Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 158875 dokumen yang sesuai dengan query
cover
I Ketut Bagiarta
"Berlakunya UU No. 36 tahun 1999 menubah paradigma penyelenggaraan jasa telekomunikasi di Indonesia dari monopoli menjadi kompetisi, baik untuk badan penyelenggara maupun jenis jasa yang akan dilayani oleh para operator. Dengan kompetisi yang sangat ketat tersebut memicu kreatifitas setiap pelaku bisnis untuk selalu berusaha menjadi terdepan yang berdampak terhadap kinerja perusahaan itu sendiri. PT Telkom Tbk dengan kemampuan, pengalaman serta infrastruktur yang dimiliki berusaha untuk menjadi terdepan dengan melakukan inovasi-inovasi mengikuli perkembangan teknologi komunikasi yang sangat dinamis perkembangannya. Sebagai penyelenggara jasa telekomunikasi domestik dan internasional, diharapkan dapat meningkatkan kinerjanya sehingga secara fundamental sahamnya makin menarik untuk dilirik oleh penanam modal (investor). Pembicaraan mengenai nilai sebuah saham juga menyangkut perkiraan prestasi perusahaan di masa depan yang dinilai dari kinerja keuangan selama waktu tak terhingga, yang dapat diamati dari laporan keuangan yang dikeluarkan secara periodik. Dalam penulisan karya akhir ini, penulis akan mencoba menganalisis kinerja keuangan dan menilai harga saham PT Telkom, Tbk, dengan melakukan analisis laporan keuangan selama periode tahun 2001-2005.
Sedangkan dalam penilaian harga saham dilakukan analisis fundamental sebelum membuat asumsi-asumsi untuk peramalan earning perusahaan mass depan. Dalam melakukan penilaian fair value dari PT Telkom Tbk penulis menggunkan n letode discounted cash flow valuation dengan membandingkan metode penilaian Free Cash Flow to Equity de^gan F''nsh Flow to the Firm, dan mempertimbangkan pengaruh lingkungan di mana perusahaan melakukan usahanya dengan melakukan top-down analysis sebelum membuat asumsi untuk meramalkan prospek perusahaan di masa datang. Dari hasil analisis kinerja keuangan PT Telkom, Tbk, secara umum menunjukkan bahwa kinerja keuangan Telkom dari tahun 2001 - 2005 menunjukkan pertumbuhan yang membaik. Sedangkan basil perhitungan valuasi terhadap saham PT Telkom, Tbk diperoleh intrinsic equity per share sebesar Rp 6.649,00 serta intrinsic firm per share sebesar Rp 6.369,00. Dengan rnembandingkan nilai tersebut dengan current market price (share (tanggal 29 Desember 2005) sebesar Rp 5.900,00 maka dapat dikatakan bahwa saham PT Telkom, Tbk berada pada posisi undervalue rata-rata sebesar Rp 609 per Iembar sahamnya.
Kasus ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pihak yang berkepentingan, baik bagi manajemen perusahaan serta para penanam modal (investor). Bagi perusahaan, pemilihan strategi yang tepat yang didasarkan pada prediksi ke depan sebelum melakukan strategi tersebut, akan mengurangi resiko ketidakpastian dalam pelaksanaannya. Bagi investor, mengingat bisnis telekomunikasi memiliki potensi yang cerah di masa depan, dan berdasarkan perhitungan nilai intrinsik saham ini berada pada posisi undervalued, maka PT Telkom, Tbk merupakan alternatif yang baik untuk berinvestasi dan disarankan untuk mengambil posisi buy (beli).

Since UU No.36 Year 1999 (Government regulation) begin to rules, paradigm of all telecommunication operator has change from monopoly to become competition, for both operation and product that served. Tight competition will create creativity from all businessman in objective to become the leader, by which will effect companies own productivity. PT. TELKOM Tbk, with its ability, experiences, and infrastructures, commit to become the leading company by creating new innovation in communication technology where evolution is very dynamic. As a telecommunication operator for domestic and international region, Public hopes that PT Telkom will increase its productivity, in which fundamentally will increase its share value and automatically will interest investors. The value of a share is depend on company achievement in the future based on finances evaluation during several period of time, which can be evaluated from finances activity evaluation that was released periodically.
Related to the thesis, writer will analyze finances report of PT.Telkom during period of 2001 - 2005. While on share value estimation, we will analyze fundamentals before making any assumption for Estimate Company earning in the future. In calculating fair value of PT. Telkom Tbk, writer will use discounted-cash-flow-valuation method by comparing free cash flow to equity with free cash flow to the firm, and also considering the surroundings/ environment where the company live, by conducting top-down analysis before making any assumption to predict company prospect in the future.
