Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18 dokumen yang sesuai dengan query
cover
hapus3
"

Pendahuluan: Tremor merupakan salah satu gangguan gerak yang sering ditemukan dalam praktik sehari-hari dan memiliki potensi dampak tinggi terhadap terjadinya disabilitas. Tremor dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor dan salah satunya adalah pajanan uap merkuri. Di Indonesia, terdapat sekitar 150.000 pekerja Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) yang berisiko terpajan merkuri, dan sampai saat ini belum ada penelitian yang secara spesifik menilai prevalensi tremor terkait pajanan merkuri pada pekerja PESK dan faktor-faktor yang berhubungan.

Metode: Desain potong lintang digunakan dalam penelitian ini untuk mencari hubungan antara usia, kebiasaan merokok, masa kerja sebagai penambang, jenis aktivitas bekerja dalam PESK, kebiasaan menyemprot pestisida dan kadar merkuri urin dengan tremor pada pekerja PESK di provinsi Nusa Tenggara Barat dan Banten. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner asesmen kesehatan populasi terpajan merkuri dari WHO UNEP, pemeriksaan fisis finger to nose, dan kadar merkuri urin terkoreksi kreatinin

Hasil: Prevalensi tremor pada pekerja PESK di provinsi Nusa Tenggara Barat dan Banten didapatkan sebesar 8,6% dengan faktor yang paling berhubungan adalah usia > 40 tahun (OR = 5,09; 95% CI = 1,05 – 24,48; p = 0,02)

Kesimpulan: Didapatkan hubungan yang bermakna antara usia > 40 tahun dengan tremor pada pekerja PESK. Tidak didapatkan hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok, masa kerja sebagai penambang, jenis aktivitas bekerja dalam PESK, kebiasaan menyemprot pestisida dan nilai Indeks Pajanan Biologis dengan tremor. Tidak didapatkan hubungan antara pajanan merkuri dengan tremor.

 

Kata kunci: tremor, PESK, merkuri

 


Introduction: Tremor is a movement disorder that is oftenly found in daily practice and has high potential impact related to disability. Tremor can be caused by various factors and one of them is exposure to mercury vapor. In Indonesia, there are around 150,000 Artisanal Small-scale Gold Mining (ASGM) workers who are at risk of being exposed to mercury, and to date no studies have specifically assessed the prevalence of tremors related to mercury exposure in Artisanal and Small-scale Gold Mining (ASGM) workers and its related factors.

Method: A cross-sectional design study was used to find the relationship of age, smoking habits, working period as a miner, type of work activities in ASGM, history of spraying pesticides and the level of urinary mercury with tremor in ASGM workers in West Nusa Tenggara and Banten province. The instrument used is a health assessment questionnaire of mercury-exposed population established by WHO UNEP, finger to nose physical examination, and creatinine-corrected urinary mercury levels.

Results: The prevalence of tremor in ASGM workers in West Nusa Tenggara and Banten provinces was 8.6% with the most related factor was age > 40 years-old (OR = 5.09, 95% CI = 1.05 - 24.48, p = 0.02)

Conclusion: There was a significant relationship between age > 40 years-old and tremor amongst ASGM workers. No significant relationship was found between smoking habits, working period as a miner, type of work activities in ASGM, history of spraying pesticides and the level of Biological Exposure Index with tremor. There was no relationship between mercury exposure and tremor.

 

Keywords: tremor, ASGM, mercury

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Zulkifli Dharma
"Pendahuluan: Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) saat ini merupakan isu global yang kompleks karena penggunaan merkuri elemental dalam proses kerjanya. Pajanan merkuri pada pekerja menempatkannya dalam risiko gangguan kesehatan yang serius. Ada 850 titik PESK di Indonesia yang tersebar di 32 propinsi, dengan jumlah pekerja yang tidak kurang dari 250.00 orang. Informasi terkait jenis aktifitas kerja yang paling berpengaruh terhadap risiko gangguan kesehatan pada pekerja PESK akan sangat berguna sebagai pedoman dalam melakukan tindakan pengendalian risiko.
Metode: Penelitian dengan desain potong lintang bertujuan mencari hubungan antara jenis aktifitas kerja dengan kadar merkuri urin pekerja. Intoksikasi merkuri ditetapkan sesuai NAB yang ditetapkan Pemerintah, yaitu 20 µg/gram kreatinin. Data yang digunakan adalah data sekunder, berupa hasil pengisian kuisioner dan hasil pemeriksaan merkuri urin pekerja PESK di Propinsi Nusa Tenggara Barat dan Banten.
Hasil: Prevalensi pekerja yang memiliki kadar merkuri urin di atas NAB di dua propinsi di Indonesia adalah 35,5%. Dari analaisis multivariat, faktor yang paling dominan adalah jenis aktifitas kerja risiko tinggi (p=0,003 ROsuaian:2,811 IK95%:1,413-5,590).
Kesimpulan:  Jenis aktivitas kerja risiko tinggi adalah jenis aktivitas kerja yang paling berisiko menyebabkan pekerja PESK pada penelitian ini memiliki kadar merkuri urin di atas NAB.

