Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 98189 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Budi Hartono
"Adanya aktivitas pertambangan emas dan banyaknya penambangan emas liar tanpa izin (PETI) di Propinsi Sulawesi Utara berpotensi menimbulkan dampak yang merugikan baik terhadap lingkungan hidup maupun terhadap kesehatan manusia. Kondisi seperti ini merupakan suatu faktor risiko bagi masyarakat yang tinggal di sekitar teluk Buyat dan teluk Ratatotok, Kabupaten Minahasa Selatan, Propinsi Sulawesi Utara. Berdasar pada paradigma kesehatan lingkungan maka untuk mengetahui hubungan antara pencemaran lingkungan oleh logam berat serta pengaruhnya terhadap derajat kesehatan masyarakat diperlukan suatu pembuktian tingkat kandungan bahan pencemar sejak dari sumber, keberadaan di media lingkungan dan biomarker sampai pengaruhnya pada kesehatan manusia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran distribusi tingkat risiko terhadap timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat di wilayah studi terkait dengan sebaran logam merkuri di ikan dan di air.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan Cross Sectional. Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsentrasi MeHg di ikan, konsentrasi MeHg di air, konsentrasi MeHg dalam darah, pola makan ikan, lama tinggal, tekanan darah, jenis pekerjaan dan status pendidikan, sedangkan variabel terikatnya adalah tingkat risiko timbulnya gangguan kesehatan. Pengolahan data menggunakan pendekatan statistik, analisis risiko dan spasisal terhadap seluruh variabel bebas dengan variabel terikat dilakukan untuk mendapatkan hubungan dan menentukan variabel bebas mana yang paling berpengaruh terhadap tingginya tingkat risiko kesehatan.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kandungan merkuri yang ada pada ikan yang ditangkap di perairan teluk Buyat dan teluk Ratatotok telah menimbulkan risiko gangguan kesehatan terhadap masyarakat yang mengonsumsinya, sedangkan untuk sumber air yang berisiko menimbulkan gangguan kesehatan bagi masyarakat yang mengonsumsinya adalah air dari muara sungai Ratatotok, hulu sungai Buyat dan penampungan air bersih/air minum PT. Newmont Minahasa Raya. Variabel babas yang berhubungan dengan tingkat risiko kesehatan adalah konsentrasi MeHg di ikan, pola makan dan lama tinggal dengan variabel yang paling besar pengaruhnya terhadap tingginya tingkat risiko adalah konsentrasi MeHg di ikan. Pendekatan spasial menunjukkan bahwa wilayah penelitian yang paling besar tingkat risikonya berada pada areal yang dekat dengan pertambangan.
Dengan melihat pada fenomena bahwa tingkat risiko gangguan penyakit akibat pencemaran merkuri semakin tinggi jika masyarakat di wilayah studi mengonsumsi ikan-ikan yang ditangkap dari perairan teluk Buyat dan teluk Ratatotok_ Maka untuk mengurangi tingkat risiko gangguan kesehatan akibat pemajanan merkuri, disarankan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Minahasa Selatan untuk melakukan penyuluhan tentang diversifikasi bahan makanan.

Many of gold mining activities at Province of North Sulawesi have potential possibility to give worse effect to the environmental and human health. This condition is one of the risk factor for mercury exposured for the people who lived near the Buyat and Ratatotok bay at South Minahasa District, Province of North Sulawesi. From the environmental health paradigm, the ammount of risk agent from the source, environmental media and biomarker until the health effect sign need to assess to know the relation between environmental pollution from heavy metal and health effect.
The objective of this study is to describe the distribution of risk qoutient of non carcinogen from water and fish which exposed by mercury. This research used cross sectional study and used statistic, environmental health risk assessment method, and spatial analysis for data analysis.
The result of this study described that the contain of metil mercury of fish from Buyat and Ratatotok bay and the contain of metil mercury at downside of buyat and ratatotok river and water storage of PT.NMR became the potential risk to generate the adverse health effect for the people at study area. Bivariate analysis result some variables that connected to the Risk Qoutient such as metil mercury concentration of fish, fish diet and lived period_ The final model after co-linear test got the most significant variable to the RQ that is the concentration of metil mercury of fish.