Result of analysis Finances activity of PT Telkom Tbk, generally that Management activity from year 2001 - 2005 shows a better growth. While valuation calculation to PT. Telkom,Tbk share we have intrinsic equity per share is Rp 6,648 while intrinsic firm per-share is Rp 6,369. Comparing those value with current market price/share (29 December 2005) by Rp 5,900.00, we can conclude that PT.Telkom, Tbk share is in undervalue position with average Rp 609 per share. We hope that this would give a benefit for all concerned parties, both management and investors- Company must choose the prefect strategy which based on future prediction before applying strategy in order to reduce uncertainty in implementation. Considering that telecommunication business has bright potency in the figure, and based on calculation in intrinsic value, this share is in undervalue position, therefore PT. Telkom,Tbk could be one of a good alternative to invest money (buy position)."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T18301
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Fadlila
"ABSTRAK
Berlakunya UU No. 36 tahun 1999 merubah paradigma penyelenggaraan jasa telekomunikasi di Indonesia dari monopoli menjadi kompetisi, baik untuk badan penyelenggara maupun jenis jasa yang akan dilayani oleh para operator. Salah satu langkah awal penerapan UU di atas adalah menyelesaikan kepemilikan bersama antara dua perusahaan pemegang hak monopoli jasa telekomunikasi yaitu PT Telkom, Tbk sebagai penyelenggara jasa telekomunikasi domestik dan PT Indosat, Tbk sebagai penyelenggara jasa sambungan langsung intemasional. Penyelesaian kepemilikan bersama ini diharapkan dapat meningkatkan kinetja keduanya, sehingga secara fundamental sahamnya makin menarik.
Pembicaraan mengenai nilai sebuah saham juga menyangkut perkiraan prestasi perusahaan di masa depan. Prestasi perusahaan dapat dinilai dari kinerja keuangan selama periode tertentu, yang dapat diamati dari laporan keuangan yang dikeluarkan secara periodik. Kinetja keuangan yang lebih fundamental dalam menjelaskan kekuatan dan kelemahan keuangan perusahaan adalah rasio keuangan. Untuk itu dalam penulisan karya akhir ini, saya akan mencoba menganalis kinerja keuangan dan menilai harga saham PT Telkom, Tbk. Analisa laporan keuangan dilakukan selama periode tahun 1998 - 2002, yang me1iputi analisa likuiditas, profitabilitas, aktivitas dan solvabilitas. Sedangkan dalam penilaian harga saham dilakukan analisa fundamental sebelum membuat asumsi-asumsi untuk peramalan earning perusahaan masa depan. Analisa industri telekomunikasi dan PT Telkom, Tbk, pada dasamya, ditujukan untuk mengidentifikasi keadaan ekonomi makro Indonesia, kondisi industri telekomunikasi Indonesia, analisa siklus industri, analisa siklus bisnis, strategi bersaing perusahaan dan pertumbuban pasar.
Secara umum, ada tiga pendekatan yang dapat digunakan dalam melakukan penilaian fair value dari suatu saham (valuation). Yang pertama adalah discounted cash flow valuation, yang menghubungkan nilai suatu asset dengan nilai sekarang dari arus kas masa depan yang diharapkan dari asset tersebut. Yang kedua adalah relative valuation, yang mengestimasi nilai asset dengan melihat pada penentuan harga pada asset-asset yang sebanding secara relative terhadap variabel-variabel yang umum seperti earnings, cash flow, book value atau sales. Yang ketiga adalah contingent claim valuation, yang menggunakan option pricing model untuk mengukur nilai suatu asset yang memiliki karakteristik option.
Terlepas dari model mana yang akan digunakan, asumsi-asumsi yang mendasari pembuatan analisalah yang sebenarnya lebih penting dalam meramalkan earning yang dapat dihasilkan perusahaan di masa depan. Karena prospek perusahaan terkait dengan faktor-faktor ekstemal di luar perusahaan itu sendiri, maka dalam membuat analisa fundamental ini, harus mempertimbangkan lingkungan di mana perusahaan melakukan usahanya.
Karena itu, sangat beralasan jika dilakukan top-down analysis sebelum membuat asumsi untuk meramalkan prospek perusahaan masa datang. Pertama dilakukan analisa mengenai keadaan makro dari negara di mana perusahaan melakukan usahanya dan dilanjutkan dengan analisa industri dimana perusahaan beroperasi serta melihat posisi perusahaan relatif terhadap perusahaan-perusahaan lain dalam industri tersebut. Baru setelah itu, dilakukan peramalan earning perusahaan masa depan dan melakukan penilaian dengan metode yang ada.
Dengan metode analisa di atas, terlihat jelas bahwa basil dari valuation ini akan didasari pada asumsi-asumsi yang didapat dari analisa fundamental yang dibuat pada awal proses tersebut. Karena itu analisa fundamental dapat dikatakan sebagai kunci dari proses penilaian fair value dari saham ini. Analisa fundamental yang baik akan membuat proses valuation ini memberikan hasil yang maksimal sehingga tentunya dapat digunakan oleh investor dalam mengambil keputusan investasi.
Dari hasil analisa kineija keuangan PT Telkom, Tbk, secara umum baik rasio likuiditas, profitabiltas dan solvabilitas menunjukkan bahwa kinerja manajemen Telkom dari tahun 1998-2002 menunjukkan peningkatan yang membaik. Dan peningkatan signifikan terjadi setelah adanya penyelesaian kepemilikan bersama antara PT Telkom, Tbk dan PT Indosat, Tbk.
Sedangkan basil perhitungan valuasi terhadap saham PT Telkom, Tbk diperoleh value of equity perusahaan sebesar Rp 65.027.878.394.000. Setelah membagi nilai tersebut dengan jumlah saham perusahaan yang beredar (10.079.999.640 lembar saham) maka diperoleh intrinsic equity per share sebesar Rp 6.451. Dengan membandingkan intrinsic equity per share perusahaan dengan current market price /share (tanggal 27 Des 2002) sebesar Rp 3.850, maka dapat dikatakan bahwa saham PT Telkom, Tbk berada pada posisi undervalued sebesar Rp.2.601 per lembar sahamnya.
