatan secara langsung dan terlibat serta wawancara mendalam terhadap beberapa tokoh yang mempunyai pengetahuan mengenai adat dan upacara gawai.
Hasil penelitian ini menemukan berbagai aspek penting dalam dalam upacara gawai. Melalui gawai kita dapat mengetahui secara lebih mendalam tentang masyarakat Mualang dalam hubungannya dengan pola hidup, sikap terhadap sesama, pandangan mengenai alam, dan pandangan mereka mengenai hidup. Aktivitas gawai menggambarkan seluruh aspek kehidupan masyarakat Mualang dalam hubungan dengan leluhur, kehidupan sosial dengan sesama manusia dan hubungan dengan alam semesta. Melalui gawai kita dapat mengetahui secara lebih mendalam tentang masyarakat Mualang dalam hubungannya dengan pola hidup, sikap terhadap sesama, pandangan mengenai alam, dan pandangan mereka mengenai hidup. Aktivitas gawai menggambarkan seluruh aspek kehidupan masyarakat Mualang dalam hubungan dengan leluhur, kehidupan sosial dengan sesama manusia dan hubungan dengan alam semesta.
Dalam hubungannya dengan hidup, Gawai merupakan sumber inspirasi bagi manusia untuk menata kehidupan bersama. Gawai patokan dalam menentukan sikap dan tata karma sopan santun. Pesan-pesan moral yang terdapat dalam upacara gawai kiranya menjadi sumber pengetahuan bagi masyarakat Mualang. Selain itu gawai juga menjadi sarana untuk memahami hubungan manusia dengan Tuhan (Petara), sesama dan alam semesta. Gawai berkerja sebagai sistem yang mempengaruhi semua aspek kehidupan orang Mualang, baik secara konret dalam perbuatan maupun dalam pikiran.
Pada akhimya penelitian ini mau menyadarkan kita bahwa, gawai Dayak Mualang merupakan ekspresi dari seluruh aspek kehidupan orang Mualang. Dengan mengetahui upacara gawai berarti mengenal Orang Mualang secara keseluruhan. Sebab gawai menggambarkan seluk beluk kehidupan Orang Mualang yang sesungguhnya. Penelitan ini akan berguna dalam upaya mengetahui dan mengenal secara lebih dekat Orang Dayak Mualang."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T21967
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian tato tradisional pada masyarakat Sumba, Nusa Tenggara Timur membahas secara deskriptif bentuk dan fungsi tato tersebut dengan menggunakan teori fungsional struktural, teori interaksionis simbolis dan teori semiotik/simbol yang dipergunakan memecahkan permasalahan secara ekletik."
2014
902 JPSNT 21:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bagyo Prasetyo
"Kebudayaan sebagai suatu sistem merupakan seperangkat gagasan-gagasan yang membentuk tingkah laku seseorang atau sekelompok orang dalam suatu ekosistem. Hubungan antara manusia dan lingkungan tersebut menghasilkan bentuk-bentuk kebudayaan sebagai sarana adaptasi. Dalam kaitan inilah penelitian mengenai penempatan benda-benda megalitik di Kawasan Lembah Iyang-Ijen, Kabupaten Bondowoso dan Jember, Jawa Timur dilakukan. Hasil analisis membuktikan bahwa sebagian besar masyarakat pendukung budaya megalitik di daerah penelitian mempunyai kecenderungan untuk melakukan pemilihan lokasi-lokasi di tempat-tempat yang mereka anggap ideal dalam mempermudah aktivitas mereka, baik yang berkaitan dengan unsur-unsur subsistensi maupun sebagai penunjang dalam mewujudkan konsep-konsep megalitik yang dianut. Tiga faktor utama yang menjadi strategi dalam pertimbangan pemilihan suatu lahan untuk ditempati adalah faktor kapabilitas lahan, faktor ketersediaan sumber batuan, dan faktor aksesibilitas. Makin tinggi kemampuan ketiga faktor tersebut maka akan semakin menjadi pilihan dalam penempatan suatu bahan untuk kegiatan. Namun demikian secara bersama-sama, ke-3 faktor tersebut belum tentu dapat menjadi indikator paling utama, hal ini didasarkan pada tingkat keragaman dari lingkungan itu sendiri. Suatu lahan dapat menyediakan daya dukung tinggi sesuai dengan faktor-faktor tersebut di atas, akan tetapi dapat terjadi bahwa sebagian kecil dari kesatuan sumberdaya lingkungan tersebut (seperti bentuklahan, tanah, ketinggian, kelerengan, sumber batuan, atau jarak sungai) mempunyai tingkat daya dukung yang kurang baik. Walaupun demikian, dengan kemampuan teknologi maka masyarakat megalitik dapat menyikapi kekurangan-kekurangannya selama sebagian dari daya dukung lingkungannya yang lain cukup baik.
