Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rahmaniar Brahim
"ABSTRAK
Penyalahguna alkohol sering menimbulkan masalah berupa perkelahian, perampokan dan perbuatan lain yang merugikan dirinya dan orang lain, yang pada akhirnya mereka dapat menjadi pemuda putus sekolah, dan dapat berakibat menjadi beban keluarga, masyarakat dan negara.
Alkohol merupakan minuman legal yang dapat dibeli dimana saja tanpa ada pembatasan umur pembeli maupun jumlah minuman yang dapat dibeli, karena itu penting sekali diteliti tentang faktor - faktor yang berhubungan penyalahgunaan alkohol pada pemuda.
Faktor yang diteliti meliputi faktor karakteristik individu yaitu pendidikan, pekerjaan, pendapatan, umur pertama kali minum alkohol, faktor lingkungan keluarga yaitu komunikasi keluarga dan kerukunan keluarga dan faktor lingkungan di luar keluarga yaitu adanya pergaulan dengan teman sebaya penyalahguna alkohol.
Metode yang digunakan adalah dengan cara kasus kontrol, dengan ?daerah penelitian" Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi yang dilakukan pada bulan Juni dan Juli 1997.
Penelitian dilakukan pada laki-laki umur 15 - 25 tahun yang diambil dari pasien penyalahguna alkohol di Rumah Sakit Ketergantungan Obat, Jakarta, yang berjumlah 165 responden sebagai kasus dan kontrol yang berjumlah 165 responden adalah saudara kandungnya yang tinggal serumah dan bukan penyalahguna alkohol dengan beda umur dua - tiga tahun lebih muda atau lebih tua.
Instrumen yang digunakan adalah kuesioner yang dilakukan dengan cara kunjungan dari rumah ke rumah.
Faktor resiko yang ditemukan pada penelitian ini adalah faktor pergaulan dengan penyalahguna alkohol dan pendapatan dan keeratan hubungannya didapat odds ratio sebesar 186 artinya resiko terjadinya penyalahguna alkohol adalah 186 kali bila pemuda bergaul dengan penyalahguna alkohol dibanding dengan pemuda yang tidak bergaul dengan penyalahguna alkohol setelah dikontrol dengan pendapatannya.
Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan pada penelitian selanjutnya sebaiknya tidak digunakan saudara kandung sebagai kontrol agar faktor kerukunan keluarga yang buruk, komunikasi keluarga yang buruk dan ditambahkan faktor tidak taat beragama dapat terbukti sebagai faktor resiko terjadinya penyalahguna alkohol.
Daftar Pustaka 44 : (1966 -1997)

ABSTRACT
Some Factors Related to Alcohol Abuse Amongst Youngsters in Jakarta, Bogor, Tangerang and BekasiBy Abusing alcohol often, it can rise the problem amongst them self, such as fighting, robbery and anything than can do harm to others, eventually for those who become the abuser (especially the youngsters) leave their schools and they feel hopeless about their future (pessimist) which then, it becomes their family and country's responsibility to solve it.
In other side, alcohol can be easily consume in many shops without any specific regulation to give allowance to certain people, the aim of this study is necessary to develop some study about factors that related to alcohol abuse among the youngsters.
Some of those factors that had been examined include the factor of individual characteristics, ie. Education, employment, income, at what age they started drink, environment within the family and their neighbourhood, is there any friendship with peer group based on this interest (alcohol abuse) among them.
The method used in here was case control study, within area in Jakarta, Bogor, Tangerang and Bekasi which had been conducted in June and July 1997.
Observation had been conducted to men with the age vary between 15 - 25 years old, taken from Rumah Sakit Ketergantungan Obat (alcohol abuse patients) about 165 patients. As the control, were 1 65 relatives of those patients who lives in the same place and non-alcohol abuser. They had different age 2-3 years older I younger than the alcohol abuser.
Instruments used was the questionnaires conducted by visiting their homes.
