Pemberantasan terorisme di Indonesia dilakukan dalam dua pendekatan yaitu hard approach dan soft approach. Pemerintah sedang menggalakkan soft approach yaitu strategi deradikalisasi. Instansi Pemerintah yang melakukan strategi deradikalisasi adalah Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Terorisme ditetapkan sebagai musuh bersama bagi bangsa Indonesia dimana semua lapisan masyarakat harus terlibat dalam pemberantasan terorisme. Selain BNPT terdapat Lembaga Non Pemerintah yang juga melakukan strategi deradikalisasi yaitu Aliansi Indonesia damai (AIDA) dan Indonesia Muslim Crisis Center (IMCC). Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk Mengkaji lemabaga-lembaga non Pemerintah yang memiliki kekhususan terhadap strategi deradikalisasi dan Untuk mengetahui strategi deradikalasasi Lembaga Non Pemerintah efektif dalam membantu pemerintah menanggulangi terorisme. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan paradigma post-positivism yang membutuhkan teori untuk verifikasi. Hasil penelitian menunjukan Struktur Organisasi AIDA lebih lengkap sehingga program yang dijalankan lebih terorganisir, cakupan dalam melakukan deradikalisasi luas menyentuh beberapa pihak, kurang konsisten menjalankan program dan monitoring. Kesempatan peluang untuk men- deradikalisasai besar karena cakupanya yg luas, tantanganya adalah mengadvokasi pemerintah bahwa peran korban dapat dimasukan dalam deradikalisasi dalam Lapas langsung menyentuh napi teroris. Produktifitas dalam menjalankan program tinggi, Menjalankan program dengan produktif dan sifat kepemimpina Paternalistik, kelemahan IMCC terbatas oleh dana pribadi. Peluang yang dimiliki merekrut mantan napi teroris sebagai karyawan, Memperluas jaringan menyebarkan nilai pancasila, Memanfaatkan Da’i Perdamaian. Ancaman dari suatu lembaga tidak bisa terlalu jauh mengkritisi Pemerintah. Setiap strategi deradikalisasi yang dilakukan akan efektif membantu menanggulangi terorisme, degan dilakukan secara konsisten. Semakin banyak yang menyentuh maka dampaknya akan semakin besar dalam melakukan deradikalisasi
Eradication of terrorism in Indonesia is carried out in two approaches, namely hard approach and soft approach. The government is promoting a soft approach, namely the de-radicalization strategy. Government agencies that carry out the de-radicalization strategy are the National Counter Terrorism Agency (BNPT). Terrorism is determined as a common enemy for the Indonesian people where all levels of society must be involved in eradicating terrorism. Besides BNPT, there are Non-Government Organization which also carry out a de-radicalization strategy, namely the peaceful Indonesia Alliance (AIDA) and the Indonesian Muslim Crisis Center (IMCC). The purpose of this study is to examine the Non Governmental Organization (NGO) have specificity to the de-radicalization strategy and to find out the de-radicalization strategies of non-governmental institutions effective in helping the government tackle terrorism. The approach used in this study is a qualitative approach. The method used in this study is to use a post-positivist paradigm approach that requires theory for verification. The results of the study show that the AIDA Organizational Structure is more complete so that the programs implemented are more organized, the scope of extensive de-radicalization touches a number of parties, less consistent in running programs and monitoring. Opportunities for opportunities to de-radicalize are large because of their extensive coverage, the challenge is to advocate for the government that the role of victims can be included in deradicalization in prison directly touching terrorist prisoners. Productivity in running high programs, Running programs productively and the nature of Paternalistic leadership, IMCC weaknesses are limited by personal funds. Opportunities to recruit former terrorist prisoners as employees, Expand the network to spread Pancasila values, Utilize Da'i Peace. The threat from an institution cannot criticize the Government too far. Every de-radicalization strategy carried out will effectively help overcome terrorism, by being carried out consistently. The more that touches the greater the impact on deradicalization.