Kasus ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pihak yang berkepentingan, baik bagi manajemen perusahaan, investor dan pemerintah. Bagi perusahaan, pemilihan strategi yang tepat yang didasarkan pada prediksi ke depan sebelum melakukan strategi tersebut, akan mengurangi resiko ketidakpastian dalam pelaksanaannya. Bagi pemerintah, restrukturisasi di industry telekomunikasi memberikan masukan yang berharga untuk kebijakan-kebijakan yang lainnya agar dampak dari restrukturisasi suatu sektor dapat dikaji terlebih dahulu secara mendalam agar tidak terjadi kebijakan sesaat dan tumpang tindih di masa yang akan datang. Bagi investor, mengingat bisnis telekomunikasi memiliki potensi yang cerah di masa depan, dan berdasarkan perhitungan nilai intrinsik saham ini berada pada posisi undervalued, maka PT Telkom, Tbk merupakan altrnatif yang baik untuk investasi dan disarankan untuk mengambil posisi buy.
"
2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitria Ilham
"ABSTRAK
PT Medco Energi Intemasional merupakan perusahaan yang berada dalam industri minyak dan gas burni bertekad untuk menjadi "Perusahaan Energi Pilihan" karena itu banyak strategi yang dirancang oleh perusahaan untuk menjaga profitabilitas dalam jangka pendek dan memelihara tingkat pertumbuhan yang sehat dalam jangka panjang.
Walaupun strategi yang dijalankan untuk perturnbuhan perusahaan belum optimal meskipun demikian pada tahun 2003, perusahaan dapat membukukan Laba Bersih dan Pendapatan yang cukup memuaskan, yaitu masing-masing sebesar USD 53,44 juta dan USD 463,37 juta. Berdasarkan dari rasio keuangan perusahaan juga dapat dilihat secara umum dari lima tahun terakhir yaitu 1999 - 2003 pertumbuhan perusahaan sangat baik yaitu dengan rata-rata perturnbuhan 24% yaitu perhitungan berdasarkan penjualan dari perusahaan. Kinerja keuangan perusahaan merupakan ukuran yang fundamental. Untuk melihat pertumbuhan perusahaan, selain itu analisa fundamental lainnya adalah dengan membandingkan harga saham perusahaan yang diperdagangkan di pasar saham dengan nilai intrinsik yang didapat dari menggunakan model-model Valuation.
Secara umum, ada tiga pendekatan yang dapat digunakan dalam melakukan penilaian dari suatu saham: (1) Discounted Cash Flow Valuation, yang menghubungkan nilai asset sekarang dengan arus kas masa depan yang diharapkan dari asset tersebut, (2) Relative Valuation, mengestimasi nilai asset dengan melihat pada harga pada asset-aset yang sebanding secara relative terhadap variable-variabel yang umum seperti earnings, book value. sales, (3) Contingent claim Valuation, menggunakan option pricing model untuk mengukur nilai asset yang memiliki karakteristik option.
Terlepas dari model mana yang digunakan, asumsi-asumsi yang akan digunakan sangat menentukan nilai yang didapat. Karena prospek perusahaan berhubungan erat dengan faktor-faktor eksternal perusahaan itu sendiri baik ekonomi makro dan industrinya sendiri, karena itu dalam penulisan karya akhir ini digunakan Top-Down Analysis sebelum membuat asumsi untuk membuat proyeksi perusahaan dimasa depan.
Dalam karya akhir ini metode yang digunakan dalam perhitungan harga saham adalah free cash flow to equity. Dalam perhitungan yang telah dilakukan didapat bahwa harga saham PT Medea Enegi Internasional dikatakan Undervalued karena nilai intrinsiknya lebih besar dari market value-nya yaitu Rp 1,350.00.- (harga penutupan 30 Desember 2003). Dilihat dari 3 skenario yang dibuat tidak ada satu sahampun yang mendekati nilai dari harga saham PT Medea Energi Internasional Tbk, Untuk scenario Pesimis, didapat nilai intrinsik sebesar Rp 3,038.33.-, moderat Rp 3,101.79.- dan untuk optirnis harga sahamnya yaitu Rp 4,298.49.-. Dari analisa sensitifitas, dengan menggunakan probabilitaspun harga nilai intrisik yang didapat masih undervalued yaitu Rp 3,322.09.-. ini menunjukan bahwa perusahaan masih merniliki potensi besar untuk tumbuh lebih besar.
Dari Karya akhir ini penulis berharap ada manfaat yang dapat diambil sebagai ukuran atau pembanding dalam menganalisa perusahaan dengan menggunakan analisa fundamental. Dimana pada posisi undervalued untuk para investor disarankan untuk mengambil posisi buy.
