Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 139 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Armaidy Armawi
"ABSTRAK
Dalam rangka memperingati Kemerdekaan Indonesia sudah menjadi tradisi, Presiden -- sebagai Kepala Negara -- menyampaikan pidato kenegaraan dihadapan Dewan Perwakilan Rakyat. Pidato Presiden ini senantiasa mendapat tanggapan dari anggota Dewan dan kalangan tokoh masyarakat.
Pancasila bukan agama. Pancasila tidak akan dan tidak mungkin menggantikan agama. Pancasila tidak akan diagamakan juga agama tidak mungkin di Pancasilakan. Tidak ada sila-sila dalam Pancasila yang bertentangan dengan agama. Dan tidak ada satu agamapun yang ajarannya memberi tanda-tanda larangan terhadap pengamalan dan sila-sila dalam Pancasila. karena itu walaupun fungsi dan peranan Pancasila dan agama berbeda namun dalam negara Pancasila ini kita dapat menjadi pengamal agama yang taat sekaligus pengamal Pancasila yang baik. Dalam negara Pancasila ini negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu. Karena itu jangan sekali-kali ada yang mempertentangkan agama dan Pancasila, karena memang kedua-duanya tidak bertentangan.
Pidato kenegaraan Presiden Soeharto pada tanggal 16 Agustus 1983 di hadapan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia tersebut di atas mendapat tanggapan dari Soenawar Soekowati yang pada waktu itu kapasitasnya sebagai Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia. Tanggapan Soenawar Soekowati dikemukakan dalam rapat intern Fraksi Partai Demokrasi Indonesia di Dewan Perwakilan Rakyat khusus mempelajari pidato kenegaraan Presiden Soeharto. Menurut Soenawar Soekowati :
Negara Republik Indonesia tidak mencampuradukkan masalah ketatanegaraan dengan masalah keagamaan. Karena itu dalam negara yang berfalsafah Pancasila ini, tidak boleh ada yang alergi untuk menyebut negara Republik Indonesia menganut faham sekularisme. Faham sekularisme yang memisahkan masalah keagamaan dengan masalah kenegaraan dapat ditemui dalam pidato kenegaraan Presiden Soeharto. Kepala negara secara tegas menyatakan Pancasila bukan agama. Untuk ini Partai Demokrasi Indonesia harus berani menegaskan bahwa negara Republik Indonesia adalah 'Secular State'?.
Reaksi terhadap pernyataan pendapat Soenawar Soekowati datang dari berbagai tokoh masyarakat. Krissantono, wakil sekretaris Karya Pembangunan, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia memberi tanggapannya :
Tidak tepat kalau dikatakan negara Republik Indonesia adalah negara sekuler, karena ini bertentangan dengan apa yang ditentukan dalam UUD '45. Negara Republik Indonesia adalah negara Pancasila. Dan yang penting dalam negara Pancasila itu harus dapat dijaga secara lurus dan proporsional, jangan sampai arah pemerintahannya menjurus ke negara sekular maupun negara agama... Saya menghargai pendapat Pak Soenawar Soekowati bahwa Republik Indonesia negara sekular atau secular state, meskipun saya belum mendengar dengan lengkap apa yang dinyatakannya itu. Tapi dari apa yang saya baca dari beberapa koran, sebenarnya pernyataan tersebut mengandung ?contradictio interminis?.
Sementara itu, juru bicara pimpinan Pusat Muhammadiyah Lukman Hann menyatakan:
Pendapat bahwa Indonesia adalah negara yang menganut paham sekular adalah bertentangan dengan Pancasila dan UUD '45. Pada Pancasila dengan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, merupakan bukti dalam Pancasila tidak ada pemisahan antara negara dan agama?.
Ketua tim Penasehat Presiden tentang Pelaksanaan P-4 (Tim P-7) Roeslan Abdulgani mengatakan,bahwa tidak melihat dan merasakan adanya nilai atau unsur sekularisme di dalam pidato Presiden Soeharto tanggal 16 Agustus 1983. Ia mengatakan bahwa sekularisme mengandung pemisahan antara agama dan pemerintahan. Pemerintah tidak mencampuri bahkan dikatakan mengabaikan atau tidak mengurus agama. Sementara itu, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat/Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menggaakan : pengertian sekularisme sebagai ideologi negara dengan negara sekular tak bisa dipisahkan. Keterangan Ketua Umum Partai Dernokrasi Indonesia Soenawar Soekowati akan dijajaki kebenarannya."