Introduction: Artisanal and Small-scale Gold Mining (ASGM) has became global and complex issues, because of the use of elemental mercury in its working processes. Workers in ASGM divided into three type of tasks: miner, mineral processor and smelter. Smelter was categorized as high risk type of task, regarding the exposure of mercury vapor resulted from heating the amalgam. Urinary mercury level can be used as an indicator for the severity of mercury exposure in a worker.
Method: A cross sectional design study to obtain job task and its relation to urinary mercury level among ASGM worker. Job task divided into high risk type of task (smelter), and low risk type of task (miner and mineral processor). We used secondary data from questionnaire and mercury urinary level of ASGM worker in the provinces of Nusa Tenggara Barat and Banten. Biological Exposure Index (BEI) of mercury was 20 µg/gram creatinin, referred to The Decree of Ministry of Manpower of Republik Indonesia and American Conference of Govermental Industril Hyginenists (ACGIH).
Result: Prevalence of workers having urinary mercury level above BEI was 35,5%. Smelter was the most dominant factor (p=0,003 adjustedOR:2,811 CI95%:1,413-5,590).
Conclusion: The most related factor was high risk type of task.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titil Sry Kurniawati
"Latar Belakang: Tim Surveilans COVID 19 sebagai garda terdepan dalam pengendalian kasus di wilayah administrasi terendah yaitu di Pusat Kesehatan Masyarakat, rentan mengalami mengalami peningkatan stress. Peningkatan  stress bisa disebabkan oleh beban kerja dan faktor lainnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran dan hubungan beban kerja dan faktor risiko lainnya terhadap tingkat stress Tim Surveilans.
Metode: Desain penelitian ini adalah potong lintang dengan pengambilan sampel total sampling sebanyak 115 anggota dalam Tim Surveilans yang terdiri dari surveillant (ASN) dan tracer (relawan) Puskesmas seKota Bogor. Kuesioner yang digunakan untuk mengukur beban kerja adalah kuesioner NASA TLX dan kuesioner Perceived Stress Scale untuk mengukur tingkat stress. Faktor risiko individu pada penelitian ini, usia, jenis kelamin dan latar belakang pendidikan, sedangkan faktor pekerjaan yaitu masa kerja dan jabatan dalam tim. Pengambilan data  secara daring menggunakan Goggle Form.
Hasil: Prevalensi stress 1.7 % stress ringan, stress sedang 49.6% dan stress berat 48.7%. Pada level stress ringan sampai berat didapatkan beban kerja pada Tim Surveilans pada kategori tinggi. Usia ≥25 tahun dan tim Surveilans berlatar belakang pendidikan non kesehatan memiliki kemungkinan stress lebih rendah (OR= 0.41 CI95%= 0.19-0.88 p= 0,02 dan 0R=0.18 CI 95% 0.04-0.77 p=0.016). 
Kesimpulan: Tim surveilans COVID 19 memiliki beban kerja tinggi pada semua kategori tingkat stress. Terdapat  hubungan yang signifikan antara usia dan latar belakang pendidikan dengan tingkat stress.