"
2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunifar Ferariani
"Usaha telekomunikasi memberi keuntungan yang sangat memadai, apalagi di sektor seluler-khususnya saat ini GSM-yang dari tahun ke tahun tumbuh pesat. Tahun-tahun terakhir ini pasar seluler tumbuh dengan lebih dari 50 persen setahun, hal ini tentu saja makin menarik minat investor. Akan tetapi keputusan untuk ikut serta dalam bisnis perlu juga ditunjang penelitian-penelitian untuk menunjang keputusan dan meminimasi kerugian. Aspek-aspek tersebut diantaranya yang pertama adalah kondisi perekonomian Indonesia saat ini dibanding tahun-tahun sebelumnya dan prospek di masa depan. Berdasarkan analisis makro ekonomi dalam penelitian diketahui bahwa kondisi ekonomi Indonesia semakin kondusif seiring dengan meningkatnya Produk Domestik Bruto, menurunnya inflasi, stabilnya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika. Jika kondisi ini terus dapat dipertahankan pemerintah indonesia maka industri akan bertumbuh, sehingga dapat menyerap lebih banyak tenaga kerja, mengurangi pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Aspek yang Iain adalah peta industri telekomunikasi. Dari analisis five forces diketahui bahwa memang industri telekomunikasi sedang tumbuh pesat sesuai dengan prediksi perusahaan telekomunikasi. Hal ini ditandai dengan banyaknya investor baru yang masuk. Banyaknya pemain dalam industri ini menyebabkan tingkat persaingan semakin tinggi, akhimya kekuatan tawar pelanggan menjadi tinggi. Disinilah dibuktikan kekuatan strategi perusahaan dalam menjaga loyalitas pelanggan lamanya dan meraih lebih banyak pelanggan baru.
Kinerja perusahaan merupakan aspek yang menunjang keputusan investasi. Apakah selama ini perusahaan telekomunikasi tempat kita berinvestasi sudah memiliki kinerja di atas kinerja industri. Dengan mengetahui kinerja perusahaan dari tahun ke tahun dapat terbaca tren kinerja apakah membaik, datar atau menurun. Dari hasil penelitian diketahui dari tahun 2002 hingga 2006 kinerja PT Telkom terus tumbuh, begitu juga PT Indosat. Akan tetapi pertumbuhannya semakin menurun. Kemungkinan karena persaingan yang semakin berat antar perusahaan. Jika perusahaan terus tumbuh maka diharapkan investor masih dapat mengandalkan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan dengan menginvestasikan dana di perusahaan ini. Dengan menggunakan beberapa teknik analisis seperti analisis horisontal, analisis vertikal, analisis rasio dan analisis cross section, dapat diketahui bahwa kinerja PT Telekomunikasi Indonesia dan PT Indosat masih terus bertumbuh. Akan tetapi kecenderungan pertumbuhannya semakin menurun. Artinya PT Telekomunikasi Indonesia sudah akan mencapai tahap stabil. Walaupun demikian, secara umum kinerja PT Telekomunikasi Indonesia masih lebih baik daripada perusahaan sejenis yaitu PT Indosat. Jika dirinci lebih Ianjut, rasio Iikuiditas PT Telekomunikasi Indonesia lebih rendah daripada PT lndosat, akan tetapi rasio solvabilitas, rasio aktivitas dan rasio proiitabilitasnya lebih baik.
Selain itu perlu diketahui juga harga wajar PT Telekomunikasi Indonesia dan PT Indosat. Apakah posisinya undervalued sehingga masih patut dibeli atau pada posisi overvalued sehingga harus dijual bagi mereka yang memegang sahamnya. Dari penelitian diketahui bahwa posisi saham PT Telkom masih dibawah nilai wajarnya atau undervalued sehingga patut untuk dibeli. Yaitu nilai wajar saham yang dihitung sebesar Rp 11.8S2 dan harga pasar pada akhir tahun 2006 masih Rp 10.100. Perhitungan juga untuk harga wajar Saham PT Indosat diketahui harga wajar sahamnya Rp 7.299 dan posisi harga pasar di akhir 2006 adalah sebesar Rp 6.750. Artinya, saham PT Indosat juga dalam posisi undervalued. Hanya saja jika dibandingkan, nilai diskon yang dimiliki PT Telekomunikasi Indonesia lebih besar dibandingkan dengan PT Indosat. Posisi di akhir 2006, saham PT Telekomunikasi Indonesia dengan kode TLKM terdiskon sebesar 17,64% sedangkan saham PT Indosat dengan kode ISAT hanya terdiskon 8,14%. Artinya, peluang untuk meraih keuntungan lebih besar dengan investasi di saham TLKM karena harga pasar saham tersebul akan mendekati harga wajarnya.

Telecommunication industry give high profit, especially GSM in cellular sector, that growing fast year to year. ln latest year, cellular market grow over 50 percent a year, which attract investor to deal with. Decision to invest in this business must base on some reason from research or prospective in order to minimize lost. Some aspect to watch are Indonesian macroeconomic condition. Whether the recent condition is better than last year or worst. Base on macroeconomic analysis, we knew the Indonesian macroeconomic is better year to year with good sign in Gross Domestic Product (GDP), inflation, Rupiah-US Dollar exchange rate. If government can stabilize this condition or make it better, Indonesian industry will grow up. Then, we can reduce unemployment that already became many problems in this country.
Other aspect is telecommunication industry in Indonesia. With Porter 's five forces analysis we knew the industry is growing fast, same with the prediction from telecommunication companies. The Sign are many new investors in this industry that produce higher competition. It give buyer a lot of choice to choose an operator . To win the market, tellecomunication need strategy to hold their customer move to the other operator and also to get new customer.
Company pedormance is also aspect we should concern. Whether all these years the company has performance above industry average perybrnrance. By knowing company performance year to year, we knew the trend of company performance. getting better, stable or worst. The research's result is PT Telkom and PT1ndosat is growing. But the grow rate is decline. lt can be because of higher competition between companies. lf the company still growing, we confidence that company still can get some profit so the investor can invest in these companies. Using many analysis technique such as horizontal analysis. vertical analysis, financial ratio analysis and cross section analysis, PT Telkom and PT lndosat still grow up but the grow rote is decline. We believe that these companies will be stable firm in 10 years. From the analysis PT Telkom has liquidity ratio lower than PT lndosat but higher in Solvability ratio, activity ratio and profitability ratio.