Arab Spring yang terjadi di Suriah menimbulkan krisis kemanusiaan yang sangat besar. Peristiwa ini mengundang dunia internasional baik negara ataupun non-negara untuk terlibat dalam distribusi bantuan kemanusiaan untuk korban konflik Suriah. Penelitian ini membahas tentang peran NGO Aksi Cepat Tanggap (ACT) dan penerapan prinsip humanitarian action dalam kegiatan kemanusiaan ACT terhadap korban konflik Suriah. Sejak 2012, ACT ikut terlibat dalam mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Suriah dan Turki, baik secara mandiri maupun melalui kerjasama dengan NGO kemanusiaan lainnya. Penelitian ini bersifat kualitatif dan menggunakan metode analisis deskriptif. Data dikumpulkan dari sumber primer, berupa wawancara mendalam dan sekunder, yaitu data pustaka. Data-data tersebut akan dianalisa menggunakan teori Peran, konsep organisasi non-pemerintah dan konsep Humanitarian Action Principle. Hasil penelitian ini menemukan bahwa sebagai NGO, ACT telah memberikan bantuan kemanusiaan kepada korban konflik Suriah melalui peran strukturalnya dalam bentuk bantuan darurat, pemberdayaan sosial dan relief. Namun, fokus terbesar ACT adalah untuk program bantuan darurat. Kerja sama yang baik juga terjalin antara ACT, Turki, dan AFAD, IHH dan lembaga kemanusiaan dunia lainnya, dimana hal ini memberikan dampak positif terhadap keberhasilan distribusi bantuan kemanusiaan. Program bantuan kemanusiaan ACT terhadap korban konflik Suriah juga sesuai dengan prinsip humanitarian action yang tercantum dalam statuta ICRC, yaitu kemanusiaan, independen, imparsial dan netral.
The Arab Spring that occurred in Syria caused a huge humanitarian crisis. This event invited the international world, both state and non-state to be involved in humanitarian aid actions for victims of the Syrian conflict. This research discusses the involvement of Indonesian non-governmental organisations (NGO) in the Syrian civil war via a case study. Specifically, it looks into the humanitarian aid strategy implemented by Aksi Cepat Tanggap (ACT) in assisting victims of the Syrian conflict from 2012 to 2018. This study uses a qualitative research and utilised the descriptive analysis method. Data were collected from in depth interview with relevant authorities and literatures. This topic was viewed through the Role theory and both the non-governmental organisation and humanitarian action principles concept. The study discovers that as an NGO, ACT has delivered humanitarian aid to the victims of the Syrian civil war through its structural roles in the form of charity programs and social empowerment. However, the largest focus was given to charity programs. A good framework of cooperation was also established among ACT, Turkish Government and another humanitarian NGO’s which contributed positively to successful distribution of humanitarian assistance towards the conflict victims
Impor bahan baku obat merupakan salah satu kebijakan PT Kalbe Farma dalam melakukan produksi obat untuk memenuhi kebutuhan obat Nasional. Oleh sebab itu, keuangan PT Kalbe Farma akan selalu menghadapi risiko kerugian selisih nilai tukar. Tercatat hingga September 2018 setiap terjadi depresiasi 1 persen, akan mengurangi laba konsolidasi PT Kalbe Farma hingga 7,68 miliar rupiah. Penelitian akan menggunakan pendekatan volatilitas GARCH dalam menghitung Value at Risk sebagai batas maksimum risiko nilai tukar yang dihadapi PT Kalbe Farma. Selanjutnya akan disimulasikan model Islamic Forward Agreement sebagai usaha untuk mengurangi kerugian akibat selisih nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Hasil penelitian menunjukkan selama periode penelitian, terdapat 19 data penyimpangan actual loss terhadap nilai value at risk dan terbukti valid berdasarkan hasil Kupiec Test, sehingga model risiko dapat digunakan untuk mengukur risiko maksimum nilai tukar yang dihadapi PT Kalbe Farma. Kemudian sesuai asumsi yang dibentuk, kebijakan Islamic forward agreement akan efisien jika diterapkan pada periode jatuh tempo 3 bulan (90 hari) atau 6 bulan (180 hari) dengan biaya lindung nilai sebesar 1% dari total transaksi lindung nilai syariah, karena forward point akan lebih rendah dibanding biaya lindung nilai yang ditanggung PT Kalbe Farma.
Imports of medicinal raw materials are one of the policies of PT Kalbe Farma in conducting drug production to meet National drug needs. Therefore, PT Kalbe Farma's finances will always face the risk of losing exchange rate differences. Recorded until September 2018 every 1 percent depreciation occurs, it will reduce PT Kalbe Farma's consolidated profit to 7.68 billion rupiah. The research will use the GARCH volatility approach in calculating the Value at Risk as the maximum limit of exchange rate risk faced by PT Kalbe Farma. Furthermore, the Islamic Forward Agreement model will be simulated as an effort to reduce losses due to the difference in the rupiah exchange rate against the US dollar. The results showed that during the study period, there were 19 actual loss deviations data on value at risk and proved valid based on Kupiec Test results, so that the risk model can be used to measure the maximum risk of exchange rates faced by PT Kalbe Farma. Then according to the assumptions formed, the Islamic forward agreement policy will be efficient if it is applied for a maturity period of 3 months (90 days) or 6 months (180 days) with a hedging fee of 1% of the total Islamic hedging transactions, because forward points lower than the cost of hedging borne by PT Kalbe Farma.