----------
Culture, as a system, is a series of ideas, which construct individual or group behavior in an ecosystem. The relationship between human and the environment produces various forms of cultures as adaptation means. It is in this relation that the investigation on the placement of megalithic objects in the Area of Iyang-Ijen Valley in the Regencies of Bondowoso and Jember, East Java was conducted. Analyses results have proven that most of the communities that bear the megalihtic cultures within the investigation area tended to chose locations at places that they considered ideal to ease their activities, both in terms of subsistence and to realize the megalithic concepts that they believed. There are three main factors, which are part of the strategies in choosing a piece of land to stay, namely land carrying capability, availability of rock sources, and accessibility. The better those factors are, the higher chance that a place be chosen to carry out certain activities. Together, however, those three factors do not always be the main indicators because there is another important factor, which is the level of variability of the environment. An area can has a good carrying capacity in accordance with those three factors, although a small part of its environment (geomorphology, type of soil, elevation, inclination degree of its slopes, sources of rocks, and distance to rivers/water sources) may has low carrying capacity. However, with their technological ability the megalithic community there can deal with those impediments as long as the other parts of the environment have quite good carrying capacity."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
D950
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Mata pencaharian masyarakat adat sebagai peladang berpindah (shifting cultivation) menjadi dasar tcrbentuknya wilayah teritorial didalam daerah masyarakat adat. Dengan demikian wilayah genealogis dan teritorial merupakan kesatuan sosial politik yang membentuk kesatuan integrative. Bagi masyarakat adat, tanah bukan sekcdar bemilai ekonomis namun mempunyai hubungan magis dengan kehidupan dan menyangkut harga diri mereka. Masuknya Pcrusahaan Perkebunan Kelapa Sawit ke wilayah masyarakat adat tclah mcmbawah dampak yang begitu besar terhadap kehidupan masyarakat. Dalam hal ini Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit tclah merusak tatanan kehidupan masyarakat dari hal kepemilikan tanah maupun pola kchidupan masyarakat. Tulisan ini mencoba incnggambarkan perubahan yang terjadi dalam masyarakat adat akibat pcmbangunan kelapa sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur, Propinsi Kalimantan Tengah."
2014
902 JPSNT 21:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Gunawan
"ABSTRAK
Penelitian ini mengenai risiko viktimisasi secara virtual yang bertransisi menjadi risiko aktual. Proses transisi risiko dari virtual melalui sarana media sosial
bertansisi menjadi risiko aktual patut dipandang sebagai sebuah masalah yang untuk diteliti.. Karena saat ini masih terdapat pengguna media sosial yang terpapar
risiko viktimisasi seksual yang umumnya anak perempuan hingga bertransisi korban secara aktual, yang seharusnya dapat dicegah melalui pemahaman mengenai penyalahgunaaan media sosial serta pengawasan dari orang tua, guru
dan masyarakat sehingga megurangi terjadi korban lain berjatuhan. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut untuk menjelaskan bagaimana hubungan
antara pola interaksi virtual remaja perempuan melalui media sosial dengan risiko viktimisasi seksual mereka ketika interaksi virtual berubah menjadi interaksi
aktual. Metode yang digunakan metode gabungan, yang menggunakan data kuantitatif dikonfirmasi dengan data kualitatif atau Mix method One-Phased Model. Melalui data kuantitatif dalam mencari signifikansi hubungan antar
variabel digunakan koefisien korelasi product moment-Pearson, untuk mencari
signifikansi hubungan variabel X dengan Variabel Y yang melalui data kuantitatif
dengan n= 208. Respondennya terdiri dari SMAN 5 Bekasi, SMA Islam
Assyafi‟iyah, dan SMA PB Sudirman diolah melalui bantuan SPSS versi 20. Melalui data kualitatif digunakan metode wawancara kepada narasumber dan responden kemudian diinterpretasikan. Hasil dari Koefisien Determinasi (KD)
adalah sebesar 84.82 %, dan sisanya sebesar 15.18 % oleh variabel lain yang tidak
diteliti (implisit eksogenous/epsilon). Selanjutnya perhitungan di konfirmasi
melalui data kualitatif hasil wawancara. Kesimpulan hasil penelitian
Penggunaannya media sosial dikalangan siswi SMA yang memiliki eksposur
online yang sangat tinggi berpotensi terjadi risiko viktimisasi seksual. Faktor yang
paling besar dalam menentukan terjadi risiko viktimisasi ini adalah pengawasan.