1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akhmad Thamrin Anwar
"Kemiskinan merupakan ancaman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, dialami oleh banyak profesi dan mata pencaharian termasuk warga yang berprofesi sebagai nelayan. Kemiskinan nelayan terjadi karena keterbatasan yang dimiliki oleh nelayan tradisional untuk meningkatkan kualitas kehidupan sosial ekonominya. Tujuan penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh kualitas SDM, ekonomi, hubungan kerja, dan kelembagaan terhadap kemiskinan nelayan di Kelurahan Imbi. Hal ini karena Pemerintahan di Kelurahan Imbi sudah berfungsi dengan baik sebagaimana kelurahan lain di Jayapura, seharusnya dengan fungsi pemerintahan yang sudah baik ini akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayannya.Populasi dalam penelitian ini adalah populasi finit, yakni 109 kepala keluarga nelayan tradisional Kelurahan Imbi. Penentuan jumlah sampel ditentukan dengan teknik sampling jenuh yaitu menggunakan menggunakan semua populasi sebagai sampel. Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner, wawancara dan pengamatan. Data selanjutnya dianalisis menggunakan model regresi linear berganda.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aspek sumber daya manusia, ekonomi, hubungan kerja dan kelembagaan secara parsial dan simultan terbukti berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan nelayan di Kelurahan Imbi.Kata Kunci: Kualitas SDM, Ekonomi, Hubungan Kerja, Kelembagaan dan Kemiskinan Masyarakat Nelayan.

Poverty is a threat in the life of nation and state in Indonesia, experienced by many professions and livelihoods including residents who work as fishermen. Poverty of fishermen occurs because of the limitations of traditional fishermen to improve the quality of their socio economic life. The purpose of this study was conducted to examine the effect of human resource quality, economy, working relationships, and institutions on the poverty of fishermen in Imbi Village. This is because the Government in Kelurahan Imbi has functioned well as other kelurahan in Jayapura, supposed with the function of good governance this will improve prosperity of fisherman society.The population in this research is the finite population, which is 109 heads of traditional fisherman family of Imbi Urban Village. Determination of the number of samples determined by the saturation sampling technique that is using using all the population as a sample. In this study data collection is done through questionnaires, interviews and observations. The data were then analyzed using multiple linear regression model.The results of this study indicate that the aspects of human resources, economic, working relationships and institutions partially and simultaneously proved to have a significant effect on the poverty of fishermen in Kelurahan Imbi.Keywords Quality of Human Resources, Economics, Employment Relations, Institutionality and Poverty of Fishermen Society.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Lidya Mitha Andhiny
"Kekayaan komoditas laut Indonesia dilihat oleh banyak pihak yang tidak bertanggung jawab sebagai kesempatan untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya lewat aktivitas illegal, unreported, and unregulated fishing (IUU Fishing). Sebagai sebuah praktik menyalahi hukum, IUU Fishing menyebabkan berbagai dampak buruk bagi suatu negara, mulai dari ekonomi, sosial, keamanan, hingga lingkungan. Sebagai badan yang secara khusus menangani keamanan maritim Indonesia, Bakamla bersama beberapa agen pemerintah lainnya melakukan Operasi Nusantara. Sebagai sebuah operasi gabungan, Operasi Nusantara menekankan pada sistem deteksi dini dan peringatan, atau dengan kata lain mempraktikkan intelijen. Penelitian inibertujuan mengidentifikasi pengumpulan dan analisis data maupun informasi intelijen serta bagaimana kemudian Bakamla melalui Operasi Nusantara mengolahnya. Selain itu, penelitian ini juga berusaha mengevaluasi aktivitas intelijen Bakamla melalui analisis SWOT. Untuk dapat mencapai obyektif tersebut, digunakan pendekatan kualitatif dengan metode wawancara mendalam terhadap personilyang terlibat langsung di dalam Operasi Nusantara Bakamla. Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa Opnus Bakamla memiliki faktor pendukung berupa posisinya sebagai pemegang komando operasi dan hubungan baiknya dengan masyarakat sipil, serta faktor penghambat berupa kondisi alam yang setiap saat dapat menjadi musuh dan lemahnya SDM. Bakamla masih sangat bergantung pada peran manusia (HUMINT) dalam aktivitas intelijennya. Namun demikian, ketergantungan Bakamla terhadap HUMINT belum diimbangi dengan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang memadai, sehingga pada beberapa kesempatan strategi yang dirumuskan oleh pimpinan operasi tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Peran Bakamla dalam pemberantasan IUU fishing memang tidak dapat ditampik, akan tetapi masih terdapat ruang untuk melakukan peningkatan agar operasi yang dilakukan Bakamla dapat berjalan dengan lebih efektif dan efisien.

