Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12638 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Retnosari Andrajati
"Tujuan penelitian ini ialah untuk membandingkan penggunaan antibiotik sebelum dan sesudah penerapan Formularium Rumah sakit (FRS) di Rumah Sakit MMC (RS MMC). Seluruh penggunaan antibiotik yang termasuk dalam klasifikasi J01 Anatomical Therapeutic Chemical (ATC) dicatat dari data pelayanan farmasi rawat-inap dan rawat-jalan. Paramater kuantitatif penggunaan antibiotik pasien rawat inap adalah Defined Daily Doses/100 hari rawat (DDDs/shr) dan DDDs/1000 pasien/hari (DDDs/rph) untuk pasien rawat-jalan. Parameter kualitas penggunaan obat adalah jumlah nama obat yg berdasarkan urutan DDDs membentuk segmen 90% dari total penggunaan obat (DU90%) dan kepatuhan peresepan antibiotik terhadap formularium dalam segmen DU90% berdasarkan nama dagang dan nama generik. Kuantitas dan kualitas penggunaan antibiotik dibandingkan sebelum dan sesudah penerapan FRS (tahun 2000 terhadap tahun 1999). Analisa perbandingan kuantitas penggunaan antibiotik dilakukan dengan. uji peringkat tanda Wilcoxon. Penggunaan antibiotik untuk pasien rawat-inap menurun nyata sebesar 23,1%, dari 124,96 DDDs/shr di tahun 1999 menjadi 96,13 DDDs/shr (p= 0,03). Penurunan penggunaan antibiotik di rawat-jalan 4,9%, dari 3,49 DDDs/rph di tahun 1999 menjadi 3,32 DDDs/rph di tahun 2000 (p=0,58). Siprofloksasin adalah antibiotik yang terbanyak diresepkan di rawat-inap pada tahun 1999 dan 2000, sedangkan di rawat-jalan amoksisilin pada tahun 1999 dan siprofloksasin pada tahun 2000. Kepatuhan peresepan antibiotik terhadap FRS untuk pasien rawat-inap dan rawat-jalan berturut-turut berdasarkan nama generik 100% dan 100%, berdasarkan nama dagang 90,5% dan 94,3%. Profil penggunaan antibiotik dalam segmen DU90% untuk pasien rawat-inap dan rawat-jalan dapat dikatakan tidak menunjukkan perbaikan baik berdasarkan nama dagang maupun nama generik. Sebagai kesimpulan ialah bahwa penerapan FRS di RS MMC hanya menunjukkan penurunan bermakna pada penggunaan antibiotik untuk pasien rawat-inap. (Med J Indones 2004; 13: 173-9)

The objective of this study is to compare the use of antibiotics at the Metropolitan Medical Center Hospital in Jakarta, Indonesia (MMCH), before and after the implementation of a hospital formulary. All antibiotic data under J01 Anatomical Therapeutic Chemical (ATC) classification were collected from pharmacy inpatient and outpatient records. Quantitative antibiotic use was expressed in Defined Daily Doses/100 bed-days (DDDs/hbd) for inpatients and DDDs/1000 patients/day (DDDs/tpd) for outpatients. The general quality of drug use was assessed in number of drugs that account for 90% of the use (DU90%) and the adherence to hospital formulary by substance and brand name within the DU90% segment. Quantitative and qualitative antibiotic use were compared before and after implementation of the formulary (1999 to 2000). The Wilcoxon rank sign test was used to compare overall antibiotic use. Inpatient antibiotic usage decreased significantly by 23.1%, 124.96 DDDs/hbd in 1999 to 96.13 DDDs/hbd during 2000 (p= 0.03) and outpatient antibiotic usage decreased insignificantly by 4.9%, 3.49 DDDs/tpd during 1999 to 3.32 DDDs/tpd during 2000 (p=0.58).The most commonly antibiotic use was ciprofloxacin in inpatient setting during the study and in out-patient setting was amoxicillin in 1999 and ciprofloxacin in 2000. The adherence to the formulary by substance and by brand name in inpatient department was 100% and 90.5% and in outpatient department was 100% and 94.3% during the study. DU 90% by substance name and by brand name was considerably not improved in both settings. The conclusion is that the effectiveness of one year formulary implementation at MMCH was only revealed in inpatient setting. (Med J Indones 2004; 13: 173-9) "