Background: As front liners in controlling COVID 19 cases in the lowest administrative areas, notably in the Community Health Centers, the COVID 19 Surveillance Team is at high risk to experience stress. Workload and other factors can contribute to stress enhancement levels. This study aims to determine between workload and other factors to the stress level of the Surveillance Team.
Methods: This study applied a cross-sectional research design with a total sampling of 115 respondents from the surveillance team, consisting of surveillants (State Civil Apparatus) and tracers (volunteers) from Public Health Centers throughout Bogor City. This study employed the NASA TLX questionnaire to measure the workload and the Perceived Stress Scale questionnaire to assess stress levels. In addition, individual risk factors in this study covered age, gender, and educational background. Meanwhile, work factors involved years of service and position in the team. The data collection was performed online utilizing Google Form.
Results: Only 1.7% of the Surveillance Team experienced mild stress, while 49.6% experienced moderate stress, and 48.7% experienced severe stress. Across all the levels of stress, the workload of the team surveillance was found to be high. Age 25 years and above as well as non-health educational background were less likely to have stress (OR= 0.41 CI95%= 0.19-0.88 p= 0,02 and 0R=0.18 CI95% 0.04-0.77 p=0.016).
Conclusion: The COVID 19 Surveillance Team had a high workload in all categories of stress level. There was a significant correlation of age and educational background with stress levels.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putriayu Hartini
"ABSTRAK
Latar Belakang: Pengemudi bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) memiliki risiko pekerjaan, keadaan tersebut dapat menjadi faktor risiko psikososial pekerjaan bagi pengemudi dan berpotensi menjadi faktor risiko hipertensi. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis hubungan antara faktor psikososial pekerjaan dengan hipertensi pada pengemudi bus AKAP di Terminal X Jakarta.
Metode: Desain adalah potong lintang pada 120 pengemudi bus AKAP, laki-laki usia 18-60 tahun di Terminal X Jakarta. Pengambilan sampel dengan convenience sampling dan pengambilan data dilakukan dengan wawancara terpimpin menggunakan kuesioner serta pemeriksaan tekanan darah. Faktor risiko psikososial yang diukur adalah dukungan atasan, partisipasi pengambilan keputusan, kemajuan karier, sistem penggajian tidak sesuai, konflik, istirahat yang cukup, cukup waktu bersama keluarga, kondisi bus laik, kemacetan lalu lintas, perlakuan penumpang baik dengan mempergunakan kuesioner. Hasil: Prevalensi hipertensi pada pengemudi bus 38,3%. Variabel sistem penggajian sesuai pekerjan yang paling berhubungan dengan hipertensi pada penelitian ini, dengan OR 3,19 dan CI 95% (1,025-9,94).
Kesimpulan: Prevalensi hipertensi pada pengemudi bus AKAP di Terminal X cukup tinggi dibandingkan populasi umum Riskesdas 2018 yakni 34,1%. Faktor risiko psikososial pekerjaan (sistem penggajian tidak sesuai pekerjaan) berhubungan dengan hipertensi. Dibutuhkan pemeriksaan tekanan pada pengemudi bus AKAP dan edukasi pencegahan risiko psikososial pekerjaan secara berkala.