The recommended for community is to reduce the used of mercury and do not throw up the waste to the sea, river and ground. For the local government is to do some course or training about the health effect of mercury exposure and food diversification.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T19349
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joice Evelyn Ariesabeth
"Wilayah pesisir merupakan salah satu bagian dari sumberdaya alam yang paling mudah terkena dampak kegiatan manusia. Kegiatan pembangunan di wilayah tersebut secara langsung maupun tidak langsung memberikan dampak merugikan. Ekosistem mangrove yang termasuk dalam wilayah pesisir dan pertambangan emas yang menggunakan merkuri sebagai salah satu aktivitas pemenuhan kebutuhan hidup manusia adalah komponen lingkungan yang menjadi topik utama penelitan ini.
Pertambangan emas di Sulawesi Utara beberapa tahun terakhir ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Salah satu daerah yang menjadi pusat kegiatan penambangan tersebut adalah Kecamatan Ratatotok, di mana terdapat penambang emas berskala besar dan kecil, yaitu PT. Newmont Minahasa Raya dan penambang tradisional tanpa izin. Penambangan emas yang dilakukan oleh penduduk setempat masih menggunakan cara tradisional. Merkuri digunakan pada proses ekstraksi emas dan sisa pengolahan yang tidak terpakai lagi langsung dibuang ke Sungai Totok yang bermuara di Teluk Totok. Ekosistem pesisir, khususnya ekosistem mangrove dan pertambangan emas berskala kecil merupakan dua hal penting bagi penduduk yang berada di Kecamatan Ratatotok. Oleh karena itu, perlu diperhatikan keseimbangan keduanya agar tidak merugikan penduduk setempat, salah satunya mengembangkan penelitian yang menunjang, mengenai kemampuan absorpsi atau penyerapan logam berat khususnya merkuri pada ekosistem mangrove. Adapun lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah ekosistem mangrove di Desa Ratatotok Timur, Kecamatan Ratatotok, Kabupaten Minahasa Selatan Provinsi Sulawesi Utara.
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah peran ekosistem mangrove dalam mengabsorpsi logam berat merkuri yang akan memasuki perairan laut. Tujuan penelitian ini adalah: 1) Menganalisis konsentrasi merkuri pada air, sedimen, tumbuhan (akar dan daun) dan biota yang berada di ekosistem mangrove; 2) Mengetahui peran ekosistem mangrove dalam menyerap merkuri, terutama dalam hubungannya dengan sungai dan laut (khususnya pada air dan sedimen di ketiga lokasi). Bagian dari tumbuhan yang dijadikan sampel pada ekosistem mangrove adalah akar dan daun dari Rhizophora sp. dan Avicennia sp., dan biota (bivalvia: Polymesoda coaxans dan gastropoda: Telescopium mauritsi, T. telescoplum, Terebralia palustris) yang berasosiasi dan berada di sekitar tumbuhan tersebut. Data primer didapat dari analisis kandungan merkuri Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) tanpa nyala, sedangkan data yang dihasilkan dari analisis laboratorium akan dianalisis secara statistik menggunakan Uji Kruskal-Wallis dan Man-Whitney Test.
Pada ekosistem mangrove di Desa Ratatotok Timur, konsentrasi merkuri berturut-turut yang paling tinggi hingga yang paling rendah adalah biota, daun, sedimen, akar, air. Adapun kisaran konsentrasinya adalah sebagai berikut: biota (0,149-1,913 mg/kg), daun (0,086-0,121 mg/kg), sedimen (0,014-1,699 mg/kg) dan akar (0,008-0,018 mg/kg). Sedangkan dalam hubungannya dengan sungai dan laut (Sungai Totok dan Teluk Totok), ekosistem mangrove di Desa Ratatotok Timur tidak berperan dalam menyerap merkuri (khususnya pada air dan sedimen di ketiga lokasi). Konsentrasi merkuri pada sedimen berturut-turut dari yang tertinggi hingga terendah adalah di laut/Teluk Totok (1,147-19,549 mg/kg); di Sungai Totok (0,119-9,249 mg/kg); dan di ekosistem mangrove ((0,014-1,699 mg/kg). Sedangkan air, yang tertinggi ekosistem mangrove (1 μg/L), Sungai Totok (kurang dari 1-1 μg/L) dan Laut/Teluk Totok kurang dari 1 μg/L.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa biota merupakan komponen pada ekosistem mangrove yang menyerap atau mengabsorpsi merkuri paling banyak, diikuti oleh daun, sedimen, akar dan air. Merkuri yang terdapat pada ekosistem mangrove masuk melalui pasang surut air laut serta melalui deposisi dari atmosfer. Maka, ekosistem mangrove di Desa Ratatotok Timur tidak berperan dalam menyerap atau mengabsorpsi merkuri, karena masukan merkuri yang berasal dari sungai tidak secara langsung masuk ke dalam ekosistem mangrove melainkan terus ke laut.
Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini, maka dapat diberikan beberapa saran untuk dijadikan pertimbangan yaitu: perlunya penelitian lanjutan untuk melihat dampak merkuri dalam jaringan, baik pada tumbuhan mangrove maupun pada biota lain. Selain itu, bagi masyarakat yang berada di lokasi penelitian agar mendapatkan informasi yang cukup mengenai merkuri dan bahayanya dalam kehidupan sehari-hari.

Coastal regions are among the natural resources most vulnerable to the effect of human activities. Development activities in a coastal region will directly or indirectly affect the environment in a harmful way. The mangrove ecosystem of the coastal area and gold mining utilizing mercury - a means of livelihood for the population - are the environmental components focused in this research.
Gold mining in North Sulawesi has developed rapidly in the past few years. Ne of the areas that became the centre for the mining activities is located in Ratatotok Sub regency, where PT. Newmont Minahasa Raya and illegal traditional miners conduct large and small-scale mining operations. Mining by the local population is still performed through traditional means. Mercury is used at the extraction process and the unneeded waste directly disposed into the Totok River, which flows to the Totok Bay. The coastal ecosystem, in particular the mangrove ecosystem and small-scale gold mining are two essential factors for the Ratatotok population. Consequently, consideration must be given o the proper balance between these two factors to prevent damage to the local population, one of which is by conducting a research to determine the ability of the mangrove ecosystem to absorb heavy metals, in particular mercury. The location chosen for this research is the mangrove ecosystem at the East Ratatotok village, Ratatotok Subregency, South Minahasa Regency, North Sulawesi.
The main problem addressed in this research I the functional extent the mangrove in absorbing mercury heavy metals flowing to the sea. This research aims to: 1) Analyze the concentration of mercury in the water, sediments, plants (roots and leaves) and biota found in the mangrove ecosystem; 2) To determine the function of the mercury in the function of the mangrove ecosystem in absorbing mercury, mainly relating to the river and sea (in particular in the water and sediment at the three locations). Parts of the plants taken as sample from the mangrove ecosystem are the roots and leaves of Rhizophora mucronata and Avicennia marina, while biota associated and found around the surrounding plants are bivalvia: Polymesoda coaxans and gastropoda: Telescopium mauritsi, T. telescopium, Terebralia pallustris. Primary data are obtained from the mercury concentration analysis using nameless Atomic Absorption Spectrophotometer (SSA), while laboratory analysis values will be statistically analyzed using the Kruskal-Wallis and Man-Whitney Test.
At the East Ratatotok mangrove ecosystem, the highest to the lowest levels of concentration of mercury are respectively biota, leave, sediment, roots, water. The range of concentration is as follows: biota (0,149-1,913 mg/kg), leaves (0,086-0,121 mg/kg), sediment (0,014.1,699 mg/kg) and roots (0,008-0,018 mg/kg). While in connection with mercury concentrations of the river and sea (Totok River and Totok Bay), the mangrove ecosystem in East Ratatotok village in East Ratatotok village has no function in absorbing mercury (specifically in water and sediment at the three locations). Mercury concentrations found in sediment by order of high to low levels: Totok Bay (1,147-19,549 mg/kg), Totok River (0,119-9,249 mg/kg) and mangrove ecosystem ((0,014-1,699 mg/kg). While mercury concentrations in water are: mangrove ecosystem (1 μg/L), Totok River (less than 1-1 μg/L) and Teluk Totok (less than 1 μg/L).