From the examination, the impact from social relationship with the alcohol abuse and income is very closely related, where the result indicates that odds ratio is 186 after ajusted with income, means the risk / impact for the person who has relationship with the alcohol abuser will have a chance 186 times than the person who has not.
Based on the examination, it's suggested for the following examination I study would be much better not to use the same sample (relatives as a case control), in order to find more factors such as "inharmony relationship" in the family, or poor communication between members of the family and unreligious belief as risk factors for alcohol abuse.
Bibliography : 44 (1966 -1997 )
"
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firzawati
"Dalam penulisan resep, pandangan dokter mengenai obat yang cocok bagi pasien adalah obat yang memiliki efikasi dan kualitas yang baik namun kurang mempertimbangkan kemampuan pasien dalam membayar atau membeli obat tersebut. Pada pasien yang memiliki jaminan asuransi, dokter tidak memiliki kendala dan hambatan dalam pola peresepan. Demikian pula dengan hadirya beberapa kebijakan dari PT. Askes yang menerbitkan DPHO (Daiiar Plafon Harga Obat); climana obat yang digunakan untuk pasien peserta Askes PNS, adalah obat yang sesuai dengan DPHO' tersebut, dan bila tidak sesuai dengan DPHO maka pasien membayar sendiri obat yang akan ditangglmg sendiri (Out of Pocket). Oleh karenanya perlu dilakukan analisis, apakah resep-resep yang diberikan kepada peserta asuransi kesehatan PNS memenuhi indikator wnum kerasionalan penulisan resep yang dirumuskan oleh WHO' (World Health Organization) dalam meniiai penggunaan obat rasional' di berbagai institusi pemerintah yakni rata - rata jumlah item per lernbar resep; persentase peresepan dengan nama generik; persentasc peresepan dengan antibiotik; persentase peresepan dengan injeksi; persentase peresepan yang sesuai dengan DOEN dan Formularium Pénelitian ini rnengunakan desain cross sectional dengan menggunakan data primer dan sekundcr berupa resep dan laporan keuangan. Populasi sludi pada penelidan ini adalah resep resep yang ke PT. Askes pada bulan November, dan dengan menggunakan teknik random sampling didapatkan jumlah sample yang diteliti sebanyak 508' responden. Dengan menggunakan analisis statistik regresi linier, didapatkan bahwa biaya obat out of pocket memiliki hubungan yang sigfinikan dengan persentase obat paten per lembar resep; persentase obat yang tidak sesuai dengan formularium dan persentase pemakaian injeksi per lembar resep. Sedangkan pola peresepan yang memiliki hubungan dengan total biaya obat adalah jumlah obat yang dilayani instalasi farmasi; persentase obat paten per lcmbar resep; persentase obat antibiotik per lembar resep dan persentase pemakaian injeksi per lembar resep. Rata rata biaya obat' out of pocket per lembar resep sebcsar Rp. 8.l39;- dan rata rata jumlah biaya total per lembar resep adaiah sebesar Rp. 82.564,-

In prescribing a prescription, doctors consider that appropriate medicines for patients are those, which have good effect and quality, but they less consider the ability of patients to pay or buy the medicines. Doctors do not have constraints and difficulties related to prescribing pattern to patients who have insurance guarantee. Through its policy, PT. Askes releases DHPO (Medicines Costs Ceiling Lists) stating that medicines used for patients being insurance members from civil servants are those suitable with the DHPO. If the medicines do not confirm the DHPO, patients will pay the medicines themselves (out of packet). For these reason, whether prescriptions given to health insurance members comply with general indicators of rationality of prescribing formulated by WHO (World Health Organization) should be analyzed. WHO determines indicators to evaluate the rational utilization of medicines in governmental institution as follows: the average of the number of items per prescription sheet, percentage of prescribing with generic name, percentage of prescribing with antibiotic, percentage of prescribing with injection percentage of prescribing in accordance with DOEN (National Essential Medicines List) and formulation. This research used cross sectional design. The research analyzed primary and secondary data. The secondary data were in the lbmr of prescriptions and 'financial report. The populations were prescriptions claimed by PT. Askes in November. By using sampling random technique, the number of samples studied was 508 respondents. By applying linear regression statistical analysis, it was found that out of pocket medicines costs is significantly related with the percentage of patent per prescription sheet, percentage of medicines that is not confirmed with formulation, and percentage of injection utilization per prescription sheet. On the other hand, prescribing pattern which has relation with total medicines cost are the number of medicines provided by pharmaceutical installation, percentage of patent medicines per prescription sheet, percentage of antibiotic medicines per prescription sheet, and percentage of injection utilization per prescription sheet. The cost of out of pocket medicines per prescription sheer is IDR 8,139 on average and the number of total cost per prescription sheet is IDR 82,564 on average."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T32072
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lintang Dian Saraswati
"Latar belakang: Tenaga kesehatan berpotensi untuk terkena Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus HepatitIs C, dan Virus Hepatitis B yang penularannya lewat darah. Tertusuk jarum suntik dapat membahayakan tenaga kesehatan di rumah sakit.