ABSTRACT
Background: Inter-provincial inter-city (IPIC) bus drivers are exposed to specific occupational hazards which may be associated with hypertension. The purpose of this study was to analyze the relationship between hypertension and occupational psychosocial factors among IPIC bus drivers from X Terminal East Jakarta.
Methods: A cross-sectional study with 120 IPIC male bus drivers, aged 18-60 years in X Terminal East Jakarta was conducted. Convenience sampling method was used and data was colleced by guided interviews using a questionnaire and blood pressure measurement. Hypertension risk factors measured were age, Body Mass Index (BMI), smoking habits, caffeine drinking habits, family history of hypertension, weekly driving hours and years of working. Psychosocial risk factors measured were supervisor support, participation in decision-making, career development, fair waging system, conflict, sufficient rest, sufficient time for the family, bus condition, traffic congestion, and passengers treatment by using a questionnaire.
Results: The prevalence of hypertension was 38.3%. Unfair waging system was most related to hypertension in this study with OR 3.19 CI 95% (1.25 to 9.94).
Conclusion: The hypertension prevalence among IPIC bus driver is quite high compared to the general prevalence from National Basic Health Survey 2018 which is 34.1%. Occupational psychosocial risk factors (unfair waging system) had association with hypertension. Blood pressure measurement and education about occupational pychosocial risk factors prevention should be done periodically."
2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siani Setiawati S.
"Data World Health Organization (WHO) Tahun 2003 melaporkan bahwa gangguan muskuloskeletal diperkirakan mencapai 60% dari semua penyakit akibat kerja. Nyeri tengkuk (leher belakang) merupakan masalah gangguan muskuloskeletal tubuh bagian atas yang banyak terjadi. Di beberapa negara, nyeri tengkuk mengakibatkan meningkatnya absensi pekerja dan kenaikan biaya pengobatan perusahaan. Pekerja yang berisiko tinggi mengalami nyeri tengkuk adalah pekerja yang dalam pekerjaannya berada pada posisi duduk lama, membentuk posisi tubuh janggal pada kepala-leher dan mempertahankan posisi kepala dalam waktu yang lama, seperti pengemudi taksi. Jika penyebab nyeri tengkuk diketahui lebih awal, maka kerugian yang terjadi dapat dicegah. Diketahuinya penyebab nyeri tengkuk lebih awal dapat mengurangi kerugian yang terjadi. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan posisi kepala dan faktor risiko lain terhadap kejadian nyeri tengkuk akut pada pengemudi taksi.
Metode penelitian menggunakan Cross sectional dengan jumlah sampel 113 orang yang diambil secara consecutive sampling. Data dikumpulkan dengan wawancara, pemeriksaan fisik dan metode fotografik untuk pengukuran posisi kepala saat mengemudi. Subyek penelitian merupakan pengemudi taksi di PT X di Jakarta dengan kriteria inklusi bersedia mengikuti penelitian dan menandatangani lembar persetujuan. Kriteria ekslusinya adalah pengemudi telah memiliki keluhan atau rasa tidak nyaman di daerah tengkuk saat awal bekerja pada saat dilaksanakan penelitian, konsumsi obat penghilang nyeri dalam waktu 24 jam terakhir dan penggunaan bantalan leher saat mengemudi.
Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis multivariat regresi logistik dan nilai titik potong berdasarkan kurva ROC . Didapatkan sebanyak 46,7% responden mengeluhkan nyeri tengkuk akut. Dari analisis multivariat, didapatkan posisi kepala yang berhubungan dengan nyeri tengkuk akut adalah neck-horizontal angle (OR=14.72, 95% CI = 5.08-42.60). Responden dengan neck-horizontal angle ≤ 50° memiliki risiko 15x mengalami nyeri tengkuk akut dibandingkan responden dengan neck-horizontal angle > 50°, dan faktor risiko pekerjaan yang berhubungan dengan nyeri tengkuk akut adalah lama istirahat (OR= 7.61, 95% CI=2.51-23.13). Responden dengan lama istirahat per hari ≤ 3 jam memiliki risiko 8x lebih besar mengalami nyeri tengkuk akut dibandingkan responden dengan lama istirahat >3jam. Tidak ditemukan faktor individu yang berhubungan dengan nyeri tengkuk akut.

Data from the World Health Organization (WHO) 2003 reported that musculoskeletal disorders are estimated account for 60% of all occupational diseases. Neck pain is a common upper body musculoskeletal disorder. In several countries, neck pain causes an increase in worker absenteeism and health expenses of companies. Workers who are at high risk of nape pain are workers who work with prolonged sitting position, form an odd postures on the head-neck position and maintain the position of the head for an extended time, such as taxi drivers. If the cause of neck pain has known earlier, the losses that occur can be prevented. This study aims to determine the relationship of the head position and other risk factors towards the incidence of acute neck pain among taxi driver.
The study method is a cross-sectional design with a sample of 113 respondents via consecutive sampling. Data are collected via interview, physical examination and photographic methods for measuring the head position while driving. The subject of the study is a taxi driver in PT X in Jakarta with the inclusion criteria are willing to follow the study and signed informed consent. Exclusion criteria are the driver with preexisting neck pain or neck discomfort at the initial time of the study, analgesic usage in the last 24 hours and the usage of neck pads while driving.
Data was analyzed by using statistical test of multivariate logistic regression and cutoff point determination based on ROC curve. As much as 46.7% of respondents are found experiencing acute neck pain. Based on multivariate analysis, the head position associated with acute neck pain is neckhorizontal angle (OR = 14.72, 95% CI = 5.08-42.60). Respondents with neckhorizontal angle ≤ 50° have 15 times greater risk of experiencing acute neck pain than respondents with neck-horizontal angle > 50°, the risk factor of occupation associated with acute neck pain is the duration of rest on duty (OR = 7.61, 95% CI = 2:51 to 23:13). Respondents with the duration of rest on duty ≤ 3 hours per day have 8 times greater risk of experiencing acute nape pain than respondents with a longer rest > 3 hours. There is no individual factor found to be associated with acute neck pain."
Jakarta: Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Ingewaty Wijaya
"Berdasarkan data kunjungan pengemudi taksi ke klinik pool Cinere PT. X didapatkan 50% keluhan nyeri dan pegal-pegal di badan, salah satunya daerah punggung bawah. Keluhan gangguan muskuloskeletal menempati urutan pertama dari 10 penyakit terbanyak di klinik pool Cinere PT. X.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan sudut punggung-tungkai atas dan faktorfaktor lain dengan peningkatan intensitas nyeri punggung bawah akut pada pengemudi taksi PT. X.
Desain penelitian ini adalah potong lintang. Terdapat 158 responden yang dipilih secara proportional random sampling. Variabel terikat adalah peningkatan intensitas nyeri punggung bawah akut dan variabel bebas adalah umur, tinggi badan, indeks massa tubuh, kebiasaan olahraga, kebiasaan merokok, lama mengemudi per hari, shift kerja, sudut punggung-tungkai atas, sudut fleksi lutut.
Pengumpulan data dengan wawancara, pengisian log sheet, pengisian kuesioner Visual Analogue Scale sebelum dan sesudah bekerja, pemeriksaan fisik dan pengambilan foto pengemudi yang sudah diberikan reflective tape serta diminta untuk duduk senyaman mungkin sama seperti mengemudi sehari-hari.
Dari 158 responden, didapatkan 78 orang (49,4%) mengalami nyeri punggung bawah akut pasca bekerja dan diantaranya terdapat 40 orang (25,3%) yang mengalami peningkatan intensitas nyeri punggung bawah akut. Pada analisis multivariat, didapatkan faktor dominan terjadinya peningkatan intensitas nyeri punggung bawah akut adalah sudut punggung-tungkai atas ≤ 103⁰ (RO = 17,14; IK 95% = 5,03-58,44) dan sudut fleksi lutut < 65⁰ (RO = 9,06; IK 95% = 2,75-29,81). Didapatkan tinggi badan ≥ 165 cm mengurangi risiko peningkatan intensitas nyeri punggung bawah akut (RO = 0,31, IK 95% = 0,13-0,72). Pekerjaan mengemudi taksi dengan sudut punggung-tungkai atas ≤ 103⁰ merupakan faktor dominan peningkatan intensitas nyeri punggung bawah akut.
Disarankan pengemudi melakukan relaksasi otot punggung dan menjaga sudut punggung-tungkai atas melebihi 103⁰ dengan memundurkan sandaran kursi sebanyak 5 kali.