Penggalangan donasi berbasis online dengan sistem crowdfunding lebih mampu menarik perhatian masyarakat karena cangkupannya yang luas dan dinilai lebih mudah digunakan untuk menggalang dana. Penelitian ini mengusung tema faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat menyalurkan donasi melalui crowdfunding berbasis online. Faktor-faktor yang akan diteliti adalah tingkat religiusitas, objektifitas kampanye, inovasi platform crowdfunding, dan jiwa sosial masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah faktor-faktor tersebut mempengaruhi masyarakat dalam menyalurkan donasi secara online. Metode penelitian yang digunakan untuk menguji faktor-faktor tersebut berupa deskriptif kuantitatif dengan Structural Equation Modelling (SEM). Berdasarkan analisa data yang dilakukan, diperoleh hasil penelitian bahwa faktor religiusitas, efektifitas kampanye dan inovasi platform berpengaruh positif sedangkan faktor jiwa sosial masarakat berpengaruh negatif. Secara keseluruhan, semua faktor cukup signifikan dalam mempengaruhi masyarakat untuk berdonasi melalui crowdfunding berbasis online. Temuan penelitian ini mengungkapkan bahwa faktor jiwa sosial masyarakat berpengaruh negatif karena masyarakat berpendapat bahwa jika seseorang memiliki jiwa sosial tinggi maka lebih cenderung memilih untuk menyaluran bantuan atau berdonasi secara langsung dan tanpa menggunakan sistem online.
Raising online-based donations with crowdfunding systems is better able to attract attention of society because of its large scope and is considered easier to use to raise funds. This research theme carries of factors that influence society to channel donations through crowdfunding based online. The factors that will be examined are level of religiosity, campaign objectivity, crowdfunding platform innovation, and social soul of society. This study aims to determine whether these factors influence society in channeling online donations. The research method used to test these factors is quantitative descriptive with Structural Equation Modeling (SEM). Based on the data analysis conducted, the results of study showed that factors of religiosity, campaign effectiveness and platform innovation had a positive effect while the social soul factors of society had a negative effect. Overall, all factors are quite significant in influencing society to donate through crowdfunding based online. The findings of this study reveal that social soul factors of society have a negative effect because the public believes that if a person has a high social life then it is more likely to choose to channel aid or donate directly and without using an online system.
Penelitian ini membahas Program Bela Negara yang diinisiasi oleh Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (Kemhan RI) sejak tahun 2015 sebagai upaya mengantisipasi ancaman terhadap pemuda Indonesia. Adanya ancaman ideologi, politik, keamanan, dan sosial budaya terhadap pemuda Indonesia membuat pemerintah perlu melakukan upaya proteksi terhadap pemuda Indonesia, dimana pemuda merupakan salah satu sumber daya yang penting untuk pembangunan dan ketahanan nasional bangsa Indonesia. Pada hakikatnya, program bela negara merupakan upaya pemerintah melalui Kemhan RI untuk mengurangi kerentanan masyarakat dalam menghadapi ancaman nirmiliter dengan cara meningkatkan kedisiplinan, nasionalisme, dan karakter pemuda. Penelitian ini bertujuan menjelaskan urgensi program bela negara dan mengidentifikasi upaya penggalangan Kemhan RI terhadap masyarakat khususnya pemuda Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan melakukan interview kepada stakeholder program Bela Negara yaitu Kemhen RI dan individu yang mengikuti kegiatan tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa program bela negara diperlukan pada momentum dimana negara menghadapi banyak ancaman nirmiliter guna meningkatkan daya tangkal pemuda melalui pemahaman mendalam terhadap nilai nasionalisme dan kedisiplinan berwarganegara. Program bela negara telah mampu menjadi gerakan nasional yang dilaksanakan oleh banyak kementerian/lembaga di luar pertahanan. Penelitian ini menunjukkan bahwa program bela negara Kemhan RI menyasar pemuda yang ada di lingkungan pendidikan, pekerjaan, dan pemukiman. Adapun dalam pelaksanaannya belum mampu mencapai target yang ditentukan baik dari sisi manajemen penyelenggaraan maupun dari jumlah peserta. Perlu dilakukan upaya penguatan dasar hukum untuk standardisasi pelaksanaan dan manajemen anggaran, sosialisasi melalui sarana digital kepada masyarakat, serta kerjasama melalui bidang kehumasan kepada instansi lain perlu ditingkatkan agar program ini mampu mencapai target dan menyasar seluruh pemuda Indonesia.