This research also calculates intrinsic value for both companies. Whether the stock is undervalued or overvalued At the end of 2006, intrinsic value of Telkom stock is Rp 11.882 and the market price is Rp 10. 100. Intrinsic value of lndosat stock is Rp 7299 and the market price Rp 6750. So. PT Telkom ana' PT lndosot stock, coded with TLKM and ISAT is in undervalued position. But discount rate PT Telkom is higher, which is 17,64% than PT lndosat which is 8.14% It means, we can get more profit from investment in Telkom rather than investment in PT lndosat."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T23195
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dindin Kusdinar
"Salah satu hal penting yang harus dipertimbangkan oleh perusahaan yang akan menawarkan sahamnya kepada masyarakat adalah penentuan harga saham perdana. Berdasarkan keputusan Ketua BAPEPAM No. KEP-01/PM/1988 tanggal 22 Pebruari 1988 pasal 11, disebutkan bahwa harga saham perdana ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama antara emiten dan penjamin emisi. Harga saham tersebut haruslah merupakan harga yang wajar, artinya bahwa harga saham tersebut sesuai dengan kondisi keuangan dan prospek usaha yang dimiliki perusahaan dan dapat diterima oleh para calon penanam modal.
Pembicaraan mengenai harga sebuah saham juga menyangkut perkiraan prestasi perusahaan di masa mendatang yang dinilai dari kinerja keuangan selama waktu tak terhingga, yang dapat diamati dari laporan keuangan yang dikeluarkan secara periodik. Dalam penulisan karya akhir ini, penulis rnencoba menganalisis kinerja keuangan dan menghitung harga wajar saham perdana PT. Pembangunan Jaya Ancol, Tbk dengan menggunakan Iaporan keuangan selama periode tahun 1999-2003. Dalam melakukan penilaian fair price dari PT. Pembangunan Jaya Ancol, Tbk. penulis menggunakan metode Free Cash Flow to Equity Model dan P/E Multiple Model.
Dalam Penawaran Umum Perdana Saham, PT. Pembangunan Jaya Ancal, Tbk. perkiraan harga saham perusahaan dilakukan dengan analisis internal perusahaan yang meliputi kinerja yang telah dicapai perusahaan, strategi yang akan dikembangkan perusahaan di masa mendatang.
Hasil perhitungan yang diperoleh dari metode Free Cash Flow to Equity constant growth model memperlihatkan harga wajarnya sebesar Rp. 913,00, sedangkan two stage model memperlihatkan harga wajarnya sebesar Rp. 991,00.
Hasil perhitungan metode P/E Multiple Model yang berdasarkan acuan PT. Ciputra Development memperlihatkan harga wajamya sebesar Rp. 637, 00. P/E Multiple model yang menggunakan acuan PIE Industri menghasilkan harga wajar sebesar Rp. 1070,00.
Dengan menghitung rata-rata harga saham berdasarkan keempat perhitungan diatas maka harga wajarnya adalah sebesar Rp. 903,00: Dengan membandingkan harga saham perdana yang ditawarkan sebesar Rp. 1.025 dengan harga rata-rata tersebut, maka harga saham perdana yang ditawarkan PT. Pembangunan Jaya AncoI, Tbk dapat dikatakan over
valued.

One of the important factors that must be considered by a company when offering its share to public is determining the initial price. According to Keputusan Ketua BAPEPAM No. KEP-01IPM/1988 February 22, 1988 pasal 11 (government regulation), the initial price should be based on the agreement between the company and Effect Guaranteed Company. The share price must be a fair price. This suggests that it must be based on financial conditions, the company's ability to grow in the future and accepted by the investor.
Share price also involves a prediction on the company's performance in the future. The performance counted till infinite time and could be kept track from financial report periodically. In this thesis, the writer attempts to analyze the financial performance of PT. Pembangunan Jaya Ancol, Tbk and calculate the fair price for its initial public offering using its financial report from 1999 to 2003. Two methods were used to valuate the fair price for PT. Pembangunan Jaya Ancol, Tbk, i.e. free Cash Flow to Equity Model and PIE Multiple Model.
In the Initial Public Offering stage, PT. Pembangunan Jaya Ancol, Tbk estimated their share price using an Internal Analysis which includes the company's performance and the strategy applied for the future.
Free Cash Flow to Equity Constant Growth model indicated a fair price of Rp. 913,00 per share. Meanwhile two stage model indicated a fair price Rp. 991 00.
PIE Multiple Model with reference from PT. Ciputra Development indicated a fair price of Rp. 637, 00. Whereas the result from PIE Multiple Model with reference Property and Real Estate Industry indicated a fair price of Rp. 1.070, 00.