According to the data of taxi drivers? visit to the clinic of Cinere Pool of PT. X, it was suggested that 50% of the visit were caused by the complaints of body ache and stiffness. One of them was in the lower back region. Musculoskeletal disorder occupied the first position of the top 10 diseases in the Clinic of Cinere Pool of PT. X.
The objective of this study is to know the association between lumbarthigh angle and other factors with increased intensity of acute low back pain among taxi drivers at PT.X.
The design of this study is cross-sectional. There were 158 respondents selected by proportional random sampling. The dependent variable was the increased intensity of acute low back pain and the independent variables were age, height, body mass index, exercising habit, smoking habit, length of driving per day, work shift, lumbar-thigh angle, and knee flexion angle. Data collection was conducted by interview, log sheets, questionnaire Visual Analogue Scale (before and after work), physical examination, and image captures of the drivers whom had been marked with reflective tape and asked to sit as comfortable as possible, the same as daily driving.
Of 158 respondents, there were 78 respondents (49.4%) experiencing acute low back pain after work and there were 40 respondents (25.3%) experiencing increased intensity of acute low back pain. The analysis of multivariate suggested that the dominant factor of increased intensity of acute low back pain were lumbar-thigh angle ≤ 1030 (OR = 17.14; CI 95% = 5.03 ? 58.44) and knee flexion angle < 65⁰ (OR = 9.06; CI 95% = 2.75 ? 29.81). It was also suggested that height ≥ 165 cm reduced the risk of increased intensity of acute low back pain (OR = 0.31, CI 95% = 0.13 ? 0.72).
Driving taxi with lumbar-thigh angle ≤ 103⁰ is the dominant factor of increased intensity of acute low back pain. It is recommended for the drivers to relax the back muscles and maintain the lumbar-thigh angle over 1030 by withdrawing backward the backrest 5 times."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Habibah Sari Melati
"Kebersihan tangan adalah salah satu hal yang penting dalam pengendalian infeksi di rumah sakit. Perawat sebagai lini terdepan layanan kesehatan, memiliki beban kerja yang fluktuatif, juga dituntut memiliki kepatuhan cuci tangan. Rumah Sakit. telah terakreditasi JCI Joint Commission International, dimana keselamatan pasien merupakan fokus utamanya, dan cuci tangan memiliki peranan yang sangat besar. Tujuan dari penelitian ini adalah diketahuinya faktor beban kerja dan faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kepatuhan cuci tangan perawat di Rumah Sakit S. Desain penelitiannya adalah potong lintang, dengan 55 sampel pada perawat yang bekerja di Instalasi Gawat Darurat, Unit Perawatan Intensif dan Unit Hemodialisis. Data diambil dengan cara observasi dan kuisioner, yaitu menggunakan lembar observasi kepatuhan cuci tangan; lembar observasi perilaku. langkah cuci tangan; lembar observasi beban kerja; kuisioner karakteristik demografi; kuisioner pengetahuan; dan kuisioner persepsi. Data dianalisis dengan uji pearson untuk melihat hubungan kepatuhan cuci tangan dengan beban kerja; dan uji. tidak berpasangan untuk melihat hubungan antara kepatuhan cuci tangan dengan variabel perilaku, pengetahuan, persepsi, usia, jenis kelamin, pendidikan, dan masa kerja. Selanjutnya dilakukan uji regresi linier berganda.
Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kepatuhan cuci tangan dengan beban kerja; dengan pengetahuan; dengan persepsi cuci tangan; dengan usia; dengan pendidikan; dan dengan masa kerja. >0,05. Variabel yang berhubungan secara signifikan dengan kepatuhan cuci tangan adalah perilaku. = 0,00 dan jenis kelamin. = 0,02. Faktor dominan yang paling berpengaruh terhadap kepatuhan cuci tangan adalah perilaku. = 0,00 dan masa kerja. = 0,02. Pada penelitian ini tidak ditemukan hubungan antara kepatuhan cuci tangan dengan: beban kerja, karakteristik demografi usia, pendidikan dan masa kerja. pengetahuan, dan persepsi. Namun ditemukan hubungan antara kepatuhan cuci tangan dengan perilaku cuci tangan dan dengan jenis kelamin. Faktor yang paling dominan terhadap kepatuhan cuci tangan adalah perilaku cuci tangan dan masa kerja. Safety meeting/ safety talk dapat dilakukan secara berkala untuk mengatasi kendala dalam kepatuhan cuci tangan perawat.