The abundance of Indonesian marine commodities is seen by many irresponsible parties as a way to maximize profits through illegal, unreported and unregulated fishing (IUU Fishing) activities. As a practice, IUU Fishing leads to various adverse effects, ranging from economic, social, security, to environmental. As an agency that deals specifically with national’s maritime security, together with other stakeholders, Bakamla runs the Nusantara Operation (Opnus). As a joint operation, Nusantara Operation emphasizes on early detection and warning system, or in other words practicing intelligence. The purposes of this study is to identifying the collection and analysis of intelligence data and how then Bakamla through the Nusantara Operation process it. Besides that, this study also attempts to evaluate Bakamla's intelligence activities through SWOT analysis. To achieve these goals, this research conducted a series of in-depth interviews with the officers involved in the Nusantara Operation. The findings of this study indicate that Bakamla has a supporting factor in the form of its position as the command holder of operations and good relations with civil society, as well as inhibiting factors such as natural conditions that can become enemies at any time and weak human resources. Bakamla is still heavily dependent on the human roles in its intelligence activities (HUMINT). However, the quality and quantity of Bakamla’s human resources itself is still very limited to carry out adequate intelligence activities. The role of Bakamla in combating IUU fishing in Indonesia is undeniable, however there are still many room for improvement so that the operations performed by Bakamla can run more effective and efficient.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sunarto
"ABSTRAK
Berangkat dari asumsi bahwa untuk meningkatkan Ketahanan Nasional, maka peranan para pemimpin adalah sangat menentukan.
Selanjutnya teori Ketahanan Nasional berjenjang menyatakan, bahwa kondisi ketahanan suatu Wilayah itu akan mempunyai pengaruh bagi peningkatan ketahanan nasional.
Oleh karena itu berdasarkan teori tersebut, maka kondisi Ketahanan Wilayah Yogyakarta yang dipimpin Sultan HB.IX, baik langsung atau tidak langsung akan berpengaruh pula terhadap ketahanan nasional secara keseluruhan. Apalagi sehubungan dengan kota Yogyakarta sebagai Ibukota negara RI.
Sultan Hamengku Buwono IX, sebagai suatu institusi kehidupan politik di wilayah Yogyakarta,upaya untuk peningkatan Ketahanan Wilayah itu secara tidak langsung kiranya telah dilakukannya jauh sebelum negara Republik Indonesia itu sendiri lahir. Upaya itu antara lain ditunjukan oleh sikapnya sewaktu melakukan perundingan politik dengan pihak penguasa penjajah Belanda.Perundingan yang memakan waktu selama lima bulan itu, merupakan waktu terpanjang dalam sejarah perundingan kontrak politik yang pernah dilakukan antara raja -raja di Indonesa dengan pihak Belanda,dan peristiwa itu dapat dianggap sebagai suatu isyarat bahwa dirinrya saat itu tidak dapat begitu saja tunduk kepada kemauan Penjajah.
Pada masa penjajahan jepang upaya peningkatan ketahanan wilayah , dilakukan antara lain dengan melakukan pembenahan di bidang pemerintahan daerah,sehingga selain berguna untuk pembangunan,juga dapat untuk mempersiapkan rakyat Yogyakarta dalam menyambut datangnya kemerdekaan Indonesia.
Pada masa awal kemerdekaan,langkah-langkah peningkatan ketahanan wilayah itu tentu dilakukan,terutama yang secara langsung mendukung peningkatan Ketahanan di bidang Pertahanan Keamanan Negara. Sehingga berkat kepemimpinan Sultan itulah, maka Ketahanan Wilayah Yogyakarta saat itu dapat dipakai sebagai modal perjuangan mempertahankan kemerdekaan negara kesatuan Republik Indonesia.