Based on the research result, biota is the component in the mangrove ecosystem with the highest mercury absorption ability, followed by leaves, sediment, roots and water. The mercury found in the mangrove ecosystem entered trough the tidal waters of the sea, and through deposits from the atmosphere. Hence the mangrove ecosystem in East Ratatotok village does not function in the absorption of mercury problem of the area, as the source of mercury from the river does not directly enter the mangrove ecosystem, but flows directly to the sea.
Based on the research findings, several suggestions can be forwarded for consideration, which are: a further research is required to study the effects of mercury in tissues, in the mangrove plants as well as in other biota. In addition, adequate information should be made available to the population living in the research area, so that they obtain knowledge on mercury and its hazards to daily life.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15184
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wisnu Subagyo
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1998/1999
302.359 WIS b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Haryanto
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2003
T39637
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Soprima
"Indonesia memiliki pertambangan emas rakyat yang tersebar di seluruh nusantara, salah satunya berlokasi di Kabupaten Lebak, Banten. Pertambangan emas rakyat dilakukan dengan menggunakan merkuri melalui proses amalgamasi. Masih didapati pembuangan limbah merkuri dari pertambangan emas rakyat ke media lingkungan seperti tanah dan badan sungai, padahal limbah merkuri termasuk ke dalam limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang tidak boleh dibuang langsung ke media lingkungan karena dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi besar konsentrasi merkuri pada lingkungan di Kecamatan Cibeber dan Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, Banten dan pengaruh pada kesehatan masyarakat yang kontak dengan merkuri.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan menggunakan metode analisis risiko kesehatan dan menggunakan pendekatan kuantitatif. Keberadaan merkuri di lokasi penelitian pada air, ikan, sayuran, dan tanah telah melebihi baku mutu, yaitu berturut-turut memiliki rata-rata sebesar 0,04695 mg/l, 0,5175 mg/kg, 0,173 mg/kg dan 0,165 mg/kg. Analisis perhitungan risiko kesehatan menunjukkan masyarakat sekitar pertambangan emas rakyat berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan karena nilai RQ > 1 (RQ = 18,5756).

Indonesia has artisanal gold mining spreading throughout the archipelago, one of which is located in Lebak District of Banten Province. The artisanal gold mining usually use mercury in the amalgamation process. The latest fact showed that mercury used in artisanal gold minings has been directly discharged to the surrounding environment, polluting soil and rivers, whereas mercury is considered as one of the hazardous and toxic waste (B3) that cannot be directly discharged to the environment as it can cause several health problems. The purpose of this research is to identify mercury concentrations in the environment of Cibeber and Bayah Sub Districts, Lebak District, Banten Province and its effect to the health of community who is in contact with the disposed mercury.
This is an analytic descriptive research that uses a health risk assessment method and quantitative approach. This research reveals that mercury concentrations in samples of water, fish, vegetables, and soil taken from the surrounding environment in the research location have exceeded the quality standard which respectively average 0.04695 mg/l, 0.5175 mg/kg, 0.173 mg/kg, and 0.165 mg/kg,. The health risk assessment shows that community lives surrounding the gold mining has potency to suffer related health problems as the RQ rate is higher than 1 (RQ = 18.5756).
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Hikmah Okvianti
"Pada pertambangan emas rakyat, akan terjadi pencemaran air raksa akibat proses pengolahan emas secara amalgamasi yang akan mempengaruhi kesehatan, disamping kerusakan alam lain seperti kerusakan bentang alam, erosi dan pendangkalan sungai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besaran risiko kesehatan akibat pajanan merkuri pada air yang dikonsumsi oleh penduduk di wilayah pertambangan emas skala kecil, Desa Lebaksitu, Kecamatan Lebakgedong , Kabupaten Lebak. Untuk menghitung besarnya risiko dilakukan sampling sebanyak 7 titik yang tersebar di 3 dusun dan dilakukan survey antropometri serta wawancara terhadap 72 penduduk yang tinggal di lokasi penelitian. Dari hasil pengukuran didapatkan nilai konsentrasi yang sama pada setiap sampel yaitu 0,0004 mg/L. Nilai RQ tertinggi jatuh pada responden dengan nilai 5.6522 dan nilai RQ terendah ada pada responden di Lebakpari dengan nilai RQ 0.2483.