Hand hygiene is one of the important things in hospital infection control. Nurses who act as the leading line of health services and have. fluctuating workload, are also required to have hygienic hands.. Hospital has been accredited JCI Joint Commission International. where patient safety is the main focus, and where having hygienic hands has. very big role. The purpose of this research is to know the workload factor and other factors related to the hand hygiene compliance of nurses at. Hospital. The research design is cross sectional, with 55 samples on nurses who work in Emergency Department, Intensive Care Unit and Hemodialysis Unit. Data were taken by observation and questionnaire, ie using hand hygiene compliance observation sheet. step hand hygiene behavior observation sheet workload observation sheet questionnaire of demographic characteristics hand hygiene knowledge questionnaire and perception questionnaires. Data were analyzed by pearson test to see the hand hygiene compliance relationship with workload and independent. Test to see the relationship between hand hygiene compliance with behavioral, knowledge, perception, age, gender, education, and working period. Furthermore, multiple linear regression test is also used.
Based on the analysis result, there is no significant relationship between hand hygiene compliance with workload with knowledge with perception with age with education and with working period. 0.05. The variables significantly associated with hand hygiene compliance were behavior. 0.00 and gender. 0.02. The most dominant factors affecting hand hygiene compliance were behavior. 0,00 and working period. 0,02. In this study, there was no relationship between hand hygiene compliance with workload demographic characteristics age, education and working period knowledge and perception. However, there was. relationship between hand hygiene compliance with hand hygiene behavior and gender. The most dominant factors for hand hygiene compliance are hand hygiene behavior and working period. Safety meeting safety talk can be done regularly to overcome obstacles in the hand hygiene compliance of nurse.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rama Devarie Likumahwa
"Nyeri tungkai bawah adalah salah satu keluhan muskuloskeletal yang sering dialami para penjahit industri garmen UMKM. Menurut penelitian- penelitian yang sudah ada sebelumnya, diketahui bahwa baik stretching ataupun mini-break mampu mengurangi keluhan muskuloskeletal pada pekerja, namun belum pernah ada yang meneliti efektivitas kedua intervensi tersebut pada penjahit industri garmen. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian Quasi Experimental, dan menggunakan desain two-group pre test-post test. Penelitian ini melibatkan 70 orang subyek penelitian, yang terbagi menjadi 33 orang pada ruang kerja 1, dan 37 orang pada ruang kerja 2. Sebelum diberikan intervensi, terlebih dahulu diambil skor VAS pre- intervensi dari seluruh subyek penelitian, kemudian para subyek mengikuti program intervensi sesuai ruang kerjanya, dimana pada ruang kerja 1 akan diberikan intervensi stretching, dan ruang kerja 2 akan diberikan intervensi mini- break. Kedua intervensi dilaksanakan oleh subyek penelitian selama 2 minggu. Setelah pemberian intervensi, akan dilakukan kembali pengukuran nilai VAS post- intervensi untuk menilai efektivitas dari program intervensi yang telah diberikan. Data-data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan uji statistik untuk menilai perbandingan efektivitas kedua kelompok intervensi. Hasil: Terdapat nilai median  selisih VAS pre- post intervensi sebesar 4 pada kelompok stretching, dan nilai median selisih VAS sebesar 2 pada kelompok mini- break. Dari hasil analisis perbedaan penurunan nyeri tungkai bawah antara kelompok intervensi stretching dan kelompok intervensi mini- break diperoleh hasil nilai p <0,001, yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara nilai median selisih VAS kelompok stretching dan selisih VAS kelompok mini- break yang signifikan secara statistik. Kesimpulan:  Terdapat penurunan nyeri tungkai bawah setelah pemberian program stretching ataupun pemberian mini- break, namun begitu, efek pengurangan nyeri setelah pemberian stretching lebih baik dibandingkan dengan pemberian mini-break