Tujuan: Diketahuinya riwayat tertusuk jarum suntik yang berhubungan dengan terjadinya kejadian Hepatitis B atau C pada tenaga kesehatan di RS Dr.Kariadi Semarang Tahun 2008.
Metode: Desain cross sectional dengan melakukan wawancara dan pengambilan darah pada 225 kelompok terpapar (kelompok riwayat tertusuk jarum suntik >2 kali) dan 225 kelompok riwayat tertusuk jarum suntik < 2 kali). Analisis data univariat, bivariat dan multivariat dengan interaksi dan confounding.
Hasil dan diskusi: Riwayat tertusuk jarum suntik >2 kali berisiko 48,99 kali untuk mengalami Hepatitis B atau C dibandingkan dengan riwayat tertusuk jarum suntik < 2 kali dengan POR sebesar 48,99 95%CI (9,494-252,85) P value 0,000 dan terdapat satu variabel confounding yaitu frekuensi menyuntik yang dapat mendistorsi efek riwayat tertusuk jarum suntik dengan kejadian Hepatitis B atau C.
Kesimpulan dan saran: Tenaga kesehatan yang riwayat tertusuk jarum suntik >2 kali dalam 6 bulan memperbesar risiko mengalami kejadian Hepatitis B atau C bila dibandingkan dengan tenaga kesehatan yang riwayat tertusuk jarum suntik < 2 kali dalam 6 bulan, setelah dikendalikan oleh Riwayat Medis, Paparan Pekerjaan Modis, Unit kerja, Lama Kerja, Jenis Kelamin, Frekuensi Menyuntik, dan Kewaspadaan Universal di RS Dr. Katiadi Tabun 2008. Di anjurkan supaya tenaga kesehatan di RS Dr. Kariadi tidak sampai tertusuk lebih dari satu kali agar tidak terkena Hepatitis B atau C dengan cara meningkatkan praktek pencegahan infeksi, melakukan general check up dimana pemeriksaan Hepatitis B atau C termasuk didalamnya dan dilakukan setahun sekali, bagi tenaga kesehatan yang tertusuk jarum suntik lebih dan sekali sebaiknya segera memeriksakan diri secepatnya untuk mengetahui lebih dini apakah mengalami Hepatitis B atau C, dan sebaiknya tenaga kesehatan dalam sebulan menyuntik tidak lebih dari 8 kali agar tidak mengalami hepetitis B atau C.

Background: Healthcare workers (HCWs) are potentially at risk for human immunodefiCiency virus (HIV), Hepatitis B virus (HBV) and Hepatitis C virus (HeV) infection through occupational exposures to blood and bloody body fluids. Needle stick injuries put healthcare workers at risk of life-threatening infections such as Hepatitis C and Hepatitis B.
Aims: A study was designed to determine the risk of needle stick injuries of Hepatitis B Virus (HBV) or Hepatitis C virus (HCV) infections among health care workers in Dr. Kariadi Hospital 2008.