2004
MJIN-13-3-JulSep2004-173
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Michael Berintan
"Puskesmas memiliki peran untuk melakukan upaya kesehatan masyarakat, diantaranya adalah farmasi yang mencakup pengelolaan obat-obatan dan alat kesehatan yang diperlukan. Evaluasi penggunaan obat (EPO) adalah sistem evaluasi yang terstruktur untuk memastikan ketepatan penggunaan obat. EPO dapat memberikan gambaran penggunaan obat sehingga dapat memberi masukan untuk pengelolaan obat dan evaluasi efektivitas terapi obat. Metode ATC/DDD adalah metode yang direkomendasikan WHO untuk analisis kuantitatif penggunaan obat secara internasional. Anatomical Therapeutic Chemical (ATC) adalah klasifikasi obat berdasarkan lokasi kerja, efek terapi, farmakologi, dan sifat kimia obat sedangkan Defined Daily Dose (DDD) adalah dosis pemeliharaan rata-rata per hari pada pasien dewasa. Antibiotika merupakan obat antibakteri yang perlu ditangani dengan hati-hati, karena penggunaan yang tidak tepat dapat menyebabkan gangguan kesehatan atau resistensi mikroba. Laporan ini membahas analisis penggunaan obat golongan antibiotika dengan metode ATC/DDD di Puskesmas Kecamatan Jatinegara pada tahun 2021. Hasil laporan diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan informasi dalam perencanaan obat di masa depan.

Community health centers have a role to do community health improvements, which among them is pharmacy that includes management of the drugs and healthcare tools needed. Drug use evaluation is a structured system of evaluation to ensure the accuracy of drug usage. This evaluation can help give a picture of drug use that can help in drug management and evaluation of the effectivity of therapy. The ATC/DDD method is a method recommended by WHO for quantitative drug analysis internationally. Anatomical Therapeutic Chemical (ATC) is a classification of drugs based on location of action, therapeutic effect, pharmacology, and chemical property while Defined Daily Dose (DDD) is the average maintenance dose on adult patients. Antibiotics is a group of antibacterial drugs that needs careful management, for that incorrect usage can cause health issues or microbial resistance. This report discusses the analysis of the use of antibiotics with ATC/DDD method on Jatinegara community health center on 2021. The result of this report is hoped to be a source of information for future plannings of drugs.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Hadra Khalisya
"Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan antibiotik oral di Puskesmas Pembantu Cipinang Melayu pada tahun 2022 menggunakan metode ATC/DDD (Anatomical Therapeutic Chemical/Defined Daily Dose). Evaluasi ini penting dilakukan untuk mengetahui rasionalitas penggunaan antibiotik dalam upaya mencegah resistensi antibiotik. Data diperoleh secara retrospektif dari Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO), jumlah pasien, serta harga obat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa antibiotik yang paling banyak digunakan adalah amoksisilin, dengan nilai DDD tertimbang sebesar 556 DDD/1000 pasien dan persentase penggunaan sebesar 69,67%. Kelas terapi antibiotik yang paling banyak digunakan adalah antibiotik untuk penggunaan sistemik dengan kode ATC J01, yang mencakup 98,92% dari total penggunaan. Berdasarkan expenditure (pengeluaran biaya), amoksisilin juga merupakan antibiotik dengan pengeluaran biaya tertinggi, sebesar 70,07% dari total pengeluaran untuk antibiotik di Puskesmas Pembantu Cipinang Melayu. Penelitian ini menyimpulkan bahwa amoksisilin adalah antibiotik yang paling sering digunakan dan paling besar pengeluaran biayanya. Disarankan agar dilakukan evaluasi lebih lanjut menggunakan data rekam medis pasien untuk menilai ketepatan pemberian antibiotik berdasarkan diagnosis yang lebih akurat.