By using the average share price based on the above calculations, the fair price is Rp 903.00. If we compare the initial public offering, that is Rp 1.025 with the average price, we can conclude that PT. Pembangunan Jaya Ancol, Thk's IPO stock price is over valued."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T19732
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adyatmaka Ananta Satya
"PT BW Plantation Tbk. (BWPT) sebuah perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan kelapa sawit melakukan penawaran harga perdana saham kepada publik dengan harga Rp. 550,- per lembar saham. Tujuan penulisan tesis ini adalah untuk mengetahui nilai wajar saham BWPT agar dapat diketahui apakah harga saham perdana BWPT lebih tinggi atau lebih rendah dari harga wajarnya. Untuk mengetahui kewajaran atas harga perdana saham Perseroan, Penulis melakukan valuasi menggunakan metode Free Cash Flow to Equity (FCFE) dengan two stage model dan valuasi menggunakan metode P/E multiple. Berdasarkan hasil valuasi dengan menggunakan metode Free Cash Flow to Equity (FCFE) maupun metode P/E multiple, studi ini menyimpulkan bahwa harga perdana saham Perseroan lebih rendah dari nilai wajar saham Perseroan.

For Initial Public Offering (IPO,) PT BW Plantation Tbk. (BWPT) a Crude Plam Oil Plantation Company offered its initial stock price at Rp. 550,- per share. The purpose of this thesis is to evaluate whether the initial price is over or under its fair value. The author employed Free Cash Flow to Equity (FCFE) valuation method with two stage model and P/E multiple valuation method. Based on the results of both valuation methods, the author concluded that the initial price is lower than the fair value of the stock."
Depok: Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2010
T28108
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Amaliyah
"Negara-negara emerging market diproyeksikan akan menjadi pemimpin dalam revolusi telekomunikasi dunia. Diperkirakan pads periode 2004-2009 delapan puluh persen pertambahan pelanggan baru pada jaringan bergerak akan berasal dari Afrika, Asia, dan Eropa Timur.
Indonesia adalah salah satu negara asia yang tergolong dalam emerging market. Di negara berpenduduk lebih dari dua ratus dua puluh juta penduduk ini pertumbuhan industri telekomunikasi jaringan bergerak maju dengan pesat. Perusahaan-perusahaan yang ada di dalam industri ini pun tumbuh dan berkembang. Tak terkecuali PT Excelcomindo Pratama Tbk. (Perseroan) yang merupakan perusahaan swasta pertama penyedia jasa layanan telekomunikasi seluler di Indonesia.
Analisis fundamental dengan pendekatan top-down dilakukan untuk menentukan nilai wajar saham Perseroan. Diawali dengan analisis atas makro ekonomi, diteruskan dengan analisis industri telekomunikasi dan terahir analisis atas perusahaan. Analisis makro ekonomi dilakukan untuk mengidentifikasi kondisi makro ekonomi Indonesia yang memengaruhi perusahaan. Analisis industri ditujukan untuk melihat kondisi industri telekomunikasi di Indonesia dan bagaimana pengaruhnya terhadap kinerja perusahaan. Analisis perusahaan dilakukan untuk mengetahui kinerja keuangan perusahaan dan melakukan valuasi atas harga saham perusahaan.
Analisis industri dilakukan untuk melihat lebih jauh peta industri telekomunikasi di Indonesia. Dengan menggunakan kerangka five forces. ancaman-ancaman yang datang dari pembeli, suplier, pendatang baru, barang substitusi maupun dari intensitas persaingan antar perusahaan dalam industri dapat diidentifikasi. Analisis ini jugs mencakup analisis siklus industri, siklus bisnis, dan strategi yang diambil perusahaan dalam menciptakan keunggulan bersaing.
Dalam analisis perusahaan, kinerja keuangan dilakukan dengan mcnggunakan rasio-rasio keuangan. Rasio keuangan yang digunakan adalah rasio aktivitas, rasio likuiditas, rasio solvabilitas dan rasio profitabilitas. Pengukuran dengan menggunakan rasio keuangan ini ditujukan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan keuangan perusahaan, trend yang terjadi dan membantu untuk memprediksi kemungkinan kinerja keuangan di masa yang akan datang. Analisis rasio dilakukan selama periede 2001-2005 dengan menggunakan data laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan setiap tahun. Secara umum dapat dikatakan bahwa kinerja perusahaan selama 2001 sampai dengan 2005 mengalami fluktuasi.
Penentuan harga wajar saham dilakukan dengan menggunakan metode free cash flow to equity dengan two stage model. Alasan digunakannya metode ini adalah karena pertimbangan bahwa cash flow yang dimiliki perusahaan tidak seluruhnya dikembalikan kepada pemegang saham namun digunakan pula untuk investasi dalam bentuk capital expenditure yang berorientasi pada pertumbuhan perusahaan. Alasan lainnya adalah tidak adanya tekanan yang mengharuskan perusahaan untuk melakukan hutang secara besarĀ¬besaran. Hal ini karena salah satu strategi pengembangan usaha Perseroan adalah menggunakan infrastruktur yang dimiliki Telekom Malaysia selaku pemegang saham terbesar agar beianja modal perusahaan dapat ditekan. Pendekatan two stage model diambil karena diyakini bahwa Perseroan akan mengalami pertumbuhan yang tinggi pada lima tahun mendatang untuk kemudian turun dan mencapai kestabilan.
Berdasarkan asumsi-asumsi yang diambil dan penghitungan dengan menggunakan pendekatan di atas, hasil valuasi menunjukkan bahwa harga wajar saham Perseroan sebesar Rp 2,892.28 sedangkan harga penutupan pada 31 Desember 2005 menunjukkan angka Rp 2.275. Sehingga dapat dikatakan bahwa harga saham mengalami under valued.

Emerging market countries are projected to be leaders in world telecommunication revolution. It is estimated that, during period between 2004-2009, 80% of new customer of mobile network will come from Africa, Asia, and Eastern Europe.