Method: Designed cross sectional by interview and blood examination on 225 exposed group (had needle stick injuries more than once in. 6 month ago) and on 225 unexposed group (had needle stick injuries less than twice in 6 month ago). Analysis of data univariate, bivariate and multivariate with interaction and confounding.
Results: Needle stick injuries more than once related to Hepatitis B or C with POR 48,99 95%CI (9,494-252,85) P value 0,000 and frequencies of suturing is a confounder.
Conclusion: Needle stick injuries more than once related to Hepatitis B or C after controlled by medical history, duration of working, exposure on medical occupation, workplace, sex, universal precautions. and frequencies of suturing. Suggested to health care workers in Dr. Kariadi Hospital do not get needle stick injuries more than once in order to prevent Hepatitis B or C by increasing universal precautions, do general check up including Hepatitis B and C, health care workers who had needle stick injuries more than once are supposed to immediately check up for early diagnostic Hepatitis B or C, and suggested to saturing not more than eight times in a month.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T21186
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Dwi Setiawan
"Angka prevalens HIV&AIDS terus meningkat hampir di seluruh negara di dunia. Peningkatan kasus HIV&AIDS terkonsentrasi pada kelompok-kelompok berisiko, salah satunya adalah pengguna narkoba suntik (penasun). Bahkan peningkatan kasus HIV pada penasun terlihat di beberapa negara, seperti Cina, Malaysia, Vietnam, dan Uzbekistan. Tidak terkecuali, di Indonesia peningkatan kasus HIV pada penasun pada beberapa tahun terakhir terlihat semakin meningkat. Selain rentan tertular HIV akibat pemakaian jarum suntik bekas dan penilaku seks berisiko, penasun juga rentan menjadi kelompok jembatan bagi penularan HIV ke populasi umum melalui hubungan seks yang tidak aman ataupun penlaku seks berisiko.
Penelitian ini dilakukan dengan desain studi potong Iintang (cross sectional), dengan memilih sampel pada penasun yang pernah melakukan hubungan seksual. Besar sampel untuk analisis ini berjumlah 528 responden. Analisis data yang digunakan adalah regresi logistik ganda dan data sekxmder studi Behavior Surveilance Survey, tahun 2002, yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia dan PHI-ASA Indonesia.
Hasil studi mernperlihatkan bahwa proporsi penasun yang perilaku seksnya berisiko lebih besar dibanding penasun yang perilaku seksnya tidak berisiko. Proporsi penasun yang perilaku seksnya berisiko (76,5%), lebih besar dibanding yang tidak berisiko (23,5%). hasil analisis logistik menunjukkan bahwa perilaku seks berisiko pada pcnasun berhubungan dengan beberapa faktor, yaitu usia hubungan seks pertama kali, status pekerjaan,dan status pemikahan. Dari beberapa faktor yang berhubungan dengan perilaku seks berisiko tersebut, status pemikahan menunjukkan hubungan yang paling erat dan signiflkan secara statistik. Pcnasun yang berstatus menikah mempunyai perilaku seks berisiko Iebih besar tehadap kerentanan penularan HIV kepada istri atau pasangan tetapnya.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka perlu dilakukan upaya terhadap pencegahan penularan HIV yang lebih intensif khususnya pada kelompok penasun. Berbagai upaya yang bisa dilakukan adalah dengan pemakaian kondom sebagai cara yang paling efektif untuk mengurangi risiko penularan HIV melalui hubungan seks (khususnya pada penasun), peningkatan program penyuluhan dan penyebaran informasi tentang bahaya narkoba dan HIV&AIDS di beberapa daerah, penyebaran informasi tentang bahaya narkoba dan HIV&AIDS di tempat-tempat kerja, peningkatan program detoksiiikasi dan rehabilitasi bagi pengobatan terhadap penasun untuk menghilanglcan ketergantungan narkoba, pengembangan program VCT (Voluntary Conseling and Testing) bagi penasun untuk melakukan tes HIV sehingga mengetahui status HIV terhadap dirinya dengan harapan bisa memproteksi diri untuk tidak menularkannya kepada orang lain termasuk istri atau pasangan tetapnya, dan pendekatan keagamaan untuk meningkatkan moral dan keimanan penasun sehingga terlepas dari jeratan narkoba dan ancaman bahaya HIV&AIDS.

