Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 249 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wawan Kosasih
Abstrak :
Ikan Lemuru (Sardinella sp) adalah salah satu kelompok ikan yang memiliki kandungan protein tinggi dan kandungan minyak ikan yang banyak, tersebar luas di perairan Jawa Timur, terutama di Banyuwangi. Penelitian ini bertujuan untuk pengayaan omega-3 minyak ikan Lemuru melalui reaksi enzimatik, sehingga akan meningkatkan nilai ekonomi dari minyak ikan lemuru yang selama ini di Muncar (sentra produksi minyak ikan) dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak dan ikan. Minyak ikan Lemuru dilakukan pemurnian dengan menggunakan bentonit dan karbon aktif. Minyak ikan sebelum pemurnian dan sesudah pemurnian ditentukan kualitasnya dengan cara analisa angka asam lemak bebas, angka asam, angka peroksida dan angka iodnya menggunakan metode titrimetri, sedangkan pemucatan warna (bleaching) ditentukan menggunakan nilai absorbansinya menggunakan spektofotometer. Pengayaan omega 3 minyak ikan cara hidrolisis dengan bantuan enzim lipase komersial dilakukan sebanyak 1 gram minyak ikan menggunakan tabung reaksi dan 160 gram menggunakan reaktor 1 L. Reaksi enzimatis dilakukan dengan variasi suhu (45-55), waktu (6-24 jam), konsentrasi enzim (500, 1000, 1500 dan 2000 unit) dan agitasi (50-150 rpm). Kandungan asam lemak omega 3 dari minyak ikan yang telah dihidrolisis dengan enzim lipase ditentukan menggunakan Gas Chromatography (GC). Hasil pemurnian menggunakan karbon 3% dapat menurunkan angka peroksida sampai nol dan menurunkan nilai absorbansi yang sebelumnya 0,883 menjadi 0,559 pada λ 440 nm. Hasil GC menunjukkan bahwa kondisi optimum untuk reaksi enzimatis adalah waktu reaksi 24 jam, konsentrasi enzim 1000 unit dan temperatur optimum 50oC. Reaksi enzimatik menggunakan lipase komersial dapat meningkatkan kadar omega-3 minyak ikan Lemuru yang sebelum reaksi enzimatis ALA 0,110, EPA 0.089 dan DHA 0.01 % setelah reaksi enzimatis berturut turut menjadi menjadi 1,059 (12 kali), 1,61 (18 kali lebih) dan 0.352 % (35 kali lebih). Reaksi enzimtais minyak ikan Lemuru dengan cara rancangan RSM-Box Behnken mendekati sebenarnya sampai lebih dari 95%, dengan kondisi optimum rancangan temperature, waktu dan agitasi berturut-turut 45oC, 24 jam dan 150 rpm. ......Lemuru fish (Sardinella sp.) is a group of fish that has a high protein and oil content. It is widespread in East Java waters, especially in Banyuwangi. The present study was aimed to enrich the omega-3 lemuru fish oil through enzymatic reactions so that it would increase the economic value of lemuru fish oil, which has been used as the mixture of animal and fish feed in Muncar (fish oil production center). Lemuru fish oil was refined using bentonite and activated carbon. The quality of fish oil before and after purification was determined by analyzing the free fatty acid number, acid value, peroxide value and iodine value using the titrimetric method, while bleaching analysis was determined by absorbance value using a spectrophotometer. The enrichment of omega-3 from fish oil by enzymatic hydrolysis using commercial lipase enzymes was carried out in the amount of 1 gram of fish oil using a test tube and 160 grams using a 1 L reactor. Enzymatic reactions were carried out with variations in temperature (45- 55°C), time (6-24 hours), concentration enzymes (500, 1000, 1500, and 2000 units), and agitation (50-150 rpm). The omega-3 fatty acid content of fish oil that has been hydrolyzed with lipase was determined using gas chromatography (GC). The result of purification using 3% carbon could reduce the peroxide value to zero and the absorbance value from 0.883 to 0.559 at λ 440 nm. The GC result