This study aims to evaluate the use of oral antibiotics at Cipinang Melayu Sub-Health Center in 2022 using the ATC/DDD (Anatomical Therapeutic Chemical/Defined Daily Dose) method. This evaluation is essential to assess the rationality of antibiotic use in efforts to prevent antibiotic resistance. Data were collected retrospectively from the Drug Usage and Request Form (LPLPO), patient numbers, and drug prices. The results show that the most frequently used antibiotic was amoxicillin, with a weighted DDD value of 556 DDD/1000 patients and a usage percentage of 69.67%. The most commonly used therapeutic class of antibiotics was systemic antibiotics with ATC code J01, accounting for 98.92% of total usage. In terms of expenditure, amoxicillin also had the highest cost, comprising 70.07% of the total antibiotic expenditure at Cipinang Melayu Sub-Health Center. This study concludes that amoxicillin is the most frequently used antibiotic and incurs the highest cost. It is recommended that further evaluation be conducted using patient medical records to assess the appropriateness of antibiotic prescription based on more accurate diagnoses. "
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kucers, A.
London : Heinemann Medical, 1972
615.329 KUC u
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Stella Maureen Wijaya
"Intensitas penggunaan antibiotik yang relatif tinggi dapat menimbulkan permasalahan seperti resistensi bakteri terhadap antibiotik sehingga perlu dilakukan evaluasi penggunaan obat golongan antibiotik. Daftar realisasi obat antibiotik tahun 2022 didapat dari Puskesmas Kelurahan Cipinang Muara. ATC dan DDD obat diperoleh dari situs WHO (www.whocc.no/atc_ddd_indexhpx/). Data jumlah populasi penduduk di Kelurahan Cipinang Muara diperoleh dari https://timur.jakarta.go.id/kelurahan/cipinang-muara yaitu sebanyak 55.982 jiwa. Pengolahan data dilakukan menggunakan program Microsoft Excel. Hasil evaluasi penggunaan obat antibiotik menggunakan menunjukkan bahwa antibiotik yang mencakup 90% dari penggunaan obat antibiotik di Puskesmas Kelurahan Cipinang Muara adalah Amoksisilin, Kotrimoksazol, Siprofloksasin, dan Doksisiklin. Penggunaan antibiotik terbesar yaitu Amoksisilin dengan presentase 46,99% dari penggunaan seluruh obat golongan antibiotik. Biaya obat antibiotik terbesar yaitu Amoksisilin dengan presentase 61,50% dari pengeluaran seluruh obat golongan antibiotik. Biaya per DDD atau Cost/DDD terbesaar yaitu Kloramfenikol dengan nilai Cost/DDD sebesar Rp 6.540 / DDD.