The prevalence of HIV/AIDS numbers has increased in many countries in the world. The dramatic increase in the number of HIV/AIDS cases has concentrated to the high risk groups especially the injecting drugs users (IDUs). Many countries have experienced the increasing cases of HIV such as China, Malaysia, Vietnam, Uzbekistan and also Indonesia. Particularly in Indonesia, the increasing cases of HIV in injecting drugs users has raised rapidly for the last few years. This rests on fact that injecting drugs users are vulnerable to get HIV infection not only by using shared needles but also their sexual behavior that put them in high risk of HIV infection. Injecting drugs users are also vulnerable as a group that bridges HIV infection to the community either through unsafe sex or sexual behavior risk.
This research employed a cross sectional study design with injecting drugs users who have done sexual intercourse as the sample. Sample comprised 528 respondents. Data analysis that was used in this research was double logistic regression secondary data from the study of Behavior Surveillance Survey (2002) which was conducted by CHR Ul and FHI-ASA Indonesia.
The result showed that there is high proportion of IDUs whose sexual behavior are at risk compared with IDUs whose sexual behavior are not at risk. It was found that the proportion of IDUs whose sexual behavior are at risk is 76.5% while the proportion of IDUs whose sexual behavior are not at risk is 23.5%. Result from logistic analysis showed that the injecting drugs users’ sexual behavior risk related to several factors such as age when doing sexual intercourse for the first time, employment and maniage status. It can be mentioned that from those factors, marriage status has a strong connection and significant statistically. Married injecting drugs users are more likely to have the opportunity to infect HIV to their spouses or partners.
In this research, the findings are important in making intensive efforts to prevent from HIV infection especially in injecting drugs users group. Some efforts that can be done are by using condom as an effective way to reduce the risk of HIV infection through sex (especially in IDUs), increasing mass education program and providing infomation about the risk of using drugs and HIV/AIDS in certain locations, providing information about the risk of using drugs and HIV/AIDS in workplaces, increasing the detoxification and rehabilitation programs for IDUs to reduce drugs dependencies, developing VCT program for IDUs to do the HIV test so that they can know their HIV status in order to protect themselves and their spouses or partners from the HIV infection, and religious approach to increase moral and religious belief of IDUs so that they can release from drugs using and HIV/AIDS threaten.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T32075
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irwin
"Latar belakang: Prevalensi hipertensi semakin meningkat, demikian pula bipertensi derajat 2 yang paling tinggi risikonya berkornplikasi. Pegawai negeri sipil (PNS) juga rentan menderita hipertensi. Oleh karena itu perlu diidentifikasi faktor-faktor risiko apa saja yang berperan terhadap kejadian hipertensi derajat 2 di kalangan PNS.
Metode: Desain penelitian ini adalah kasus kontrol. Kasus adalah PNS yang menderita hipertensi derajat 2 (berdasarlam mc 7 2003), sedangkan kontrol adaIah mereka yang nonnatensi. Baik kasus, maupun kontrol dipilih dengan metode diagnostik yang sarana. Penelitian dilaksanakan di kalangan PNS staf administrasi Universitas Hasanuddin pada bulan April-Mei 2007 dengan jumlah PNS 850.