In gold mining, mercury pollution will occur due to the processing of gold amalgamation that will affect the health, in addition to other environmental damage such as damage to the landscape, erosion and silting of the river. This study aims to determine the amount of the health risks from exposure to mercury in water consumed by residents in the area of ??small-scale gold mining, the village Lebaksitu, Lebakgedong subdistrict, Lebak. To calculate the amount of risk sampling as much as 7 point spread in 3 hamlets and performed anthropometric survey and interviews with 72 people living at the sites. From the measurement results obtained concentration values ??were the same in each sample was 0.0004 mg / L. The highest RQ score is 5.6522 and the lowest RQ values ??exist among respondents in Lebakpari with RQ value 0.2483."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andre Winowatan
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang persiapan pelaksanaan musyawarah perencaaan pembangunan (Musrenbang) yang dilaksanakan pada tahun 2005 di Kelurahan Pondang Kabupaten Minahasa Selatan, Sulawesi Utara dan berpedoman pada Surat Edaran Bersama Mendagri dan Kepala Bappenas No. 0259/M.PPN/I/2005 mengenai Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Musrenbang Tabun 2005, yang bertujuan untuk mengumpulkan aspirasi dari tingkat desalkelurahan, untuk dibawa ke tingkat kecamatan hingga kabupaten yang dijadikan sebagai dasar perencanaan pembangunan di tingkat kabupaten.
Saat ini kebijakan yang disusun oleh pemerintah masih banyak yang belum rnenjawab kebutuhan asli masyarakat, pendekatan yang sentralistis membuat kebijakan tersebut menjadi bias dalam pelaksanaannya, sehinga program pembangunan sering tidak menempatkan manusia sebagai pusat dari kegiatan pembangunan (people center development), sehingga perlu untuk melihat bagaimana persiapan kebijakan itu terjadi di tingkat pelaksana terbawah (street level bureaucrat) mempersiapkan implementasi kebijakan.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif sehingga menghasilkan data deskriptif yang diperoleh melalui wawancara mendalam dengan para informan, observasi dan studi kepustakaan. Pemilihan informan dilakukan secara purposive sampling terhadap aparat pemerintah daerah, di tingkat kelurahan dengan jumlah 18 orang. Hasil penelitian ini dianalisis dengan dilandasi kebijakan mengenai perencanaan pembangunan dan kerangka pemikiran tentang implementasi kebijakan, perencanaan pembangunan partisipatif, serta faktor-faktor yang menghambat persiapan pelaksanaan kebijakan.
Langkah-langkah persiapan yang dilakukan di Kelurahan Pondang meliputi pengorganisasian dan interpretasi, langkah pengorganisasian dilakukan dengan membentuk tim penyelenggara Musrenbang Kelurahan, setelah itu tim penyelenggara menyiapkan sumber daya yang diperlukan dalam pelaksanaan musrenbang. Langkah berikutnya adalah langkah interpretasi yaitu usaha pihak pelaksana dalam memahami isi dari petunjuk teknis pelaksanaan musrenbang tersebut. Sebelum pelaksanaan Musrenbang sebagai bagian dari tahap interpretasi juga diadakan rapat penjaringan aspirasi di tingkat lingkungan, dimana hasil penjaringan aspirasi di tingkat lingkungan dijadikan sebagai dasar untuk pelaksanaan Musrenbang Kelurahan.
Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa proses persiapan pelaksanaan musrenbang di kelurahan Pondang dibagi dalam dua tahapan besar yaitu tahap pengorganisasian dan tahap interpretasi. Dalam tahap pengorganisasian dimana pada tahap tersebut panitia dibentuk dan melaksanakan tugas-tugasnya masih sangat didominasi oleh pihak pemerintah dan tidak melibatkan masyarakat dalam kepanitiaan. Tidak ada perekrutan sesuai dengan kebutuhan kebijakan yang akan dilaksanakan. Namun struktur organisasinya mengikuti struktur yang ada dalam kelurahan. Sedangkan pada tahap interpretasi, dimulai dari proses kemampuan dari pelaksana untuk memahami bagaimana seharusnya pelaksanaan musrenbang tersebut dilaksanakan menjadi faktor yang penting dan tidak didasarkan pada pengalaman saja. Hal-hal tersebut adalah pemahaman mengenai tujuan kebijakan, sumber daya yang akan digunakan, proses dalam kebijakan itu sendiri, serta aktor-aktor yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan dan bagaimana mereka berintraksi. Di Kelurahan Pondang hal tersebut tidak seluruhnya dapat dipahami oleh perangkat kelurahan karena keterbatasan pengetahuan mengenai perencanaan pembangunan partisipatif. Sedangkan untuk hambatan terdiri atas kegagalan komunikasi, sumber daya, struktur birokrasi dan sikap dari pelaksana kebijakan itu sendiri. Dari hambatan-hambatan tersebut masalah waktu dan dana yang terbatas serta sikap yang tidak antusias terhadap musrenbang menjadi hambatan terbesar dalam persiapan pelaksanaan musrenbang.
Saran yang dapat dikemukakan dalam tesis ini yaitu : pertama, peningkatan komunikasi antara pihak kabupaten dan pihak kelurahan. Hal ini penting karena dengan adanya komunikasi maka akan tercipta proses transfer of knowledge yang dapat berdampak pada pemahaman pelaksana di tingkat desa/kelurahan akan semakin baik dan pada akhirnya tercapainya tujuan dari pelaksanaan musrenbang tersebut. Kedua, perlu adanya usaha untuk meningkatkan kapasitas pelaksana Musrenbang terutama di tingkat kelurahan/desa, terutama kemampuan dalam perencanaan pembangunan partisipatif. Usaha ini dapat ditempuh dengan cara mengadakan pelatihan atau seminar mengenai perencanaan pembangunan partisipatif. Dengan adanya kemampuan tersebut maka dengan sendirinya akan meningkatkan kualitas dari hasil musrenbang itu sendiri dan dapat menjamin partisipasi masyarakat dalam Musrenbang itu sendiri."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T21958
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rismayanti
"Penyakit kusta merupakan penyakit menular yang masih banyak menimbulkan masalah kompleks. Masalah tersebut bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai ke masalah sosial, ekonomi dan budaya (W1-L0,2000). Kabupaten Jeneponto merupakan salah satu kabupaten endemis kusta di provinsi Sulawesi Selatan yang memiliki Case Detection Rate tertinggi ( 50,9/100.000) di tahun 2006 dan prevalensi rate 4/10.000. Jumlah kasus baru yang ditemukan di tahun 2006 sebesar/69 kasus. Sebagian besar kecamatan yang ada di wilayah kabupaten Jeneponto dinyatakan endemis dan derajat endemisitasnya, cukup tinggi sehingga risiko tertularnya penduduk menjadi sangat besar. Masih tingginya case detection rate di kabupaten Jeneponto disertai kepadatan hunian yang cukup tinggi memungkinkan penularan kusta melaitri droplet maupun sentuhan langsung. Untuk itu perlu di ketahui hubungan kepadatan human terhadap risiko kejadian kusta.
Tujuan penelitian ini tuttuk rnengetahui hubungan faktor hunian dengan kejadian kusta di Ka.bupaten Jeneponto setelah dikontrol oleh faktor konfounding yaitu umur, jenis kelamin, vaksinasi BCG, pengeluaran, riwayat kontak serurnah, pendidikan dart pekerjaan. Penelitian ini menggunakan disain study kasus kontrol yang dipadankan( pair wise matching). Sampel penelitian adalah seluruh penderita kusta baru yang ditemukan periode Juli 2006 sampai September 2007. Jumlah kasus sebanyak 115 orang dan jumlah kontrol sebanyak 115 orang. Analisis data diIakukan meialui tiga tahapan, yaitu Univariat (distribusi frekuensi), Bivariat (uji McNemar) dan rnultivariat (Conditional Multiple Logistic Regression).