Semakin sering menggunakan media sosial, maka semakin besar risiko anak
menjadi korban kejahatan penyalah gunaan media sosial. Semakin jarang
menggunakan media sosial, maka semakin kecil risiko anak menjadi korban
penyalahgunaan media sosial.

ABSTRACT
This study is focused on the risks of girl sexual victimization on social media which the
transform to be the actual risk. The process of transformation from the virtual sexual risk
through social media to be an actual risk should be viewed as a problem to be
investigated. Because there are still many girl who use social media are exposed to the
risk of virtual sexual victimization that transform into actual sexual victim risk, which
actually could be prevented misuse of social media through an understanding of social
media as well as the supervision of parents, teachers and the community that happen
eliminate further victims. The purpose of this study are to analyze how the relationship
between the ways of use social media with sexual risk victimization on virtual which
transformed to be sexual risk victimization in real. The method used in this research is the
combined method, which uses quantitative data and qualitative data which use in the
same time, and the result from quantitative data confirmed by qualitative data or known
as Mix-method One-Phased Model. Through quantitative data in the search for
significance of the relationship between variables use Product Moment Correlation
Coefficient-Pearson to find out the significance relationship between variable X with
variable Y, and continued confirmed the relationship between dependent variable and
independent variable by using qualitative data interpreted from interview with
respondents, and interviewees. Population taken from female students of SMAN 5
Bekasi, Islam Assyafi'iyah SMA and SMA PB Sudirman. By using Solvin formula it
resulted sample n=208. Results of the coefficient of determination (KD) is amounted to
84.82%, and the balance of 15:18% by other variables not studied (implicit exogenous /
epsilon). Further calculations confirmed through interviews qualitative data. Conclusion
of the study is the use of social media among high school female students who have a
very high online exposure could potentially occur risk of sexual victimization. The
biggest factor in determining the risk of victimization happens is capable guardian."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Maududi Muhammad
"Dalam kondisi pasar hari ini, konsumen menginginkan brand yang mereka gunakan mengambil sikap terhadap isu sosial tertentu, termasuk di Indonesia. Ketika brand memiliki kecocokan dengan pesan aktivisme, tujuan, nilai, dengan praktik perusahaan yang pro terhadap isu sosial, serta terlibat aktif dalam Brand Activism, hal ini dapat menciptakan perubahan sosial dan keuntungan terbesar dalam brand equity.Brand Activism tumbuh dan menyebar di lingkungan pemasaran. Hal ini ditandai dengan fenomena Brand Activism yang telah mendapat perhatian baik di dunia akademis, maupun dikalangan pemasar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara Perceived Argument Quality, Perceived Authenticity, Perceived Altruistic Motives, Perceived Self-Interest Motives, Brand Trust, Brand Attitude, dan Brand Loyalty. Penelitian ini mengambil argumen Brand Activism kampanye “Setiap U Beri Kebaikan” Unilever Indonesia. Pengambilan data dilakukan dengan metode descriptive sampling menggunakan survei online kepada responden generasi z dan generasi milenial dalam rentang usia 18-39 tahun yang mengetahui kampanye “Setiap U Beri Kebaikan” dari Unilever Indonesia. Sebanyak 181 responden yang memenuhi kriteria terkumpul yang kemudian diolah dan dianalisis menggunakan Partial Least Square-Structural Equation Method (PLS-SEM). Hasil penelitian menunjukkan Perceived Argument Quality berpengaruh positif terhadap Brand Trust, tetapi tidak terhadap Brand Attitude. Selanjutnya, Perceived Authenticity memiliki pengaruh positif terhadap Brand Attitude dan Brand Trust. Kemudian, Perceived Altruistic Motives memiliki pengaruh positif terhadap Brand Trust, tetapi tidak terhadap Brand Attitude. Selanjutnya, Perceived Self-Interest Motives tidak berpengaruh secara positif terhadap Brand Attitude dan Brand Trust. Terakhir, Brand Attitude dan Brand Trust berpengaruh positif terhadap Brand Loyalty. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan oleh pemasar dan manajemen perusahaan yang ingin menerapkan Brand Activism terhadap brand yang akan dikampanyekan.