Hasil:, Diperoleh 55 kasus dan 177 kontrol berusia 26-69 tahun. Prevalensi hipertensi derajat I dan derajat 2 masing-masing sebesar 18,1 % dan 9,3%. Risiko hipertensi derajat 2 berhubungan dengan umur , indeks massa tubuh dan aktivitas olah raga. Sedangkan jenis, kelamin, tingkat pendidikan terakhir, status pernikahan, kegiatan fisik rumah hingga kebiasaan merokok dan minum kopi, golongan kepegawaian, mesa kerja, Riwayat hipertensi dalam keluarga dan stres kerja tidak terbukti berkaitan dengan hipertensi derajat 2. Jika dibandingkan yang berusia 26-35 tahun, mereka yang berusia 46-50 dan 51-69 tahun berisiko menderita hipertensi derajat 2 masing-masing 12 kaIi (rasio odds [OR) suaian ; 11,94; 95% intetval kepercayaan [IK) ; 1,48-96,11) dan 22 kali (OR; 21,16; 95% IK ; 2,58-183,81). Selanjutnya jika dibandingkan mereka yang berbadan normal maka yang obesitas beosiko terkena hipertensi derajat 2 sebesar 2,5 kali (OR. suaion ~ 2,52; 95% IK ~ 1,26-5,03). Sedangkan olah raga dengan intensitas sedang dapat memperkecil risiko hipertensi sebesar 11% (OR suaian ; 0,29; 95% IK = O,O9-{l,99) dibandingkan yang tidak berolahraga.
Kesimpulan: Studi menyimpulkan bahwa faktor yang betperan terhadap hipertensi derajat 2 pada PNS administrasi di Unhas adalah umur diatas 46 tahun dan obesitas sedangkan olah raga sedang dapat menurunkan fisika hipertensi.

Background: At the present, the prevalence of hypertension is increasing and will result in many complications. Civil servants are 8 group with a great possibility of suffering hypertension. Therefore, it is important to identify the risk factors in stage 2 hypertension of administrative civil servants of Hasanuddin University.
Methods: A case-control study was conducted among administrative civil servants of Hasanuddin University in April-May 2007. Civil servants with stage 2 hypertension (based on JNC 7 2003) were designated as cases. As controls were civil "wants with normotension. Both case and control were selected by similar diagnostic methods.
Results: There were 55 cases and 1 n controls aged 26 to 69 years old. The prevalence of stage 1 and stage 2 hypertension was 18.1% and 9.3%, respectively. Stage 2 hypertension was found to be associated with age, body posture, and physical exercise. other risk factors such as gender, education, marital status, physical activity at home, smoking, daily coffee drinking, level of employment, length of employment, family history of hypertension, and job stress were not found to be related to stage 2 hypertension. Compared with subjects aged 26-35 years old, those who were 46-50 and 51-69 years old had 12-f,,1d (adjusted Odds Ratio [OR.] ~ 11.94; Confidence Interval [CI] 95% = 1.4&-96.11) and 22-fuld (OR,. 21.76; CJ 95% = 2.58-183.81) greater risk to be stage 2 hypertension. Moreover, compared to subjects with normal body posture, those Who were obese had more than 2.S-fold increased in the risk to be stage 2 hypertension. On the other hand, moderate exercise reduced the risk of stage 2 hypertension by 71% (OR,. 0.29; C195% = 0.09-{).99), compared with sedentary subjects.
Conclusion: This study concluded that special attention should be taken to administrative civil servants aged 46 years and over, obese, and with moderate exercise to prevent stage 2 hypertension.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T32022
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Situmorang, L. Rumiris
"Kanker payudara merupakan salah sam jenis kanker yang teroapat pada wanita dan masih merupakan masalah kesehatan pada wanita, karena selain merupakan salah satu penyakit keganasan kedua terbanyak juga sering menyebabkan kematian. Di Indonesia kanker payudara adalah kanker nomor dua tersering. dan di Rurmah Sakit Kanker Dharmais merupakan angka kunjungan tertinggi setiap tahunnya. Salah satu faktor protektif yang berperan menurunkan risiko kanker payudara pada wenita adalah menyusui. Tujuan penelitian ini adalah untuk rnengeta.hui hubungan antara menyusui dengan kanker payudara pada pasien Rumnh Sakit Kanker Dharmais Jakarta yang berkunjung pada periode bulan Mei - Juli 2007.