Selama masa Kepemimpinannya itu, ternyata Sultan berlandaskan pada asas kepemimpinan yang berakar pada budaya masyarakat Yogyakarta, yaitu asas kepemimpinan Manunggaling Kawulo Gusti, yang dilaksanakan dengan pola kepemimpinan Legal Rasional, yaitu yang mengacu pada berbagai ketentuan sebagaimana yang tertuang dalam Undang-undang Dasar Negara RI tahun 1945.
"
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Koharudin Haerul Iman
"ABSTRAK
Pendahuluan
Latar Belakang
Apabila memperhatikan negara-negara berkembang yang baru merdeka, masyarakat manusia dalam memperjuangkan hidup untuk mencapai kekuasaan bergerak dan periode "Satu orang yang berkuasa (monarki) ke beberapa orang yang berkuasa (oligarki) dan berakhir pada semua orang berkuasa (demokrasi)".
Ungkapan diatas menurut Arief Budiman dewasa ini ada banyak negara yang berada pada periode semua orang berkuasa (demokrasi).
Kemerdekaan pada periode demokrasi yang telah dicapai negara-negara berkembang bukanlah suatu proses pergerakan yang mudah dan tanpa perjuangan, tetapi cukup banyak tantangan yang harus dihadapi, terutama bagi bangsa yang lahir sebagai masyarakat majemuk seperti Indonesia.
Suatu perjuangan menegakkan pesatuan dan kesatuan bangsa ternyata pada banyak negara berkembang justru nampaknya lebih berat dari pada memenangkan kemerdekaan.
"
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Salam
"ABSTRAK
Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1993 menyatakan bahwa memasuki jangka panjang tahap ke II, titik berat pembangunan diletakkan pada bidang ekonomi, yang merupakan penggerak utama pembangunan,seiring dengan kualitas sumber daya manusia, dan didorong secara saling memperkuat, saling terkait dan terpadu dengan pembangunan bidang-bidang lainnya yang dilaksanakan seirama, selaras dan serasi dengan keberhasilan pembangunan bidang ekonomi dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pembangunan nasional. GBHN 1993 menempatkan manusia sebagai pusat segenap upaya pembangunan. Pembangunan nasional bermuara pada manusia sebagai insan yang harus dibangun kehidupannya dan sekaligus merupakan sumber daya pembangunan yang terus ditingkatkan kualitas dan kemampuannya untuk meningkatkan harkat dan martabatnya."
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arosmiati
"Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Wanita Tangerang merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Departemen Hukum dan Flak Asasi Manusia RI Col Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Salah satu fungsinya adalah melakukan pembinaan terhadap narapidana yang menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan.
Permasalahan yang ada dapat dirumuskan : "Bagaimana tingkat kepuasan narapidana saat ini terhadap kualitas pelayanan kesehatan dan bagaimana tingkat kepuasan narapidana menurut dimensi tangible, reliability, responsiveness, assurance dan emphty serta upaya-upaya apa saja yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan".
Penelitian ini bertujuan untuk mengindentifikasikan dan menganalisa seberapa besar tingkat kepuasan narapidana saat ini terhadap kualitas pelayanan kesehatan menurut dimensi tangibility, reliability, responsiveness, assurance dan emphaty serta menjelaskan upaya-upaya apa saja yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan di Lembaga Pemasyarakatan Klas HA Wanita Tangerang.
Model yang digunakan untuk menganalisa kualitas pelayanan menggunakan teori SERVQUAL yang terdiri dari lima dimensi yaitu Tangibility, Reliability, Responsiveness, Assurance dan Emphaty. Analisis data meliputi uji validitas, uji reliabilitas, pengukuran tingkat kepuasan dan analisa dimensi prioritas pelayanan. Tehnik pengambilan data yang digunakan adalah penyebaran kuesioner pada narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Wanita Tangerang sehingga didapatkan 150 responden sebagai sampel data penelitian.
Hasil Penelitian menunjukan bahwa tingkat kepuasan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Wanita Tangerang berdasarkan dimensi SERYQUAL adalah dimensi tangibility mempunyai tingkat kepuasan -0,62 (81,27%), Reliability mempunyai tingkat kepuasan rata-rata -1,14 (69,52%), Responsiveness mempunyai tingkat kepuasan rata-rata -0,69 (80,99 %), Assurance mempunyai tingkat kepuasan rata-rata -0,59 (84,22%), dan Emphaty mempunyai tingkat rata-rata -0,71 (81,46 %). Hal ini menunjukan bahwa dimensi Assurance mempunyai tingkat kepuasan yang paling rendah dan dimensi Tangible mempunyai tingkat kepuasan tertinggi.