showed that the optimum conditions for the enzymatic reaction were 24 hours, 1000 units of enzyme concentration, and 50°C. The enzymatic reaction using commercial lipases could increase the omega-3 levels of lemuru fish oil. It was found that before enzymatic hydrolysis, the concentration of ALA, EPA, and DHA were 0.110%, 0.089%, and 0.01%, respectively. After the enzymatic reaction, the level of ALA, EPA, and DHA became 1.059% (12 fold), 1.61% (18 fold), and 0.352% (35 fold), respectively. The enzymatic hydrolysis of lemuru fish oil by using Behnken RSM-Box design approach was true to more than 95%, with the optimum design conditions of temperature, time, and agitation were 45°C, 24 hours and 150 rpm, respectively.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitrianingsih
Abstrak :
The aims of this study are to provide data regarding the taxonomic study of thermophilic Actinobacteria based on 16S rRNA gene sequences, description, and assessment for secondary metabolite biosynthetic gene clusters (BGCs) in the genome of novel taxa, and its antibacterial activity. Thirty-one isolates of thermophilic Actinobacteria were isolated from soil samples in Cisolok geothermal area, West Java. The 16S rRNA gene sequence-similarity search against all related species was performed using EzTaxon-e database. The sequences of 31 isolates showed similarity to member of family Micromonosporaceae, Nocardiaceae, Pseudonocardiaceae, Streptomycetaceae, Streptosporangiaceae, and Thermomonosporaceae. Six isolates displayed high similarity to genera in the family Pseudonocardiaceae, and most closely related to the genus Thermotunica, T. guangxiensis AG2-7T with similarity values from 94.6 to 95.2%. Phenotypic features and phylogenetic data differentiated strain SL3-2-4T from members of the family Pseudonocardiaceae. Therefore, the strain SL3-2-4T is proposed as a representative of a novel species in a novel genus, Gandjariella thermophila gen. nov., sp. nov. The genome of SL3-2-4T contained 21 antiSMASH-identified secondary metabolite regions harboring BGCs. These BGCs were for polyketide synthase, non-ribosomal peptide synthase, and ribosomally synthesized and post-translationally modified peptide family clusters. Thirteen and five regions displayed low (4–35%) and no similarity with known BGCs for secondary metabolites, respectively. Screening for antibacterial activity showed that strains SL3-2-4T and SL3-2-7 on MM 2 medium solidified with gellan gum at 45°C for 14 days demonstrated inhibitory activity against all Gram-positive, but not Gram-negative bacteria. Strain SL3-2-10 on ISP 3 gellan gum medium incubated for seven-days only active against K. rhizophila NBRC 12078. The results indicated that novel taxa have the potential for the discovery of active secondary metabolites.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wangsa Jaya
1997
S33617
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitti Hanural Burhan
1992
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Ardi
Abstrak :
Ikliin di muka bumi berpengaruh terhadap segala aspek kehidupan, bagi Indonesia pengaruhnya akan besar terutama pada bidang pertanian. Iklim sudah pernah diklasifikasikan oleh beberapa ahli, diantaranya adalah Schmidt-Fergusson dan Morh. Tujuan dari penelitian ini adalah ingin mengetahul wilayáh iklim basah menurut klasifikasi iklim Schmidt-Fergusson dan Morh. Adapun masalah yang akan dibahas adalah : 1. Bagaimanakah distribusi curah hujan di Jawa bagian tengah. 