Indonesia is one of Asian countries considered as emerging marker. In the country with a population of more than two hundreds and twenty million citizen, mobile network telecommunication service grows rapidly. Companies in this country also grow and develop. PT Excelcomindo Pratama Thk. (Copartner ship, the first private company providing cellular telecommunication service in Indonesia, is not an exception.
Fundamental analysis with top-down approach is conducted to determine feasible stock value of the company. It is started with an analysis of macro economy, followed by telecommunication industry analysis, and ended with an analysis of the company. Macro economic analysis is performed to identify Indonesia macro economy influencing the company. Industry analysis is aimed at viewing telecommunication industry condition in Indonesia and how it affects the company performance. Company analysis is done to identify the company's financial performance and to evaluate the company's stock price.
Industry analysis is done .o see further telecommunication industry map in Indonesia. Using five forces framework, threats coming from buyer, supplier, new corner, substitute and intensity of competition among companies in the industry, can be identified. This analysis also includes industry cycle, business cycle, and strategy taken by company in creating competitive advantage.
In company analyses, financial performance is measured by financial ratios. The financial ratios applied are activity ratio, liquidity ratio, solvability ratio and profitability ratio. Measurement using these financial ratios is intended to know companies financial strength and weakness, prevailing trend and to assists in predicting company's future financial performance. Ratio analysis is conducted during period between 2001 and 2005 by using financial report published annually by the company. Generally, it can he said that the company experience fluctuation of performance during period between 2001 and 2005.
The determination of feasible stock price is done using free cash flow to equity method with two stage model. The reason for using this method is due to a consideration that cash flow owned by the company is not entirely returned to stakeholder but it is used also for investment in the form of company growth oriented capital expenditure. The other reason is that there is no barrier for the company to do debt on a large scale. This is the case because one of the company's strategy is to use infrastructure of Telecom Malaysia as the biggest stakeholder, in order that the company capital expenditure can be minimized. Two stage model is used because it is assumed that the company will experience high growth in coming five years followed by a downward and ultimately reach stability.
Based on above mentioned assumptions and calculation / measurement, the result of valuation indicates that the feasible stock price is Rp 2.89228 while closing price by 31 December 2005 is Rp 2.275. Hence, it can be said that the stock price is under valued."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T19746
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Surya Pratama
"Krisis global memberikan penurunan pada pasar modal dan harga saham pada tahun 2008. Namun pada tahun 2009 harga saham kembali naik sampai melebihi sebelumnya. Oleh karena itu, valuasi merupakan suatu alat yang penting untuk dapat mengetahui nilai intrinsik suatu saham sehingga investor dapat mengambil keputusan dalam berinvestasi. PT. Bank Negara Indonesia, Tbk (Persero) dipilih karena merupakan perusahaan milik negara yang mempunyai fundamental kuat dalam industri perbankan.
Tesis ini menggunakan 2 metode yang berbeda yaitu metode Free Cash Flow to Equity dan metode Relative Valuation. Hasil dari perhitungan valuasi tersebut kemudian dibandingkan dengan harga saham BNI saat ini untuk mengetahui posisi saham BNI apakah overvalued atau undervalued.

Global crisis had caused a decrease in capital markets and stock prices in 2008. However, in 2009 the stock price rebound significantly. Therefore, valuation is an important tool to valuing the intrinsic value of a stock so that investors can make right investment decisions. PT. Bank Negara Indonesia, Tbk (Persero) was chosen because it is a state-owned company that has strong fundamentals in the banking industry.
This thesis uses two different methods defined as Free Cash Flow to Equity and Relative Valuation method. The results of the valuation are compared with the current market price of BNI to identify the stock position is overvalued or undervalued."
Depok: Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2010
T28109
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lammy, Ray
"In May 2005, Indonesian stock exchange market was shocked by PT Philip Morris Indonesia (Philip Morris) immense purchase transaction to acquire 97 percent PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HM Sampoerna)'s shares. Purchase price was Rp 10,600 per share, away above prevailing market price at Rp 9,550 per share as of May 18th, 2005. To obtain 4,251,510,000 shares of HM Sampoerna, Philip Morris had to arrange cash payment no less than Rp 45.066 trilion.
Bahana Securities managed the tender offer, preserving all HM Sampoerna's shareholders to have equal chance to sell their shares at Philip Morris's premium price offer of Rp 10,600 for one share. Almost all shareholders took this good opportunity and sold their HM Sampoerna's shares to Philip Morris.
This transaction triggered questions amongst investors. How much was the real value of HM Sampoerna's shares? Why did Philip Morris buy at premium price? Why did Sampoerna family, as the founder and the largest shareholder of HM Sampoerna, sell their since 1912 ownership of HM Sampoerna to Philip Morris? Why did Philip Morris consider the prevailing market price of HM Sampoerna's shares undervalue while the shareholders of HM Sampoerna had totally different perspective of overvalue?
Objectives of this thesis are to identify the true value of HM Sampoerna's shares using three approaches of valuation method, namely Free Cash Flow to Equity (FCFE), Free Cash Flow to the Finn (FCFF) and Economic Value Added (EVA), and to provide evidence that null hypothesis can be accepted with those three valuation methods. Null hypothesis of this thesis is the prevailing HM Sampoerna's share market price during purchase transaction by Philip Morris was undervalued pursuant to FCFE, FCFF and EVA evaluation methods.