The relatively high intensity of antibiotic use can cause problems such as bacterial resistance to antibiotics so it is necessary to evaluate the use of antibiotic class drugs. The list of antibiotic drug realization in 2022 was obtained from the Cipinang Muara Village Health Center. ATC and DDD of drugs were obtained from the WHO website (www.whocc.no/atc_ddd_indexhpx/). Data on the total population in Cipinang Muara Village was obtained from https://timur.jakarta.go.id/kelurahan/cipinang-muara which is 55,982 people. Data processing was done using Microsoft Excel program. The results of the evaluation of antibiotic drug use show that antibiotics that cover 90% of antibiotic drug use at the Cipinang Muara Village Health Center are Amoxicillin, Cotrimoxazole, Cyprofloxacin, and Doxycycline. The largest use of antibiotics is Amoxicillin with a percentage of 46.99% of the use of all antibiotic class drugs. The largest antibiotic drug cost is Amoxicillin with a percentage of 61.50% of all antibiotic class drug expenditures. The cost per DDD or Cost / DDD is Chloramphenicol with a Cost / DDD value of Rp 6,540 / DDD.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nila Indrawati
"Tujuan penelitian ini adalah melakukan analisis pengendalian persediaan antibiotik pada tahun 2011 di RSIA Budi Kemuliaan. Desain penelitian yang digunakan Cross Sectional dengan pendekatan kualitatif untuk menganalisis unsur-unsur yang berpengaruh pada efektifitas pengendalian dan pendekatan kuantitatif digunakan untuk melakukan analisis ABC antibiotik pada tahun 2011. Hasil yang didapat dari penelitian ini untuk analisis ABC nilai indeks kritis, kelompok A terdiri dari 8 item obat atau 6,25 % dari seluruh item antibiotik, kelompok B 58 item atau 45,31% dan kelompok C 48,44% atau 62 item antibiotik Untuk evaluasi Formularium, 28 item antibiotik dalam kelompok C dapat dihilangkan. Efektifitas pengendalian belum tercapai, dikarenakan kebijakan yang ada belum cukup dan belum dibakukan menjadi pedoman yang disosialisasikan serta dievaluasi secara rutin dan belum dibakukannya prosedur-prosedur yang berkaitan dengan pengendalian persediaan, serta sistem informasi yang tersedia belum menunjang proses pencatatan dan pelaporan.

The aim of this research is to analyze antibiotics stock control in Budi Kemuliaan Hospital in 2011. This was a cross-sectional study using qualitative approach to analyze some factors influencing control effectivity and quantitative approach to analyze ABC antibiotics in 2011. The result of this study, using ABC analysis of critical index point, showed that Group A consisted of 8 drug items or 6.25% of total antibiotics items, Group B consisted of 58 items (45.31%) and Group C consisted of 62 items (48.44%). Twenty eight itemsin Group C could be deleted from Budi Kemuliaan Hospital?s drug formularium lists.The effectivity of stock control had not been achieved yet because the policy regarding stock controlhad not been established adequately andhad not became a guidance to be socialized and evaluated routinely;there were many procedures of drug stock control had not became SOP (Standard Operating Procedure); and the excellence information system that supported good documentation had not been available yet."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
T31235
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Nisrina Yunasty
"Resistensi antibiotik sebagai konsekuensi dari penggunaan antibiotik secara berlebihan nyatanya telah menjadi salah satu ancaman kesehatan masyarakat global yang membutuhkan tindakan segera. Studi menyatakan bahwa pemberian resep yang tidak tepat, ketidakpastian diagnosis, tekanan dari pasien, dan juga persepsi publik merupakan faktor yang memengaruhi penggunaan antibiotik yang tidak tepat. Pendekatan untuk mengoptimalkan penggunaan antibiotik berbasis pendidikan dibuktikan dapat meningkatkan praktik peresepan, terutama pada dokter junior. Maka dari itu, tingkat pengetahuan, sikap, dan juga perilaku terkait pemberian resep yang tepat, pengeluaran, serta penggunaan antibiotik harus diketahui pada mahasiswa kedokteran dan juga pada mahasiswa non-kedokteran sebagai langkah awal dari pemberian intervensi dalam menangani peningkatan angka resistensi antibiotik ini. Penelitian ini dilakukan menggunakan desain potong lintang deskriptif analitik pada 653 mahasiswa aktif Universitas Indonesia yang terbagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok fakultas kedokteran dan fakultas non-kedokteran yang didapatkan menggunakan metode clustered convenience sampling. Kuesioner KAPAQ oleh Karuniawati et al digunakan pada penelitian ini yang membagi skor responden menjadi tiga kategori yaitu Tinggi (>70%), sedang (50-70%), dan rendah (<50%).Uji mann-whitney dilakukan untuk menganalisis perbedaan skor PSP antara kedua kelompok program studi. Kemudian, uji chi-square dan kruskal wallis juga dilakukan untuk mengetahui hubungan antar komponen PSP. Pengetahuan, sikap, dan perilaku yang tinggi dalam penggunaan antibiotik nyatanya didapatkan pada mayoritas mahasiswa di Universitas Indonesia (Pengetahuan tinggi 59,1%; Sikap tinggi 68%; Perilaku tinggi 64,2%). Hasil dari analisis yang dilakukan pada penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna (p<0,001) antara kedua kelompok program studi di setiap komponen PSP. Kemudian, hubungan yang bermakna juga didapatkan antara komponen pengetahuan dengan sikap (p<0,001), pengetahuan dengan perilaku (p<0,001), dan juga antara sikap dengan perilaku (p<0,001) baik pada kelompok mahasiswa kedokteran maupun non-kedokteran.Mayoritas mahasiswa di Universitas Inonesia memiliki tingkat Pengetahuan, Sikap, dan juga Perilaku yang tinggi mengenai penggunaan antibiotik. Perbedaan yang bermakna didapatkan antara pengetahuan, sikap, dan perilaku penggunaan antibiotik pada mahasiswa kedokteran dan non-kedokteran di Universitas Indonesia. Hubungan positif juga ditemukan antara komponen pengetahuan, sikap, dan juga perilaku pada mahasiswa kedokteran dan mahasiswa non-kedokteran.

Antibiotic resistance as a consequence of the excessive use of antibiotics has in fact become a global public health threat that requires immediate action. Studies shows that inappropriate prescribing, uncertainty of diagnosis, pressure from patients, and also public perception are factors that influence the inappropriate use of antibiotics. Optimizing the use of antibiotics with an education-based approach has shown an improvement in prescribing practices, especially for junior doctors. Therefore, the level of knowledge, attitudes, and practice related to proper prescribing, dispensing, and use of antibiotics must be known from medical students and also from non-medical students as a first step in providing interventions to deal with this increasing number of antibiotic resistance. This study was conducted using a descriptive analytic cross-sectional design on 653 active students at the University of Indonesia which were divided into two groups, medical students group and the non-medical students group which were obtained using the clustered convenience sampling method. The KAPAQ questionnaire by Karuniawati et al was used in this study which divided the respondents's scores into three categories, High (>70%), moderate (50-70%), and low (<50%). The mann-whitney test was conducted to analyze the difference in PSP scores between the two study program groups. Then, the chi-square and Kruskal Wallis tests were also used to determine the relationship between PSP components. High knowledge, attitudes, and practice in the use of antibiotics were actually found in the majority of students at the University of Indonesia (High knowledge 59.1%; High attitude 68%; High practice 64.2%). The results of the analysis conducted in this study showed that there was a significant difference (p<0.001) between the two study program groups in each PSP component. Then, a significant relationship was also found between the components of knowledge and attitudes (p<0.001), knowledge and behavior (p<0.001), and also between attitudes and behavior (p<0.001) in both groups of medical and non-medical students. The majority of students at the University of Indonesia have a high level of Knowledge, Attitude, and Practice regarding the use of antibiotics. Significant differences were found between knowledge, attitudes, and behavior of using antibiotics in medical and non-medical students at the University of Indonesia. A positive relationship was also found between the components of knowledge, attitudes, and also behavior in both medical students and non-medical students."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Dewi Pramesti Setya Iswari
"Persediaan obat yang tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan pengeluaran biaya yang tidak efisien, meningkatkan resiko kerusakan, dan menyebabkan terjadinya kekosongan persediaan yang dibutuhkan. Pada tahun 2018, prevalensi penyakit infeksi cukup tinggi di Klinik Satelit UI Makara sehingga persediaan antibiotik perlu dikelola dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penggunaan antibiotik di Klinik Satelit UI Makara pada tahun 2019. Studi ini dilakukan secara kuantitatif dengan metode analisis ABC. Desain penelitian adalah cross-sectional dengan pengumpulan data secara retrospektif menggunakan resep yang berisi antibiotik. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling. Jumlah sampel penelitian ini adalah 6.670 resep.