2. Dimanakah wilayah iklim basah menurut Schmidt-Fergusson dan Morh di Jawa bagian tengah. Untuk dapat memberikan penilaian yang objektif tentang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka penelitian untuk menyusun angka curah hujan diambil dari Verhandelingen No 37 yang meliputi kurun waktu 1920-1910. Sedangkan variabel-variabel yang diamati adalah pola umum curah hujan baik tahünan maupun bulanan serta variabel-variabel lain yang diduga mempengaruhinya, yaitu : DKAT. Arah Angin dan Ketinggian. Yang dimaksud dengan Jawa bagian tengah adalah wilayah yang ineliputi Daerah Propinsi Jawa tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Dan iklim yang dirnaksudkan dalam tulisan ini adalah hasil klasifikasi rnenurut Schmidt-Fergusson dan Morh. Jawa bagian tengah menurut klasifikasi iklim Morh mempunyai wilayah iklim antara kelas. II sampai dengan kelas yb. Sebagian besar wilayah Jawa bagian tengah didominasi oleh iklim kelas III, umumnya terdapat di bagian tiinur dari Jawa bagian tengah. Iklim kelas II luasnya relatif sempit, terdapat di pesisir utara dan pesisir selatan bagian thur dari Jawa bagian tengah. Pada bagian barat dan daerah pedalaman iklimnya adalah kelas IV, Va dan Vb. Menurut klasifikasi iklim Schmidt-Fergusson, Jawa bagian tengah mempunyai tipe iklim antara tipe A sampai dengan tipe D. Sebagian besar wilayah Jawa bagian tengah didominasi oleh tipe ik1im..C, umumnya terdapat di bagian timur dari Jawa bagian tengah. Tipe iklim D luasnya relatif sempit, umumnya terdapat di pesisir utara dan pesisir selatan bagian timur dari Jawa bagian tengah. Tipe ilim D luasnya relatif sempit, umumnya terdapat di pesisir utara dan pesisir selatan bagian timur dari Jawa bagian tengah. Tipe iklim A dan B umumnya terdapat di bagian barat dan daerah pedalaman. Dari hasil super impose kedua tipe iklim tersebut, maka didapatkan 2 wilayah iklim, yaitu iklim sangat basah dan iklim basah. Iklim sangat basah meliputi kabupaten : Cilacap bagian barat dan selatan Purwokerto bagian utara dan tengah, Purbalingga bagian barat, Banjarnegara bagian utara dan tengah, Pekalongan bagian selatan, dan Batang bagian barat. Iklim basah meliputi kabupaten : Cilacap bagian tengah dan timur, Purwokerto, Purbalingga bagian timur, Banjarnegara, Kebumen, Wonosobo, Temanggung, Pemalang bagian selatan, Pekalongan bagian tengah, Batang bagian tengah, Kendal bagian barat, Magelang dan Ungaran.
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Murwatie B. Rahardjo
1988
S33360
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taufik Alamsjah Asril
Abstrak :
ABSTRAK
Batang Hari dengan luas daerah allran sungalnya hampir meliputi i darl luas wilayah Propinsi Jambi sering menimbulkan ban^r diberbagai teift-- pat teimasuk di Kotamadya Jaiobi. Atas dasar pemikiran. tersebut maka tujuan darl penullsan Inl adalah un tuk mengetabui wilayah klkisan dan v/ilayah endapan daerah aliran Ba tang Hari. Untuk mencapal apa yang dilnglnkan maka dia^nkan permasalahan l»Bagalmana bentuk muka bumi daerah aliran Batang Haii? 2»Dimana saja terjadi kikisan dan endapan? 3.Bagaimana akibat dari sifat-sifat tersebut diatas apabila musim hujan tiba ? Batasan: wilayah penelitian hanya mencakup daerah aliran Batang Hari yang teimasuk dalam wilayah Propinsi Jambi.. Untuk menjawab permasalahan maka metode yang digunakan dalam pembahasan adalah metode korelasi peta. Dari hasil korelasi peta ketinggian dan peta lereng akan diperoleh gam baran bahwa bagian Barat merupakan wilayah pegunungan vulkanik, bagian tengah merupakan wilayah lipatan dan bagian Timur merupakan wilayah da taran rendah berawa/daerah rawa Jambi, yang tertuang dalam peta fisiograli. Dari hasil korelasi inipun dapat diperoleh peta wilayah kikisan dan wilayah endapan dan apabila dikorelasikan dengan peta lereng dan peta penggunaan tanah maha akan dihasilkan peta wilayah terkiMs. Apabila dari semua sifatS tersebut dikorelasikan lagi dengan peta curah hujan, dimana wilayah