Alternatif prioritas perbaikan layanan yang disarankan dilihat dari tingkat kepentingan menurut narapidana adalah melakukan perbaikan mulai dari dimensi Assurance, Emphaty, Responsiveness, Reliability dan Tangibility.

Lembaga Pemasyarakatan Klas HIA Wanita in Tangerang is the one of Divison from technical implementer in Department of Law and Human Rights Republic of Indonesia. The one of function is to execute pembinaan to the prison who have punishment in Lembaga Pemasyarakatan.
The purpose of research is to ascertain the degree of customer's satisfaction in Lembaga Pemasyarakatan, if viewed from the following dimensions Tangible, Reliability, Responsiveness, Assurance, and Emphaty, as wel as efforts can be made in order to enhance the degree of customer satisfaction in Lembaga Pemasyarakatan, Department of Law and Human Rights, Republic of Indonesia.
Results from the analysis indicates that the degree of customer's satisfaction in Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Wanita Tangerang, based on SERVQUAL dimension are: the dimension of Tangibility, which has an average degree of satisfaction of -0,62 (81,27%), Reliability has an average degree of satisfaction of -1,14 (69,52%), Responsiveness has an average degree of satisfaction of -0,69 (80.99%), Assurance has an average degree of satisfaction of -0,59 (84.22%), and Emphaty has an average degree of satisfaction of - 0,71 (81,46%). This indicates that the dimension of Assurance has the highest degree of satisfaction and dimension of Reliability has the lowest level of satisfaction.
An alternative priority that is suggested for improvement of services, if viewed from the interest from the part of customer is making improvement, starting from the dimensions of: Assurance, Emphaty, Responsiveness, Reliability and there after Tangibility.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20839
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pensra
"Penelitian ini akan mengkaji pemberlakuan pidana mati ditinjau dari sudut pandang Hak Asasi Manusia, dimana di Indoensia pidana mati masih diberlakuakan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Undang - Undang lain serta RUU KUHP yang memuat pidana mati. Pada sisi lain Indoensia pun telah merativikasi peraturan internasional yang menerapkan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia dan telah memberlakuakan UU No 39 tahun I999 juga termuat dalam Pasal 28 A sampai dengan 283 Amandemen UUD 45 dan Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia, Hal ini pun terjadi perbagai pendapat balk yang pro maupun yang kontra terhadap pemberlakuan pidana mati itu sendiri.
Dengan demikian Masalah yang akan dibahas adalah :
- Apakah double sanction yang dialami terpidana coati melanggar Hak Asasi Manusia dan - Apakah telah terjadi pergeseran dari sistem hukum pidana di Indonesia mengenai pidana mati menurut RUU KUHPidana Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan menekankan pada data primer yang diperoleh melalui wawancara mendalam dan menggunakan data sekunder melalui studi kepustakaan.
Berdasarkan studi pustaka, akan digambarkan perkembangan Konsep HAM dalam perlindungan terhadap terpidana mati dalam hukum positif nasional dan hukum positif internasional. Penelitian ini menggunakan teori tentang Hak asasi Manusia, teori Tujuan Hukum ( teori Keadilan dan teori Utilistis atau teori Kemanfaatan ) dan Teori Pembebasan. Teori Ham digunakan untuk melihat lebih mendalam dari sisi HAM terpidana sementara Teori tujuan Hukum digunakan peneliti untuk melihat tujuan dari pemedinaan terhadap pidana mati sementara teori pemidanaan bertujuan "pembebasan". Pembebasan yang dimaksud adalah bukan dalam pengertian fisik. Tapi dalam keterbatasan ruang gerak terpidana, terpidana dibebaskan secara mental dan spiritual. Dengan tujuan bukan saja untuk melepaskan cara dan gaya hidup yang lama, tetapi juga menjadi tanggung jawab pemerintah dan masyarakat untuk membebaskan kesalahan terpidana dan keluarga dari kesalahan yang telah dilakukan dengan mengacu pada Pancasila.