Berdasarkan analisis ABC pemakaian pada obat oral, obat-obatan yang termasuk di kelompok A yaitu Amoksisilin 500 mg, Sefadroksil 500 mg, Sifrofloksasin 500 mg, FG Troches, dan Sefiksim 200 mg. Obat-obatan yang termasuk kelompok B yaitu Sefiksim 100 mg, Primadex forte, Metronidazol 500 mg, Co Amoxiclav 625 mg, Klindamisin 300 mg, Metronidazol 250 mg, dan Milorin 300 mg. Sedangkan obat-obatan yang termasuk kelompok C yaitu Linkomisin 500 mg, Isoniazid 300 mg, Levofloksasin 500 mg, Doksisiklin 100 mg, Doxihat 100 mg, Rifampisin 450 mg, Tiamfenikol, Kotrimoksazol, Rifampisin 600 mg, Etambutol 500 mg, Pirazinamid, Azitromisin 500 mg, Isoniazid 150 mg, Amoksisilin sirup kering (125 mg / 5 ml), Eritromisin 500 mg, dan Sefadroksil sirup (250 mg / 5 ml).
Berdasarkan analisis ABC pemakaian pada obat topikal, obat-obatan yang termasuk di kelompok A yaitu Gentamisin salep kulit, Erlamycetin tetes mata, Gentamisin krim, Cendo xitrol tetes mata 0,6 ml, Chloramfecort krim, Fuson krim, Klorfeson krim, Genoint krim, Reco tetes mata, Ociderm N krim, dan Kloramfenikol salep mata. Obat-obatan yang termasuk kelompok B yaitu Mupirocin krim, Cendo Xitrol tetes mata 5 ml, Alletrol tetes mata, Ottopain tetes telinga, dan Gentalex krim. Sementara itu, obat-obatan yang termasuk dalam kelompok C yaitu Kloramfenikol tetes mata, Kloramfenikol tetes telinga, Cendo Mycos salep mata, Burnazin krim, Cendo Fenicol tetes mata, Betason N krim, Kloramfenikol krim, Otopraf tetes telinga dan Polidemisin tetes mata. Pengetahuan terkait tingkat prioritas obat ini sangat diperlukan untuk membantu perencanaan obat.

Drug supplies that are not properly managed can lead to inefficient expenses, increase the risk of damage, and lead to vacancies in needed supplies. In 2018, the prevalence of infectious diseases was quite high at the UI Makara Satellite Clinic so that antibiotic supplies needed to be managed properly. This study aims to analyze the use of antibiotics at the UI Makara Satellite Clinic in 2019. This study was conducted quantitatively with the ABC analysis method. The study design was cross-sectional with retrospective data collection using a prescription containing antibiotics. The sampling technique used was total sampling. The number of samples in this study was 6,670 recipes.
Based on the ABC analysis of the use of oral drugs, drugs included in group A, namely Amoxicillin 500 mg, Cefadroxil 500 mg, Ciprofloxacine 500 mg, FG Troches, and Cefixime 200 mg. Drugs belonging to group B namely Cefixime 100 mg, Primadex forte, Metronidazole 500 mg, Co Amoxiclave 625 mg, Clindamycin 300 mg, Metronidazole 250 mg, and Milorin 300 mg. Meanwhile the drugs included in group C were Lincomycin 500 mg, Isoniazid 300 mg, Levofloxacin 500 mg, Doxycycline 100 mg, Doxihat 100 mg, Rifampicin 450 mg, Thiamphenicol, Cotrimoxazole, Rifampicin 600 mg, Ethambutol 500 mg, Pyrazinamide, Azithromycin 500 mg, Isoniazid 150 mg, Amoxicilin dry syrup (125 mg / 5 ml), Erythromycin 500 mg, Cefadroxil syrup (250 mg / 5 ml), and Floxifar 500 mg.