Lower leg pain is one of the musculoskeletal problem that often felt by a sewing worker of a MSME (Micro, Small, and Medium Enterprises) garment industries. According to previous research, it is known that either stretching or mini- break were able to reduce musculoskeletal problem in workers, but there has never been any research about the effectiveness of both interventions in reducing pain, specifically in lower leg in a sewing worker of a garment industry. Methods: Quasi experimental studies was applied, and using a two group pre test- post test design. This research involved 70 subjects, that was divided into 33 persons in workroom 1, and 37 persons in workroom 2. Before intervention was given to subjects, a pre- intervention VAS were collected first, then subjects followed the intervention program, correspond to their workroom. Stretching intervention was given to subjects in workroom 1, and mini- break intervention was given to subjects in workroom 2. Both intervention were given to the subjects for 2 weeks. After the intervention has been given, the post- intervention VAS was measured to assess the effectiveness of the given interventions. Collected datas will be analyzed using a statistical test to assess the comparison of effectiveness within the intervention groups. Result: From this research, a VAS differences median score of 4 at stretching group, and VAS differences median score of 2 at mini-break group were found. From the analysis of lower leg pain reduction comparison between stretching group and mini- break group, we found a p score <0,001, which means there was a statistically significant difference between VAS difference median score of stretching group and VAS difference median score of mini- break group. Conclusion: There were reduction of lower leg pain after stretching or mini- break programs were given, however, the effect of pain reduction after stretching program was better than mini- break."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riri Mega Lestari
"Latar Belakang : Occupational Fatigue Exhaustion Recovery OFER sebagai instrumen penilaian kelelahan pada pekerja selain bisa mendapatkan tingkat kelelahan kronis, kelelahan akut juga dapat menilai kecukupan intershift recovery dan banyak dipergunakan secara luas di berbagai negara, akan tetapi belum ada dalam versi Bahasa Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan OFER15 versi Bahasa Indonesia yang valid dan reliabel.
Metode Penelitian : Adaptasi OFER15 versi aslinya menggunakan metode 10 langkah dari ISPOR International Society for Pharmacoeconomics and Outcomes Research diikuti dengan uji validitas butir dan faktor serta uji reliabilitas. Pengujian dilakukan terhadap 172 pekerja baik itu dengan sistem shift maupunnonshift pada IndustriManufacturedi PT X di Jakarta.
Hasil Penelitian : Hasil dari ISPOR pada penelitian ini terjadi beberapa penyesuaian bahasa dan idioms. Keseluruhan 15 butir OFER15 versi Bahasa Indonesia dinyatakan valid r = 0.496-0.649 . Hasil Analisis Faktor Eksploratori mengidentifikasi struktur tiga faktor yang signifikan yang memiliki kompatibilitas yang dapat diterima untuk model kuesioner OFER-15 asli. Nilai Alpha Cronbach OFER15 versi Bahasa Indonesia adalah 0.82 pada Subskala Kelelahan Kronis , 0.88 pada Subskala Kelelahan Akut dan 0.82 pada Subskala Intershift Recovery.Didapatkan hasil tes-retest dengan nilai Intra-Class Correlation> 0.8 pada setiap subskala. Hasil penelitian di PT X dari 172 pekerja didapatkan 91 orang mengalami kelelahan kronis, 33 nya kekurangan waktu pemulihan kerja, 68 orang mengalami kelelahan akut, 34 nya kekurangan waktu pemulihan kerja, dan 13 orang 8 tidak mengalami kelelahan akibat kerja.
Kesimpulan : OFER15 versi Bahasa Indonesia ini memiliki validitas, reliabilitas dan stabilitas internal baik, sebagai instrumen yang dapat dipergunakan untuk menilai kelelahan umum akibat kerja pada populasi pekerja di Indonesia.