This thesis performs top-down analyses, which begin wit macro economic analysis, cigarettes industry, HM Sampoerna's financial statement analysis. Then proceed to forecast of HM Sampoerna's financial statement for valuation purpose. There are two periods in financial statement forecast. The first five years period called high growth period and the rest called stable growth period. There are two sets of forecast, one is for normal scenario and other is for optimistic scenario. The last stage of top-down analysis is so perform valuation at HM Sampoerna's share price with FCFE, FCFF and EVA methods.
The result of FCFE method, both normal scenario and optimistic scenario, shows that HM Sampoerna's share price during purchase transaction was overvalued or HM rejected. Contrarily, the result of FCFF and EVA methods, either normal scenario or optimistic scenario, prove that HM Sampoerna's share price during purchase transaction by Philip Morris was undervalued or Ho accepted.
This case expectantly useful for investors, shareholders, management of the company, spectators and other realting parties. For investors or shareholders, it is very important to analyze and value a company with as many valuation method as possible to gain overall value of the company and to avoid premature overvalue or undervalue statement. As for management of the company, valuation of its shares is very important for capital structure strategy and measuring the company's growth. And for spectators, this case is very interesting and might be used for case study."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18351
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aryata Giripati
"Industri rokok di Indonesia merupakan salah satu industri yang terus berkembang seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan membaiknya daya beli masyarakat. PT. HM Sampoerna (PT HMSP), sebagai salah satu produsen rokok kretek di Indonesia, sangat mengerti akan hal ini sehingga secara serius menggarap potensial pasar ini baik melalui modemisasi fasilitas yang ada maupun dengan pengembangan brand image dari produkĀ­ produknya. Tidak hanya itu saja, PT. HMSP juga mulai memperdalam bisnisnya dengan masuk ke dunia ritel melalui jaringan minimart Alfamart.
Usaha PT. HMSP ini memberikan hasil yang positif yang ditandai dengan meningkatnya harga saham PT. HMSP ini dari waktu ke waktu Sejak dilakukannya stock split pada September 2001, harga saham PT. HMSP terus mengalami peningkatan. Dari harga awal sebesar Rp. 3.300,- pada akhir September 2001, harga saham PT. HMSP sudah berada pada kisaran Rp. 4.475,- pada akhir Desember 2003, atau naik scbesar 35,6%. Hal inilah yang menyebabkan saham PT. HMSP merupakan salah satu saham unggulan di pasar bursa.
Untuk melihat sejauh mana harga saham ini dapat terus bergerak naik atau bahkan turun, maka diperlukan penelitian yang mendalam mengenai penilaian (valuation) nilai intrinsik saham melalui faktor-faktor fundamental pemsahaan. Oleh karena itu, dalam karya tulis ini, penulis menggunakan fundamental analysis di samping juga melakukan analisis keuangan perusahaan untuk memberikan dukungan dalam asumsi-asumsi yang digunakan dalam menghitung nilai intrinsik saham PT. HMSP.
Dari sekian banyak metode yang dapat digunakan untuk melakukan penilaian (valuation) harga saham, penulis memilih metode Free Cash Flow Equity (FCFE) dan Abnormal Earnings untuk melakukan penilaian harga saham PT. I-WSP. Pemilihan metode ini lebih didasarkan pada karakteristik keuangan perusahaan (dalam hal ini karakteristik keuangan PT. HMSP), di mana pada dasarnya, masing-masing metode penilaian akan bekerja baik untuk tipe/karakteristik keuangan tertentu. Beberapa hal yang mendasari pemilihan metode di atas adalah karena cashflow (arus kas) perusahaan yang selalu positif sehingga dapat diestimasi, serta growth dari leverage perusahaan yang relatif stabil dari waktu ke waktu.
Dari hasil penelitian, didapat bahwa secara umum, kinerja keuangan PT. HMS menunjukkan hasil yang memuaskan bila dibandingkan dengan para kompetitor yang ada di dalam industri rokok kretek nasional dalam bebarapa tahun terakhir. Dari basil penilaian harga saham pun didapat hasil, baik dengan menggunakan metode FCFE maupun Abnormal Earnings, bahwa saham PT. HMSP berada pada posisi undervalued atau lebih rendah dari ni1ai intrinsiknya. Hal ini menunjukkan bahwa saham PT. HMSP masih mempunyai peluang untuk terus meningkat di masa yang akan datang.
Dengan menggunakan metode FCFE, didapat nilai intrinsik saham Pl. HMSP sebesar Rp 6.474,- atau terdapat perbedaan sebesar Rp. 1.999,- dari harga saham tersebut di BEJ pada saat penutupan (30 Desember 2003) yang sebesar Rp. 4.475,-. Di lain pihak, dengan menggunakan metode Abnormal Earnings, didapat nilai intrinsik saham PT. HMSP sebesar Rp. 4.763,- atau hanya lebih besar Rp. 288,- dari harga saham tersebut di BEJ pada sa:tt penutupan.
Dalam hal ini, berdasarkan analisa yang telah dilakukan, penulis melihat bahwa harga saham PT. HMSP tidak saja dapat menembus ke level Rp. 4.763,- melainkan dapat menembus hingga ke level Rp. 6.474,-. Oleh karena itu, bagi para investor, penuhs menyarankan untuk mengambil posisi buy (beli) terhadap saham PT. HM Sampoema saat ini mengingat prospeknya yang besar untuk meningkat di masa yang akan datang."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>