Penelitian yang telah dilakukan ini memaparkan bahwa telah terjadi pelanggaran HAM terpidana dalam menjalani hukuman mati dimana terpidana dalam menunggu pelaksanaan eksekusi mati dipenjara maka telah terjadi dua kali hukuman yaitu hukuman penjara dan hukuman mati. Dengan adanya perubahan dalam RUU KUHP yang memuat pidana mati dengan ancaman hukuman secara alternatif maka telah terjadi pergeseran hukum sebagai wacana dalam pemberlakuan pidana mati di Indonesia

The research means to find out the implementation of Death Penalty from Human Rights Perspective while in Indonesia still uses Law Crimes and the designing of Law Crimes which concern with Death Penalty. On the other hand Indonesia has ratified International laws which implemented the protection of Human Rights to the implementation of Laws Number 39 1999, in the Principles 28 until 28 J. Constitution 1945 and Pancasila as the basic principles of Indonesian. Therefore, there is pro and contra for the implementation of death penalty. The problems of the research is to find out whether double sanction can be categorized as human rights violations for the prisoner and to find out whether there is changing in law crimes system.
The research uses qualitative method which emphasizes primary data by in depth interview and secondary data by library research. The theories that implemented in the research are human rights theories, the aims of Law theories, and freedom theories. Human rights theories are used to see prisoners from human rights perspectives in depth.
The Purpose Law theories is used to see the penal of death penalty while the penal theories means to give freedom, The freedom doesn't mean for only physically but also spiritually and mentally.
The research describes that there is human rights violation for the prisoners during death penalty process. Dual sanctions become the problem for the prisoners. The improvement in the designing of Criminal Code with alternative punishment seems bring the changing in the implementation of death penalty in Indonesia."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20704
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ninor Islam
"Anak yang berkonflik dengan hukum dalam menjalani proses pemeriksaan bagian dari penegakan hukum (law enforcement), seyogyanya dihindarkan dari tindakan-tindakan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Perlindungan anak adalah suatu usaha di mana anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya dan merupakan perwujudan keadilan masyarakat di dalam ikut bertanggungjawab membentuk suatu bangsa dengan can. membangun sumber days manusia sejak dini, Perlindungan yang dimaksud adalah perlindungan hak-hak anak dalam proses penyidikan tindak pidana dengan mengedepankan prinsip-prinsip perlindungan anak.
Data penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan melalui tanya jawab babas dengan responden maupun inforrnan dengan menggunakan pedoman wawancara yang tidak terstruktur sebagai instrumen penarikan/ pengumpulan data. Kemudian data tersebut diolah, dianalisis secara deskriptif kualitatif dengan pola pikir induktif.
Berdasarkan pada basil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa dimana perlindungan hak anak dalam proses penyidikan belum teralisasi dengan baik. sedangkan factor-faktor yang mempengaruhi realisasi perlindungan hak anak pelaku kenakalan dalam proses penyidikan di Polies Metropolitan Jakarta Barat adalah peraturan perundang-undang yang mengatur perihal proses penyidikan anak sampai saat ini belum sinkron. Sementara pemahaman penyidik terhadap peraturan perundang-undangan hanya melihat dari segi kemampuan yang dimiliki oleh seorang penyidik, baik berdasarkan pengalaman, minat, perhatian dan dedikasinya. Berdasarkan legalitas formal dan pengalaman secara inklusif berupa pengetahuan hukum, pemahaman hukum, sikap serta perilaku hukum, namun pemahaman penyidik dalam penanganan tindak pidana anak belurn efektif karena berbagai kendala seperti normatif dan sosio-kultur.

Children whom are against law and being examination processing of law enforcement. They should be avoided from actions that it cam influence their growth and development. Children protection is an effort on which they will fulfill their right and obligation and it's a reality of society justice as society's responsibility to take a part in developing of human rights, early. The protection means protection of children rights in criminal justice investigation process that apply the principle of children protection.
This research contains primer data and secondary. The collecting of data has done by questioner, interview with respondents and informant. And then, this research is analysis in qualitative - descriptive way by inductive frame work.
Based on research, I can draw a conclusion that children protection, today haven't bring into relation yet, whereas factors which police of west Jakarta, acts that rule about children investigation haven't synchronized yet. Mean while, understanding of officer towards regulation will be seen by abilities, based on experience, interest, and their dedication.