In today's market conditions, consumers want the brands they use to take a stand on certain social issues, including in Indonesia. When a brand matches activism messages, purpose, values, with pro-social corporate practices, and engages actively in brand activism, it can create social change and the greatest gains in brand equity. Brand activism grows and spreads in the marketing environment. This is indicated by the phenomenon of Brand Activism which has received attention both in the academia and among marketers. This study aims to determine the relationship between Perceived Argument Quality, Perceived Authenticity, Perceived Altruistic Motives, Perceived Self-Interest Motives, Brand Trust, Brand Attitude, and Brand Loyalty. This research takes a case study of Unilever Indonesia's “Every U Does Good” campaign. Data collection was carried out using a descriptive sampling method using an online survey of respondents from generation z and millennial generation in the age range of 18-39 years who know Unilever Indonesia's "Every U Does Good" campaign. A total of 181 respondents who met the criteria were collected which were then processed and analyzed using the Partial Least Square-Structural Equation Method (PLS-SEM). The results showed that Perceived Argument Quality had a positive effect on Brand Trust, but not on Brand Attitude. Furthermore, Perceived Authenticity has a positive influence on Brand Attitude and Brand Trust. Then, Perceived Altruistic Motives has a positive influence on Unilever Indonesia's Brand Trust, but not on Brand Attitude. Furthermore, Perceived Self-Interest Motives have no positive effect on Brand Attitude and Brand Trust. Last, Brand Attitude and Brand Trust have a positive effect on Brand Loyalty. The results of this study can be used as a reference by marketers and company management who want to apply Brand Activism to the brand that will be campaigned."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ulfa Riany Fajrin
"Dalam sejarah kepemilikan tanah, hak ulayat masyarakat adat telah diakui dan dihormati oleh negara dan terdapat pengaturannya pada perundang-undangan di Indonesia. Tanah ulayat di Papua menjadi penting karena mengikat budaya dan identitas masyarakat adat. Konflik di Papua sering terjadi mengenai sengketa tanah. Seperti yang ada pada putusan Mahkamah Agung Nomor 4241 K/Pdt/2022 dimana permasalahan timbul ketika warga lokal Papua yang bukan merupakan bagian dari masyarakat hukum adat membeli tanah ulayat untuk kepentingannya melalui masyarakat hukum adat di distrik Hubikiak, Wamena Kota. Jual beli dilakukan sesuai dengan proses hukum adat yaitu dengan cara pelepasan hak atas tanah adat yang diawasi oleh kepala adat atau Ondoafi, para tetua adat, ketua RT/RW. Setelahnya dilanjutkan dengan membuat permohonan penerbitan SHM kepada BPN. Dalam hukum adat, penerbitan sertifikat harus menyertakan bukti surat pernyataan pelepasan hak atas tanah. Pendaftaran tanah selain dapat memberikan kepastian hukum juga sangat penting karena merupakan alat bukti kepemilikan yang sah dan diakui oleh negara. Pengakuan hak milik seringkali bertentangan dengan hukum adat karena terdapat ketidakselarasan dengan konsep hukum modern. Oleh karena itu, adapun permasalahan mengenai bagaimana pengaturan tanah ulayat di masyarakat hukum adat Papua berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kedudukan surat hak milik yang berasal dari tanah ulayat masyarakat hukum adat Papua. Guna menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan metode penelitian doktrinal dengan melakukan kajian objek hukum berupa peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang berupa bahan hukum primer yang relevan dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini adalah peraturan hukum mengenai kesejahteraan masyarakat adat dalam peraturan UU Otsus Papua dan Perdasus Papua, namun implementasinya masih sangat kurang serta mengenai kedudukan surat hak milik yang berasal dari tanah ulayat masyarakat hukum adat meskipun bertentangan dengan hukum adat harus diakui karena merupakan bukti kepemilikan yang sah menurut hukum dan diakui oleh negara. Sehingga, objek tanah jika sewaktu-waktu diakui kembali oleh masyarakat hukum adat tidak dapat dipermasalahkan maupun diambil alih.