Hasil penelitian menunjukan bahwa kepadatan hunian berhubungan dengan kejadian kusta dengan nilai OR 10,65 (95% Cl: 4,11— 27,62) dart nilai p 0,000 setelah dikontrol variabel pengeluaran, pekerjaan dan riwayat kontak serurnah. Dari hasil penelitian ini disarankan perlu dilaksanakan pemeriksaan kontak serumah yang lebih intensif pada wilayah puskesmas yang tingkat kepadatan hunian tinggi, screening terhadap rumah yang ada penderita kusta terutarna pada rumah-rumah dengan tingkat kepadatan hunian tinggi.

Disease of Leprosy represent contagion which still many generating the problem of complex. The problem not merely from medical facet but extending to problem of social, cultural and economic ( WHO,2000). Sub-Province of Jeneponto represent one of the sub--province of endemic of leprosy in Province of South Sulawesi owning highest Case Detection Rate ( 50,9/100.000) in year 2006 and prevalence rate 4,1/10.000. Amount of new case found in year 2006 amount 169 cases. Mostly district of exist in region of sub-province of Jeneponto expressed by endemic and degree of high endemic enough so that its contagious risk resident become very big. Still height of case detection rate in sub-province of Jeneponto accompanied by density of dwelling which high to enough enable infection of leprosy through droplet and also direct touch. For that need in knowing relationship of density of dwelling to risk of leprosy occurrence.
Target of this research to know relation of factor of dwelling with occurrence of leprosy in Sub-Province of Ieneponto after controlled by confounder that is age, gender, vaccination BCG, expenditure, history contact house, education and work. This research use to design case control study (pair wise matching). Sample of Research is all new leper was found by period of July 2006 until September 2007. Amount of case of counted 115 people and amount of control of counted 115 people. Data analyzing conducted to through three steps, that is Univariate ( frequency distribution), Bivariate (McNemar test) and multivariate (Conditional Multiple Logistic Regression).
Result of research of show that density of dwelling relate to occurrence of leprosy with Odd Ratio 10,65 ( 95% CI: 4,11 - 27,62) and p value 0,000 after controlled by variable of expenditure, job and history contact house. From result of this research is suggested require to be executed by a inspection contact more intensive house at region of puskesmas (public health center) which mount density of high dwelling and screening to existing house of leper especially at house with level density of high dwelling.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T34607
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rizhkal
"Pertambangan emas di kabupaten Mandailing Natal sudah ada sejak 2008. Tetapi semakin marak pada tahun 2010 di kecamatan Hutabargot dan di kecamatan Nagajuang pada November 2011. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara kadar merkuri pada rambut pada pekerja tambang terpajan merkuri dan karakteristik individu pekerja(usia, lama tinggal, status gizi dan konsumsi ikan) dengan gangguan keseimbangan tubuh. Penelitian ini menggunakan metode cross sectional. Data yang digunakan yaitu data primer dari kuesioner dan sekunder dari hasil uji laboratorium rambut. Sampel penelitian ini disesuaikan dengan sampel dari data sekunder yang menggunakan rumus Lemeshow sehingga didapatkan sampel 60 orang.
Hasil penelitian ini didapatkan tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel independent (merkuri dalam rambut) dan variabel konfounding terhadap variabel dependent (gangguan keseimbangan tubuh). Walaupun hasil penelitian tidak menunjukkan hubungan yang signifikan jika dilihat dari nilai OR variabel merkuri dalam rambut masih tergolong tinggi yaitu 6,0 dan setelah dikontol variabel karakteristik individu OR merkuri dalam rambut turun menjadi 4,92.

Gold mining in Mandailing Natal regency has been around since 2008. But it became more prevalent in 2010 in Hutabargot sub-district and in Nagajuang sub-district in November 2011. The purpose of this study was to analyze the relationship between mercury levels in hair in mercury exposed workers and individual characteristics of workers (age, length of stay, nutritional status and consumption of fish) with body balance disorders. This study uses a cross sectional method. The data used are primary data from questionnaires and secondary from the results of hair laboratory tests. The research sample was adjusted to the sample from secondary data using the Lemeshow formula so that sample of 60 people was obtained.