In related to formal legality and experience inclusively such as knowledge in law, understanding, attitude of law, but there are not effective understanding of officers in children justice crime because of obstacles, that is normative matter and social -cultural."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20705
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sjamsudi Wahjunto
"Penelitian ini berfokus di Lembaga Pemasyarkatan Klas I Cipinang tentang kendala-kendala dalam pelaksanaan kebijakan pemberian pembebasan bersyarat, yaitu semenjak diusulkan clan Lembaga Pemasyarakatan hingga diterbitkannya Surat Keputusan Pembebasan Bersyarat dart Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif dengan desain deskriptif.
Informan dalam penelitian ini terdiri dari 5 (orang) petugas di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang, 6 (enam) narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang, 2 (dua) orang petugas di Kantor Wilayah DKI Jakarta, 5 (orang) petugas di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, 1 (satu) orang staf pada Balai Pemasyarakatan, 1 (satu) orang petugas di Kejaksaan Negeri, dan 2 (dua) orang penjamin narapidana. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam, sedangkan analisis dilakukan dengan merujuk pada standar dan pendapat para peneliti di bidang information literacy.
Dari analisis terhadap hasil wawancara, disimpulkan bahwa : 1) Proses pengusulan untuk memperoleh pembebasan bersyarat bagi narapidana, masih belum dilaksanakan sesuai dengan kebijakan yang dialur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.; 2) Kebijakan pentahapan dalam proses pemberian pembebasan bersyarat pada kenyataannya membutuhkan wakiu yang cukup Iama; 3) Hambalan dalam proses pemberian pembebasan bersyarat sudah sangat kompleks, kendala yang dihadapi bukan saja pada permasalahan SDM petugas Pemasyarakatan, namun juga terkendala pada ketidak konsistenan dalam menerapkan kebijakan yang ada terutama masalah mekanisme teknis maupun substantif dalam pemberian pembebasan bersyarat; 4) Kendala lain yang menjadi penghambat dalam proses pemberian PB adalah kurangnya kepedulian instansi terkait yang masih menekankan pada kebijakan masing-masing, Hasil penelitian menyarankan bahwa Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pemasyarakatan harus memberikan penekanan kepada seluruh Kepala Lembaga Pemasyarakatan melaui kebijakannya untuk mewajibkan pembuatan Lilmas awal bagi narapidana, mengingat Litmas awal merupakan kunci dalam meningkatkan kualitas maupun kuantitas pemberian pembebasan bersyarat; perlu adanya perbaikan regulasi yang mengatur tentang penyederhanaan proses pemberian pembebasan bersyarat, terutama dalam hal pentahapan atau hirarki; Direktorat Jenderal Pemasyarakatan harus menelapkan kebijakan program non fsik terutama peningkatan pengetahuan dan pendidikan kepada petugas Lembaga Pemasyarakatan maupun Balai Pemasyarakatan mengenai program pembinaan integrasi, salah satunya pemberian pembebasan bersyarat; melakukan pendekatan serta koordinasi kepada inslansi terkait yang diawali dengan diskusi untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi dalam pemberian PB.

This research is focused on the Cipinang Correctional Institution Class I, concerning to the obstacles of the policy implementation of parole granting, from first process until the prisoner received the verdict from the Authority. It is also include the qualitative research in description design.
Five informants in this research are 5 (five) Cipinang Correctional officers, 2 (two) officers from Ministry of Law and Human Rights district office in DKI Jakarta, and 6 (six) prisoners, 5 (five) Directorate General of Correctional officers, I (one) Parole Board, I (one) prosecutor from Attorney General, and 2(two) bailsman. Data is collected by deep interview; the analysis is referred to standard and opinions from researcher in information literacy field.
From analyzing of the interview results, it concludes: 1) The granting process of the parole for the prisoner is remain out of procedures and not follow the existing policy which are regulated in law; 2) The stage policy in processing the parole granted is need long term; 3) Obstacles is more complex, such as correctional human resources, it also faces inconsistency of policy implemented especially the technical mechanism and substantial problem; 4) Other obstacles is the lack of awareness of the other government authority who claim only their own policy. This research suggests that the correctional authority should emphasize on compulsory to the whole correctional institution to implement social research at the first time the prisoner enter the institution. The social research is the key for the development of the parole quality and quantity; Directorate General should make a policy in building program, particularly the prison officer knowledge and education for the Correctional Institution and Parole Board about integration treatment program, like parole granting; approaching and coordination to the other government authorities, which could be started from comprehensive discussion to solve the problem in terms of parole granting."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20811
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>