Penelitian ini menggunakan disain kasus kontrol dengan sampel peneiitian wanita melahirkan semua kelompok umur yang menderita kanker dan berkunjung ke poliklinik onkologi Rumah Sakit Kanker Dhannais Jakarta periode bulan Mei - Juli 2007. lumlah sampe1266 orang terdiri dari 127 orang kasus penderita kanker payudara dan 139 orang kontrol penderita kanker lainnya. Data yang dikumpulkan adalah data primer yang diperoleh melalui wawancara o1eh perawat yang telah diberikan penjelasan mengenai daftar pertanyaa-pertanyaan da1am kuesioner. Data diuji dengan unconditional logistic regressiQu dengan program Stata versi 7,0.
Hasil penelitian diperoleh : proporsi responden yang menyusui selama >6 bulan sebesar 75,19 0/0, sisanya 24,81% menyusui selama 0 - 6 bulan; karakteristik responden rata-rata berumur 46,5 tahun, usia m£l1larche 13,5 tahun dan usia saat paritas pertama 25 tahun. Rata-rata jUn1Iah paritas adalah 2,5 kali dan rata~rata jumlah anak yang disusui adalah 2/6 anak. Rata~rata lama menyusui tiap anak adalah 12.04 bulan dan rata~rata lama menyusui sepanjang hidup adalah 32,62 bulan.
Disimpulkan terdapat hubungan dosis respon antara lama menyusui dengan risiko kanker payudara yaitu sema"kin lama menyusui sernakin kecil risiko untuk menderita kanker payudara. Hasil penelitian juga menunjukkan efek protektif lama menyusui tiap anak selaroa>6 bulan terhadap penurunan risiko kanker payudara setelah dikontrol dengan variabel umur, riwayat kanker payudara pada keluarga, usia saat menarche, jumlah paritas dan usia saat paritas pertama dengan (OR Adjusted 0,43; 95% CI : O.24~OJ80;). Efek protektif ini lebih kuat pada wanita postmenopause dibandingkan wanita premenopausal pada responden yang menyusui tiap anaknya selama >6 bulan (OR Adjusted ~ 0,14; 95% CI ; 0,03 ... 0,62) setelah dikendalikan dengan variabel umur, usia saat menopause. jumlah paritas dan usia saat paritas pertama. Disarankan pada wanita yang pemah melahirkan untuk menyusui tiap anaknya >6 bulan untuk menurunkan risiko terkena kanker payudara.

Breast cancer is cancer found in women and poses serious health problem. it rank second as the most frequent cancer and usually fatal. In Indonesia, among other cancers. breast cancer ranks second in frequency and Dharmais Cancer Hospital has highest visit each year. One known protective factor of breast cancer is breastfeeding. The aim of this study is to understand the association between breastfeeding and breast cancer among Dharmais Cancer Hospital patients in May - July 2007 period.
The study employs case-control design with sampJes of delivered mothers at all age groups who visit oncology polyclinic Dhannais Cancer Hospital during May - July 2001 period. Total sample was 266 consisted of 127 breast cancer patients and 139 other cancer controls. Primary data were coHected through interview conducted by nurse who had been explained about the questionnaire. Data were tested using unconditional logistic regression using Stata version 1.0.
The results shows that proportion of respondents who breastfed between 0--6 months was 75.190/0, 24.81% for breasfed for >6 months; average age of respondent 'WaS 46.5 years. average menarche was 13.5 years. and average first parity age of 25 years. Average parity was 2.5 times and average number of breastfed children was 2.6 children. The average duration of breasfeeding was 12.04 months and average longlife duration of breastfeeding was 32.62 months.
It is concluded that there is a significant relationship between breastfeeding and breast cancer among those who has average breastfeeding of >6 months after controlled by age, famity cancer history. menarche age, parity, and first parity age with adjusted OR of 0.43 (95% CI : 0.24-0.80). The study also concludes that breasfeeding has stronger protective effect among postmenopausal women with adjusted OR of 0.14 (95% CI : 0,03 - 0,62) after controlled by age, menopause age, parity. and first parity age. It is suggested that every mothers should breastfeed their children at least 7 months to reduce the risk of breast cancer.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T32025
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library