aliran Batang Hari curah hujannya cukup besar lebih dari 2000 mn/tahun maka apabila musim hujan tiba dengan periode waktu yang cukup lama di daerah aliran Batang Hari akan banjir, terutama pada wilayah dataran rendah berawa bagian Timur serta diberbagai tempat di wilayah lipatan berupa cekungan2 dan pada kanan kiri Batang Hari yang datar serta pendangkalan alur Batang Hari akibat mate rial-material hasil pengikisan dibawa arus sungai diendapkan. Dazi hasil pembahasan dapat dibuat rin^asan sebagai berikut : 1.Bentuk muka bumi daerah aliran Batang Hari adalah bagian Barat meru pakan milayah pegunungan vulkanik yang berbukit dan bergunung, bagi an tengah merupakan wilayah lipatan yang bergelombang dan bagian Ti mur merupakan wilayah dataran rendah berawa/daerah rawa Jambi. 2.Wilayah kikisan terletak pada ketinggian 10^1000 meter dari muka laut atau lebih yang merupakan wilayah pegunungan dan wilayah lipatan dengan kendringan lereng atau lebih.Pada ketinggian 7-10 meter dari muka laut kikisan yang terjadi tidak jelas, sangat kecil dimana bentuk muka bumi hampir datar, banyak cekungan2 terutama di kanan ki ri Batang Hari.Wilayah endapan terletak pada ketinggian 0-10 meter dari muka laut, merupakan wilayah dataran rendah beraw^daerah rawa Jambi terutama pada bagian hilir Batang Hari. 3.Akibat dari sifat2 tersebut di atas apabila musim hujan tiba, daerah aliran Batang Hari akan banjir, terutama di wilayah dataran rendah berawa/daerah rawa Jambi dan pada cekungan2 di wilayah lipatan tej>» utama di kanan kiri Batang Hari yang datar serta dangkalnya alur Ba tang Hari akibat material-material hasil pengikisan yang dibawa arus sungai diendapkan.
1989
S33401
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Permata
1989
S33400
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kusdiyono
Abstrak :
Kepadatan penduduk di Kabupaten Sawahlunto Sijunjung tidak merata. Banyak faktor yang mempengaruhi kepadatan penduduk di Kabupaten Saahlunto Sijunjung, diantaranya faktor fisik yaitu ketinggian, lereng dan curah hujan, serta faktor non fisik yaitu faktor sosial dan ekonomi serta faktor budaya. Sandy (1977) mengatakan, pada awalnya manusia memanfaatkan tanah yang terletak pada ketinggian 25 meter dari muka laut. Karena tempat tersebut mudah untuk digarap dan aman dari bahaya banjir. Setelah tempat tersebut habis digarap dan jumlah manusianya bertambah, mereka akan bergerak ke daerah yang lebih tinggi dimana tingkat penggarapannya lebih sulit. Sehingga penduduk yang terpadat akan terletak di wilayah dataran rendah, dan penduduk akan terpusat pada daerah pertanian yang tanahnya subur. Tetapi tidak demikian yang tenjadi pada Kabupaten Saah1unto Sijunjung,. penduduk yang terpadat justru terletak pada wilayah pegunungan. Sehubungan dengan itu tujuan penulisan ini ingin mengetahui tingkat kepadatan penduduk di Kabupateñ Sawahiunto Sijunjung serta faktor yang mempengaruhinya. . dapun permasalah yang dikemukakan adalah : 1. Bagaimana fisiografi Kabupaten Sawahiunto Sijunjung ?. 2. Bagaimana kepadatan penduduk Kabupaten Sawahiunto Sijunjung ?. 3. Bagaimana kaitannya fisiografi dan non fisik terhadap kepadatan penduduk di daenah tersebut ? Berdasarkan belakang tersebut di atas, hipotesa yang dibuat adalah faktor fisiografi kurang berpengaruh terhadap kapadatan penduduk di Kabupaten Sawahlunto Sijunjung. Yang memengaruhi kepadatan penduduk di daerah tersebut adalah faktor sosial, ekonomi dan budaya. Dalam analisa menggunakan metode korelasi peta pada areal yang diteliti, yaitu antara kepadatan penduduk dengan ketinggian lereng, curah hujan, mata pencaharian penduduk dan aksesbilitas. Sedang untuk mengetahui faktor yang berpengaruh terhadap kepadatan penduduk dilakukan analisa statistik.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sobirin