Based on the ABC analysis of the use of topical drugs, the drugs included in group A were Gentamycin oinment, Erlamycetin eye drop, Gentamycin cream, Cendo xitrol eye drop 0,6 ml, Chloramfecort cream, Fuson cream, Klorfeson cream, Genoint cream, Reco eye drop, Ociderm N cream, and Chloramphenicol eye ointment. Drugs belonging to group B namely Mupirocin cream, Cendo xitrol eye drop 5 ml, Alletrol eye drop, Ottopain ear drop, and Gentalex cream. Meanwhile the drugs included in group C were Chloramphenicol eye drop, Chloramphenicol ear drop, Cendo mycos eye ointment, Burnazin cream, Cendo fenicol eye drop, Betason N cream, Chloramphenicol cream, Otopraf ear drop, and Polidemisin eye drop. Knowledge regarding the priority level of this drug is needed to assist drug planning.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rafika Fathni
"Laparotomi merupakan salah satu prosedur medis yang dilakukan secara manual dan menyebabkan banyak perlukaan, yang berisiko tinggi mengalami infeksi, yang dicegah dengan antibiotik profilaksis. Pemberian antibiotik profilaksis yang dilakukan secara empiris dapat menyebabkan banyak dampak negatif jika dilakukan tanpa pengkajian kerasionalan penggunaannya.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data penggunaan antibiotik profilaksis dan melakukan evaluasi kerasionalannya dilihat dari ketepatan indikasi, ketepatan obat, dan ketepatan dosis. Penelitian dilakukan dengan pengambilan data penggunaan antibiotik profilaksis laparotomi dari rekam medis pasien yang menerima prosedur laparotomi pada bulan Januari - Desember 2012 secara retrospektif dengan desain cross-sectional. Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan teknik total sampling. Populasi penelitian berjumlah 486 pasien, dan 161 pasien diterima sebagai sampel penelitian, dengan total administrasi antibiotik profilaksis laparotomi sebanyak 230 kali.
Hasil penelitian menunjukkan pola penggunaan antibiotik profilaksis yang kebanyakan diberikan adalah antibiotik profilaksis tunggal (57,14%), dan antibiotik yang paling banyak digunakan adalah seftriakson dan sefotaksim (34,78%). Penggunaan antibiotik profilaksis yang memenuhi kriteria tepat indikasi adalah 54,78%, tepat obat 3,48%, dan tepat dosis 88,70%. Namun demikian, dari seluruh sampel penelitian tidak ada yang dapat dikategorikan rasional dilihat dari ketepatan indikasi, obat, dan dosis.

Laparotomy is a manual medical procedure which causes many wounds, and has a high infection risk. Surgical site infection is usually prevented by administration of prophylaxis antibiotics. Empirical administration of prophylaxis antibiotics without rationality study can cause many negative impacts.
The aim of this study was to collect prophylaxis antibiotics usage data and to evaluate rationality of the administration, observed from the accuracy of indication, medication, and dose. This retrospective cross-sectional study was done by collecting laparotomy prophylaxis antibiotics usage data from medical record of patients who had received laparotomy procedure on January - December 2012 using total sampling. Population of study included 486 patients, and 161 patients were accepted as samples of study, with total 230 times administration of laparotomy prophylaxis antibiotics.
The results showed that most of prophylaxis antibiotics were given as single type antibiotic (57.14%), and the most antibiotics used were ceftriaxone and cefotaxime (34.78%). Patients given prophylaxis antibiotics with rational indication were 54.78%, only 3.48% were given the appropriate medication, and 88.70% were given antibiotics with the right dose. However, among all samples, none was considered rational in terms of indication, medication, and dose accuracy.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S45912
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>