The results of this study found that there was no significant relationship between independent variables (mercury in hair) and confounding variables on the dependent variable (body balance disorder). Although the results of the study did not show a significant relationship when viewed from the OR variable value of mercury in the hair was still relatively high at 6.0 and after being contracted the individual characteristic variable OR mercury in the hair dropped to 4.92."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T53785
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benny Hidayat
"Latar belakang: Pada tahun 2010 dari seluruh penduduk berusia lima tahun dan lebih di Sulawesi Selatan terdapat 24,38 persen yang masih sekolah di berbagai tingkatan mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Anak-anak usia SD (7-12 tahun) yang masih sekolah ada 96,53 persen. Anak-anak usia SLTP (13-15 tahun) yang masih sekolah ada 80,99 persen dari seluruh anak usia SLTP. Di tingkat SLTA terdapat 51,67 persen dari seluruh anak usia 16-18 tahun. Pada tingkatan perguruan tinggi yang masih sekolah ada 15,82 persen dari seluruh anak usia 19-24 tahun.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menghitung distribusi pendapatan masyarakat dan menganalisis distribusi manfaat belanja pendidikan di 24 kabupaten/kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan untuk rumah tangga yang memiliki anak usia sekolah dasar (7 - 12 tahun) dan sekolah menengah pertama (13 - 15 tahun).
Metode: Penelitian ini bersifat kualitatif deskriptif dengan menggambarkan tentang belanja pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan di sektor pendidikan. Pendekatan yang dipakai adalah Benefit Incidence Analysis untuk melihat sebaran distribusi manfaat belanja pemerintah terhadap kalangan masyarakat miskin di Sulawesi Selatan.
Hasil: Tingkat ketimpangan pendapatan rumah tangga yang memiliki anggota rumah tangga usia sekolah dasar (7 - 12 tahun) tertinggi dengan persentase sebesar 30 persen terjadi di 6 kabupaten dan 2 kota. Sedangkan ketimpangan pendapatan untuk rumah tangga yang memiliki anak usia sekolah menengah pertama (13 - 15 tahun), ketimpangan pendapatan tertinggi terjadi di Kabupaten Gowa. Manfaat yang bersifat progresif terjadi di Kabupaten Sidrap, Luwu Utara dan Kota Palopo. Sedangkan manfaat yang bersifat netral terjadi di Kabupaten Maros. Untuk manfaat yang bersifat regresif terjadi di Kabupaten Pinrang dan Kota Makassar.
Kesimpulan: Distribusi manfaat belanja pemerintah di Sulawesi Selatan umumnya bersifat progresif untuk sekolah dasar namun untuk sekolah menengah pertama umumnya bersifat regresif.

Background: In the year 2010 from all resident have age five year and more in South Sulawesi there are 24,38 percent which still at various level of school start of elementary school until college. Children of age SD (7 - 12 year) there are 96,53 percent still at school. Children of age SLTP (13 - 15 year) there are 80,99 percent still at school. Children of age SMU (16 - 18 year) there are 51,67 percent still at school. Children of age College (19 - 24 year) there are 15,82 percent still at school.
Objective: This research aim to calculate the distribution of society earnings and analysis the benefit incidence of education expense in 24 regency/town in South Sulawesi Province for the domestic of owning elementary school age child (7 - 12 year) and junior high school (13 - 15 year).
Method: This research have the character of descriptive qualitative by depicting governmental expense of regency and town of South Sulawesi Province in education sector in 2010. Approach by using Benefit Incidence Analysis to see the benefit distribution of education budget to rural society in South Sulawesi.
Result: Household income did not flatten in highest level with 30 percent happen 6 regency and 2 town for household have child age SD. Meanwhile, for household income did not flatten in highest level happen in Gowa Regency with 40 percent for household have child age of SMP. Benefit with progressive happen in Sidrap, North Luwu and Palopo. Meanwhile, benefit with neutral happen in Maros Regency. And, benefit with regressive happen in Pinrang Regency and Makassar City.
Conclusion: In general, benefit incidence of government budget in education sector in South Sulawesi Province in 2010 for child age SD is progressive but for child age SMP still regressive.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
T30063
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>