Abstrak :
ABSTRAK
M daerah tropis, air merupakan faktor penentu bagi pertumbuhan ta-"" naman musiman atau tahunan, dimana jumlah bulan kering dan bulan ba sab sebagai variabel kritisnya. Kohr mengukur kebasahan dan kekeri ngan bulanan ( hygromenes ) atas dasar curah hujan, sedang Jatzold mengukurnya dengan curah hujan dan evapotranspirasi. Daerah Jav/a Ti mur bagian timur yang merupakan pemusatan tanaman tebu dan kopi di P. Jawa, memperlihatkan kondiri hygromenes dan iklim yang sangat be ragam. Sehubungan dengan landasan hygromenes yang berbeda, diharapkan di wilayah penelitian akan memperlihatkan gambaran hygromenes dan kesesuaian wilayah tebu dan kopi ( menurut Mohr dan Jatzold ) yang berbeda pula. Tujuan penelitian, ingin mengetahui pola isohygromenes Mohr dan Jat zold di wilayah penelitian, sehubungan dengan tanaman tebu dan kopio Masalah yang dibahas: Bagaimana pola isohygromenes Mohr dan Jatzold di Jawa Timur bagian timur ? Dimana wilayah yang isohygromenesnya sama dan dimana yang tidak ? Atas dasar hygromenes itu, adakah keterkaitan wilayah kesesuaian dan penyebaran areal tebu dan kopinya? Berangkat dari dalils Semakin tinggi suatu terapat, evapotranspirasi semakin kecil, sedang curah.hujan bertambah besar sampai pada keting gian tertentu ; dan ketergantungan tanaman terhadap iklim sangat be sar, dimana tanaman perkebunan yang diusahakan merupakan fung si iklim, Maka dihipotesakan; 1. Isohygromenes Mohr lebih kering da ri Jatzold di daerah pegunungan, sedang di daerah yang rendah isohy .gromenes Mohr akan lebih basah, 2, Ada keterkaitan wilayah kesesuai an dengan penyebaran areal tebu dan kopi yang ada. Eatasan, hygromenes semata mata dipandang sebagai gegala iklim. Iso hygromenes dimaksudkan sebagai garis yang menghubungkan titiktitik jumlah bulan yang tingkat hygromenesnya sama. Wilayah kesesuaian te bu dan kopi dikategorikan menjadi : region sesuai, region agak se - suai, region kurang sesuai, dan region tidak sesuai. Analisis dilakukan dengan metode korelasi peta, antara peta peta hy gromenes dan isohygromenes Mohr dan Jatzold, dan peta wilayah kese suaian dengan peta peta penyebaran areal dan produktivitas tebu dan kopi. Berdasarkan basil analisis, diperoleh kesi,pulan sebagai berikut 1o Hygromenes merupakan gejala iklim yang dinamis, pola dan variasi nya berubah setiap musim, dimana mobilitasnya dibatasi oleh dimensi ruang dan waktu. Pada bulan Juli,Agustus,dan September, hyerromenes Mohr lebih kering dari Jatzold di pegunungan ; sedang bulan April, Mei,Juni,Oktober,dan November, hygromenes Motor sedikit lebih basah di daerah rendah, sedang di pegunungan hygromenes Jatzold jauh^lebih basah dari Mohr. 2. Isohygromenes Mohr di Jawa Timur bagian timur, polanya kurang te ratur, terutama di sebelah barat dan timur. Pola isohygromenes Jat zold agak teratur, pesisir pantai" utara lebih sering mengalarai bulan' kering dan sangat kering,dan Jumlahnya berkurang ke arah pegunungan. 3. Wilayah isohygromenes Mohr dan Jatzold sama, terutama di pesisir utara dan selatan, dataran tinggi Malang, lereng selatan peg, Ijen, lereng tenggara peg.Semeru-Tengger,dan kaki lereng utara peg. lyang - Ijen. Wilayah isohygromenes Mohr lebih kering terdapat di daerah pegunungan, semenanjung Blambangan,dan sebagian region lipatan Pan tai selatan dan Sukameda. Isohygromenes Mohr lebih basah, regionnya sangat sempit, terletak di' pesisir utara dan selatan, 4o Ternyata ada keterkaitan wilayah kesesuaian dengan penyebaran are al dan produktivitas tebu dan kopi di wilayah penelitian, dimana ke terkaitan menurut Mohr tampak lebih nyata ( jelas ) dibanding menurut Jatzold.
1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>