Background : Occupational Fatigue Exhaustion Recovery OFER is an instrument for general fatigue assessment in workers, whether chronic fatigue, acute fatigue and adequacy of intershift recovery and has widely been used in many countries, however there hasn rsquo t been Indonesian version. This research aims at obtaining a valid and reliable OFER15 Indonesian version.
Methods : Adaptation of the original version of OFER15 using the 10 step methods of ISPOR International Society for Pharmacoeconomics and Outcomes Research followed by a validity test of items and factors as well as a reliability test. The test was conducted toward 172 employees either in shift or non shift systems in a ManufacturingIndustry at PT X in Jakarta.
Results : The result of ISPOR in this research, there were some adjustment of idioms in Indonesia Language. All of 15 items the OFER15 questionnaire Indonesian version were all valid r 0.496 0.649. The results of Exploratory Factors Analysis identified a significant three factor structure that had an acceptable compatibility to the model of original OFER15 questionnaire. The Alpha Cronbach of OFER15 Indonesian version is 0.82 for the Chronic Fatigue Subscale, 0.88 for the Acute Fatigue Subscale and 0.82 for the Intershift Recovery Subscale. In the reliability test, the score of Intra Class Correlationis 0.8. The results of applying this instrument to 172 workers of this company, identified 91 workers suffered chronic fatigue among them 33 had inadequate intershift recovery, 68 workers suffered acute fatigue among them 34 had inadequate intershift recovery and 13 workers 8 did not experience fatigue due to work.
Conclusion : The OFER15 Indonesian version is valid, reliabel and has good internal stability. This instrument can be used to assess general fatigue due to work among Indonesian workers.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nia Widyanti
"Latar belakang: Salah satu risiko pekerjaan nelayan adalah hipertensi. Jam kerja panjang, aktivitas fisik berat dan waktu istirahat yang tidak teratur berpotensi menyebabkan hipertensi pada nelayan. Sumatera barat sebagai salah satu daerah yang terletak di pinggir pantai yang memiliki prevalensi hipertensi tinggi, sebagian masyarakatnya bermata pencaharian sebagai nelayan. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis hubungan antara lama hari berlayar dengan kejadian hipertensi di Kabupaten Pesisir Selatan di Sumatera Barat.
Metode: Desain adalah potong lintang bertujuan untuk melihat hubungan antara faktor pekerjaan dengan kejadian hipertensi. Subyek adalah nelayan yang berlayar di wilayah Kabupaten Pesisir Selatan. Faktor risiko hipertensi yang diukur adalah usia, status gizi, merokok, riwayat keluarga hipertensi, penghasilan dalam satu bulan terakhir, jumlah tanggungan keluarga, kadar gula darah, kadar kolesterol, lama hari berlayar, masa kerja, jumlah trip per bulan dan jumlah hari per trip.
Hasil: Hasil uji statistik menggunakan Chi Square atau Fisher menggunakan nilai probabilitas p.

Background: Hypertension is one of the occupational risk of the fisherman. Long working hours, heavy physical activity and not enough time to sleep have the potential to cause hypertension in fishermen. West Sumatra as one of the areas located on the coast that has a high prevalence of hypertension, some people livelihood as fishermen. The purpose of this study was to analyze the relationship between long days of sailing with the incidence of hypertension in Pesisir Selatan Regency in West Sumatra.
Methods: The sudy design was cross sectional study aims to see the relationship between occupational factors with the incidence of hypertension. The subjects are fishermen who sail in the area of Pesisir Selatan Regency. Hypertension factors which measured were age, Body Mass Index BMI, smoking history, family history of hypertension, income in the last month, number of family dependents, blood sugar, cholesterol, long days of sailing, length of working as fisherman, number of trips per month and number of days per trip.
Results: Statistical test results using Chi Square or Fisher with probability value p
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>