This study discusses the State Defense Program initiated by the Ministry of Defense of the Republic of Indonesia (Kemhan RI) since 2015 in an effort to anticipate threats to Indonesian youth. The existence of ideological, political, security, and socio-cultural threats to Indonesian youth make the government needs to build efforts to protect Indonesian youth, where youth is one of the important resources for the development and national resilience of Indonesia. In essence, the state defense program is a government effort through the Republic of Indonesia's Ministry of Defense to reduce the vulnerability of the community in facing nonmilitary threats by increasing discipline, nationalism and youth character. This study aims to identify efforts towards the community, especially Indonesian youth, and evaluate the implementation of programs that have been implemented from 2015 to 2017. This study uses a qualitative approach by interviewing stakeholder from the Ministry of Defense and participants. The results of this study indicate that state defense programs have been able to become a national movement carried out by many ministries/institutions outside of defense, state defense programs implemented through state defense education in various forms in the fields of education, employment and settlement. The study indicates that the defense program of the Indonesian Ministry of Defense has not been able to achieve the determined targets both in terms of management and the number of participants. Strengthening the legal basis, budget management, dissemination through digital means to the public, cooperation through the public relations sector to other agencies need to be increased so that the program is able to reach targets and target all Indonesian youth.
Tesis ini membahas tentang strategi penanggulangan tindak pidana pajak secara represif pada Direktorat Jenderal Pajak terkait tindak pidana pencucian uang pada kasus pidana pajak. Menyadari bahwa ancaman tindak pidana pencucian uang sebagai kejahatan serius yang dapat mengganggu stabilitas perekonomian dan integritas sistem keuangan serta mengancam kepentingan nasional, berdampak luas dan membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, maka upaya pencegahan dan pemberantasan harus dilakukan melalui langkah-langkah konseptual dengan cara represif menggunakan asset tracing dan asset recovery. Tesis ini juga mengangkat sebuah kasus tentang penerbitan faktur fiktif yang dilakukan oleh RAS untuk memperkaya dirinya sendiri dengan melakukan pidana pajak yang sudah merugikan negara dan masyarakat. Hasil penelitian ini menyarankan bahwa, dalam upaya pelaksanaan Strategi Penanggulangan Pidana Pajak Secara Represif Pada Direktorat Jenderal Pajak Terkait Tindak Pidana Pencucian Uang yang efektif, maka kerjasama yang sangat baik diantara instansi terkait yang meliputi penyedia jasa keuangan, PPATK, otoritas lembaga keuangan, Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan. Penelitian selanjutnya perlu mendalami keterlibatan narasumber dari instansi-instansi lain di luar instansi primer yang peneliti. Terbatasnya dokumen yang membahas tentang kasus tindak pidana pajak melalui penegak hukum dan pemulihan aset, penelitian berikutnya perlu membandingkan kasus-kasus tindak pidana yang lebih relevan.
This thesis discusses about the strategy of prevention of tax crime act repressively at Directorate General of Taxation related to crime of money laundering in tax crime case. Recognizing that the threat of money laundering as a serious crime that could disrupt the economic stability and integrity of the financial system and threaten the national interest, has a wide-ranging impact and endangers the joints of the life of the community, nation and state, the prevention and eradication must be done through the steps conceptual in a repressive way using asset tracking and asset recovery. The thesis also raises a case concerning the issuance of fictitious invoices by the RAS to enrich itself by tax crimes that have harmed the state and society. The results of this study suggest that, in the effort of implementing Criminal Countermeasures Strategies in Repressive at the Directorate General of Taxes Related to the Effective Money Laundering Act, the excellent cooperation among related agencies including financial service providers, PPATK, the authority of financial institutions, Police, Attorney and the Court. Subsequent research needs to deepen the involvement of resource persons from other agencies outside the primary institution of the researcher. Limited documents concerning tax crime cases through law enforcement and asset recovery, subsequent research should compare more relevant cases of tax crime offenses.