In the history of land ownership, the rights of indigenous peoples have been recognized and respected by the state and have been laid down in the laws of Indonesia. The land of rite in Papua has become important because it binds the culture and identity of indigenous peoples. Conflicts in Papua are often about land disputes. As in the decision of the Supreme Court Number 4241 K/Pdt/2022 where the problem arises when the local citizens of Papua who are not part of the customary law community buy land for their interests through the ordinary llaw society in the district of Hubikiak, Wamena Kota. The sale is carried out in accordance with customary legal processes that is by the way of realese of the right to the original land supervised by the chief or Ondoafi, ordinary elders, the head of RT/RW. Afterwards proceeded by making a request for the issuance of SHM to BPN. In customary laws, the issue of the certificate must include proof of th declaration of the release of rights to the land. Land registration, in addition to providing legal certainty, is also very important as it is a legitimate and state recognized proof of ownership. The recognition of property rights is often contrary to customary law because it is inconsistent with modern legal concepts. Therefore, with regard to the problem of how the arrangement of land in Papua customary law society is based on the rules of the laws in force and the position of the title of property originating from the land of the Papua common law society. In order to answer these questions, this study uses the method of doctrinal research by conducting a study of legal objects such as regulations of laws and judgments of courts. The data used is secondary data that is primary legal material relevant to this research. The results of this research are legal regulations concerning the welfare of indigenous peoples in the regulations of the Otsus Papua and the Perdasus Papua, but their implementation is still very poor as well as regarding the position of the title of property originating from the land of the communities the customary land law although contrary to customary laws must be recognized as proof of legitimate ownership according to the law and recognized by the state. Thus, the object of land if at any time recognized by the common law society cannot be challenged nor taken."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"In perspective of consumer culture or we call consumtive culture are some individual life pattern, family, and group of society who are not too positive or useless. This life behaviour tend to benefit as well the production and could push them to violate the value, norms, attitude, behaviour, rule, law and religion. Some of our society tend to develop pattern of their life which is useless, even consider that is properly and natural. In some our society even consider as a life style, so need to be prevented in their life. The development of their life pattern generally with expanding of cultural load and producers successful to influence the consumer network for the social-economic advantage. "
WADWMPD
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mulyana W. Kusumah
Bandung: Alumni, 1981
340.115 MUL b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Riska Elvriza
"ABSTRAK
Masa cohabitation pertama pada Republik V Prancis dimulai dengan diangkatnya Jacques Chirac sebagai perdana menteri. Presiden Prancis Francois Mitterrand memilih Jacques Chirac sebagai perdana menteri setelah koalisi partai kanan berhasil memenangkan pemilihan legislatif tahun 1986.
Francois Mitterrand yang berasal dari Partai Sosialis dan beraliran kiri harus bekerja sama dengan Jacques Chirac dari RPR (Rassemblement pour la Republique) yang beraliran kanan untuk menjalankan pemerintahan. Banyak konflik yang timbul karena perbedaan politik di antara keduanya.
Saling akomodasi antara Francois Mitterrand dan Jacques Chirac terjadi pada saat pembentukan kabinet. Jacques Chirac menyetujui untuk melibatkan Francois Mitterrand dalam pembentukan kabinet. Sebagai gantinya, Jacques Chirac meminta dilibatkan dalam pengambilan keputusan masalah luar negeri. Namun, pada saat penetapan kebijakan, tidak ada akomodasi di antara keduanya. Francois Mitterrand menolak kebijakan yang diambil oleh cabinet Jacques Chirac dengan cara menolak menandatanganinya atau melalui wakil-wakilnya di parlemen.

"
2001
S13453
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>